kali
ini menceritakan pengalaman seorang wanita cantik yang sudah menjanda. Ibu muda
ini bernama ibu Nita, dan ber anak satu yang masih duduk dibangku
sekolah dasar. ekonominya hanya pas-pasan saja dan sayangnya IQ anaknya
kurang tinggi. Sehingga ibu Nita yang sudah tau kalau anakknya enggak
bakalan naik kelas 2. karenanya bu nita mencoba mendekati kepala
sekolahnya yang bernama pak Roy .
Rupanya pak Roy
mengerti akan maksud dari kedatangan bu Nita tersebut. Dan untuk
menghindari kecurigaan para guru di sekolah maka pak Roy menyuruh bu nita untuk
bertemu dengannya di sebuah lobby hotel malam itu juga.
“Anak ibu bisa naik kelas dua tapi … ”
“Tapi apa pak?” tanyaku cepat-cepat.
Pak Roy tak meneruskan ucapannya, dia
hanya menatapku dengan tajam tanpa reaksi apapun.
“Berapa yang bapak minta?” tanyaku
setelah beberapa lama kutunggu dia untuk melanjutkan ucapannya.
“Ibu tak mungkin dapat
memenuhinya kalau saya ucapkan!” katanya dengan nada datar.
“Berapa lah pak, tolong anak
saya” ucapku lirih dengan nada memelas
“Tiga juta!” kataku terkejut
“Iya tiga juta”
“Dari mana saya punya uang
sebanyak itu, pak” kataku lagi yang masih terkejut.
“Bila tak punya uang sebesar itu masih bisa
ibu usahakan dengan cara yang lain”
“Bagaimana caranya itu pak”
“Asal ibu tak keberatan pasti bisa”
“Iya tapi bagaimana pak!” tanyaku lagi.
Setelah lama pak Roy berpikir panjang lalu dia berkata
….. “Bagaimana kalau sebagai gantinya malam ini bu Nita bermalamdi hotel
bersama!” ucapnya pelan setengah berbisik ditelingaku.
“APA!???” desisku terkejut.
“Iya, bermalam bersama saya!” katanya
lagi sambil tangannya melingkar dibahuku.
” Bagaimana? toh tak ada
ruginya!” katanya lagi sambil merapatkan tubuhnya ketubuhku yang
duduk disofa itu. Aku yang masih shock dengan apa yang
barusan kudengar belum hilang.
Akhirnya setelah beberapa lama aku
dirayunya dan dengan setengah hati kedua kakiku melangkah mengikutinya
menuju mobil sedan pak Roy
yang akan membawaku ke sebuah penginapan yang lain yang agak jauh.
Nita |
Akhirnya kami sampai juga di
sebuah penginapan dipinggir kota ,
jauh dari rumah untuk menghindari ketahuan dari kerabat maupun dari
teman. Jam sudah menunjukan pukul 8 malam saat tiba dikamar motel itu.
“Santai aja bu Nit…” katanya
setelah mengunci pintu kamar itu sambil melangkah menggiringku
ketepian ranjang. “… ayo duduk dulu, kita rileks sebentar….” ucapnya
sambil memeluk pinggangku. Jantungku berdebar - debar rasanya karena
canggung dan malu.
“Di kamar ini bu Nita tak usah
malu…” desisnya dekat telingaku sambil tangannya mulai bergerak
kearah buah dadaku. “…
Uuuuu…. dada bu Nita pasti indah
sekali!” ucapnya ketika tangannya meraba-raba buah dadaku dari balik
bajuku.
Dalam waktu yang cukup
singkat, seluruh pakaianku sudah terlepas dari tubuhku tanpa sehelai
benangpun dan dalam sekejap juga mas Roy
melepas pakaiannya sendiri tanpa malu-malu dihadapan mataku sambil
matanya memelototi tubuhku yang telanjang ini.
“Pokoknya buat saya puas!… pasti anak
ibu naik kelas” bisiknya ditelingaku sambil tangannya mendorong
tubuhku kebelakang hingga tubuhku merebah telentang dari pinggir
ranjang.
Setelah itu kedua belah
pahaku direnggangkan kekiri dan kekanan dan kemudian …….
“OUH……….”desahku, ketika saat
itu kurasakan mulutnya mas Roy
mulai menciumi dan melumati bibir kemaluanku. Jantungku hanya
berdebar-debar kencang dan sekali-kali aku melingking dan merintih
panjang menahan rasa geli yang menggelitik diseputar pangkal pahaku.
“SSSST……OUH….masss.. .” desisku
berulang-ulang sambil memejamkan mata dan tangankupun mulai
meremasi kepala mas Roy
yang masih berada diseputar pangkal pahaku. Cukup lama mas Roy
mempermainkan bagian kemaluanku, dari mulai aku hanya merasa terpaksa
untuk melakukannya hingga sampai sampai diriku menjadi benar –
benar terangsang sekali dibuatnya.
“Ouhhh…Ouhhhh…. masss…..”
rintihku dengan nafas yang mendesah-desah menahan gejolak nafsu yang mulai timbul. Setelah
melihatku yang amat sangat terangsang barulah dia mengambil
posisi dengan menaikkan kedua belah pahaku sambil mengarahkan penisnya yang sudah tegang sejak
tadi. Beberapa kali penisnya gagal menembus pertahananku
hingga akhirnya dia mengoleskan seluruh batang penisnya dengan baby
oil.
“AAAAAA….!!!!!!!!!!!” Jeritku
keras- keras. Menahan perih dan ngilu yang amat sangat diseputar
pangkal pahaku. Kurasakan kepala penisnya menembus masuk
kedalam lubang kemaluanku dengan ditekan secara perlahan-lahan hingga
kepala penisnya tenggelam tak kelihatan lagi didalam
lubang kemaluanku yang terbentang lebar.
Malam itu aku benar-benar
dibuatnya melayang-layang tanpa henti. Dia benar-benar bagai kuda
liar yang buas dan lincah. Setelah mengguncang tubuhku cukup hebat
hingga mencapai titik klimaksnya dia mencumbu dan melubat bibirku
sepuas-puasnya tak terkecuali dengan buah dadaku. Tubuhkupun
penuh dengan tetesan lendir putih
yang dikeluarkan dari ujung kepala penisnya itu.
Sudah empat babak rasaya Pak
Roy menggauli tubuhku tanpa lelah sedikitpun malam itu. Tiap-tiap
babak aku hanya dapat meluangkan waktu barang satu batang rokok yang
dihisapnya.
“Bagaimana bu Nita! puas
ngak?” tanyanya sambil menaruh puntung rokok yang tersisa ditangannya
ke asbak yang diletakkan tak jauh dari sisi ranjang.
“Udah cukup ya mas …..!”
balasku pelan, dengan nafas yang masih belum teratur.
“Ah belum dong!” katanya pelan sambil
membelai-belai buah dadaku. “…kenapa?” katanya kembali, sambil jemari
tangannya mulai nakal dengan memencet-mencet punting susuku dengan lembut.
“Udah perih, mas!…” kataku pelan.
“Perih?, ah nanti juga ilang sendiri
kok! jangan takut. Lagian baru jam 1 pagi, kan tadi katanya mau menemani saya
sampai pagi.” katanya lagi.
“Iya, tapi ….”
“Ssstt……..” tiba-tiba dia
menempelkan jari telunjuknya kemulutku sebagai tanda supaya aku
jangan protes, dan tetap melayani sampai dia puas benar. Akhirnya
taklama kembali lagi tubuhku disetubuhi untuk yang kelima kalinya.
Walau demikian akhirnya akupun turut terangsang dan menikmati setiap
gerakannya hingga aku kembali mencapai klimaks yang
entah keberapa kali saat itu.
“Bagaimana bu Nit? udah ngak
sakit lagikan sekarang.!” Katanya dengan nafas yang masih
memburu. Aku hanya terdiam saja dengan mata yang terpejam sambil
menikmati rasa gejolak yang tersisa. Kurasakan bibirku
dikecupnya beberapa kali.
Akhirnya selama hampir satu
setengah tahun lamanya tubuhku menjadi tempat pelampiasan nafsunya
sampai akhirnya dia di pindah tugaskan ke luar pulau. Tapi itu
bukan dari akhir dari cerita, karena sebelum dia pergi, mas Roy malah
menyerahkan tubuhku kepada penggantinya yaitu pak Togar.
“Bu Nita!, ini saya kenalkan dengan orang
yang akan menggantikan kedudukan saya!” ucap pak Roy kepadaku.
“Oh ini yang namanya Bu Nita!”
ucap orang yang dikenalkan padaku.
“…saya Togar! pengganti pak Roy.”
katanya sambil menjabat tanganku dengan mantap.
“Wah keliatanya habis tempur
habis-habisan nih!” serunya sambil memandang kesudut ruang, matanya
tertuju pada ranjang dikamar motel yang memang kami tempati sejak
sabtu kemarin.
“Wah tau aja nih Bang Togar!”
celetuk mas Roy
sambil tertawa lebar yang diikuti oleh seyum bang Togar sendiri.
“Wah kalau begitu boleh dong
saya cicip sebentar, sebagai perkenalan?” ucap Bang Togar tanpa
malu-malu.
“Oh silahkan Bang, silahkan.”
ucap mas Roy.
Aku hanya diam saja dan tak
terkejut lagi karena sudah diberi tahu oleh mas Roy sebelumnya.
“Bu Nita biar saya tinggal
sekarang yah!, lagi pula saya sudah waktunya untuk berangkat
kepelabuhan, biar nanti Bang Togar yang anterin pulang.” katanya sambil
dia melangkahkan kakinya kepintu kamar.
“Pokoknya anak ibu pasti lulus terus
deh dijamin” katanya padaku berbisik dan kemudian meninggalkan kami
berdua setelah mengecup bibirku dan sempat-sempatnya meremas pantatku saat itu.
Setelah mas Roy tak terlihat lagi oleh pandangan
mata maka kamipun kembali lagi masuk kedalam kamar motel itu.
“Ahhh!” pekikku kaget ketika baru
pintu kamar ditutup tiba-tiba tubuhku diangkat dan digendongnya………
…untungnya aku cepat
menangkap pundaknya bang Togar yang berotot itu dengan lengan kananku
sedangkan belakang kedua lututku diangkatnya dengan ringan seperti
tanpa beban.
“Kita mandi bareng yuk mbak
Nit!” ucapnya sambil memandang wajahku yang masih kuyup dan lesuh.
Aku hanya diam saja hanya mataku saja yang memberikan
syarat menginyakan. Sambil menggendong tubuhku, yang seperti
anak kecil akan dimandikan, dia melangkahkan kakinya menuju pintu
kamar mandi lalu masuk kedalamnya dan tubuhku di turunkannya didalam
bath up itu. “Biar saya yang buka dasternya” kata bang Togar yang
bersuara berat itu sambil tangannya membuka kedua kancing
dasterku lalu dia mengangkat dasterku mulai dari pinggulku keatas
hingga kedua pahaku yang putih mulus itu terlihat oleh matanya,
lalu diangkatnya lebih tinggi lagi hingga bibir kemaluanku
terlihat dengan jelas olehnya karena memang aku semalam
tak mengenakan pakaian dalam hanya dibalut oleh daster saja, itupun
aku pakai sesaat sebelum seseorang yang bernama bang Togar itu datang
kekamar motel yang aku tiduri bersama mas Roy.
“HHHmmmm…pantesan aja si Roy betah sama mbak Nita yang aduhai
ini” celetuknya setelah dasterku telah lepas dari kulit tubuhku yang
putih bersih dan padat ini.
“Sekarang mbak boleh telentang
di bath up itu” katanya sambil tangannya yang terasa kasar itu
menarik lenganku untuk rebahan di bath up. Kemudian dia
menutup lubang bath up itu sambil menyalakan air yang mulai mengucur
dengan derasnya mengisi bath up tersebut.
“Saya mau ambil shampo dan sabun dulu
ya mbak” kata Bang Togar.
“Oh iya mas…eh..bang!” kataku dengan
sedikit gugup karena sebetulnya aku bukan seorang pelacur yang sudah
terbiasa menghadapi setiap macam lelaki, tatapi aku hanya
seorang janda yang sebetulnya
hanya terpaksa melayani lelaki seperti mas Roy dulu demi menyelamatkan anakku
supaya anakku dapat terus melanjutkan bangku sekolahnya.
Sementara bang Togar keluar
kamar mandi untuk mengambil shampo dan sabun, aku hanya dapat melamun
saja
membayangkan apa yang akan
terjadi denganku sekarang ini, apakah sama dengan cara melayani mas Roy atau berbeda.
“Eh…kok ngelamun…. ngelamunin mas Roy yach!” tanya bang
Togar yang sudah kembali masuk kedalam kamar mandi dengan membawa
shampo dan sabun.
“Oh…enggak bang” kataku sekenanya.
“Sudah lama menjanda?” tanya bang
Togar sambil dia membuka kaosnya.
“Sudah empat tahun bang”
jawabku sambil memandang dadanya yang bidang dan sedikit berbulu
dengan kulit tubuhnya yang berwarna kecoklatan cukup kontras
sekali dengan warna kulit tubuhku yang putih ini.
“Tapi sejak mengenal si Roy …Nita ngak kesepian lagi dong!” tanya
bang Togar mencomba untuk membuat suasana sedikit lebih santai.
“Ah…Bang Togar bisa ajah!”
kataku dengan mataku yang masih menatap tubuhnya yang besar dan kekar
itu.
Kini aku sedikit terkejut dengan
mataku sedikit membelalak melihat apa yang tak pernah kubayangkan
sebelumnya sambil menelan ludah beberapa kali ketika mataku tertuju
pada burung yang menggelantung saat dia melorotkan celana dalamnya
sendiri. Bulu kudukku langsung berdiri dan merinding sekujur tubuhku
takkala kulihat Batang penisnya yang panjang hampir
sepanjang penggaris kecil berukuran kurang lebih 20 centi
meteran…..
“Glek…..” aku terus menelan ludahku
sendiri, belum lagi ketika mataku tertuju pada kepala burungnya
yang bentuknya mirip seperti topi baja pasukan Jerman pada waktu
perang dunia ke 2.
“Busyeeet…..ya…ammmmpunnnn
n!!!” kataku dalam hati melihat kepala penisnya yang besar sebesar
bakso bola tenis.
“Itu barang masih tidur, gima
besarnya nanti kalo udah bangun….Hiiiiiii…” kataku lagi dalam
hati dengan mataku yang masih memelototi bagian-bagian tubuhnya itu.
“Tuh bengong lagi….kenapa?
udah kepingin yach” suara bang Togar yang keras dan berat itu
mengejutkanku yang masih galau membayangkan apa yang akan terjadi.
“Ah…Abang” kataku pelan dengan muka
sedikit memerah karena malu ketahuan sedang memelototi tubuhnya itu.
“Biar saya kramasin mbak Nita
yach!” ucap bang Togar sambil kakinya masuk menginjak bath up yang
sudah mulai terisi air itu. Bang Togar akhirnya duduk dibibir bath up
dekat tubuhku hingga dapat lebih jelas lagi kulihat batang penisnya yang
besar itu.
Rambutku mulai diguyurnya dengan
air yang keluar dari mulut selang pancuran itu. Bau shampo sunslik
mulai menerpa hidungku. Kurasakan kepalaku mulai diremasinya
dan sekali-kali menggaruk-garuk kulit kepalaku hingga busa shampo
tersebut mulai menggunung dikepalaku, rambutku yang terurai dan
panjang sebatas punggung juga diurut-urutnya.
“Aku suka rambutmu Nit…,
rambutmu hitam dan halus” kata bang Togar setelah menyiram rambutku
kembali menghilangkan busa-busa shampo yang masih melekat dirambutku.
“Ngomong-ngomong sudah lama
hidup menjanda Nit?” tanya bang Togar, sambil dia beralih mengambil
sabun cair .
“”Sudah lama bang…sudah 5 th!,
kalau bang Togar masih punya istri?” jawabku sambil aku balas
bertanya.
“Oh masih…masih..ada. Tapi istri
saya ada di Sumatra sana , saya tinggal di jakarta sendiri
saja.” jawab bang Togar, sambil tangannya mulai mengusap-usap
punggungku dengan sabun cair.
“Zzzzz….” desisku lirih, takkala
telapak tangannya yang kasar itu mulai menyentuh bagian pinggir dari
buah dadaku. Kemudian tangannya mulai beralih kebagian depan tubuhku.
“Mbak Nita…tolonging saya yach!”
“Tolongin apa bang” tanyaku
“Ya…sementara saya bersihin
tubuh mbak Nita, mbak Nita tolong bersihin punya saya!” katanya
sambil tangan kirinya memegang batang penisnya sendiri itu.
“Ayo…enggak usah malu-malu sama
saya…..pegangya…pengang! ” katanya menyuruhku untuk memegangnya.
Walaupun sedikit ngeri melihat
batang penisnya yang panjang itu akhirnya jari telunjuk dan jempolku
mulai mengambil alih batang penisnya yang sedari tadi
sudah dipegangnya sambil digoyang-goyangnya. Jantungku mulai berdetak
lebih cepat ketika jariku sudah mulai menyentuhnya.
“Ayo dong disanyang” kata bang
Togar sambil melihat wajahku, menyuruhku untuk mengelus-elus batang
penisnya itu.
“….oh iya kenalin ini si Tohar” ucap
bang Togar lagi sambil terseyum senang melihat tanganku yang mulai
meraba-rabanya.
“Mbak Nit…dia masih bobo, coba
kamu sun…dikit biar bangun!” kata bang Togar . Merinding jadinya
mendengar ucapan bang Togar yang menyuruhku untuk mengecup ujung topi
bajanya itu.
“Crrup……” suara bibirku
terdengar nyaring saat mencium ujung topi bajanya.
“Yaaaa….Ammmpun….bener kan” desisku
dalam hati, ketika tak berapa lama kemudian batang penisnya mulai
terasa menegang diikuti dengan membengkaknya batang penis yang sedang
kupegang hingga lama-kelamaan telapak tanganku yang tadinya dapat
memegang 3/4 bagian dari batang penisnya kini telapak tanganku
hanya sanggup memegang 1/2 bagian saja dan itupun diikuti dengan
semakin memanjangnya batang penisnya, bahkan bila aku genggam dengan
kedua telapak tanganku pun kepala topi bajanya masih menonjol dan
batang penisnya masih telihat sekitar satu ruas jari.
Yang membuat nyaliku semakin ciut
dan seluruh bulu kuduk ku berdiri ketika kepala topi bajanya yang
tadinya masih sebesar bakso tenis sudah berubah menjadi satu setengah
kalinya.
Sementara kedua tanganku masih terus
mengelus dan meremas batang penisnya, bang Togar masih sibuk
menyabuni bagian depan tubuhku, tangannya terus menggosok ke leherku
lalu turun kebawah sedikit kearah dadaku lalu kembali turun
lagi kebuah dadaku yang kenyal itu sambil telapak tangannya tak henti
berputar-putar hingga sabun cair yang dipakainya berubah menjadi busa
sabun dikulit buah dadaku. Lalu telapak tangannya turun lagi masuk kedalam
air di bath up dan mulai menggosok-gosokkan bagian perut tubuhku.
Nafasku sedikit demi sedikit
mulai tertahan takkala telapak tangannya semakin turun kebawah hingga
tepat diatas bibir kemaluanku yang sudah tidak ada bulu-bulu hitam
dan keriting karena dulu mas Roy
selalu mencukur bulu-bulu yang menyelimuti daerah bibir kemaluanku
hingga licin.
“Ouh….” desisku dengan
sedikit tertahan saat kurasakan telapak tangannya mulai turun dan
menyentuh bibir luar
kemaluanku.
“wow….tebel ya Nit…..” bisik
bang Togar dekat telingaku, saat tangannya merasakan bagian luar
bibir kemaluanku. “….Ini baru yang namanya dingin-dingin empuk” katanya
lagi setelah sebelah lipatan bibir kemaluanku sedikit ditarik dan diremas dengan
jemarinya.
“Mandinya udahan yuk!…. saya
udah pusing nih!” seru bang Togar setelah puas membersihkan bagian
lipatan bibir kemaluanku dengan sabun dan air. Setelah tubuhku
disiram sekali lagi kemudian tangan kanannya melingkari belakang tengkuk
leherku sedangkan tangan kirinya mengapit belakang dua lututku
sambil menggangkat tubuhku dari air yang ada di bath up itu. Tubuhku
kemudian dibawanya keluar kamar mandi dan kemudian tubuhku yang masih
basah lansung ditelentangkan diatas ranjang motel yang empuk.
Kulihat bang Togar setelah
meletakkan tubuhku dia mengaduk-aduk tas berukuran sedang dan
berwarna hitam, entah apa yang dicarinya, Tapi aku hanya menanti
sambil membanyangkan apa yang akan terjadi dengan diriku bila topi
bajanya masuk kedalam tubuhku, sedangkan dengan benda yang besarnya
seukuran mas Roy saja aku sudah kewalahan bagaimana jadinya
dengan benda yang melebihi dari ukuran yang selama ini ku rasakan.
“Oh…untuk apa tambang itu
bang?” tanyaku ketika aku baru sadar kembali dari lamunanku.
“Tambang ini…..?” balas bang
Togar sambil menunjukan tambang putih bersih kira- kira seukuran tali
pramuka yang biasa dipakai anak-anak pramuka diwaktu kemping
dan terlihat masih baru.
“Tambang ini ya jelas untuk
ngiket, namanya aja juga tambang buat apa kalo enggak dipakai buat
ngiket” katanya lagi sambil terseyum penuh gairah.
“Untuk iket apa bang?” tanyaku
lagi karena tak mengetahui maksudnya.
“Udah… nanti aja saya kasih
taunya, sekarang ayo duduk!” perintahnya sambil mengulurkan tangannya
untuk membantuku bangkit duduk diatas ranjang. Tanpa berbicara banyak
bang Togar kemudian menaiki ranjang sambil membelakangi tubuhku.
Sesudah itu kurasakan tangan
kananku ditarik kebelakang tubuhku dan kurasakan pergelangan tangan
kananku dililitnya dengan tambang tersebut lalu kemudian
pergelangan tangan kiri juga di lilitnya sehingga kedua tanganku
hampir tak dapat bergerak lagi.
“Bang…untuk apa saya diikat
bang!” tanyaku, dengan hati mulai resah dan takut.
Tapi bang Togar tetap tak
bersuara, malahan pergelangan tangan kananku dirapatkan bagian sikut
lengan kiriku begitu pula sebaliknya pergelangan tangan
kiriku dirapatkan sikut lengan kananku dan kembali tambang yang
panjang itu dililitkan beberapa kali lagi.
“Bang…jangan….sakit……! ” seruku mulai
meronta karena takut, takut bila dia mau membunuhku. “….bang ampun
… ampun…jangan bunuh saya” seruku lagi sambil memohon.
“Mbak Nita…..mbak Nita…..
tenang- tengan…… siapa yang mau membunuhmu? tenang mbak Nita…… saya
tidak akan pernah membunuh mbak! …….,” ucap bang Togar sambil menggoyang
kedua pundakku, wajahnya terlihat kaget juga dengan reaksiku tadi.
“Saya hanya mau membawa mbak
Nita kedalam permainan yang baru” katanya lagi sambil mencoba terus
menyakinkan diriku yang masih takut.
“Iya tapi mengapa musti
mengikat kedua tangan saya bang?” tanyaku dengan wajah yang masih
pucat.
“Saya ingin membawa mbak Nita kedalam
alam khayalan saya, pokoknya nanti mbak Nita bisa merasakan
perbedaannya.” ujar bang Togar sambil melanjutkan melilit tubuhku
dengan tambang tersebut setelah berhasil menenangkan diriku yang tadi
masih galau dan resah itu.
Kemudian bang Togar
melilitkan tambangnya tepat diatas bagian buah dadaku dan melilitnya
dua kali lalu kemudian melilitkannya kembali dua kali tapi
tepat dibawah buah dadaku. Setelah itu pinggangku tambang tersebut
hingga tak lepas lagi.
Setelah itu begitu juga dengan nasib paha
dan pergelangan kaki kananku.“Mbak Nita…sekarang saya
rebahin dulunya” ujarnya sambil tangan kanannya mendorong tubuhku
pelan-pelaln kebelakang hingga tubuhku kembali telentang.
Kemudian dia mengambil lagi
seutas tambang yang ukurannya lebih pendek. Kurasakan tambang itu
mulai menusuk masuk lipatan bagian belakang lututku yang kemudian
diikatnya kuat-kuat lalu kurasakan bagian lipatan lututku ditariknya dengan tambang
yang masih tersisa itu hingga renggang dan tambang tersebut
ditambatnya di leherku begitupula denga sebelah lutut kiriku,
sehingga pangkal pahaku menjadi semakin renggang dan luas.
“Nah bagaimana mbak Nit…., masih bisa
goyang?” tanyanya setelah selesai mengikat sekujur tubuhku.
“Tidak…!” jawabku sambil
mencoba menggoyang tubuhku sendiri seakan-akan ingin mencoba melepas
tali temali tersebut.
“Ini yang disebut permainan seni
sex ala Jepang kuno! dan ini masih digunakan loh di negeri asalnya!”
kata bang Togar memjelaskan padaku.
“Bagaimana seninya bang, kalau enggak
bisa bergerak begini” tanyaku lagi penuh penasaran.
“Oh begini….seninya bukan masalah
di soal gayanya tapi gairah yang dapat ditimbulkannya itu yang
membuat lebih berbeda dari permainan yang biasa dilakukan orang.”
Katanya menjelaskan padaku sambil dia menyalakan sebatang rokok marlboro.
“……sudahlah…pokoknya nanti mbak
Nita rasakan sendiri dasyatnya permainan ini” katanya lagi sambil dia
mengambil seutas tambang lagi yang lebih pendek kira-kira panjangnya
1/2 meter. Sambil kulirik rupanya dia mengikatkan tambang tersebut
pada tambang yang melilit pada lilitan tambang yang ada dibawah buah
dadaku dan kemudian diikatkannya kembali pada lilitan tambang yang
berada diatas buah dadaku hingga buah dadaku semakin mencuat
karena terdesak oleh himpitan tambang-tambang tersebut.
“Nah yang ini namanya Off
Mount!” ujar bang Togar lagi sambil menunjukkan sebuah benda berwarna
hitam mirip bola golf besarnya namun berlubang-lubang dan salah satu
lingkaran tersebut ada talinya terbuat dari karet.
“Coba sekarang buka mulutnya…saya mau
masukkan Off Mount
ini kedalam
mulut mbak, supaya nanti kalau mbak Nita mulai histeris biar enggak
terlalu keras suara yang keluar…. coba AA…..” kata bang
Togar kembali. Tanpa disuruh untuk yang ketiga kalinya kubuka bibir
dan mulutku lebar-lebar agar Off Mount tersebut
dapat masuk kedalam mulutku.
“OUFF…..” gunggamku ketika bola
itu mulai dimasukkan kedalam mulutku. kurasakan bola tersebut juga
dari karet karena saat tergigit oleh mulutku sedikit lentur. Setelah
bola kecil tersebut masuk dalam mulutku kemudian tali yang menempel
pada bola tersebut dililitkan kebelakan kepalaku hingga sekarang tak
mungkin dapat lepas lagi dari dalam rongga mulutku.
“Hhhhh…hhhhhh….FFFff” suara
desah nafasku yang keluar dari dalam mulutku. Setelah yakin bang
Togar melihat tubuhku yang sudah tak berdaya ini barulah dia mulai
meraba-raba tubuhku.
“Kamu terlihat sexy sekali
mbak Nita…” ujar bang Togar sambil tangan kirinya membelai belai
rambutku yang masih basah sedangkan tangan kanannya mulai
mengelus perutku lalu naik sedikit kearah buah dadaku yang membusung
itu.
“EEEEM………” desah suara ku lagi, saat
kurasakan telapak tangannya meremas buah dadaku yang padat berisi namun
keyal itu. Kemudian kurasakan punting susuku yang mulai
dipermainkannya dengan memuntir- muntirkannya dengan sekali-kali
mencubit- cubit kecil sambil menarik-nariknya dengan perlahan.
Detak jantung dan gerak nafasku
mulai tak teratur saat itu ditambah pula bibirnya bang Togar mulai
mencium, menjilat dan mencubit-cubit kecil dengan giginya
diseputar telinga dan leherku yang jenjang.
“Bagaimana rasanya saat kau
tak berkutik seperti ini Nit…!” suaranya cukup lirih sekali didekat
telingaku hampir tak terdengar.
” …… saya akan membuatmu sampai
pingsan kenikmatan Nit…..” ucapnya lagi, lalu …..
“EMMMMMM…!” pekikku tiba-tiba ketika
tanpa kuduga sebelumnya, kurasakan telapak tangan kanannya meremas
dengan keras dibibir kemaluanku yang sudah terbentang bebas sejak
tadi. Aku hanya mampu menggeram – geram kesakitan bercampur geli
diseputar pangkal pahaku, terlebih lagi saat jemarinya mulai
mencubit- cubit dan menyentil-nyentil bagian clitorisku yang paling
vital itu sampai-sampai aku memejapkan mata dengan muka
mengkerut menahan geli dan ngilu seperti terkena strum setiap kali
jemarinya mencubit dan menyentil clitorisku itu. Sangkin tak
tahannya kepalakupun bergerak kekiri dan kekanan bagaikan ikan yang
terhempas kedarat.
Bang Togar semakin senang dan semakin
nakal saja saat melihat tubuhku yang tak berkutik ini menggelinjang-gelinjang
apa lagi saat melihatku yang sedang memberi isyarat padanya untuk
menghentikan memainkan bagian klitoris dan lubang vaginaku, dia malah semakin
menjadi-jadi dengan lebih keras dan lebih cepat lagi mencubit,
menyentil dan mencocok-cocokkan jemari tangannya kedalam liang vaginaku.
Jujur saja walaupun diriku masih
takut dan sakit karena ikatan tambang namun ada perasaan nikmat yang
lain dari biasanya, sepertinya semakin aku tak dapat melawan dan
pasrah sepasrah-pasrahnya malah membuat hasrat birahiku mulai
meletup-letup tak terkendali.
Mungkin hampir 15 menit lamanya
dia mempermainkan bibir kemaluanku dengan tangannya hingga puas,
kupikir setelah dia melepas tangannya yang nakal itu dia bakal mulai
menyutubuhiku yang sudah mulai terangsang berat. Tapi ternyata bang
Togar malah kembali mengaduk-aduk tas hitamnya dan mengeluarkan
sebuah benda berwarna coklat dengan pangkalnya ada kabel kecil.
“Nita… ini dildo namanya, mirip
yah seperti beneran!” ucap bang Togar sambil memperlihatkan benda
tersebut. Memang kulihat sepintas mirip dengan penis seorang pria
yang sedang berdiri tegap, warnanya coklat muda.
“Nah biar mbak Nit bisa liat
saya bantal dikepala yach!” katanya sambil dia mengangkat kepalaku
lalu menyusupkan dua bantal yang ada diatas ranjang itu
dibawah kepalaku hingga sekarang mataku dapat melihat kedua kakiku
yang terbentang lebar itu. Setelah itu kulihat dildo yang
dipegangnya sudah dibawanya dan didekatkan tepat dimuka lipatan bibir
kemaluanku.
“EEEMMMMMM…” geramku lagi
mulai takut, jantungku semakin berdetup kencang saat kulihat
Penis-Penisan itu mulai menempel pada belahan lipatan
bibir kemaluanku, “EEEEMMMMM” geramku lagi saat kurasakan ujung dildo
itu mulai didorong dan ditekannya kedalam mulut vaginaku.
“Bagaimana rasanya mbak
Nit… nikmatkan…nikmatkan….. sabar … sabar … sedikit lagi ya sayang!”
ujarnya sambil terus menekankan mainan itu.
“EEEMMMMMM…” geramku berulang-ulang dengan
tubuh mulai mengejang kaku menahan rasa ngilu dan perih juga geli
saat dia terus mendorong dan menekan walaupun secara pelan namun
terus menyusrup makin dalam dan semakin dalam lagi hingga lama-lama
kulihat batang penis-penisan tersebut hampir tenggelap didalam liang
vaginaku.
Setelah itu kulihat bang
Togar mengambil semuah tali tambang lagi dan mengikatkan ujung batang
dildo itu kuat-kuat kemudian sisa untaiannya diikatkan melingkar pada
pinggul dan pinggangku.
“EEEMMMM…..OOOOOOO…” suara desah
rintih yang keluar dari dalam mulutku semakin keras saja takkala
kurasakan didalam lubang vaginaku benda tersebut mulai bergerak-gerak
seperti ular yang sedang menggali lorong tanah. Sesekali kurasakan
juga ada getaran-getaran kecil yang keluar dari dalam mainan dildo itu.
Hasrat birahiku semakin
menjadi-jadi dan meluap-luap tak terkendali lagi olehku, sebenarnya
aku sudah ingin cepat-cepat dia menancapkan pusakanya yang gede itu
tapi aku tak dapat bicara dengan mulut yang tersumpal benda yang bernama
off mounth itu sedangkan untuk bergerak saja aku tak mampu untuk
berkutik lagi didalam ikatannya yang kuat itu. Walau ada perasaan
menyesal dan kesal mengapa aku menurut saja untuk diikat hingga aku
tak dapat berbuat apa-apa namun disisi lain gejolak nafsuku
malah melonjak-lonjak dan ada perasaan aku turut menyukai permainan
ini.
“Nit…Nit… saya tinggal sebentar
aja! saya mau beli rokok dulu, enggak lama kok, paling – paling 5
menit lamanya” ujarnya membangunkan pikiranku yang sudah sejak tadi
melayang-layang diudara.
“Nikmati saja mainan yang ada didalam
situ…” ucapnya lagi sambil bang Togar mengecup keningku lalu dia
mengenakan pakainanya lagi dan lalu keluar dari dalam kamar motel
ini meniggalkan tubuhku yang terikat dengan dildo yang sedang
bergerak-gerak lincah didalam lubang vaginaku.
Didalam kesunyian kamar motel
ini pikiranku kembali lagi melayang-layang menikmati gerakan dildo
yang tanpa henti itu.
“Kreeek”…terdengar pintu terbuka,
“EEEMMMM” gunggamku dengan terkejut
setengah mati ketika kulihat ternyata yang masuk bukan lagi bang Togar
melainkan dua orang lagi yang rupanya mereka adalah room service dari
motel tersebut.
Kulihat kedua orang itupun
juga terkejutnya, namun tak lama kemudian salah satunya cepat-cepat
menutup pintu kembali. Sementara aku masih terkejut kulihat
kedua laki-laki itu mulai mendekatiku bahkan memandangi seluruh
tubuhku yang tanpa daya ini.
“Tante…tante kenapa?” tanya seorang dari mereka.
Aku hanya dapat menggeleng-gelengkan
kepala saja saat itu sambil terus menggeram-geram ketakutan.
“Tante diperkosa ya, sama
laki-laki tadi” ucap yang satunya lagi.
“EEEMMMM..” geramku lagi
sambil menggeleng-gelengkan kepala. Diriku mulai takut dan malu saat
itu.
“Yang tadi keluar itu suami
tante!?” tanyanya lagi.
Aku langsung saja mengangguk-angguk dengan
cepat supanya mereka cepat-cepat keluar dari kamar ini.
“Kalau yang tadi suaminya,
kenapa istrinya diiket sampe begini Dul” tanya temannya kepada orang
yang rupanya
bernama Dul itu.
“Wah kalau gitu ini sich
namanya belom kerja udah dikasih daging segar Coi” celetuk orang yang
bernama Dul pada temannya yang bernama Coi itu.
“Udah kita sikat langsung!
mumpung lakinya lagi pergi” seru Dul pada temannya. Tubuhku yang
terikat tanpa daya langsung saja diserbunya. Tangan-tangan mereka
langsung menggerayangi pangkal pahaku, buah dadaku serta puting susuku.
Walaupun aku tak berdaya namun
aku tetap mencoba meronta dari mereka. Tapi nasi sudah menjadi bubur,
mereka tetap saja menggeranyangi tubuhku sambil mengecup-ngecup buah
dadaku, puting susuku, clitorisku, serta terus meremas-remas
seluruh bagian tubuhku dengan penuh nafsu….
Aku yang terus menerus
diserang habis-habisan oleh mereka berdua lama-lama jadi menikmatinya
pula setiap rabaan dan kecupan-kecupan mulutnya, entah berapa lama kedua
room service itu melahap-lahap tubuhku.
Sedang asyik-asyiknya aku
menikmati rabaan dan hisapan-hisapan serta jilatan-jilatan lidah mereka
tiba-tiba saja mereka menghentikan perbuatannya dan ……
“Coi…..cepet kabur….Lakinya
udah pulang tuh…. ayo cepet” suara orang yang bernama Dul menyuruh
temannya untuk menghentikan lahapannya sambil cepat-cepat bergegas
keluar dari kamar ini. Sementara nafasku yang tadi sudah memburu
kembali mulai tenang dan tak berapa lama pintu kamar terbuka kembali
dan kulihat sesosok yang sudah kukenal untung lah dia si bang Togar
sudah kembali lagi.
“Bagaimana Nit rasanya….enakkan…”tanya
bang Togar sambil duduk dibibir ranjang,
“….. tuh kan udah basah ranjangnya”ucapnya lagi
setelah melihat bagian bawah kemaluanku yang sudah mengeluarkan
lendir dan membasahi sprei ranjang yang kutiduri ini.
Setelah puas memandangi tubuhku yang
meliuk-liuk sendiri dan menggeram-geram sendiri akhirnya dia melepas
dildo tersebut dan kemudian dia mulai menggantikan posisi dildo itu
dengan si burung rajawali yang besar itu.
Bang Togar mulai berlutut
tepat didepan pangkal pahaku lalu sambil mengangkat sedikit
pinggulku, Penisnya mulai diarahkan tepat ditengah-tengah
bibir kemaluanku yang sudah terbuka lebar.
“EEEEMMMM…EMMMM….”
teriakku keras-keras merasakan kepala penisnya yang menusuk masuk
kedalam pangkal pahaku itu. Selanjutnya dia terus mulai menusuk-nusukkan
dengan cepat dan gerakannya semakin cepat dan sekali-kali
dihentakkannya kuat-kuat didalam lubang vaginaku hingga aku kembali
menjerit kuat-kuat tak tertahannkan. Cukup lumanyan lama
dia mengocok-ngocokkan penisnya didalam kemaluanku, aku sendiri sudah
dua kali mencapai klimaksnya namun dia tak kunjung tiba hingga pada
puncak klimaks ku yang untuk ketiga kalinya dia baru
mengeluarkan batang penisnya dari dalam kemaluanku yang sudah semakin
panas itu dan kemudian sambil tangannya memegang penisnya
sendiri bang Togar melepas off mount dari mulutku namun belum sempat
aku menarik nafas lebih banyak lagi lewat mulutku, kepala penisnya yang
luar biasa besarnya itu langsung dilolohkan kedalam mulutku hingga….
“OUFFFF…..MMMM…. ” gunggamku dengan
mulut yang menganga lebar. Mulutku yang masih penuh dengan lendir
ludahku sendiri langsung muncrat keluar dari selah selah batang
penisnya yang main nyelonong masuk kedalam mulutku.
“EM……GLK……KKK…” tiba-tiba
saja kurasakan kerongkokangan kena semprotan air maninya.
“UUUUUUU……H..ZZZ….” suara bang Togar
mengerang sambil memejamkan mata. Akhirnya bang Togar langsung ambruk
disisi kananku sambil menikmati sisa klimaksnya sendiri.
“Bagaimana Nit….kamu suka dan
puas dengan permainan tadi?” ucap bang Togar setelah beberapa menit
lamanya dalam keheningan dan dinginnya ruang kamar motel tersebut.
“Puas ….!” kataku pelan dengan
nafas yang masih lemah.
“Sayang waktu berjalan cepat
amat cepat sekali sayang…,” katanya sambil membelai rambutku yang
sudah acak-acakan dengan penuh rasa kepuasan. “…sekarang sudah sore,
lebih baik kita sudahan dulu, sabtu depan kita ulangi lagi!
maukan?” ujarnya lagi.
“Terserah bang Togar saja, yang penting
anak saya selalu dibantu dalam kenaikan kelasnya!” kataku
mengingatkan dia.
” oh tentu…tentu, yang
pentingkan ibunya, kalau ibunya nurut anaknya pasti lulus terus.”
ucapnya lagi sambil mencium bibirku dan tangannya meremas pantatku sekali
lagi sebelum kami berdua meninggalkan motel itu.
Komentar
Posting Komentar