Langsung ke konten utama

Penderitaan Veirin Si Amoy Menyedihkan 4



"Wah, kak Vei seksi sekali..." ujar Jessie dengan nada suaranya yang mengejek dengan pemanis dibuat-buat.
Jessie berjalan mendekatiku yang terikat tak berdaya dan telanjang. Ia langsung dengan santai memilin dan memainkan payudaraku. Ia memainkannya dengan santai dan membuat putingku mengeras. Kemudian dengan tenang ia mencubiti putingku."Hukuman apa yang cocok ya untuk cewek penggoda cowok orang ?" tanyanya dengan tenang. "Ah pasti dadamu ini sudah berkali-kali disentuh oleh cowok pengkhianat itu ya ?" tanyanya sambil menarik-narik putingku dengan kasar.

Aku hanya terdiam memalingkan muka, menahan rasa sakit yang mengalir di tubuhku.

"Jika ditanya jawab !" ujar Safira yang tiba-tiba saja dengan santai menjambak rambutku dari belakang.

"Maaf nona Safira..." ujarku menahan air mata.

"Jika kau membuat kami senang dengan kelakuanmu, pelelangan vaginamu ini masih berlangsung di klub malam," ujar Safira sambil tangannya mencengkeram vaginaku dengan kasar. "Jika kau kurang menrendahkan diri, mungkin kau bisa di lelang di area pelacuran kumuh, atau lebih buruk lagi dilelang di kolong jembatan untuk para tunawisma. mengerti ?"

aku mengangguk-anggukan kepalaku. "budak rendahan ini mengerti," ucapku cepat-cepat. Ngeri membayangkannya.

"Hukuman apa yang pantas buatmu ya....bagaimana jika cambukan di buah dadamu ?"

"Pelacur hina yang suka menggoda cowok orang ini pantas menerima hukuman itu," ujarku pasrah merendahkan diri serendah-rendahnya

"Bagaimana jika 10 pukulan setiap dada ?" ujar Jess. "Apakah kau merasa hukuman itu pantas untukmu pelacur ?" tanyanya. Aku mengerti maksud Jess dengan jelas dari nadanya yang seolah-olah dibuat manis itu.

"Tidak nyonya, pelacur hina ini tidak pantas mendapatkan 10 pukulan setiap dada. Dia harus disiksa lebih dari itu karena ia lebih hina dan tak pantas menerima kemurahan hati nona Jess" ujarku dengan malu.

"kau cepat sekali belajar kak Vei,"ujar Jess

"Pelacur hina ini tidak pantas disebut dengan nama, " ujarku

"Baiklah, 20 pukulan untuk masing-masing dada, setelah itu kita akan berjalan-jalan mempermalukanmu. "Maka dimulailah kengerianku, Jess dengan segera mengambil cambuk dari tas yang dibawa oleh Safira. Entah darimana safira mendapatkan cambuk itu. Yang aku ingat rasa sakit dari sengatannya menghantam saraf-saraf pada otakku menimbulkan rasa sakit yang tajam dan tak tertahankan. Hanya satu pukulan, aku ingin segera melepaskan diri dari ikatanku dan mengelus payudaraku yang malang. Tapi aku tak kuasa melakukannya karena masih ada 19 pukulan lain yang akan menghiasai payudaraku. Dan 20 pukulan lain di payudaraku yang lain.

Aku menjerit keras pada pukulan ke 3. Aku ingin memaki Jess tapi aku tidak berani melakukannya.

Safira tampak menikmati setiap rintihan dan jerit kesakitanku. Setelah 10 pukulan di dada kananku, Mereka mencambuk dada kiriku 10 kali. Aku sudah menangis dan memohon agar mereka mengampuniku dan mengurangi jumlahnya tapi tampaknya tidaka da efek sama sekali. tangisanku hanya membuat mereka tambah bersemangat mencambukku.


Setelah mendapatkan 20 cambukan di masing-masing payudaraku, kini kedua bagian tubuhku yang cantik itu memerah dengan bekas-bekas merah. Cambuk yang digunakan untuk menyiksaku memberikan rasa sakit luar baisa tapi tidak menimbulkan luka kecuali bekas merah saja.

Zia ingin menyiksaku juga dengan beberapa tamparan tangannya yang menampar-nampar payudaraku. Setelah sebelumnya terkena cambukan kini tamparan-tamparan Zia menjadi derita tersendirii juga buatku.

Setelah hampir menampar kedua dadaku lebih dari 20 kali ia akhirnya menyudahinya setelah aku memohon dan meminta ampun berkali-kali.

"dadamu kenyal juga ya,"

"Terima kasih nona atas kemurahan hati nona," ujarku masih kesakitan dan ketakutan.

Safira melepas ikatan bondageku kemudian menyuruhku menyilangkan kedua tanganku di punggung.

"Kedua tangan tetap di punggung, jika aku mendapati kedua tanganmu lepas dari punggung, dadamu akan menerima tambahan cambukan dan tamparan dari Zia dan jess. Jelas"

"Jelas nona," Ujarku buru-buru menyilangkan kedua tanganku di punggung.

Safira menarik puting kananku dan membawaku berjalan.

"Anjing ini terlalu hina untuk ditarik menggunakan kalung anjing sekalipun," ujarnya pada Jess.


Dalam kedaan telanjang dan malu, aku berjalan mengikuti kemana puting dada kananku ditarik oleh Safira. Tak lama Jess dan Zia pun ingin mencobanya sehingga aku jadi seperti mainan mereka, dibawa putar ke sana kemari dengan menarik putingku yang mengeras dan terasa perih karena terus menerus di tarik.

Jess menggiringku ke ruang tengah dan menyuruhku membawa baki berisi beras tempat aku berlutut. Aku mengambilnya lalu Jess menarik putingku kembali. Akhirnya mereka membawaku ke kamar lamaku ketika. Mereka memaksaku berlutut di depan jendela rumah yang menghadap ke luar rumah. Aku berlutut terselip antara gordeng dan kaca sehingga jika seseorang mengintip lewat pagar dan melihat ke kaca di lantai 2 terlihatlah seorang gadis seksi dengan hanya menggunakan kalung anjing merah tanpa busana dan berlutut menghadap ke jalan dengan kedua tangan bersilang di punggungnya. 

Aku merasa malu sekali terekspos seperti ini, wajahku memanas dan aku hanya bisa menahan air mataku dan memandang ke langit. Tak lupa rasa sakit dari lututku yang bertumpu pada baki berisi beras juga mengambil peranan penting dalam kehinaanku . Aku tidak berani memandang ke arah jalan raya takut mataku menemukan ada seseorang yang menatapku. Aku tahu pasti terlihat oleh beberapa pengendara sepeda motor dan orang-orang yang lalu lalang di sana.

Sementara Safira membongkar lemari pakaianku. Mereka asyik memilih-milih pakaianku dan beberapa mereka ambil jika mereka menyukainya.

"Bagaimana jika ini saja ?" tanya Safira

Keduanya cekikikan lalu tak lama terdengar suara laci terbuka dan suara gunting. Aku disuruh menghadap ke jendela luar. Karena aku tidak melihat apa yang mereka lakukan aku hanya berharap mereka cepat menyelesaikan apa yang mereka lakukan dan mengeluarkanku dari penghinaan ini.




Sekejap aku melirik ke danau sunter yang ada di seberang jalan, beberapa orang mulai melihat ke arahku. Beberapa anak kecil dan orang-orang kampung yang berjualan di warung sana nampak mulai menyadari dan mengambil handphone mereka untuk memotretku. Aku malu sekali dan ada perasaan aneh juga meliputiku. Kedua putingku kembali menegang karena malu. Rasa malunya membuatku hampir pingsan namun entah kenapa ada rasa adrenalin yang memacuku.

Aku seperti mendengar suara "Wow... lihat ada cina amoi bugil di jendela" atau "murahan banget ya" atau "cewek itu ga waras ya". Belum lagi motor-motor dan mobil-mobil yang melamban dan melirikku dengan setengah tak percaya.

Beberapa ibu-ibu nampak seperti sangat jijik melihatku dan mereka menyumpahi atau mengutuki kelakukanku yang mereka anggap gila. Aku sendiri merasa hampir kehilangan kewarasan dengan penyiksaan seperti ini.

Hampir setengah jam Jess, Zia, dan Safira asyik mengobrak abrik lemariku dan memilih-milih pakaian yang aku sendiri tidak tahu untuk apa. Setelah setengah jam yang terasa hampir 1 hari, aku akhirnya ditarik ke balik gordeng sehingga tidak lagi terekspose.

"Terima kasih nona," ujarku dengan mata yang masih sembab.

"Kita mau ke mall, lo pake ini" ujar Zia melempar sebuah baju atasan berwarna putih. Aku mengambil baju tersebut. baju tersebut memang bajuku, model sabrina yang memiliki bahu terbuka. Aku suka baju bermodel ini karena bahuku termasuk kecil dan cantik. Aku melihat bagian bawah baju ini sudah dipotong sehingga ketika kugunakan, payudara bagian bawahku terlihat sedikit. Panjang baju ini hanya 2 cm dari putingku sehingga dada bawahku terekspos dan semua orang tahu aku pergi tanpa bra. Belum lagi warna baju sabrina ini berwarna pink muda dan dari bahan yang tidak terlalu tebal.

Kemudian safira melempar rok putih pendek kepadaku. Rok ini pun termasuk sangat pendek, dengan sedikit gerakan saja rok ini akan terbang karena tipe rok ini bukan rok ketat.

Aku mengingat bahwa aku sering menggunakan baju ini sebelum dipotong pendek oleh Safira dan Jess. Dulu aku biasanya menggunakan baju ini untuk menggoda cowok-cowok, memarkan keelokan tubuhku.

Aku hendak protes karena baju ini terlalu terbuka tapi aku mengurungkannya karena takut mereka memperpendek bajuku atau menelanjangiku lebih parah lagi. Zia kemudian memasukan tangannya lewat bawah kaos sabrinaku yang pendek, mencari puting dada kiriku lalu menariknya, memaksaku mengikutinya keluar kamar dan turun ke lantai bawah, ia menyuruhku menggunakan high heel merah stiletto 12 cm yang sangat tinggi.

Aku suka baju seksi dan berpenampilan menggoda, tapi aku selalu memik irkan keamanan juga dengan Bra dan Celana dalam pastinya. Kali ini aku akan ke mall hanya menggunakan 4 benda yang menempel di tubuhku, Sepatu Merah stiletto yang mengundang semua mata, rok mini yang sangat pendek yang biasa aku gunakan untuk sedikit "memamerkan" celana dalam dan paha seksiku. Kali ini akan memamerkan vaginaku. lalu atasan sabrina yg sudah dipotong dan biasa kugunakan dengan daleman bra dan tanktop, kini kugunakan tanpa tanktop dan bahkan tanpa bra. Lalu sebuah kalung anjing merah yang diberikan kak Sierra tadi pagi.

Setelah mereka menyuruhku mengaca, mereka memaksaku berdandan secantik mungkin dan menyeretku (dengan menarik putingku tentunya) ke dalam bagasi Mobil Camry.

Aku meringkuk dalam bagasi mobil ketika mobil itu bergerak. Aku tak tahu akan kemana aku pergi, pastinya ke mall tapi Mall apa aku tidak tahu. perjalanan memakan waktu hampir 1 jam dan ketika bagasi dibuka aku mengenali parkiran mall ini. Ini mall di daerah Kelapa Gading, mereka memarkirkan mobil di parkiran dekat hotel Harris.




"Kita perlu membeli beberapa peralatan untuk menyiksamu," ujar Jess tenang ketika menarikku keluar dari bagasi. Kakiku terasa sangat lemas karena dari tadi terlipat di dalam bagasi, tapi mereka tidak mau menunggu dan langsung mengangkat bajuku yang pendek itu agar dada ku terekspos bebas. Kemudian Jess menarik putingku untuk bergegas ke pintu masuk mall.

Jess melepaskan tarikannya pada putingku ketika aku sudah menuruni beberapa tangga dari parkiran. "Ingat, apapun yang terjadi, tanganmu harus selalu ada di bawah pingganggmu, mengangkat tanganmu lebih tinggi dari pinggangmu, maka kau akan kami tinggal di sini dan silahkan pulang dalam keadaan telanjang karena pakaianmu akan kami ambil." ancamnya

Jess berbaik hati menurunkan kembali atasan sabrinaku agar dada kiriku yang terkespos untuk ditarik putingnya kembali tertutup sebagian. Setidaknya seakrang kedua putingku tertutup oleh kain bajuku.

Kami berjalan-jalan di mall cukup lama. Aku melihat mata-mata dari para cowok-cowok memandangku dengan liar. Mereka tahu percis aku tidak menggunakan bra sama sekali. Mereka mungkin menerka-nerka tentang celana dalamku juga.

Hari itu mereka berputar tanpa alasan yang jelas. Setelah puas berputar menjelajahi Mall yang super besar ini, mereka mencari supermarket dan masuk kedalam supermarket yang ada.

Kami berempat berjalan, tentunya aku menjadi pusat perhatian karena bajuku yang super terbuka dan semua orang hampir dapat mengetahui bahwa aku tidak menggunakan Bra. Aku sangat malu tapi aku tidak bisa berbuat apa-apa. Ingin aku mengangkat tanganku dan menutupi dadaku tapi aku tidak berani mengangkat tanganku melebihi pinggangku, aku sangat ingat ancaman mengerikan dari Jess.

Mereka pergi dan beputar-putar di tempat buah dan minuman dingin, mereka sengaja menyeretku dekat tempat minuman dingin agar putingku yang kedinginan mengeras sehingga terlihat sekali bahwa aku tidak menggunakan bra.

"Kita beli raket listrik yuk," ajak Safira

Kemudian aku diminta Jess untuk bertanya pada salah satu pegawai laki-laki untuk mengetahui dimana tempat raket listrik disimpan. Aku dengan pasrah mendekati salah satu pegawai dan menanyakannya.

Si pegawai itu melihat ke arah dadaku dan tampak mengamatiku dengan seksama ketika aku mendekatinya. Ia mungkin penasaran apakah aku benar-benar tidak menggunakan apa-apa lagi dibalik bajuku. Ia menunjukanku ke bagian elektronik. Jess memintanya agar ikut dengan kami ke sana.

Si pegawai dengan senang hati menemaniku yang berpakaian layaknya pelacur. Di sana ada beberapa raket listrik untuk membunuh nyamuk, aku tahu bahwa mereka akan menyetrumku dengan raket ini nantinya. Aku diminta mereka memilih raket, aku memilih asal saja. Kuambil satu raket berwarna hijau.

"Bang, ini bisa di tes dulu ?" tanya Jess.

"Bisa, saya akan ambilkan batre-nya ya kak." ujar si pegawai ramah.

"Kami ikut saja," ujar Jess mengikuti si pegawai itu ke bagian agak ujung dimana ia mengambil sebuah batre yang disimpan di sana untuk uji coba alat elektronik. Dengan sigap si pegawai mengambil raket listrik dari tanganku dan mengisinya lalu menekan tombol nyalanya dan memperlihatkan padaku dan Jess bahwa lampunya indikatornya menyala.

"Sudah nyala ya mbak," ujarnya ramah

"Lampu saja ya yang menyala, bagaimana kami tahu bahwa ini benar-benar nyetrum ?" tanya Jess.

"Kalau ada apa-apa bisa dikembalikan langsung. ada garansi," ujar si pegawai. dalam hati ia mungkin berpikir : masa harus cari nyamuk dulu.

"Kami ingin mencobanya, coba pada dia," ujar Jess tenang. Aku tahu pasti aku disuruh menyentuhnya, tapi belum sempat aku bergerak tiba-tiba Jess mengangkat baju Sabrinaku, membuat kedua buah dadaku menyembul keluar dan terekspos di hadapan si pegawai lelaki yang asing ini.

Aku tersentak kaget, tanganku hampir menutupi kedua dadaku. Tapi untung aku segera mengepalkannya sebelum tanganku mengangkat lebih tinggi dari pinggangku. Aku tersentak kaget dan malu seketika. Kini kaos Sabrinaku terbuka dan berpangku pada dadaku.

Si pagawai tampak terkejut dan tidak tahu harus berkata apa. ia malu, cemas, dan juga ragu.

"Ayo bang, coba saja setrum toketnya, dia suka koq." ujar Jess.

"anu...." si pegawai tampak tidak tahu harus berbuat apa, ia menatap mataku dan mata Jess dengan bingung.

"Minta abang ini melakukannya Vei," ujar Jess padaku.

"Silahkan menyetrum dada saya yang hina ini tuan," ujarku akhirnya dengan wajah memerah dan mata yang berlinang air mata.

"yakinkan dia !" ujar Jess.

Safira dan Zia cekikan dan asyik sendiri melihatku terhina.

"Maaf tuan, aku yang hina ini menyulitkan tuan" Akhirnya aku menuntun tangan si pegawai agar menempelkan raket listrik hijau itu ke dadaku.

"silahkan ditekan, tuan" ujarku lagi

Si Pegawai dengan mata yang sedang bertarung dengan nafsu dan profesionalitasnya akhirnya menekan tombol itu dan aku merasakan sakit yang amat sangat menyengat melalui buah dadaku. Putingku yang menempel erat dengan besi di raket listrik itu terasa sangat perih dan sakit tapi aku tidak berani teriak karena takut mengundang perhatian. Aku hanya menutup mulutku sebisanya menahan rasa sakit itu.

Setelah hampir 7 detik aku disetrum secara memalukan akhirnya si Pegawai yang melihat aku kesakitan menjauhkan raketnya dari dadaku yang telanjang.

"Enak ?" tanya Jess ?

"sakit nona," ujarku

"ow kau ga suka yang ini ya ?" ujarnya padaku. "Bang, boleh ambilkan merek lain raketnya ? kami akan menunggu di sini. Tolong carikan merek lain, warnanya hijau kalau ada." ujarnya

"Iya mbak," ujar si Pegawai, ia salah tingkah meletakan si raket di lantai dan berlari menjauh mengambil raket listrik lain sementara aku masih memamerkan dadaku yang telanjang kepada khalayak publik. Jess dengan santai memainkan putingku agar mengeras kembali sebelum siap untuk disetrum kembali.

"Ide lu gila juga ya Jess" ujar Zia sambil tangannya meremas dadaku.

"ya ini baru awal." ujarnya cuek.

Safira menimpali dengan "abis ini kita lakukan rencanaku ya,"

Aku hanya bisa menangis dan menggenggam tanganku dengan kebencian, sakit, hati, dan rasa malu yang mendalam.

Tak lama kemudian kembalilah sang pegawai membawa raket listrik lain berwarna merah. Maka mereka kembali mencoba kembali menyetrum dadaku. Kali ini rasa sakitnya melebihi rasa sakit sebelumnya, setidaknya itulah menurut yang kurasakan. Aku hampir menjerit dan berusaha sebisaku menahan rasa sakitnya.

"Kurasa kau tak menyukainya," ujar Jess santai.

"Aku suka yang ini nona," ujarku buru-buru. "Aku ingin yang ini !" ujarku takut-takut bahwa Jess akan meminta dan mengulur waktu lagi.

"Yakin ? kau tampak tidak menyukainya ketika disetrum, sini coba lagi."

Maka penyetruman tahap kedua dari si raket merah kembali menyengat puting dadaku. Aku berusaha tersenyum dan menyukainya walau aku emrasakan itu sangat mustahil. Sakitnya begitu menyiksaku.

"Yakin kau mau ini ?"

"'Iya nona Jess. Aku sungguh mau yang ini,"

"Coba kau setrum sendiri dadamu," ujarnya mengambil raket dari tangan si Pegawai dan menyuruhku menyetrum puting dadaku sendiri.

Dengan hati hancur dan takut aku meletakan raketnya diatas dadaku. Rasa dingin dari kawatnya menempel dan terasa sekali di puting dan buah dadaku. Aku tahu dalam detik-detik berikutnya, ketika kutekan tombolnya, kawat dingin itu akan menjadi neraka tak berhenti selama 5 sampai 10 detik.

Aku menekannya. neraka kembali menyengatku, aku tak bisa menekannya lebih dari 5 detik.

"Kalau kau tidak menyukainya, kita pilih yang lain saja, " ujar Jess

"Tidak aku menyukainya,"

"bisa dipakai lama tidak ?" tanya Jess. "Coba 20 detik"

Dengan pasrah aku menyetrum diriku dua puluh detik lamanya, aku sampai lemas setelah penyetruman yang kedua. Vaginaku mulai becek dan aku mungkin akan terkencing-kencing jika dilanjutkan. Setelah 2 atau 3 kali pencobaan setruman 5-10 detik di dadaku akhirnya Jess setuju membeli si raket merah.

"Katakan terima kasih pada abangnya," ujarnya padaku.

"Terima kasih tuan," ujarku. Jess menawarkan padanya untuk mendapat oral sex dariku tapi dia menolaknya. Dia hanya ingin memegang dadaku untuk sesaat. Hampir 1 menit mungkin si pegawai asyik memainkan dadaku sebelum akhirnya dia menampar dadaku. "Tuan hamba yang hina ini memohon agar tuan menurunkan kaos hamba agar dada hamba tertutup kembali," pintaku padanya.

Pegawai itu menurunkan kembali bajuku. Setelah Jess ikut berterima kasih, ia kembali menyuruhku kembali mengikutinya keluar dari swalayan. Zia dan Safira tertawa senang, mood mereka sepertinya sedang membaik, berkebalikan dengan moodku yang jatuh hancur berantakan. Aku sungguh merasa tolol dan seperti sangat terhina. Air mataku tidak bisa berhenti mengalir sementara orang-orang melihatku dengan tatapan bingung dan tergoda.

Jess sendiri berjalan dengan langkah ringan menggiringku ke atrium Mall. Berikutnya Zia kebagian menyeretku ke tempat makan di food court. Mereka menyuruhku duduk di agak pojokan, sementara mereka berbelanja makanan. Safira duduk menemaniku sambil tangannya asyik meremas dadaku secara terang-terangan.

Aku merasa malu dan berasa seperti mainan dan bukan lagi manusia.

Tak lama mereka datang membawa baki KFC. Aku melihat ada dua buah gelas berisi es batu, lalu beberapa minuman soda dingin dengan float.

Zia, Jess, dan Safira mengambil masing-masing sebuah minuman dengan float. Sementara nampan dan 2 gelas berisi es batu penuh kini berada di hadapanku.

Zia mengambil satu gelas es batu lalu menumpahkannya ke atas nampan. Ia menyibakan baju sabrinaku agar kedua dadaku kembali terekspos lalu ia menyuruhku menempelkan kedua dadaku ke atas nampan berisi es. Ia memaksaku melakukannya sehingga aku setengah menungging di atas meja. Lalu gelas es yang satunya diberdirikannya di punggungku.

"Jika sampai gelas ini tumpah, kau akan pulang dalam keadaan yang sangat menyedihkan," ujar Zia.

Ya aku merasakan dingin yang amat menyiksa buah dadaku tapi aku tidak berani bergerak karena ada es berisi batu di punggungku. Aku menungging dan Safira seskali memukul atau meremas vaginaku sambil menikmati minuman dinginnya.

Satu menit terasa berjam-jam dengan buah dada membeku. Aku sudah tidak tahu apakah ada orang yang melihatku atau tidak karena rasa sakitnya dan rasa hina yang kurasakan sudah membuat semua pandanganku kabur. Aku hanya ingin bertahan dari siksaan ini agar aku bisa keluar dari mall ini dengan sisa-sisa kemanusiaan dan kewarasanku.

Mereka tampak bersantai sambil mengobrol dan tidak terasa hampir 12 menit mereka mengobrol dengan santai sembari aku menahan dingin di payudaraku detik demi detik dengan penderitaan dan pergumulan.

Tiba-tiba saja Safira menempelkan es batu di vaginaku, aku terlonjak kaget dan menumpkahkan gelas es batu di punggungku sehingga es yang sebagian telah menjadi air tumpah dan membasahiku dengan air dingin.

"Tolol gitu aja ga bisa !" Zia tiba-tiba menampar mukaku dengan kasar.

Safira menjenggut rambutku dengan kasar. "Kau harus dihukum !" Aku melihat senyuman kesenangan di wajahnya.

"Pergi ke toko buku, beli dua penjepit kertas hitam. lalu beli sebuah spidol merah dan kertas gambar a4 selembar." perintah Zia.

"Nih uangnya," Jess dengan sembarangan melempar uang 50 ribu ke wajahku. Aku segera mengambilnya. bajuku kini sedikit basah karena es batu sehingga semakin terlihat transparan. Aku segera bergegas ke gramedia yang letaknya cukup jauh dari foodcourt. Aku segera mencari barang yang ditugaskan Zia kepadaku dengan keadaan setengah kedinginan karena bajuku basah dan AC terasa dingin sekali.

Pegawai di Gramedia melirikku dengan tatapan jijik, para pegawai pria bingung antara keinginan menatapku dan malu.

Aku sudah sangat merasa malu, wajahku memerah selama berbelanja dan aku segera keluar secepatnya dan kembali ke foodcourt.

Zia menyuruhku menulis dengan spidol merah : "TUKANG REBUT PACAR ORANG MENJALANI HUKUMAN" tulisan tersebut harus tebal dan mudah terbaca sesuai dengan instruksi Zia.

Setelah selesai mereka menaikan baju sabrinaku agar kedua dadaku menyembul keluar. Lalu mereka mencapitkan masing-masing penjepit kertas dan kertas bertuliskan spidol merah tadi.

Kini dadaku tertutup oleh kertas bertuliskan spidol merah yang mencapit pada putingku. Rasa sakitnya jauh melebihi jepit jemuran yang pernah kurasakan. Rasanya sangat mengerikan. Kedua tanganku diperintahkannya untuk disilangkan di belakang. Zia mengaitkan rantai yang ia miliki ke kalung anjingku. Kemudian mereka mengarakku berkeliling mall sebelum pulang.

Aku setengah menangis dan menahan rasa malu yang amat sangat ketika Zia dengan santai menarikku. Entah berapa lama aku akan dipermalukan dan dipajang. Beberapa orang mengambil fotoku menggunakan HP mereka. Ada beberapa orang tua yang langsung menggiring anak mereka jauh-jauh ketika melihat kami di kejauhan.

Beberapa rombongan pemuda menatap kami dengan kaget melihat gadis muda sepertiku diarak dalam keadaan hampir sepenuhnya telanjang.

"Wah tukang rebut pacar orang ya, rebut aku donk," ujar seorang pemuda yang melihatku dengan nada mengejek.

Zia dan Jess yang sedang sangat ramah langsung mendekati mereka. "Kalian mau pegang dadanya ? " tanya Zia.

"Kalau mau pegang silahkan, dia sedang dihukum" ujar Jess menunjuk ke arahku.

"Kalian boleh menyentuhnya sesuka kalian," ujar Zia. "Benar kan Vei ?" tanyanya lagi padaku.

"Silahkan menyentuh apapun yang kalian inginkan terhadap tubuh saya,"ujarku pasrah.

Dalam sekejap mereka segera dengan seru menyentuhku dan mencubitku seolah aku ini bukan manusia. Aku tetap patuh berdiri membiarkan mereka memainkan penjepit di dadaku yang semakin menyiksaku karena digerak-gerakan, ataupun sentuhan halus mereka di dada dan di bagian tubuh yang lain. Beberapa memaksaku untuk berciuman dan beberapa memasukan tangannya ke dalam rokku untuk meraba vaginaku.

Perendahan di publik tidak berlangsung terlalu lama karena satpam menghampiri kami dan mengusir para pemuda itu. Tapi aku merasa bahwa kejadian itu tidak pernah berakhir karena rasa sakit hati dan terhina yang terus menyiksa batinku. Kemudian Aku, dan Zia serta Jess dan Safira dibawa ke salah satu pos satpam.

"Saya rasa kalian keterlaluan terhadap gadis muda ini," ujar si Satpam melihat aku yang masih setengah terisak.

"Dia itu melakukan kesalahan dengan pernah mencuri pacar-pacar kami. Dan dia sendiri yang ingin melakukan apapun untuk membayar hukumannya. Kamu yang ingin dihukum seperti ini kan Vei ?" tanya Jess dengan nada yang dibuat manis.

"Iya, Pa semua ini salah saya, sayalah yang terlalu murahan dan hina." ujaku kepada si satpam.

"Jika istri bapak selingkuh, bapak juga akan marah dan kesal kan. Vei ini memang pantas dihukum dengan cara ini" ujar Zia menambahkan

Si satpam menimbang-nimbang dan terus memantau ke arah dadaku dan wajahku.

Jess dengan sigap melepas kertas pernyataanku dan menarik penjepit kertas hitam itu dengan kasar. Membuatku menjerit kesakitan. Aku sangat ingin mengelus putingku yang terasa sangat sakit tapi aku tetap memaksakan agar tanganku tidak lebih tinggi dari pinggangku.

Dengan buah dadaku yang terekspos bebas si satpam mulai kehilangan pendirian dan terlihat bernafsu padaku.

"Biar si terhukum ngasih blowjob kepada bapak, sambil bapak bisa maenin dadanya yang cantik ini. Kami akan menunggu di depan ruangan, tolong jangan diperkosa vaginanya ya pa, dia masih perawan. Asal bapak ga bikin dia kehilangan keperawanannya, kami gakan jadiin ini masalah, nanti kalo dia udah ga perawan kami bawa lagi dia ke sini buat bapak pake." ujar Safira diplomatis.

Si satpam setuju lalu Zia, Safira, dan Jess keluar dari ruangan satpam itu dan aku ditinggalkan di sana. Aku masih berdiri dengan baju sabrinaku yang masih basah ada di atas payudaraku, tergulung memperlihatkan kedua dadaku dengan sempurna kepada si satpam. Tanganku masih menyilang di puggung siap diapakan saja.

Tidak banyak yang terjadi, aku diminta berlutut kemudian memberikan oral servis kepadanya sementara dia duduk dengan santai di kursinya sembari memainkan dadaku. Setelah dua kali aku meminum seluruh spermanya, aku dikeluarkan dari ruangan Satpam itu.

Setelah menjadi mainan si Satpam, Zia kembali memasang kertas pengakuan itu ke dadaku, dengan jepitan kertas kembali menyiksa dadaku, ia membawaku mengelilingi Mall sekali lagi. kali ini ada beberapa cewek yang melihatku dengan jijik geleng-geleng kepala. Ada juga yang mendekatiku dan menamparku tiba-tiba lalu pergi begitu saja. Beberapa pria melihatku dan Zia serta Jess memberikan mereka ijin untuk merogohku kebagian yang mereka sukai. Kemudian jam 4 sore, Zia menggiringku ke mobil dan aku kembali masuk ke dalam bagasi.

Komentar

  1. Terimakasih update nya, Bro...
    Terus degradasi Veirin sampai benar-benar kehilangan harga diri....

    BalasHapus
  2. Siksaannya pas nih gak terlalu sadis, cambukannya memberi rasa sakit yang luar biasa dan memberi bekas-bekas merah tapi tidak menimbulkan luka.

    BalasHapus
  3. Mantap hu, suka banget liat cewek yang direndahkan kayak gitu.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Draft Amarah Para Buruh 21

Draft Amarah Para Buruh 20

Lust in Broken Home 4

Lust In Broken Home 5

Terjebak Didalam Kelas

Akibat Kena Gendam Tetanggaku

Kisah Tragis Dikebun Karet

Amarah Para Buruh 10

Amarah Para Buruh 17

Binalnya Ibu Tiriku 4