Cerita ini berawal dari kebencian saya
terhadap seorang manager marketing sebuah bank swasta ternama, sehingga saya
harus melakukan hal-hal yang belum pernah terpikirkan oleh saya ini. Sebelum
menceritakan pengalaman saya ini, perkenankan saya memperkenalkan diri, nama
saya Satorman, umur 22 tahun, tinggi 170cm, dengan berat 56kg. Ya, seperti yang
Anda pikirkan, perawakan saya memang dengan tubuh yang sedikit kurus, dengan
kulit yang cukup gelap dan rambut yang kribo, seperti halnya perawakan orang
NTT. Saya telah hampir 5 tahun meninggalkan kampung halaman saya ke kota ini, kota
yang terkenal dengan pendidikannya yang lebih baik. Empat tahun saya
menyelesaikan kuliah saya di sebuah universitas yang cukup terkenal di kota ini, bahkan
se-Indonesia .
Viany |
Awalnya mereka menolak, tapi karena tidak
mau merepotkan kedua orang tua saya lagi maka dengan terpaksa saya membohongi
mereka bahwa saya telah mendapatkan pekerjaan. Awalnya saya pikir dengan gelar
sarjana yang saya peroleh, saya akan lebih muda mendapatkan pekerjaan, nyatanya
tidak demikian. Mungkin karena saya yang belum pernah bekerja, baru kali ini
merasakan bagaimana susahnya mencari kerja, sehingga saya berjanji pada hati
saya, apa pun pekerjaan yang akan saya dapati nanti maka akan saya geluti
dengan serius. Tujuh bulan sudah berlalu, walaupun sang pemilik kost tidak
menagih, tapi saya sangat tidak enak hati.
Untungnya suatu pagi ada berita yang
sangat baik, hp saya bunyi dan dengan senang saya mengangkatnya berharap ini
adalah panggilan interview. Harapan saya menjadi semakin nyata setelah
mendengar suara seorang perempuan yang sangat lembut, "Hallo, ini dengan
Satorman ya? Satorman ada masukkan lamaran ke perusahaan kita ya? Besok
diharapkan Satorman untuk datang ke perusahaan kita jam 9 pagi, kita akan ada kan interview. Harap
Satorman datang tepat waktu. Selamat pagi. Terima kasih." Senangnya hati
saya mendengar berita ini, dengan riang saya berteriak "Yes!",
setidaknya ada harapan saya untuk mencabut gelar pengangguran ini.
Malamnya pun saya tidak mau ngembun lagi,
segera saya untuk coba terlelap di kamar kost yang kecil dan sumpek ini,
berharap besok saya bisa terbangun lebih pagi dan lebih segar. Pagi nya dengan
pakaian yang rapi, saya pun segera berangkat ke perusahaan itu. Tepat pukul 8
pagi saya keluar dari kost, berharap tidak telat nantinya, walaupun saya tahu
ini masih sangat awal, yah wajar saja, ini panggilan pertama dan yang sangat
saya tunggu. Sementara saya masih naik angkot, karena rencana saya adalah
setelah dapat pekerjaan barulah coba kredit motor. Tepat di perusahaan yang
dimaksud, saya turun dari angkot, memang tak begitu jauh dari tempat kost saya.
Hmm, sebuah bank swasta yang cukup ternama di kota ini. Dalam benak saya terbayang, saya
yang berpakaian rapi bahkan berdasi duduk di sebuah kursi depan komputer di
ruangan ber- AC.
Sesampai di depan pintu, langsung security
yang membuka pintu menyambut saya, "Selamat datang pak". Ya biasalah,
bank profesional memang seharusnya begitu. "Maaf pak, saya ke sini karna
ada panggilan interview", saya memberitahukan kepada security tersebut
tentang maksud kedatanganku. "Oh, silahkan naik ke lantai 2 pak, di sana ada resepsionis, tanya saja di sana ya pak", jawabnya sambil menunjuk
ke arah tangga. "Terima kasih pak" saya memberikan kesan yang sopan
walaupun terhadap seorang security, dan saya berjalan menuju tangga dan
menaikinya.
Tepat di lantai 2, sebelah kanan tangga
ada meja resepsionis, saya coba melangkah ke sana ,
dan seorang gadis yang sedang duduk di sana
segera berdiri dan menebarkan senyuman, "Ada yang bisa saya bantu pak?". Wow,
gumam saya di dalam hati, senyumnya sangat manis, kulitnya putih dengan rambut
lurus sampai punggung, tingginya mungkin 173cm karena lebih tinggi sedikit dari
saya. Vera namanya, saya liat ID Card yang terjepit di baju nya, gadis yang
sangat sesuai dengan tipeku, dan terbesit dalam pikiran jika saya berhasil
masuk di perusahaan ini, saya akan coba menggaetnya, maklum lah saya yang belum
pernah pacaran ini juga sangat mendambakan seorang pendamping hidup. "Saya
dapat panggilan interview mbak", jawab saya yang masih terkagum. "Oh
iya, silahkan tunggu ya pak, nanti saya panggil", kata gadis itu menunjuk
ruangan depan yang seperti ruang tamu. Saya pun masuk dan duduk di kursi sofa
yang melingkar itu.
Sambil menunggu kami pun terus melanjutkan
pembicaraan kami. "Mas Andi asal mana?" "Saya asli Bandung , mas
sendiri?" "Wah, kebetulan sekali, ayah saya juga orang Bandung , tapi ibu saya
NTT, maklum bapak saya perantau". Banyak sekali yang kami bicarakan bahkan
sampai bertukaran nomor hp. Dari pembicaraan ini lah saya baru tahu bahwa cari
kerja itu susah, Andi menceritakan semua kisahnya padaku. Dia sudah 3 tahun
menyandang gelar sarjana, tetapi tak satu pun pekerjaan yang layak dia
dapatkan. Dia pernah menjadi cleaning service di sebuah restoran, tetapi dia
dipecat hanya karna tidak sengaja memecahkan sebuah gelas minum. Setelah itu
dia juga pernah menjadi tukang bangunan dan kuli angkut di pelabuhan. Ya, tak
heran tangannya agak kasar. Bahkan dia pernah jadi kurir ganja demi bisa
bertahan di dunia yang dia katakan fana ini. Dan sekarang ini, dia hanya bantu
di kios temannya yang hanya menjual premium eceran dan melayani tambal ban. Tak
sadar di sela pembicaraan kami, Vera sang resepsionis memasuki ruangan dan
memanggil Andi untuk segera ke ruangan sebelah. Berpapasan itu juga saya
melihat seorang pria yang berjalan melewati pintu, sepertinya dia baru keluar
dari ruangan sebelah. Prediksi saya, dia adalah orang yang baru diinterview
tadi, mukanya terlihat sedih dan seperti suram sekali, mungkin dia telah
dikecewakan dengan hasil interview barusan. Tanpa Andi, ruangan ini menjadi
sepi, saya hanya duduk terdiam dan merasa sedikit tegang. Saya coba menghibur
diri agar tidak begitu tegang, saya semangati diri saya sendiri dan berkata
dalam hati "Ya, setidaknya yang diinterview pertama sudah mungkin gagal,
berarti saya punya peluang semakin besar".
Tiba-tiba Vera masuk keruangan, "Pak
Satorman, boleh ke ruangan sebelah untuk interview". "Oya, terima
kasih", saya kaget dalam lamunan saya dan segera melihat arloji saya,
ternyata sudah 40 menit saya menunggu tanpa ditemani Andi. Saya pun segera bangkit
dan keluar dari ruangan, tapi pas di depan pintu, Andi dengan mimik muka yang
kelihatannya marah, bergumam "Brengsek" sambil berjalan menuju
tangga. Kelihatannya dia juga gagal diinterview, ini malah membuat saya
berbalik pikir, apakah para calon karyawan yang tak sesuai dengan kriteria
perusahaan, atau interview ini yang lumayan sulit? Saya berusaha menggapai
gagang pintu dengan perasaan saya yang sangat gugup.
Saya membuka pintu tersebut,
"Selaamat pagii", saya coba menyapa orang yang berada dalam ruangan
itu. Apa? Ada 2
orang wanita di dalam ruangan itu, mungkin mereka yang akan menginterview saya?
Jantung saya pun berdebar kencang, ini adalah pertama kali saya mengalami
interview kerja. "Silahkan masuk", salah satu wanita yang duduk
berdampingan itu menyapaku dengan senyuman yang menurut saya betul-betul indah.
Sambil berjalan menuju ke meja bundar tempat mereka duduk, wanita tersebut
menjulur tangannya untuk berjabat tangan denganku, "Susi, manager
HRD" dia tetap melayangkan senyumnya yang manis kepada saya. "Satorman",
balas saya menjabat tangannya. Sedangkan wanita yang satunya lagi duduk diam
saja, mukanya kelihatan judes sekali, walau face-nya lebih cantik dibandingkan
wanita yang tadi. "Satorman", saya coba berjabat tangan dengan wanita
judes tersebut. "Viany, manager marketing", jawabnya sambil menjabat
tangan saya masih dengan muka judes tanpa senyuman. "Silahkan duduk",
perintah wanita yang tersenyum tadi. Saya pun segera duduk, dan berpikir kalau
kedua wanita ini yang akan mewawancarai saya.
Kedua wanita ini masih muda, prediksi
saya, mereka masih berumur 30- an, mungkin tak lebih dari 35 tahun. Tubuh
mereka pun kurang lebih sama, dengan bodi yang masih sexy dan tinggi badan yang
sama, kira-kira 165- 168cm, mereka menggunakan rok yang cukup mini, sangat mempesona
di balik usia mereka yang bukan lagi gadis remaja. Bu Viany lumayan cantik,
wajahnya mulus terawat, dengan rambut terurai panjang di punggungnya, mungkin
kalau di umurnya yang masih remaja, dia adalah gadis incaran teman- teman pria
sekelasnya, cuma sangat disayang, pandangannya terlalu sinis, jujur saja saya
agak muak melihat gaya juteknya tersebut. Sedangkan Bu Susi, mukanya tidak
terlalu cantik, biasa-biasa saja menurut saya. Namun senyumnya telah
mengalahkan segalanya, dia terlihat sangat manis jadinya. Bisa saya tebak kalau
Bu Susi ini adalah seorang yang periang. Kalau mereka berdua digabungkan
mungkin akan menjadi sedikit sempurna, dengan penampilan luar yang cantiknya Bu
Viany digabung dengan inner beauty-nya Bu Susi. "Satorman, kamu tahu ada
lowongan darimana?", tanya Bu Susi dibarengi senyumannya setelah
membolak-balik surat
lamaran saya. "Saya cuma coba taruh saja bu", jawab saya, karna saya
sudah pasrah mencari kerja sehingga saya pun memasukkan lamaran ke mana saja
walaupun tak jelas adanya informasi lowongan. "Jadi, kamu tidak tahu kamu
sedang melamar bagian apa?", sambung Bu Viany dengan judesnya, dan saya
pun terdiam semakin gugup dan tak tenang. Mukanya sangat masam, seperti tidak
senang dengan jawabanku. "Kami lagi butuh staff marketing, kira-kira
Satorman berminat ga?", sambung Bu Susi sambil tersenyum seolah dia tak
mau saya sampai gugup dan kehilangan pembicaraan. Setiap pertanyaan Bu Viany
sangatlah menjatuhkan mental saya, dan Bu Susi yang selalu menjadi malaikat
pendamping yang membantu menenangkan ketegangan saya.
Saya hanya sesekali memandang ke arah Bu
Viany karena wajahnya yang judes itu bisa menciutkan nyaliku. "Kamu belum
berpengalam kerja loh, bagaimana nanti kamu bisa yakin kerja di sini?"
tanya si ratu sinis itu, sungguh kesal saya dengan pertanyaan-pertanyaan yang
dilontarkannya. Dilihat-lihat, wajah ratu sinis ini hampir mirip dengan Pricil
master chef, sayangnya yang ini kurang enak dipandang karena pengaruh judesnya.
"Satorman kan
sudah sarjana, pasti sudah banyak belajar dong di kuliah... " senyuman Bu
Susi sangatlah manis, dia selalu terlihat menjadi penolongku. Mungkin karena
gugup dan tegang saya menjadi tidak konsentrasi dan banyak pertanyaan yang
sulit saya jawab. Apalagi tatapan Bu Viany yang bagai ratu iblis itu, dengan
pertanyaan yang bertubi-tubi menjatuhkan mental saya, dan menghilangkan harapan
saya untuk diterima bekerja di bank ini.
Apa karena pengaruh jabatannya? Di usia
30- an dengan status seorag manager apalagi dengan penampilan yang menawan, itu
yang membuat dia menjadi sombong seperti itu. "Sekarang coba kamu
praktekkan, coba tawarkan ini di depan kami" kata Bu Viany dengan
melemparkan spidol ke arah saya, tatapannya tidak berubah sama sekali, tetap
sinis. "Gini Satorman, anggap saja Satorman adalah seorang salesman
spidol, dan kami ini calon konsumen, santai saja, tak perlu tegang.. "
sambung Bu Susi si malaikat penebar senyum. Dengan perasaan gugup saya mencoba
menawarkan spidol itu dan agak sedikit terbata-bata. Dan kelihatannya, Bu Viany
sangat tidak puas dengan presentasi saya.
Tetapi Bu Susi tetap tersenyum dan memberi
kesempatan kepada saya, "Coba Satorman ulangi sekali lagi dari awal, tak
perlu tegang, anggap saja kami ini tidak tahu mengenai spidol tersebut,
seolah-olah kami tidak tahu sama sekali apa itu yang namanya spidol",
belum sempat saya memulai, Bu Viany langsung memotong, "Saya mau kamu
mempraktekkannya dari luar ruangan, bagaimana kamu ketemu kami, kamu harus
masuk dan mempromosikannya". What the hell is it? Gumam saya dalam hati.
Kenapa tuh iblis seolah-olah tidak menghargai saya, dia mau saya mengemis
padanya? Tapi apa boleh buat, saya sangat membutuhkan pekerjaan. Dari luar saya
mengetuk pintu dan permisi masuk, memperkenalkan diri kemudian menjelaskan
produk yang sedang saya promosikan ini. Tak terasa hampir 1 jam saya
diwawancarai, dan di akhir interview, Bu Viany cuma bilang "Kalau kamu
beruntung, nanti kami hubungi lagi" dia tidak mau memandang saya seolah
saya tak pantas bekerja di perusahaan ini. "Satorman tunggu kabar dari kami
ya paling lama 1 minggu, kalau tidak kami hubungi berarti kita belum jodoh
ya... " kata Bu Susi memberi sedikit harapan pada saya. Walaupun saya tahu
bahwa harapan saya tak sampai lima
persen. Saya pun menjabat tangan mereka dan mengucapkan terima kasih.
Setidaknya saya sudah mencoba, dan sekarang akan meninggalkan ruangan seolah
tempat berkumpulnya si hitam dan si putih.
Sampai di kost, saya langsung
mengistirahatkan badan, dan mencoba terlelap agar apa yang terjadi ini segera
saya lupakan. Karna kekesalan di hati ini sangatlah berat, dan mungkin ini juga
yang Andi dan calon karyawan sebelumnya rasakan.
Nada dering lagu Ruang Rindu nya Letto di
hapeku mengusik tidurku dan membangunkanku. "Halo, gimana interview
tadi?" ternyata telepon dari Andi. Saya pun menceritakan semuanya, dan
ternyata nasib kami hampir sama. "Kita ngobrol di warung kopi aja yuk,
biar saya yang jemput kamu saja" ajak Andi. Karna tidak ada kegiatan, saya
pun menyetujuinya. Bergegas saya segera mandi dan menunggu jemputan dari Andi.
Bunyi klakson pun tak lama terdengar dari luar tempat kost. Saya sedikit kaget
karena mengira Andi akan menjemput saya dengan sepeda motor, ternyata dia
membawa mobil Suzuki APV warna hitam dengan kaca film hitam. Yang menyupir
bukan dia, tetapi seseorang yang sepertinya saya kenal. Andi duduk di bangku
kedua dan membukakan pintu untukku. Dia segera menyambutku dan memintaku segera
naik ke mobil.
Saya dan Andi duduk di bangku ke dua, di
belakang saya lihat ada dua orang dan di depan ada dua orang termasuk sang
supir. Andi pun kemudian memperkenalkan saya dengan mereka. Yang duduk, di
belakang, mereka adalah Syamsul dan Mamat, mereka berperawakan layaknya preman,
tangan penuh tatto dan brewokan. Saya menjadi sedikit takut untuk bergabung
dalam kelompok ini. Tapi dua orang di depan sedikit menenangkanku, mereka lebih
kelihatan rapi dan seperti orang berpendidikan. Yang duduk di sebelah sang
sopir, namanya Tono, dengan memakai kacamata, dia terlihat seperti seorang kutu
buku. Sedangkan sang sopir bernama Herman, wajahnya seperti tidak asing bagi
saya, kulitnya putih dan terawat layaknya seoarang anak toke yang kaya raya.
Baru ku sadari kalau si Herman ini adalah calon karyawan yang lebih dulu
diwawancarai sebelum kami tadi padi.
Andi pun menjelaskan semua, Syamsul dan
Mamat adalah temannya, dan Tono adalah teman si Herman, Andi memperoleh nomor
hp Herman saat mereka menunggu di ruangan tunggu di bank tempat kami
diinterview, seperti kami, Andi dan Herman pun banyak membagi cerita sambil
menunggu interview. Herman ternyata memang anak orang kaya, tapi dia sebenarnya
orang yang mandiri dan tidak mengharapkan bantuan orng tua nya dalam bekerja,
dia lebih milih berusaha sendiri mencari pekerjaan yang setidaknya tidak
mengecewakan kedua orang tuanya. Sedangkan si Tono ternyata adalah orang yang
jorok dan sangat mesum, sepanjang perjalanan dia selalu membahas masalah bokep,
dan saya sebenarnya sedikit risih. "Jadi, kita mau ke mana nih?"
tanya saya kepada Andi. "Kita mau pergi bersenang-senang, ikut aja, pasti
ga nyesal deh", jawab Andi yang sepertinya dia mempunyai sebuah idea yang
cemerlang.
Dalam perjalanan Andi pun memceritakan
semuanya, ternyata mereka merencanakan sesuatu hal yang buruk, mereka akan
balas dendam karena hal sepele hasil dari interview tadi pagi. "Loh, kalau
kita memang tak masuk kualifikasi, ya apa boleh buat? Lagian mereka kan juga melaksanakan
tugas mereka? Bu Susi pun sepertinya sangat terbuka dengan saya", saya
coba menenangkan mereka, karena saya takut mereka membunuh kedua wanita itu,
apalagi Andi membawa kedua temannya, Syamsul dan Mamat yang berlatar belakang
berprofesi sebagai preman di pasar. Kami pun memasuki komplek perumahan elit,
kondisinya sangat sepi, mungkin karena yang tinggal di sini adalah rata-rata
orang kaya yang selalu sibuk dengan bisnis mereka. Saya coba memandang
sekeliling, seperti tidak adanya tanda-tanda kehidupan, kalaupun ada mungkin
mereka sudah melepas lelah di kamar. Sampai di ujung komplek, mobil kami
berhenti pas di depan rumah bernomor 18CC .
Andi segera turun dan membunyikan bel yang
ada di samping pagar. Tak lama saya melihat seorang wanita membuka pagar pintu,
dan betapa kagetnya saya melihat bahwa wanita itu adalah Bu Viany. Andi dengan
cepat langsung menodongkan pisau lipat yang telah dia siapkan dalam saku celananya.
Bu Viany kelihatan sangat pucat, Andi segera memberi aba-aba menyuruh kami
masuk. Herman pun memasukkan mobil hingga ke dalam garasi yang sedang terbuka.
Saya melihat Tono yang segera bergegas turun seperti orang yang kehilangan
kesabaran, dengan membawa sebuah tas jinjing dia pun berlari langsung ke arah
Andi dan Bu Viany. Saya sangat takut sekali dengan semua ini, dan saya bepikir,
apa yang telah saya lakukan? Kenapa bisa sampai ikut gerombolan ini. "Kamu
jangan diam saja, cepat tutup tuh pagar!" perintah Herman yang sontak
mengagetkan saya. Dengan reflek cepat segera saya langsung pergi menutup pagar
pintu depan rumah, saat itu juga saya melihat mereka semua sudah menggotong
dengan paksa tubuh Bu Viany ke dalam rumah.
Dengan segera saya berlari ke arah mereka,
Bu Viany yang tadi pagi terlihat sombong, kini tak berkutik, dia hanya bisa
terdiam karena takut dengan pisau yang dibawa Andi. "Cepat bawa ke kamar,
dan ikat dia!" perintah Andi. Rumahnya cukup besar, ruang tamu nya
terlihat mewah sekali, dengan sofa yang elit dan tv LCD yang besar, mungkin
ukuran 52 inchi dengan sound system yang lengkap. "Jangan bengong aja, ayo
bersenang-senang", ajak Andi menarik tanganku menuju sebuah kamar. Setelah
mengikat Bu Viany, Syamsul dan Mamat segera keluar dari kamar dan berkata
kepada Andi, "Kami gasak hartanya dulu boss, biar tuh perek boss yang
kerjai aja dulu, selamat bersenang- senang". Bu Viany yang diikat seperti
huruf Y terbalik di atas tempat tidur mulai memelas, "Ampun, biarkan saya
pergi, kalian boleh ambil harta saya, tapi jangan apa-apa kan saya", Bu Viany pun mulai
meneteskan air mata. "Saya tak perlu hartamu!" teriak Herman
mendekati Bu Viany dan menamparnya. Bu Viany malah semakin keras menangis dan
meminta ampun, "Akuu mo mohon maa af kan ak akuu.. ." Dengan kuat Herman
menarik baju yang dikenakan Bu Viany hingga terkoyak dan payudara berbalut bra
hitamnya menyembul keluar, "Maaf? Itu ga cukup beib... Kau telah
mempermalukanku, dan aku pun akan mempermalukanmu.." kata Herman diikuti
senyuman yang sangat menakutkan.
Saya hanya terdiam, walaupun sedikit
terangsang, tapi saya coba menahan, saya ke sudut ruangan dan duduk di kursi
yang tersedia. "Santai saja dulu, liat dulu dengan permainan kami"
kata Andi kepadaku sambil melemparkan sebungkus rokok Marlboro dan sebuah
pemantik apinya. Saya menyalakan rokok dan mencoba menenangkan diri dan melihat
aksi mereka. Sebenarnya saya sangat takut dengan perbuatan seperti ini, tapi
apa boleh buat, ini sungguh adalah pemandangan yang sangat memacu gairah. Saya
pun melihat Tono membuka tasnya, ia mengeluarkan sebuah handycam, gila, dia
pikir ini mau dijadikan film. Sempat saya intip isi tas nya, ternyata banyak
sekali alat sex. Baru saya sadari bahwa Tono adalah seorang yang hypersex,
mungkin otaknya sudah sedikit tak normal, ada sedikit kelainan pada nafsu
birahinya.
Tono, Andi dan Herman, mereka mengerjai Bu
Viany secara bersamaan, sangat brutal menurut saya. Saya coba tenang, tapi
sesuatu yang ada di balik celana saya malah tidak tenang, dia tegang terus dari
tadi. Saya melihat Herman menindih Bu Viany, duduk tepat di atas dadanya dan
terus menerus menampar pipi kanan dan kirinya. Sedangkan Andi sedang sibuk
melorotkan celana Bu Viany dengan paksaan. Aksi itu terus direkam oleh Tono
sambil sesekali ia pun ikut menampar pipi Bu Viany. Herman pun membuka
resleting celananya, dan mengeluarkan penis nya yang sudah mengacung tegak,
"Cepat kulum! Puaskan saya, atau kau ku bunuh!" ancam Herman.
"Jaa angan.. . Saayaa mo hoon... " pinta Bu Viany dengan air mata
yang terus mengalir dan telah membasahi pipi nya yang kemerahan akibat
tamparan. Herman terlihat sangat marah, ia pun berdiri dan terus melepaskan
semua pakaiannya hingga telanjang bulat. Melihat demikian Tono dan Andi tidak
mau kalah, mereka pun melepaskan pakaian mereka masing-masing hingga tak
tersisa sehelaipun.
Bu Viany terus meronta berusaha melepaskan
diri dari ikatan tersebut, celananya sudah melorot sampai batas lutut, terlihat
cd nya yang berwarna merah muda, sedangkan bagian atas, pakaiannya sudah sobek,
payudara tampak bergoyang-goyang dibalik balutan bra hitam ketika ia coba
meronta lebih kuat. Sebatang rokok sudah saya habiskan, saya belum cukup nyali
untuk ikut nimbrung walau pun nafsu saya terus bergejolak. Ah, nanti saja saya
nikmati sendiri, pikir saya dengan tenang, toh, saya sudah terjerumus dalam
keadaan seperti ini. Saya nyalakan rokok yang kedua, kemudian kembali memandang
ke arah mereka, ternyata Bu Viany sudah telanjang bulat, Herman dan Andi
mengoyak semua pakaian Bu Viany dengan cutter dan gunting yang dibawa di dalam
tas Tono.
Sedangkan Tono yang sedari tadi mengambil
video, bergerak mundur, dia meletakkan handycam di meja belakang dan
menghadapkannya ke arah tempat tidur, mungkin dia bermaksud mengambil video
secara otomatis agar dia bisa melakukan kesibukan lainnya. Jantung saya
berdetak dengan kencang melihat mereka berempat yang telah telanjang bulat.
Saya segera mematikan rokok saya, saya buang ke lantai dan menginjaknya. Saya
segera bangkit dan melepaskan semua pakaian, saya sadar bahwa gairah saya sudah
tak tertahan lagi melihat tubuh bugil Bu Viany yang sexy. Jeritan minta
ampunnya semakin membuat hatiku bergejolak. "Ayo kita bersenang",
teriak Andi. "Sabar donk kawan, sebelum kita nikmati kue ini, sebaiknya kita
test dulu kandungannya, takut mengandung racun atau bahan tak bermutu
sejenisnya", ejek Tono sambil membongkar tas nya dan mengeluarkan beberapa
peralatan. Yang satu seperti model penis tapi ada kabelnya, Tono langsung
melemparkannya ke arah Herman. Satunya lagi dia pegang, seperti sejenis jepitan
jemuran berkabel yang dihubungkan ke semacam accu battery.
Tanpa aba-aba, mereka langsung mengerjakan
tugas mereka. Tanpa belas kasihan, Tono langsung menjepitkan kedua jepitan
tersebut kedua belah puting susu Bu Viany. Terlihat Bu Viany tersontak, karena
jepitan tersebut mengalir aliran listrik. Dari mana Tono bisa dapat barang
beginian, tanya saya dalam hati, benar-benar seorang yang mengidap kelainan
sexual. Sedangkan saya lihat yang dipegang Herman, terus bergetar, benda bulat
panjang yang sepertinya terbuat dari karet itu bisa bergetar dan bergerak
meliuk-liuk seperti ular. Bu Viany tidak mampu melakukan perlawanan, bahkan
rintihannya pun sudah tak kedengaran karena bibirnya sedang dinikmati Andi.
Terlihat Andi sangat bergairah menciumi bibir Bu Viany. Saya sendiri bingung,
mau menikmati apa lagi? Susah sekali berbagi
dengan pria-pria yang sudah kesetanan ini. Herman sedang asyik menyodokkan
sextoy yang ia pegang tadi ke dalam lubang memek nya Bu Viany. Saya hanya bisa
memandang, walaupun kali ini dalam jarak yang sangat dekat. Tubuh Bu Viany
sangat seksi, tak kalah dengan gadis remaja, kulitnya betul-betul mulus.
Teringat saya dengan kejadian tadi pagi
membuat kekesalan saya kembali muncul, sehingga saya juga ingin sekali mengerjai
wanita sombong yang sekarang tak berdaya ini. Segera saya bongkar tas milik
Tono, berharap saya mendapatkan sebuah mainan yang menarik. Belum sempat
menemukan barang yang menarik, tiba-tiba bel rumah berbunyi. Kami terdiam dan
masing-masing menghentikan kegiatan kami. Sialan, siapa yang datang? Pikir saya
dalam hati, jangan-jangan suaminya yang pulang? Kenapa tak kepikiran oleh saya
dari tadi? "Jangan-jangan suaminya pulang?", tanya saya yang telah
memecahkan keheningan.
Sambil berbicara pelan, Andi menjawab,
"Bukan, suaminya lagi bertugas di Sulawesi ,
saya sudah minta Syamsul dan Mamat mencari informasi tadi siang".
"Lalu, ini siapa? Apa tetangganya? Apa yang harus kita lakukan?"
tanya saya kritis. Perasaan saya sangat tidak enak, jantung saya pun kembali
berdetak kencang, lulut pun seakan tak mampu bergerak lagi, mungkin kami akan
kepergok. "Sebelah rumah kosong, lagian ini rumah sangat besar, tak
mungkin suara kita kedengaran oleh tetangga", jawab Andi yang juga was-
was. Saya benar-benar ketakutan, saya menyesali apa yang telah saya lakukan,
apa saya yang baru mendapat gelar sarjana harus nantinya mendekam di penjara
karena ulah tak senonoh ini? Saya liat sekeliling, mereka bertiga pun sudah
kelihatan tegang. Bu Viany tidak berani berteriak, mungkin karna kami menaruh
benda tajam berserakan di lantai, ada cutter, gunting, dan pisau lipat, mungkin
dia tidak berani mengambil resiko untuk berteriak. "Mana koncomu si
Syamsul dan si Mamat? Jangan sampai mereka buka pintu. Seharusnya tadi kita mematikan
lampu agar rumah keliatan seperti tak ada orang", protes Herman kepada
Andi. Samar-samar kami mendengar suara pagar terbuka, saya pun meraih pakaian
saya dan bersiap-siap kabur jika sesuatu terjadi. Sialan, gumam saya dalam
hati, belum mulai saja sudah diganggu kayak gini.
Tak lama kemudian terdengar suara langkah
kaki, berjalan menuju kamar ini. Dari suara tersebut sepertinya tidak satu
orang. Herman segera meraih pisau lipat, dan Andi mengambil cutter yang
berserak di bawah kakinya. Tono hanya terdiam, sepertinya dia adalah seorang
yang penakut. Dua sosok pria mendekati kamar, dari jauh sangatlah tidak jelas,
saya dan teman- teman sudah siap-siap bertindak apa saja agar kami selamat.
Sosok tersebut semakin terlihat jelas ketika mereka telah mencapai pintu,
ternyata mereka adalah Syamsul dan Mamat. "Bos, lihat apa yang kami
temukan di depan pintu?" sahut Syamsul yang sedang merangkul seorang anak
kecil.
Anak itu saya perkirakan berumur 12 - 14 tahun, dengan mulut yang dibekap dengan tangan si Syamsul, gadis kecil itu tak bisa berteriak. Rambutnya diikat seperti ekor kuda, gadis kecil itu juga mengenakan tas di punggungnya, mungkin saja dia baru pulang dari les. "Ini Veronica, anak perempuannya Bu Viany", jelas si Mamat. "Saya mohon lepaskan anak saya. .." pinta Bu Viany dibalik isak tangisnya. Saya tak habis pikir apa yang terjadi selanjutnya. "Hahahaha, ikat anak itu, biar saya yang tangani", minta Tono kepada Syamsul dan Mamat. Tono terlihat senang sekali, senyumnya seperti serigala kelaparan yang menemukan seonggok daging segar, astaga, apa Tono akan mengerjai gadis kecil ini juga? Saya tahu kalau Tono adalah orang yang punya kelainan, tapi apa dia sungguh tega? Syamsul dan Mamat pun mengikatkan gadis kecil itu ke kursi rotan yang terletak dekat tempat tidur. Gadis kecil itu menagis sekencang-kencangnya dan meminta tolong pada ibunya, seakan dia tidak tahu derita apa yang terjadi pada ibunya. Tono mendekati gadis kecil itu, "Gadis kecil yangmalang ,
saya tidak tega sampai dia melihat mamanya bersenang-senang".
Anak itu saya perkirakan berumur 12 - 14 tahun, dengan mulut yang dibekap dengan tangan si Syamsul, gadis kecil itu tak bisa berteriak. Rambutnya diikat seperti ekor kuda, gadis kecil itu juga mengenakan tas di punggungnya, mungkin saja dia baru pulang dari les. "Ini Veronica, anak perempuannya Bu Viany", jelas si Mamat. "Saya mohon lepaskan anak saya. .." pinta Bu Viany dibalik isak tangisnya. Saya tak habis pikir apa yang terjadi selanjutnya. "Hahahaha, ikat anak itu, biar saya yang tangani", minta Tono kepada Syamsul dan Mamat. Tono terlihat senang sekali, senyumnya seperti serigala kelaparan yang menemukan seonggok daging segar, astaga, apa Tono akan mengerjai gadis kecil ini juga? Saya tahu kalau Tono adalah orang yang punya kelainan, tapi apa dia sungguh tega? Syamsul dan Mamat pun mengikatkan gadis kecil itu ke kursi rotan yang terletak dekat tempat tidur. Gadis kecil itu menagis sekencang-kencangnya dan meminta tolong pada ibunya, seakan dia tidak tahu derita apa yang terjadi pada ibunya. Tono mendekati gadis kecil itu, "Gadis kecil yang
Tono pun menutup mata gadis kecil itu
dengan penutup mata yang dia bawa di dalam tasnya. Sedangkan Herman meneruskan
kesibukkannya, ia terus menusukkan sex toy yang terus bergetar di memek Bu
Viany. "Apa kamu tega melihat anakmu kami siksa? Lebih baik kamu layani
kami dengan senang hati", bisik Tono di telinga Bu Viany. "Tolong
lepaskan dia.." mohon Bu Viany dan seketika ia pun berteriak ketika Tono
dengan paksa menarik jepitan di putingnya. "Kalau mau anakmu selamat,
layani kami baik-baik" ancam Tono. Saya juga tidak melihat Syamsul dan
Mamat lagi, mungkin mereka meneruskan mencari harta yang bisa mereka bawa.
Dengan bringas Tono langsung mengulum puting susu Bu Viany, tanpa berperasaan
dia mengulum bahkan mengigit puting susu sebelah kiri Bu Viany, sambil
tangannya meremas-remas payudara sebelahnya dengan keras.
Andi pun tak mau kehilangan kesempatan,
dia kembali mendekatkan penis nya ke muka Bu Viany, dengan menjambak rambut Bu
Viany, Andi memaksa memasukkan pahlawan kecilnya itu ke mulut Bu Viany. Saya
lihat Bu Viany sudah tak dapat menolak, mungkin dia lebih memikirkan
keselamatan anak perempuannya itu. "Bagus... Anak pintar.. ." ejek
Andi dengan senangnya merasakan hangat penis nya di dalam mulut Bu Viany. Saya
tidak dapat jatah sama sekali, mereka bertiga sangat bringas, susah sekali
untuk berbagi, mungkin saya mesti antri, dan saya hanya bisa memainkan penis
saya sendiri dengan tangan saya sambil menunggu giliran. Sedangkan Herman sudah
melepaskan sextoy yang dia pakai, dicabutnya sextoy itu dan dilemparkan ke
lantai, dan menggantikan kerja sextoy tersebut dengan penis nya. Bu Viany yang
sombong tadi pagi sudah tidak berkutik, kini dia adalah milik kami. Andi yang
sedang memasuk keluarkan penisnya di mulut Bu Viany , melepaskan ikatan tangan
Bu Viany yang terikat ke atas di ranjang, mungkin Andi pikir Bu Viany sudah tak
mungkin berontak lagi.
Dan ternyata benar, Bu Viany malah
menggengam penis milik Andi dan memberikan pelayanan terbaik. "Sudah,
jangan sibukkan tanganmu kepadaku, cukup mulutnya saja yang aku perlu, tanganmu
biar untuk teman aku saja yang kasihan tuh manyun sendirian", kata Andi
sambil meledek saya. Saya pun ingin merasakan bagaimana nikmatnya dilayani,
saya pun mendekat, dan Bu Viany pun langsung memegang Mister P saya dan mengocoknya,
walaupun dia juga sedang sibuk melayani 3 pria lainnya. Anak malang yang duduk terikat di dekat kami terus
menangis, dia tidak bisa melihat apa-apa dan tidak tahu apa yang sedang dialami
ibunya. Sambil menampar-nampar pipi Bu Viany, Andi terus menusukkan penisnya ke
mulut Bu Viany, bahkan ia memaksakan hingga penisnya bisa sampai ke
kerongkongan Bu Viany. Dan sekali-kali saya melihat Bu Viany seperti tersedak.
Saya sudah tak peduli, tangannya yang hangat dengan jari-jari yang lentik
membuat penis saya merasakan nikmat yang belum pernah saya rasakan sebelumnya.
Sedangkan Herman sepertinya sudah akan mencapai klimaks, gerakannya sudah
dipercepat dan dia sedikit bergumam "Perek ini biarpun sudah berkeluarga,
tapi masih sempit, ga sia-sia kita membayar mahal, hahaha". "Jangan!
Jangan keluarkan di dalam!" teriak Bu Viany yang segera mengeluarkan
penisnya Andi dan melepaskan genggaman tangannya di penis saya. Dia kelihatan
panik dan mendorong Herman agar tidak melepaskan cairan sperma di dalam
rahimnya. Tapi usahanya gagal, Herman akhirnya mencapai klimak, dan Bu Viany
pun pasrah merasakan cairan hangat mengalir ke dalam rahimnya. Andi kelihatan
kesal karena Bu Viany berhenti mengulum penisnya, dia pun kembali menampar pipi
Bu Viany yang terus menerus tak henti mengeluarkan air mata.
Setelah Herman mencabut penisnya, saya
lihat dengan jelas indahnya memek milik Bu Viany yang mengalir sedikit cairan
berwarna putih seperti lelehan lahar yang meletus dari gunung berapi.
"Hahaha, payah sekali kau man, masa sebentar saja sudah KO?" ejek
Tono kepada Herman yang mundur dan duduk di kursi yang sebelumnya saya duduki.
Sepertinya dia cape dan butuh istirahat, dia menyalakan rokok sambil memandang
ke arah Tono, "Yang penting alami, ga buatan seperti punyamu". Tono
hanya terdiam dan tersenyum kecil, dan kemudian meneruskan kesibukannya
menikmati payudara Bu Viany. Saya mungkin bisa menebak kalau Tono mengunakaan
obat untuk keperkasaannya. Baru saja saya terlengah memandang ke arah Herman,
ternyata Andi sudah merubah posisi, mungkin dia sudah bosan dengan mulut Bu
Viany. Andi melepaskan ikatan kaki Bu Viany agar lebih leluasa menggagahinya.
Mulutnya yang sedang nganggur menjadi kesempatan bagi penis saya beraksi. Saya
segera mendekatkan penis saya ke arah muka Bu Viany, menggantikan posisi Andi
sebelumnya.
Nikmat tiada tara
saat penis milik saya menancap di mulut Bu Viany yang indah, apalagi kalau
sempat merasakan hangatnya memek Bu Viany. Saya harus sabar, walaupun akan
mendapatkan giliran terakhir, saya tetap menikmati. Yang dilakukan Andi seperti
halnya Herman, terus memompa, menggoyangkan tubuh Bu Viany maju mundur di atas
tempat tidur. Tono yang hyper masih menikmati payudara Bu Viany seperti
layaknya anak bayi, sambil sesekali, Tono berdiri dan mundur ke meja untuk memeriksa
handycam yang sudah standby dari tadi, Tono hanya memastikan handycam itu
merekam semua aksi kami. Goyangan Herman mulai kuat, kini gilirannya yang bakal
ejakulasi, ia merangkul paha Bu Viany dan menariknya agar penis nya dapat
tenggelam lebih dalam di lubang hisap itu, dan cairan kental berwarna putih pun
sedikit mengalir keluar ketika Andi mencabut kejantanannya. Bu Viany yang masih
terus menangis hanya bisa pasrah dengan perlakuan seperti ini, sudah dua lelaki
yang menyemprotkan cairan benih kehidupan di dalam rahimnya, apa yang akan
terjadi jika dia nanti hamil? Mungkin itu juga yang sedang dipikirkannya.
Melihatnya sebenarnya saya sedikit iba, tapi nafsu saya sudah tak terbendung,
apalagi mengingat sikapnya terhadap saya tadi pagi, membuat saya sedikit kesal.
Saya sudah tidak mendengar suara anak
perempuan Bu Viany, gadis kecil itu tak bergerak, mungkin dia tertidur karena
kecapekan karena dia dari tari meronta dan menangis. Tono kemudian meminta saya
menggantikan posisi Andi, "Kamu duluan saja, bukan apa nanti kalau saya
yang duluan, mungkin kamu bakal bete nungguin giliran". Saya sangat tahu
maksudnya, dia ingin bercinta lebih lama dengan Bu Viany, dan dia ingin
membuktikan manfaat obat kuat yang telah dia konsumsi. Saya pun beranjak dari
tempat saya, menarik keluar Mister P milik saya, walaupun saya masih berpikir
sayang belum ada yang berhasil menyemprotkan benih-benih cinta haram ini di
mulut Bu Viany.
"Bagus banget perek ini, kalau kita
jual kepasaran pasti laku banget ya?" sindir Andi sambil berjalan menuju
kursi sebelah Herman. Andi dan Herman pun beristirahat dengan ditemani
sebungkus rokok yang tadi sempat saya hisap juga. Tak disangka saya yang
termasuk "goodboy" bisa menjadi seperti ini. Saya masukkan dengan
perlahan batang keperkasaan saya, terus melesap masuk, tidak begitu sulit
karena memek Bu Viany telah basah dengan cairan sperma. Hangat sekali, rasa
yang tiada tara , tubuhnya harum, sungguh saya
sudah terperangkap dalam nikmatnya hubungan sex terlarang ini.
Tono sudah mulai bosan mencumbui payudara
Bu Viany saja, ia pun mundur dan memeriksa handycam nya. Kebosanan Tono
memberikan saya kesempatan merangkul tubuh Bu Viany, sambil meneruskan
aktivitas. Saya peluk tubuh Bu Viany, sungguh luar biasa merasakan kulit
menyentuh kulit, dada saya menyentuh payudara Bu Viany. Saya tindih badannya
dan segera melumat bibirnya. Bu Viany sedikit menolak, dia selalu memalingkan
wajahnya dan berusaha agar saya tidak bisa menciumnya, tapi apa daya? Sekarang
dia adalah milik kami seutuhnya, dia tak bisa berkutik lagi, kami dapat
memaksanya bahkan bisa menyakitinya bila ia menolak kemauan kami.
Astaga, Tono kemudian menggenggam
kameranya dan mengambil adegan kami dari dekat. Saya merasa semakin
mengebu-gebu, saya di syuting dari arah yang dekat, bagaikan seorang bintang
film panas yang bercerita sedang bercumbu dengan kekasihnya. Saya alihkan
perhatian saya menuju lehernya, ku cium bahkan ku cupang. Sampai saya bosan dan
beralih lagi ke payudaranya. Payudaranya memar-memar akibat perlakuan Tono,
bekas cupangan ada di mana-mana, terus di sekitar putingnya tampak bercak
merah, saya rasakan ini adalah darah, mungkin akibat jepitan di puting yang
Tono tarik cerata brutal.
Tapi saya tidak peduli lagi, saya tetap
melakukan kesibukan saya, menjadi seorang aktor blue film walaupun masih
amitir, tapi saya tidak mau menunjukkan kekuarangan saya yang belum pernah
melakukan hubungan badan ini. Saya menikmati pergulatan ini dengan sabar, tidak
brutal seperti mereka, dan tidak ingin lebih cepat berejakulasi dibanding mereka
yang lebih berpengalaman. Batang berganti batang, Herman dan Andi merokok
sambil bergosip ria, saya tidak mendengar jelas apa yang mereka rundingkan
lagi, karna saya lagi fokus pada kesibukkan saya ini. Namun, tiba-tiba Andi
menawarkan sebuah idea pada saya, "Besok kita kerjain Bu Susi yuk?"
Ternyata itu yang sedang dibahas mereka. "Orang lagi sibuk, jangan
diganggu.." ujar Herman seolah mengejek saya. Bukan saya tak mendengar
karna kesibukan saya, tapi saya kurang setuju, Bu Susi termasuk orang yang
cukup baik, kurang tega sepertinya kalau saya harus mengerjainya.
Saya terus menggenjot, hingga tubuh Bu
Viany bergoncang naik turun, dalam pikiran saya malah tidak ada niat mengerjai
Bu Susi, melainkan terlintas pada pikiran saya sosok Vera sang resepsionis yang
sangat menarik. Ah, selesaikan ini dulu, baru nanti bahas masalah selanjutnya.
Selang beberapa lama dalam aktivitas membara ini, saya rasakan penis milik saya
ini sudah mulai bergetar tidak tahan ingin muntah, saya kemudian memeluk erat
tubuh Bu Viany yang sudah terlalu capek untuk berontak, terus saya genjot dan
saya percepat irama genjotan hingga akhirnya penis milik saya berhasil
menyemprotkan cairan kenikmatan yang membuat saya seperti terbang ke langit.
Nikmat sekali, sungguh luar biasa menurut saya, rasanya tidak ingin melepaskan
pelukan ini, dan saya biarkan penis saya tertancap di lubang memek Bu Viany
untuk sementara waktu. Tono masih mengambil video, dia tidak mengusik saya,
jadi saya biarin dulu, dengan keadaan yang belum berubah, saya hanya melepas
lelah dengan tidur menindih Bu Viany. Saya rasakan penis saya mulai menciut di
dalam lubang vagina Bu Viany.
"Sudah selesai bos?", tiba- tiba
terdengar suara dari depan pintu ruangan. Syamsul dan Mamat sepertinya sudah
mendapatkan yang mereka mau. Mereka memasuki kamar dengan membawa sebuah tas
yang penuh terisi entah apa. Mamat langsung berjalan menuju ke lemari dalam
ruangan, dibukanya dan diacak-acaknya . Sedangkan Syamsul mendekati saya, sudah
bisa saya tebak apa mau nya. Terpaksa saya cabut penis saya yang sudah mengecil
dan meninggalkan tubuh Bu Viany yang sedang menarik nafas panjang karena sesak
tertindih oleh saya. "Sorry ya bos, kita gantian...", kata Syamsul
meminta ijin pada saya. "Wah, kalau begini, giliran saya kapan?"
sindir Tono yang masih memegang handycam. Syamsul sudah tak mau menghiraukan
sindiran Tono, dia langsung melepas semua pakaiannya.
Wah, batang penis milik Syamsul besar
sekali, mungkin bukan asli menurut saya, soalnya sungguh tidak masuk akal
ukurannya. Jadi penasaran melihat aksi Syamsul dan bagaimana tanggapan Bu
Viany.
Saya kemudian duduk berkumpul dengan
Herman dan Andi, saya nyalakan sebuah rokok untuk menemani saya melihat aksi
Syamsul. Sedangkan Tono keliahatan kesal, sampai dia tidak mau mengambil video
lagi. Dia benar-benar ngambek, handycam langsung ditaruhnya di atas meja, dan
dia bergabung dengan kami dan menyalakan rokok. Melihat temannya kesal, Herman
merasa tidak enak, dia ambil handycam Tono dan menyoroti Tono. Herman coba
menghibur Tono yang lagi menghisap rokok dengan muka cemburut. Sedangkan
Syamsul sudah menancapkan penis jumbo nya ke liang vagina Bu Viany. Bu Viany
terlihat kesakitan dengan ukuran jumbo yang mencoba mengobrak-abrik daerah
kewanitaannya itu. Saya rasa batangnya terlalu panjang, kalau dipaksakan
mungkin hanya bisa masuk 80% saja. "Aah, saakiiiittttttt... ..."
rintihan Bu Viany terdengar jelas.
"Wah, bisa kaya nich kita.."
terlihat Mamat mengeluarkan banyak perhiasan emas dari lemari yang dari tadi
diobrak-abriknya. Mamat mulai memasukkan semua perhiasan dalam tas besarnya
itu, sempat saya lihat dalam tas tersebut banyak uang kertas pecahan seratus
ribu dan beberapa buah telepon genggam. "Terlihat dilayar monitor, model
majalah playboy, bernama Tono, badannya yang gagah dengan wajah ganteng..."
goda Herman yang masih menyorot muka Tono saja. Akhirnya Tono tersenyum kecil,
dibuangnya rokok yang baru dua kali dihisapnya ke lantai, terus diinjaknya agar
padam apinya. Sepertinya dia kembali bersemangat karna godaan Herman. Tono bergerak
ke arah anak Bu Viany yang masih tertidur dengan penutup mata menutupi matanya.
Tono menyingkap rok gadis kecil tersebut dan kemudian menarik turun celana
dalam gadis kecil tersebut. "Hahahaha, datang deh kumatnya", kata
Herman yang terus menyorot Tono, walau sesekali dia juga menyorot aksi Syamsul
yang lagi hot. "Jangaan apa-apa kan
anaak saaayyyaaa...", Bu Viany memelas.
Syamsul sepertinya sangat brutal, ia
langsung memberikan bogem mentah ke perut Bu Viany, hingga Bu Viany melonjak
dan tak sadarkan diri. Syamsul tidak perduli itu, ia ingin menikmati tubuh Bu
Viany tanpa gangguan. Saya hanya bisa melihat aksi mereka walaupun tak habis
pikir dengan kelainan yang diderita Tono tersebut. Sepertinya gadis kecil itu
tersadar dari tidurnya ketika Tono mulai melepaskan semua ikatan tali di
tubuhnya. Gadis kecil itu berterik "Mama... " meminta tolong walaupun
matanya masih tertutup dan tidak tahu bahwa mama nya juga sudah tak berkutik.
Tono mulai melepaskan semua pakaian yang dikenakan gadis kecil yang malang itu. Saya lihat
susu anak kecil itu bahkan belum tumbuh, hanya sedikit saja tonjolan yang tak
berarti, sedangkan memek gadis kecil itu mulus tanpa bulu sedikit pun, mungkin
lubangnya pun tak bisa ditembus jari karena saking sempitnya.
Sepertinya Mamat sudah selesai mengemas
semua perhiasan yang ada, dan dia segera bergabung dengan Syamsul. Dia
melepaskan semua pakaiannya juga, hingga telanjang bulat. Penis milik Mamat
kurang lebih sama ukurannya dengan milik Syamsul, besar dan panjang, dengan
penuh urat-urat di sekitarnya. Mamat kemudian menampar-nampar pipi Bu Viany
dengan penisnya yang besar panjang. Mereka terlihat seperti dua bersaudara,
tubuh mereka juga relatif sama, kekar, berkulit hitam, dan penuh dengan tatto.
Sambil menunggu giliran, Mamat menancapkan penisnya ke mulut Bu Viany yang
belum juga tersadar. Sedangkan Tono, masih mengelus tubuh putih bening bersih
gadis malang
tersebut.
Sambil melihat aksi mereka, saya bersama
Andi dan Herman saling berbagi kisah dan cerita, sambil melepas lelah. Dari
sini lah kami menjadi akrab, bahkan hingga sekarang. Hingga sekarang pun kami
masih memiliki pengalaman yang sangat mengasyikkan, jika saya tidak berhalangan
waktu, saya akan terus membagikan cerita saya kepada pembaca semua.
Tono mengambil sextoy yang terletak di
lantai, kemudian ia coba masukkan ke lubang kecil milik anak Bu Viany.
Kelihatannya sextoy itu terlalu besar, dan tak bisa di masukkan. Gadis kecil
itu ketakutan sekali, dan mencoba berontak, bahkan berusaha melepas tutup
matanya. Tono yang sedikit tak fokus sehingga gadis kecil itu dapat lepas dari
cengkraman Tono. Gadis kecil itu berlari keluar ruangan. Tapi apa daya, Tono
lebih cepat, tak sempat berlari jauh, gadis kecil itu pun berhasil disambar
kembali oleh Tono. Tono menggendongnya kembali ke kamar dan melemparkannya ke
lantai. Astaga, brutal sekali.
Tono sudah kelihatan kesal sekali dengan
gadis kecil malang
itu. Gadis kecil malang
yang akan rusak masa depan nya sebentar lagi telah tidak memakai penutup
matanya lagi, rambutnya pun sudah acak-acakan di mana pita ikatan rambutnya
sudah terlepas. Pandangan Tono sungguh bringas, tatapannya sangat mengerikan,
seolah-olah liurnya akan menetes keluar dari mulutnya dan segera dijilati lagi
dengan lidahnya agar sekitar mulutnya kering dari liurnya. Gadis kecil itu
kemudian menangis sekencang-kencangnya, matanya sudah mulai bengkak, pipinya
penuh dengan air matanya. Tono mendekati gadis itu dan mengangkatnya ke atas
kursi yang tadi digunakan untuk mengikat anak itu. "Kamu bisa diam ga?
Atau kamu dan mama kamu, kami bunuh?", ancam Tono yang kemudian mengambil
tangan gadis kecil itu untuk disentuhkan ke penisya. Gadis kecil itu masih
tidak bisa menghentikan tangisnya, tapi gadis kecil itu pun tidak bisa menolak
perintah Tono, badannya terlalu lemah untuk melawan. Dia pun diajarkan Tono
untuk memainkan penis dan mengulumnya. Mulutnya kecil sekali, batang penis
milik Tono tak bisa masuk dengan penuh, jadi anak itu hanya mampu menjilati dan
mengkocok-kocoknya dengan tangan mungilnya. Tubuhnya gemetaran, sangat takut
dengan semua perlakuan ini.
Tono masih berdiri di depan gadis kecil
yang sedang melayaninya. Mungkin ini sedikit brutal dan tak seharusnya pembaca
membacanya. Tapi ini hanyalah sharing dari saya, tidak perlu ditanggapi serius.
Sedangkan nasib Bu Viany masih belum sadarkan diri, dia masih terus digenjot
oleh Syamsul, dan Mamat juga sedang menggagahi mulut Bu Viany. Sepertinya saya,
Andi, dan Herman, telah selesai men-charge kembali tenaga kami. Penis saya
kembali eraksi, namun saya hanya bisa menunggu, dan saya yakin Herman dan Andi
pun sudah tak sabar menunggu giliran. Setelah berhasil menyemprotkan sperma di
dalam tubuh Bu Viany, Syamsul segera mencabut penisnya, karna dia juga mengerti
dengan keinginan Mamat yang tak sabar ingin juga menikmati lubang kewanitaan Bu
Viany.
Daripada menunggu kelamaan, kami pun
beranjak dari kursi, saya segera mengambil posisi didekat muka Bu Viany,
seperti adegan sebelumnya, mulutnya masih menjadi target nikmat. Sedangkan
Herman mengulum payudara Bu Viany, disedotnya dengan kuat dan digigit-gigitnya
puting yang sudah terlanjur cedera tersebut.
Hanya Andi yang mempunyai ide lain, dia
meminta kami sedikit pengertian untuk menghentikan aktivitas kami. Ternyata dia
menemukan minyak angin di dalam tas yang dibawa Tono, ia segera menggosokkan
minyak angin itu di area bawah hidung Bu Viany agar tersadar. Kami yang lebih
tertarik menyetubuhi Bu Viany secara sadar, sangat mendukung aksi Andi. Hanya
Syamsul yang lebih tertarik menyetubuhi pasangannya yang dalam keadaan tak
sadarkan diri. Syamsulpun hanya duduk di kursi tempat sebelumnya kami duduk,
sebenarnya dia kelihatan tidak begitu capek, mungkin dia hanya sedikit bosan
dengan permainan tadi.
Akhirnya Bu Viany pun tersadar dari
pingsannya, dan dia kemudian kembali menangis ketika melihat anak perumpuannya
sedang mengulum batang kejantanan milik Tono, "Tooloongg, lepassskaaannnn
anaakkkkk sayaaa..." pinta Bu Viany. "Tenang saja, teman saja cuma
menyuruhnya hisap, tak lebih, tapi kalau kamu tidak menuruti perintah kami,
mungkin kami yang akan bertindak, mungkin saja anak kamu akan kami perkosa
bergantian, bahkan kami bunuh", ancam Andi. Bu Viany yang masih meneteskan
air mata langsung terdiam, dia tidak mau terjadi hal yang lebih mengerikan
terhadap anak perempuannya. Sedangkan anaknya sendiri tidak memperhatikan lagi
keadaan ibunya, matanya sudah bengkak penuh air mata, tubuhnya masih gemetaran,
hanya sedikit tenaga saja yang masih tersisa padanya untuk mengulum penis milik
Tono. Andi pun menyuruh kami semua turun dari tempat tidur, kemudian dia
memerintahkan Mamat untuk membaringkan diri dengan terlentang.
Diapun memerintahkan Bu Viany untuk segera
menaiki kasur dan bergaya WOT (Woman On Top). Awalnya Bu Viany menolak, tapi
Herman dan Andi segera memapahnya ke atas, dan meletakkan dia di atas Mamat,
dengan pas penis Mamat yang berdiri tegak menancap "blezzz" ke lubang
vagina nya Bu Viany. Kemudian Andi mendorong punggung Bu Viany hinnga tubuhnya
bersentuhan dengan Mamat. Mamatpun segera memeluk erat tubuh Bu Viany. "Nah,
ada tambahan satu lubang lagi yang nganggur, siapa mau?" Andi
menawarkannya kepada kami. Saya dan Herman hanya diam saja. Kalau saya sendiri
sich merasa jijik kalau sampai harus merasakan lubang anus, mungkin karna saya
belum pernah mencobanya, atau bagi mereka yang doyan, mungkin itulah sensasi
menarik bagi mereka. "Jangan , tolong jangan di sana , saya belum pernah" kata Bu Viany
yang ketakutan. "Makanya... Dicoba dulu...", ujar Andi menanggapi Bu
Viany. Saya bergerak ke arah depan agar Bu Viany bisa mengulum penis milik
saya, dan Herman menarik tangan Bu Viany untuk mengocok kejantanannya.
Melihat demikian, Andi langsung
menancapkan penis nya ke lubang anus nya Bu Viany.
"Akhhhhh.........." teriak Bu Viany yang kesakitan ketika lubang
anusnya yang sempit dipaksa dengan keras oleh batang Andi yang mengeras,
badannya tersentak dengan mata yang membelalak, seperti orang yang tersambar
petir secara tiba-tiba. Karena kesakitan, hampir saja Bu Viany menggigit
kemaluan saya, untung dengan cepat saya jambak rambutnya dan menjauhkan
mulutnya dari penis saya. Saya tampar pipinya agar dia mengerti apa yang hampir
dia lakukan, emangnya dia pikir kemaluan saya adalah sosis yang tinggal digigit
saja? Sialan banget, bikin saya jantungan saja.
"Wuih, terjepit dengan kuat, kalian
yang ga coba, jangan nyesal ya...", goda Andi. Saya belum berani
menancapkan kembali "sosis" saya hingga Bu Viany mulai terbiasa
dengan cumbuan di lubang anusnya. Beberapa menit telah berlalu, kamipun belum
sempat ada satupun yang berejakulasi.
Saya lihat Tono masih dikulum oleh gadis
kecil yang sangat-sangat kelelahan itu. Semakin dilihat bukannya saya semakin
kasihan, tetapi malah sebaliknya, saya malah sangat terangsang. Astaga, apa
penyakit hypersex Tono bisa menular? Kuluman mulut Bu Viany terhadap penis saya
malah tidak saya hiraukan, melainkan saya membayangkan gadis kecil itu yang
mengulumnya. Dengan fantasi seks itu malah saya mencapai klimaks, saya pun
mencengkram kepala Bu Viany dengan kuat, saya pun mendorongkan batang saya
hingga sedalam mungkin, sampai Bu Viany kehilangan napas, dan saya berhasil
membasahi kerongkongannya dengan air mani saya.
Saya pun mundur menjauhi Bu Viany, tetapi
saya tidak beristirahat, pandangan saya tidak lepas dari tubuh sang gadis
kecil. Saya pun mendekatinya, saya coba mengusap tubuh gadis kecil itu.
"Wah, ente maniak juga ya bro...", ejek Tono yang masih memaju
mundurkan pinggangnya di depan wajah gadis kecil ini. Saya coba menciumi susu
gadis kecil malang
ini yang belum tumbuh, saya sedot kuat di bagian putingnya. Rasa capek saya
seolah hilang begitu saja, betul-betul obat mujarab penghilang rasa capek.
Merasa sedikit bosan, saya dan Tono pun
meraba paha hingga selangkangan gadis kecil itu. Jari-jari kami pun mencoba
menerobos ke dalam lubang memek milik gadis kecil itu. Perebutan kami akhirnya
dimenangkan Tono, dia berhasil menusukkan jari telunjuknya ke dalam kemaluan
anak perempuan Bu Viany hingga gadis kecil itu berteriak kesakitan. Sedangkan
di atas tempat tidur, perduelan Bu Viany dengan Andi dan kawan-kawan masih
berlangsung, bahkan Syamsul telah bersemangat kembali dan ikut nimbrung di sana . Beberapa menit
kemudian, kami sudah tidak hanya menjamah dengan tangan saja di tubuh gadis
kecil ini, Tono sudah berhasil memperbesar lubang kemaluannya dengan jari, dan Tono
sudah siap menancapkan batang kejantanannya.
Berjam-jam telah kami kerjai ibu dan anak
ini secara bergantian, sudah tidak tahu berapa kali saya menggagahi mereka
berdua. Sampai pagi tiba, tepatnya pukul 4 pagi, kami akhirnya terpaksa
menyudahi kegiatan kami. Tubuh Bu Viany dan anaknya penuh dengan cupangan dan
cairan air mani di mana- mana. Tetapi sebelum itu, kami masih sempat membawa
mereka ke kamar mandi. Anak dan ibu yang ngos-ngosan itu kami bopong, dan kami
mandikan di kamar mandi. Tak terlewatkan oleh kami untuk melakukan satu ronde
lagi di bawah guyuran shower dan dalam bak mandi. Setelah puas, kami kembali
memakaikan busana ke tubuh mereka. Syamsul dan Mamat mengemas hasil curian
mereka, Tono pun kembali memasukkan peralatannya. Setelah berkemas-kemas, dan
kembali berpakaian, kamipun siap meninggalkan mereka.
Tetapi sebelum itu, kami mengancam Bu
Viany agar tidak mengadukan hal ini, karena kami tidak akan segan-segan untuk
menyebarkan video adegan permainan sexs ini, bahkan kami juga tidak akan
membiarkan keluarganya tenang apa bila dia berani macam-macam. Bu Viany yang
terduduk di atas tempat tidur sambil memeluk anaknya, hanya bisa mengangguk,
dia juga tidak ingin terjadi hal yang lebih buruk lagi, cukup ini pengalaman
terpahit yang tidak boleh lagi terulang. Sebelum beranjak dari ruangan, saya
mendekati Bu Viany yang sudah harum, saya cium keningnya dan mengucapkan
"Terima kasih bu..." Kami pun masuk ke APV dan meninggalkan rumah Bu
Viany. Dalam perjalanan Andi dan Herman membahas masalah ingin mengerjai Bu
Susi, tapi saya menolak, "Lain kali saja dibahas, saya capek, ingin segera
pulang dan beristirahat". Mereka malah mempunyai ide lain, mereka malah
ikut ke kost saya dan membahas rencana berikutnya di kamas kost saya.
Syamsul dan Mamat pun membagi hasil
curiannya. Saya sudah tidak perduli apa yang mereka bahas, saya segera
mengistirahatkan badan karena sudah capek sekali. Yang penting saya sudah
mendapatkan pembagian hasil curian yang setidaknya bisa menutupi hutang sewa
kost saya yang tertunggak enam bulan, bahkan bisa untuk membayar enam bulan
berikutnya. Video hasil syuting disimpan baik-baik oleh Tono, saya tidak berani
meminta copy-an nya, karna saya takut lalai dan mejatuhkannya. Hingga sekarang
saya belum tahu apakah film itu ada diplubikasikan atau tidak. Mungkin Tono
juga menyimpannya dengan baik karena Bu Viany tidak pernah menggugat kami,
malahan dia telah pindah ke luar kota , dia
memilih untuk tinggal di kota
tempat suaminya bekerja. Setelah kejadian ini, kami masih meneruskan hobi baru
kami ini, dan saya akan membagikan ceritanya kepada para pembaca, bahkan
kisah-kisah teman saya yang lebih seru lainnya.
Komentar
Posting Komentar