Cerita ini sebenarnya bukanlah cerita aku
pribadi. Ini adalah penggalan cerita dari sebuah buku harian milik temanku
Alin. Untuk sekedar gambaran saja, Alin merupakan murid kelas 2 SMU disalah
satu sekolah swasta di Jakarta Barat. Usianya baru saja menginjak 17 tahun, Ibu
Alin berasal dari Palembang ,
sedangkan sang ayah merupakan orang Tionghoa asli (bukan keturunan lho). Tinggi
Alin hanya sekitar 160 cm, payudara ukuran sedang (32B kali, gak tahu gue),
namun Alin dianugerahi pantat yang sangat indah, tidak terlalu besar, namun
membusung dan kencang, dan karena wajahnya yang cantik dan imut, menjadikannya
sebagai salah satu “idola” di sekolahnya.
Gaya serangannya
menggebu-gebu dan setiap kali si Codet menancapkan penisnya yang besar itu
kedalam vaginaku, maka tekanan penisnya mendorong seluruh bibir vaginaku
melesak kedalam, sehingga klitorisku pun ikut tertekan masuk dan tergesek-gesek
dengan batang penisnya yang dilingkari oleh urat-urat menonjol. Hal ini
membuatku menggelinjang-gelinjang nikmat.
17 Februari 2007
Dear Diary, it’s a new day it’s a new
life, and I’m feelin’ good!
Besok hari ultah tiba, dan segala
persiapan udah ampir beres, gue yakin pesta gue bakalan heboh abis. Tapi yang
paling gue surprise, tadi sepulang sekolah Rendi nembak gue! Yippe!
Gak sia-sia gue pedekate terus ama dia,
akhirnya cintaku kesampaian juga. Kita pasti bakal jadi pasangan paling keren
dan heboh di sekolah!
Ini merupakan hari-hari terindah dalam
hidup gue.
What a wonderful world.
18 Februari 2007
Hai diaryku, akhirnya aku menginjak usia
17 tahun, Sweet seventeen bo! Pestanya tadi meriah abis, paling heboh deh,
semuanya perfect, muali dari lighting, cake, band pengiring, sampai
tamu-tamunya, keren banget.
Ulang tahun ini gue dapet hadiah yang
paling gue nantikan, SIM! Akhirnya gue bisa nyetir sendri ke mana-mana, gak
usah pake supir lagi. Tapi yang paling bikin gue senang, akhirnya nyokap bilang
aku udah boleh pacaran! Yipee!
Ngomong-ngomong soal pacaran. Tadi Rendi
datang ke pesta ultah aku. Tuh cowok keliatan keren banget. Emang pantes dia
jadi idola sekolah, besok anak-anak pasti heboh, kalo gue umumin Rendi ama aku
udah jadian!
Jadi Gak sabar pengen cepet-cepet masuk
sekolah besok. Good night my dear diary, muaach.
*********************************
19 Februari 2007
Diary, kenapa jadi begini? Hari ini aku
baru aja mengalami kejadian terburuk dalam hidup aku.
Pagi tadi, aku terpaksa naik taksi ke
sekolah, soalnya mobilku ngadat gak mau jalan. Gak biasanya mobilku rewel kayak
gitu. Tapi ya udahlah pikirku, daripada telat, mendingan pake taksi. Tadinya
sih tuh taksi jalan seperti biasa, tapi ditengah jalan, tuh taksi tiba-tiba
salah belok dan malah ngambil jalan yang berlawanan arah ama sekolah aku.
Akupun lalu menepuk bahu si supir, kulihat
ID-nya si supir diatas dashboard, namanya Panji, kelihatannya usianya belum
terlalu tua, mungkin baru awal 30-an, jadi aku memanggilnya mas.
“Mas, salah jalan nih, kalo mau ke sekolah
aku, mestinya tadi belok ke kanan, bukan ke kiri” kataku
“Iya non, tapi jalan tadi masuk kategori
three in one, jadi gak bisa masuk” katanya
“Ah masa? Aku tiap hari lewat situ,
kayaknya bukan ah” kataku tak percaya.
“Ya baru semalem diresmiinnya non” katanya
tanpa mengalihkan pandangan.
Dalam hati aku merasa ada yang salah, aku
sudah sering mendengar tentang penculikan danperampokan yang dilakukan oleh
para supir taksi gadungan, mungkin taksi ini salah satunya.
“Kalo gitu berenti disini aja mas” kataku.
“Tunggu bentar non, saya berentinya di
depan dikit” katanya.
Dan benar saja, tak lama kemudian laju
taksi itupun melambat, hingga akhirnya berhenti total di pinggir jalan yang
tidak aku kenal. Debar jantungku agak menurun, tampaknya aku salah sangka.
Akupun mengeluarkan dompetku, dan hendak membayar ongkos taksi, tapi tiba-tiba,
pintu taksi tersebut terbuka, dan seorang pria masuk dan duduk disebelahku.
Alin |
Pria itu bertubuh tinggi besar, berkulit
hitam dan memakai kaos tanpa lengan. Dilengannya yang tak tertutup itu, tampak
dipenuhi oleh berbagai macam tato yang menyeramkan. Wajahnyapun tak kalah
menyeramkan, dipenuhi bekas luka dan codet, seperti korban perang saja. Aku
benar-benar merasa takut melihatnya.
“Ehh..misi mas…saya mau keluar dulu”
kataku berusaha setenang mungkin.
Tapi ia malah mengeluarkan pisau dan
menempelkannya ke perutku.
“Gak usah buru-buru non, mendingan kita
jalan-jalan sebentar, jalan Ji!” ujarnya memerintah si supir.
Oh my god, mereka berdua saling mengenal,
mereka pasti menjebakku. Meskipun ketakutan setengah mati, aku berusaha
berbicara.
“Ehh…mas..ini kalo mau uang atau HP
silahkan ambil, tapi biarkan saya turun, please” ibaku.
Tapi ia tidak menjawab.
“Mas…please..” ibaku lagi
“Berisik! Banyak bacot lu yah! Mau gue
beri nih?!” ancamnya sambil makin menekankan pisaunya keperutku.
Akupun terpaksa diam, tubuhku gemetaran
menahan rasa takut. Aku mengamati jalan untuk melihat kemana mereka membawaku.
Tak lama kemudian taksi berhenti didepan sebuah gerbang tua yang sudah
berkarat. Panji si supir taksi membunyikan klakson, dan gerbang itupun terbuka.
Seorang pria tinggi kurus berselempangkan kain sarung membuka pintu gerbang
tersebut. Wajah si pria kurus tersebut benar-benar seperti orang yang belum
makan berminggu-minggu, seperti tengkorak saja. Taksi itu kemudian berjalan
melewati gerbang tersebut dan memasuki tempat, yang sepertinya merupakan bekas
sebuah pabrik atau mungkin komplek gudang tua yang amat luas.
Didepan sebuah bangunan yang agak kecil,
taksi itupun berhenti. Si Codet segera membuka pintu dan menarikku keluar. Aku
berusaha meronta melepaskan diri, namun apa artinya tenaga seorang gadis mungil
sepertiku, dibandingkan tenaganya.
Akupun diseret memasuki bangunan tersebut,
didalamnya nyaris tidak terdapat apa-apa, diruangan yang luas tesebut, hanya
terdapat sebuah kasur matras yang cukup besar, sebuah lemari, meja kecil,
sebuah sofa tua yang sudah bolong-bolong, dan sebuah radio tua yang tergeletak
disudut ruangan. Tampaknya bangunan ini merupakan rumah jaga dari komplek
gudang atau pabrik ini.
Dengan kasar, si Codet mendorongku ke
tengah ruangan, pintu terbuka, dan Panji si supir taksi memasuki ruangan
bersama dengan orang yang membukakan pintu gerbang tadi.
“Bang, tolong bang, lepasin saya, ini
dompet ama HP saya, silahkan buat abang-abang, saya janji gak akan bilang sama
siapa-siapa” kataku sambil mulai menitikkan air mata.
“Gile Ji, cantik banget mangsa kita kali
ini. Bisaan lu nyarinya” kata si kurus tak menghiraukan kata-kataku.
“La iyalah, Panji, makanya hari ini gue
yang dapat giliran pertama oke?” jawab Panji sambil tertawa-tawa.
“Iya deh, silahkan garap duluan memeknya.
Tapi Pantatnya gue yang garap duluan oke, abis pantatnya bohay banget, gak
tahan gue ngeliatnya” timpal si kurus.
Wajahku langsung pucat pasi mendengar
obrolan mereka. Ternyata mereka berniat memperkosa aku.
“Bang, tolong jangan perkosa saya bang,
saya masih perawan” aku langsung menyesal mengatakan itu, karena kulihat mereka
justru makin bernafsu mendengar bahwa aku masih perawan.
“Ah yang bener! Masa ada gadis cantik gaul
kayak lu masih perawan? Gak percaya gue, mesti dibuktikan nih..he..he..he” kata
Panji sambil muali menghampiri dan berusaha memelukku.
Akupun meronta-ronta, melawan sekuat
tenaga sambil menjerit-jerit. Tiba-tiba si Codet yang saat itu sedang duduk
diatas sofa berkata.
“Woy, diem lu, gak usah banyak bacot atau
coba-coba ngelawan, mau gue potong-potong ampe jadi kornet lu!” ancamnya
Aku langsung terdiam, tubuhku kaku,
firasatku mengatakan bahwa ini bukan hanya ancaman kosong belaka. Panji
menggunakan kesempatan ini untuk menciumiku dan meremas-remas payudayaku yang
masih tertutup seragam sekolah. Sementara si kurus menghampiriku dari belakang,
tangannya menyingkap rambutku dan mulai menciumi tengkukku yang ditumbuhi oleh
rambut-rambut halus. Sementara satu tangannya mengelus dan meremas-remas
pantatku.
Panji masih asyik melumat bibirku, dan
lidahnya mulai bergerak-gerak mencari jalan masuk kedalam mulutku. Hingga
akhirnya ia berhasil, dan lidahnya menelusuri sudut mulutku dan memijati
lidahku. Cukup lihai juga ia dalam berciuman, meskipun bau mulutnya sangat
menggangguku.
Dalam hati aku sudah pasrah, bila harus
diperkosa, daripada nanti disiksa, atau bahkan dibunuh.
“Bang, saya nurut deh, tapi jangan sakitin
saya bang” kataku lagi ditengah serangan gencar mereka.
“Ya elah, mana mungkin kita tega nyakitin
cewek secantik lu, kita justru mau nyenengin lu” kekeh si kurus. Tapi si Codet
yang paling aku takuti justru tidak menjawab, ia hanya tersenyum sambil
memainkan pisau ditangannya.
Tiba-tiba aku merasakan seperti tersengat
listrik. Tangan Panji rupanya telah menyelusup ke balik rok seragam ku, dan
mulai meremas-remas vaginaku yang masih dilindungi celana dalam. Sementara
tangan si kurus membuka dua kancing atas seragamku, dan menyelusup ke dalam cup
Bra ku untuk meremas-remas payudaraku.
Menerima rangsangan seperti itu, aku
merasakan lututku melemah. Apalagi ketika jari-jari Panji menyelusup dari
samping celana dalamku dan memasuki liang vaginaku. Jari-jari itu seperti ular
yang memasuki sarangnya, menggesek-gesek dinding vaginaku, hingga akhirnya mengorek-orek
dan bergerak dengan liar seperti menyetubuhiku. Vaginaku pun terasa basah.
Kurus yang tampaknya sudah tidak sabar,
membuka seragam sekolah dan Bra ku, dan melemparkannya kesudut ruangan, hingga
aku akhirnya berdiri bertelanjang dada. Dengan gemas ia meremas-remas
payudaraku, dan memutar-mutar puting payudaraku yang berwarna coklat kemerahan.
”Baring non” kata Panji sambil menunjuk
kearah matras yang terhampar di lantai. Akupun menurut dan berbaring diatas
matras yang berbau tak sedap itu. Begitu aku berbaring, Panji langsung menarik
rok seragam beserta celana dalamku. Iapun lalu membuka lebar-lebar kedua kakiku
dan menatap pangkal pahaku. Iapun bersiul pelan.
“Wuiih bagus banget memeknya, belahannya
masih rapet, warnanya masih merah muda, jembutnya dikit dan alus lagi! Memek
kelas 1 nih” katanya sambil kemudian mengelus-elus belahan vaginaku.
“Non, isep non” Kata si kurus yang telah
telanjang bulat dan berjongkok disamping kepalaku. Ia menyodorkan penisnya yang
panjang tapi juga kurus seperti pemiliknya.
Aku kembali shock, melihat penis orang
dewasa secara langsung saja baru kali ini, apalagi memegangnya . Rasanya muak
bila membayangkan aku harus memasukan penis itu ke dalam mulutku. Namun aku
takut akan apa yang akan mereka lakukan padaku jika aku tidak menuruti
perintahnya. Jadi akupun berusaha meraih penis tersebut.
“Tunggu”, tiba-tiba kurus berkata, “masa
main isep gitu aja, minta ijin dulu dong Non!”.
Aku hanya bisa terisak karena sedang
dilecehkan olehnya tanpa bisa melawan sama sekali.
“Bo, bo, boleh saya jilat punya abang?”
kataku ditengah isak tangis.
”Yah, silakan deh”, jawab si kurus
Penis panjangnya mungkin sekitar 18 cm,
sementara kepala penis itu sendiri berwarna keunguan dan berdenyut-denyut
layaknya mahluk hidup. Kurus pun tertawa melihat wajahku memucat melihat
penisnya.
“Lho, Non, katanya mau diisep, kok cuman
diliatin doang”, kata kurus tidak sabar. Tidak tahu bagaimana memulainya, aku
pun memajukan wajah dan menempelkan bibirku yang mungil ke kepala penis tadi,
dan mulai menciuminya.
Sementara Panji sambil memegang kedua
pahaku dan merentangkannya lebar-lebar, dan membenamkan kepalanya di antara
kedua pahaku. Mulut dan lidahnya menjilat-jilat penuh nafsu di sekitar vaginaku
yang yang masih rapat, tertutup rambut halus itu. Aku hanya bisa memejamkan
mata, “Ooohh…, nikmatnya…, ooohh!”, aku menguman dalam hati, mulai bisa
menikmatinya, sampai-sampai tubuhku bergerak menggelinjang-gelinjang kegelian.
Akupun terpaksa menggigit bibir untuk menahan erangan yang memaksa keluar dari
mulutku.
Aku telah diliputi nafsu birahi, aku sungguh
tersiksa antara rasa malu karena telah ditaklukan oleh pemerkosaku itu dengan
gampang, namun perasaan nikmat yang melanda di sekujur tubuhku itu sungguh tak
tertahankan. Tangan panji kini dijulurkan ke atas, menjalar melalui perut ke
arah dada dan mengelus-elus serta meremas-remas kedua payudaraku dengan sangat
bernafsu.
Menghadapi serangan bertubi-tubi yang
dilancarkan panji ini, aku benar-benar sangat kewalahan, bahkan secara tidak
sadar, kedua pahaku yang jenjang mulus menjepit kepala Panji untuk melampiaskan
derita birahi yang menyerangku, aku bahkan sempat lupa kenyataan bahwa lelaki
itu sebenarnya sedang memperkosaku.
“lho kok cuman diciumin doang, jilat, isep
dong!” kata Kurus yang rupanya kurang puas dengan pelayananku.
Aku terus menciumi selama beberapa saat,
kemudian mengeluarkan lidahku untuk menjilati batang penis Si Kurus. Sambil
menelan ludah, aku membuka mulut lebar-lebar dan memasukan kepala penis itu ke
dalam mulutku, sedangkan lidahku terus menjilati. Nafas si Kurus sekarang semakin
berat dan terengah-engah, sementara aku terus menjilati kepala penisnya, sesaat
aku merasakan sesuatu yang asin di ujung penisnya, tetapi aku berusaha
melupakannya, dan sambil menutup mata erat-erat, bibirku menempel disekeliling
penis Kurus.
10 menit lamanya aku melayani penis si
Kurus, sesekali aku menggelinjang antara geli dan nkmat karena jilatan Panji,
belum lagi ketika dua jarinya menyelusup masuk menembus liang vaginaku. Kedua
jari itu lalu bergerak keluar masuk, dan kadang ia mendiamkannya, sepertinya
menikmati jepitan vaginaku yang masih amat sempit. Panji pun terkadang
memasukkan lidahnya kedalam vaginaku dan menggerakkanya dengan liar, merasakan
benda basah dan hangat itu bergerak-gerak dalam vaginaku, sungguh memberikan
sensasi yang luar biasa.
Kurus sekarang semakin keras mengerang,
aku ketakutan mendengar erangannya kukira aku telah berbuat salah dan
menyakitinya. Tapi Kurus tiba-tiba memegang rambutku dan mendorong kepalaku
hingga hidungku bersentuhan dengan bagian bawah pusarnya. Kurus pun menyemprotkan
sperma masuk ke dalam mulutku. Aku belum pernah merasakan sperma sebelumnya,
mulanya aku hendak memuntahkan cairan tersebut, namun entah mengapa, aku justru
malah menelan semua cairan kental asin yang memenuhi mulutku itu.
“aararaagghh!”, erang Kurus, “Telen
semua!”.
Lalu pegangan Kurus pun perlahan mengendor
dan aliran sperma yang keluar melambat dan akhirnya berhenti. Selama beberapa
saat aku masih mengulum penis kurus, takut akan berbuat salah jika mengeluarkan
penis si kurus. Tapi ia akhirnya menarik keluar penisnya dari mulutku. Aku pun
berusaha menelan sisa-sisa sperma yang masih menempel di lidah dan
langit-langit mulutku untuk segera menghilangkan bau menyengat yang memenuhi
mulutku,
Tiba-tiba Panji langsung menindihku.
Tangan kanannya menggenggam batang penisnya dan kepala penisnya yang membulat
itu digesek-gesekkannya pada clitoris dan bibir vaginaku yang memang sudah
sangat basah itu, akan tetapi masih sangat sempit untuk dimasuki penis.
Pelahan-lahan kepala penis Panji menerobos
masuk membelah bibir vaginaku. suatu perasaan geli yang segera menjalar ke
seluruh tubuhku. Dengan kasar Panji tiba-tiba menekan pantatnya kuat-kuat ke
depan, sedangkan batang penisnya perlahan amblas ke dalam liang vaginaku.
Aku langsung menjerit kesakitan ketika
kepala penis itu mulai menerobos vaginaku. Aku tiba-tiba menyadari sesuatu. Dia
tidak pakai kondom, dia akan menghamiliku!
“Aduuhh, Sakiitt! Sakit !, aku hanya bisa
merintih.
Tapi Panji terus bergerak makin cepat dan
keras, makin lama makin dalam penisnya masuk ke dalam vaginaku. 5, 10, 15,
hingga 20 m penisnya masuk!
“Ehhhgh…gilaaa!”, jeritku.”Ampuunn!
Ampuunn!”.
Namun jeritanku rupanya hanya menambah
semangat Panji. Ia makin keras menghentak-hentak, hingga pinggul dan pantatku
terbanting-banting di lantai. Penis itu bergerak keluar dan masuk vaginaku yang
masih sempit. Rasanya bagian bawah diriku seperti tersobek-sobek, sampai
rasanya terlalu sakit dan lelah untuk bisa berteriak,
Tubuhku bergetar dan terlonjak dengan
hebat akibat dorongan dan tarikan penis Panji, gigiku bergemeletuk dan kepalaku
menggeleng-geleng ke kiri kanan di atas meja. Aku mencoba memaksa kelopak
mataku yang terasa berat untuk membukanya sebentar dan melihat wajah seram
lelaki yang sedang memperkosaku.
Namun lama-kelamaan, aku sungguh tak kuasa
untuk tidak merintih setiap kali Panji menggerakkan tubuhnya, gesekan demi
gesekan di dinding liang vaginaku, mulai memberikan sensasi kenikmatan yang
hampir tak tertahankan.
Setiap kali Panji menarik penisnya keluar,
Aku merasa seakan-akan terbetot keluar, dan ketika Panji menekan masuk penisnya
ke dalam vaginaku, maka klitorisku yang kemudian tergesek-gesek dengan batang
penis itu, menimbulkan suatu perasaan geli yang dahsyat, yang mengakibatkan
seluruh badanku menggeliat dan terlonjak, sulit rasanya menahan sensasi
kenikmatan yang tidak dapat dilukiskan dengan kata-kata.
Lalu tiba-tiba aku merasakan sesuatu yang
aneh di dalam tubuhku, sesuatu yang tidak pernah aku rasakan sebelumnya,
membuat dirinya meledak dalam kenikmatan. Aku merasa diriku seperti tenggelam
dalam genangan air, Aku akan mengalami orgasme! Ingin menangis rasanya karena
tidak rela bila aku harus orgasme waktu sedang diperkosa!.
Namun aku akhirnya terbuai dan larut dalam
tuntutan badanku dan terdengar erangan panjang keluar dari mulutku yang mungil,
“Ooooh…, ooooooh…, aahhmm…, ssstthh!”. kedua pahaku mengejang serta menjepit
dengan kencang, keseluruhan badanku berkelonjotan, menjerit serak dan…, akhirnya
larut dalam orgasme total yang dengan dahsyat melandaku, seluruh tubuhku
rasanya lemas seakan-akan seluruh tulangnya copot berantakan. Sementara pahaku
terkangkang lebar-lebar dimana penis Panji masih tetap menggenjot liang
vaginaku dengan dashyatnya.
Lelaki tersebut terus menyetubuhiku dengan
cara itu. Sementara tangannya yang lain tidak dibiarkan menganggur, dengan
terus meremas-remas kedua payudaraku yang indah secara bergantian. Aku dapat
merasakan puting payudaraku sudah sangat mengeras, runcing dan kaku, sementara
batang penis yang hitam dan besar milik Panji keluar masuk ke dalam liang
vaginaku yang masih sempit.
Setelah bergumul sekitar limabelas menit,
akhirnya Panji menghentakan penisnya dengan keras disertai lenguhan panjang.
Aku merasakan semprotan hangat di rahimku, sementara cairan vaginaku yang
meluber bercampur dengan darah perawanku dan sperma Panji, meleleh keluar.
Hujaman Panji makin lemah, diapun lalu menarik lepas penisnya. Panji menghirup
nafas dalam-dalam dan menghembuskannya lagi. Wajahnya menunjukkan kepuasan
setelah hasrat liarnya terpenuhi.
“Hebat…memek lu bener-bener top, bikin
ketagihan deh !” komentarnya.
”Udah Ji? Kalo gitu giliran gue nih” kata
si Codet yang rupanya sudah telanjang bulat, berjalan menghampiriku.
“Silahkan Bos, sempit banget deh bos, gak
bakalan kecewa” Panji mempersilahkan si Codet untuk menikmati tubuhku.
Aku berusaha untuk tidak menanggapi
komentar tersebut. Lagipula aku masih terlampau lelah.
Si Codet lalu memposisikan tubuhnya
diantara kedua kakiku, kelihatannya ukuran penisnya sama dengan Panji, jadi
mungkin tidak terlalu masalah denganku. Si Codet mengusap-usap dulu kemaluanku
yang sudah basah itu dengan ujung kemaluannya hingga aku kegelian dan
terangsang kembali dan dengan dibantu oleh jari-jarinya yang juga bermain
didaerah G-Spot-ku serta diclitorisku akupun dibuat semakin becek dan siap
untuk dimasuki.
Dan ketika aku mulai semakin
mendesah-desah, Codet pun dengan sigap memasukan penisnya ke dalam vaginaku.
Codet diam sejenak, tampaknya menikmati jepitan vaginaku yang masih sempit,
lalu ia pun mulai bergoyang memaju-mundurkan senjatanya namun dengan sedikit
demi sedikit, jadi tidak langsung main tancap seperti yang dilakukan oleh
Panji.
Aku pun mulai merasakan sedikit nikmat dan
kembali terangsang dan semakin tidak kuat lagi menahan desakan kenikmatan yang
makin memuncak dan semakin tidak tertahankan itu. Tanpa sadar aku melenguh
keras “Ooooahh…,aaahhahhh..”,
“Aaagghhh…, aaddduuhh…,
peeelllannn-peellannn…, doongg…!”, akan tetapi ia malah meningkatkan tempo
permainannya, dan semakin menggebu-gebu memompakan kemaluannya ke dalam liang
vaginaku.
Tiba-tiba si Codet berguling dan
mengangkat tubuhku hingga terbaring di atas perutnya. Aku terbaring
menindihnya, terengah-engah dengan penis hitam yang masuk seluruhnya dalam
vaginaku. Codet lalu memegangi pantatku dan mulai bergerak lagi, sekarang lebih
perlahan. Sebelum aku bernafas dengan normal kembali, aku merasakan sebuah
kepala penis mendorong tepat di liang anusku yang kecil dan rapat.
Aku menoleh kebelakang dan melihat si
kurus mencoba menyodomiku.
“Ya Tuhan, ya Tuhan! Jangaann!”, aku
melolong ketika penis si kurus mulai menembus masuk anusku senti demi senti.
Karena anusku masih sangat sempit, si
kurus menggunakan cara tarik ulur, masuk 5 senti, tarik 2 senti, perlahan-lahan
semakin dalam penis si kurus menembus anusku.
“Ya Tuhan, jangan Tuhan. Aku diperkosa dua
orang sekaligus!”, jeritku dalam hati. Dengan satu dorongan final, penis si
kurus pun terbenam seluruhnya dalam anusku.
“aarrhhkkhh!”, aku menjerit dan menjerit.
“Sakiit!, Sakiit! Sakiit! Ampuunn!”, Tapi
si Codet dan kurus terus bergerak keluar masuk, sampai akhirnya aku hanya bisa
merintih “arrggh,…. Sakit…ehhmmp”
Sial sekali, kedua orang itu langsung
menggenjotku tanpa belas kasihan. Mungkin selama setengah jam, mereka berdua
menggarapku habis-habisan.
Aku menahan nafas setiap kali kedua penis
itu menusuk dalam- dalam. Bagian bawah tubuhku serasa dipaksa membuka
selebar-lebarnya supaya dapat menampung kedua penis yang bergerak-gerak dengan
brutal itu. Rasanya luar biasa sesak, terutama penis si kurus yang menembus
anusku, seakan batangan besi yang menusuk dalam-dalam.
Aku menghitung detik demi detik yang
berlalu, berharap kedua lelaki itu segera mencapai klimaksnya, namun harapanku
tak kunjung terjadi. Aku berusaha menggerakkan pinggulku, akan tetapi paha,
pantat dan kakiku telah mati rasa. Tapi kedua orang yang masih menggenjotku itu
tidak juga mencapai klimaks.
Untunglah tak lama kemudian dengan
mengeluarakan erangan keras, si kurus dengan brutal menusukkan penisnya dalam
-dalam dan kemudian mencabutnya. Semprotan sperma pun melanda punggung dan
pantatku yang putih halus, si kurus pun akhirnya mencapai puncaknya.
“Annjrit, sempit banget pantatnya” katanya
sambil terengah engah.
Tinggal si codet yang masih menggenjot
vaginaku, staminanya ternyata sangat luar biasa, sementara aku sudah tidak
mampu lagi bergerak.
Dan akhirnya 15 menit kemudian, aku
merasakan hentakan pinggul si Codet melemah, ia pun menggeram.
“Eeddann, nikkmmaatt..eegh”
Dan cairan hangat pun terasa memenuhi
vaginaku. Si Codet telah mencapai orgasme, Aku langsung panik ketika menyadari
bahwa saat itu adalah masa suburku! Ya tuhan, jangan sampai aku hamil oleh
bajingan- bajingan ini.
Penis si Codet pun segera mengecil dan
lepas dari jepitan vaginaku, dan ia pun segera bergeser keluar dari bawah
tubuhku.
Dan, kedua laki-laki itu dengan
terengah-engah terbaring lemas sementara aku tepat berada ditengah-tengah
mereka. Aku hanya bisa telungkup lemas jauh dengan sperma meleleh keluar dari
vagina dan anusku yang terasa terbuka lebih lebar dari biasanya.
Akhirnya semua selesai, pikirku. Tapi
ternyata aku keliru, Panji mendekatiku, ia memegang sebuah mentimun besar yang
entah ia dapatkan dari mana. Dengan seringai jeleknya ia medekatiku,lalujongkok
diantara kedua kakiku.
“Masih pengen kan lu? Nih gue kasih” katanya.
Ia lalu memegang pahaku dengan satu
tangan, dan menempelkan mentimun besar itu dengan tangan yang satunya lagi pada
bibir vaginaku. Akuberusaha beringsut menjauh, namun tak bisa karena kakiku
dipegang erat oleh Panji.
“Jangan bang, jangan, apa belum
cukup…”ibaku
Tanpa menjawab, Panji langsung
menghujamkan mentimun itu kedalam vaginaku, lalu langsung memaju-mundurkannya
dengan cepat. Aku langsung tergagap, jujur saja aku menikmati gesekan pada
vaginaku itu, meskipun dinding vaginaku hanya digesek oleh mentimun tetapi
rasanya luar biasa.
Melihat ekspresi wajahku yang kelihatan
menikmatinya, ketiga orang itu tertawa terbahak-bahak.
“Busyet nih cewek, ngakunya kagak demen
dientot, tapi ini timun aja diembat juga!” ejek kurus.
“Emang nih cewek, kedemenan nih, kagak ada
kontol, timun pun jadi” balas codet.
Panas kupingku mendengar ejekan mereka,
jadi akupun berusaha menahan rasa nikmat ini, dan menutup indra perasa ku dalam
dalam. Tapi terlambat “ohhhh… shiittt..gillaa” aku mengerang dalam hati, dan
cairan orgasme ku segera tumpah ruah, muncrat keluar dari liang vaginaku, Aku
mengernyit menahan nikmat, nafasku terengah-engah seperti habis lari marathon.
Akupun langsung menangis menyambut orgasme
ini, sungguh terhina rasanya, orgasme karena disetubuhi mentimun. Belum lagi
riuh rendah tepukan dan ejekan dari para pemerkosaku, beban fisik dan mental
ini sungguh terlalu berat untuk kutanggung.
Perlahan kesadaranku menghilang, kepalaku
terasa berputar, semakin jauh dan jauh, hingga akhirnya hanya gelap yang
kurasa.
Ketika aku terbangun dari pingsanku, aku
telah berada di dalam taksi milik Panji, aku berada di kursi belakang masih
telanjang bulat, dengan seluruh seragamkuku tertumpuk berantakan di sampingku.
Sementara Panji berada di belakang kemudi, dan si Codet duduk di kursi
penumpang di sebelahnya. Aku segera memakai pakaianku yang kusut berantakan
itu, tapi aku tidak bisa menemukan celana dalamku.
“Udah bangun non? Udah rapi lagi pake
baju, padahal bagusan kalo non telanjang deh, lebih seksi” ejek Panji yang
melirikku.
“Tapi yang ini gue pegang yah, buat
kenang-kenangan” kata si Codet sambil melambaikan dan kemudian mencium dengan
penuh perasaa, celana dalamku yang ia pegang.
Aku hanya bisa terdiam, dan segera
memeriksa isi tasku. HP ku hilang, dompet masih ada, tapi uang, kartu kredit,
kartu ATM dan kartu pelajarku telah hilang.
Tiba-tiba aku melihat si Codet memberi
isyarat pada Panji, Panji pun menepi di tepi sebuah jalan, menghampiri
segerombol pengamen jalanan yang tampak sedang istirahat di sebuah warung.
“Jo..Ajo!” panggil si Codet lewat jendela
yang telah diturunkan.
Seorang pemuda tanggung menghampiri mobil
yang kutumpangi. Usianya paling hanya 14 atau 15 tahun, sedikit dibawahku.
Kulitnya hitam dekil karena kebanyakan tersorot matahari dan kurang disiram
air. Pakaiannya pun tidak kalah menyedihkannya, seperti kain rombeng yang
dijahit seadanya saja. Tetapi sorot matanya tajam, dan tua melebihi usianya.
“Ada
apa bos?” tanya si pemuda.
“Denger, gue kan masih punya utang di warung lu, 50 rebu
yah? Gue bayar pake daging mentah gimana mau gak?” tanya si Codet.
“Tergantung, yang mana barangnya?” tanya
si pemuda sambil terkekeh.
“Noh di belakang, kata Panji sambil menurunkan
kaca pintu belakang taksi.
Sialan, rupanya mereka sedang membicarakan
aku! Terlebih lagi aku mau dipake buat bayar hutang si Codet yang Cuma 50 ribu
rupiah! Apa harga tubuhku semurah itu? Pikirku dalam hati, ditengah
ketidakberdayaanku.
“Wuiihh boleh banget bos! Cewek cantik
kayak gini mah kalo di lokalisasi bisa jutaan semalem”
Ajo pun langsung membuka pintu taksi dan
duduk disebelahku, begitu ia menutup pintu, taksi tersebut langsung berjalan
entah kemana.
Aku langsung beringsut dan duduk sejauh mungkin
dari pemuda itu, tapi ia langsung memepetku hingga menempel ke pintu. Tangannya
langsung meraba dadaku, sementara mulutnya mencoba menciumi wajahku, aku segera
memalingkan muka kekiri dan kekanan mencoba menghindarinya.
“Bang, bisa suruh ceweknya nurut gak nih,
susah nih saya kalo begini” kata Ajo pada si codet.
Si codet yang mendengar keluhan ini
langsung menoleh dan membentakku.
“Lu masih aja ngelawan, kayak masih
perawan aja! Udah layanin dia baik-baik, ato gue beri nih” katanya lagi
sambiluntuk kesekian kalinya mengacungkan pisaunya padaku.
Tubuhku langsung kaku mendengar ancaman
ini. Kesempatan ini dipergunakan Ajo untuk segera menggerayangiku. Ia segera
membuka kancng seragamku dan tangannya langsung menyelusup kebalik bra ku, dan
meremas gundukan kenyal didadaku, saking kerasnya hingga nafasku terasa sesak.
Dengan terburu-buru ia segera memelorotkan
celana ¾ nya dan mengeluarkan penisnya yang berwarna hitam, ukurannya tidak
begitu besar, mungkin hanya 15 senti.
Tanpa banyak bicara ia meraih kepalaku dan
menekannya kebawah hingga bibirku menyentuh penisnya. Karena sudah tahu apa
maunya, bibirku langsung menyusuri batang penisnya dengan perlahan, turun naik,
bahakan terkadang menjllati biji pelirnya dan mengulumnya kedalam mulutku. Agak
gak nahan juga baunya, tapi rasanya lumayan.
Untuk beberapa lama aku terus menghisap
penis itu turun naik, sementara si pemilik penis justru malah mengobrol ngalor
ngidul dengan si codet dan Panji, sambil satu tangannya sesekali membelai
rambutku yang panjang, sementara tangannya yang satu lagi meraih kearah pantatku
dan menggosok-gosok bibir vaginaku dengan jarinya.
Tidak lama kemudian, Ajo menyuruhku untuk
duduk berbaring menyamping hingga pantatku menghadapnya, tak lama kurasakan
sebuah benda tumpul menembus vaginaku dengan mulus, ukurannya memang tak terlalu
besar, tapi justru pas dengan liang vaginaku yang masih sempit. Dan begitu ia
memaju mundurkan pantatnya, langsung aku merasakan nikmat yang luar biasa.
“Edaaann..manteb…” erang Ajo menikmati
vaginaku.
“He..he..he gimana, enak kan memeknya, cuman 50 rebu lagi” ejek si
Codet
“Enak.. banget bang… beda ..ama
lonte-lonte.. yang biasa… aku garap” jawab Ajo sambil terengah-engah.
Aku menulikan telingaku, toh tidak ada
yang bisa aku lakukan, jadi aku berusaha menikmatinya sebisaku.
Taksi itupun terus berjalan menembus lalu
lintas ramai, tanpa seorangpun yang menyadari bahwa didalamnya ada seorang
pemuda yang sedang melampiaskan nafsu,dan gadis yang menikmati perkosaan yang
sedang menimpanya.
Sepanjang perjalanan, Ajo tak
henti-hentinya membisiskan kata-kata kotor di kupingku.
“Eh..gimana..kontol gue..enak kan ..enak”, atau “gile
memek anak sekolahan emang top abis” atau yang paling parah “udah berapa kontol
yang udah nyicipin memek lu, banyak kan ..lu
emang doyan kontol kan ..”dan
masih banyak lagi yang semuanya bernada merendahkanku
15 menit kemudian taksi itu berhenti, Ajo
masih menggenjotku dengan kuatnya tapi aku berusaha melongok keluar jendela
mobil. Dan langsung terkejut.
Taksi itu telah parkir tepat di seberang
rumahku!
Bukan hanya itu, aku melihat mamaku yang
sedang mengambil surat di kotak surat dan kemudian mengobrol dengan ibu
tetangga sebelah.
Sejenak aku berniat untuk berteriak minta
tolong, tapi aku takut akan si codet, ia bisa saja melukaiku atau bahakan
melukai mama. Jadi aku menutup mulut dan mataku, air mata menetes dari sudut
mataku dan turun membasahi pipi.
Sungguh tragis bahwa mamaku masih
mengobrol dengan santainya, sementara hanya 20 meter darinya, anak
kesayangannya sedang diperkosa didalam mobil, tanpa daya.
Hingga akhirnya tubuh Ajo tersentak
sentak,dan kurasakan penisnya bergetar keras, kurasakan liang vagina dan
rahimku di sembur cairan hangat, sperma Ajo.
“Mantap..erggh” erangnya perlahan.
Genjotannya pun berhenti, tapi penisnya masih menancap dalam vaginaku. Aku
hanya bisa menahan isakanku
Beberapa detik kemudian, Ajo mencabut
penisnya dan duduk tegak, ia segera memakai celananya, dan akupun segera
merapikan seragam sekolahku yang berantakan, aku lalu mengeluarkan tisu dari
tasku dan mengelap air mata dan juga vaginaku yang basah oleh berbagai macam
cairan.
“Udah gak usah mewek, itu rumah lu kan , udah sana
pulang. Tapi inget jangan bilang ama siapa-siapa apalagi polisi, gue tahu rumah
lu kalo lu bilang-bilang, gue sembelih keluarga lu semuanya” ancam Codet.
Aku hanya mengangguk pelan, lalu membuka
pintu dan berjalan gontai menuju rumahku. Mamaku tampaknya sudah masuk kedalam,
jadi akupun langsung menuju pintu. Bunyi decit ban dan deru mesin menandakan
taksi itu telah melaju entah kemana.
Aku segera menyelinap masuk melewati pintu
dan naik tangga menuju kamarku, aku tak ingin mamaku bertanya-tanya akan
kepulanganku atau pun soal keadaanku yang kusut masai. Aku segera memasuki
kamar tidurku, mengunci pintu, dan menghambur ketempat tidur, tangisku langsung
meledak teredam bantal yang kutekan pada wajahku, ingin mati saja rasanya.
Komentar
Posting Komentar