Langsung ke konten utama

Penderitaan Veirin Si Amoy Menyedihkan 2

Namaku Veirin, usiaku 20 tahun. Saat ini aku masih kuliah di salah satu kota besar. Statusku saat ini adalah mahasiswi dan juga seorang budak seks.

Aku akan menceritakan kisah hidupku, bagaimana aku yang merupakan gadis dari ekonomi atas sampai menjadi budak yang tidak lagi memiliki harga diri.

Semua dimulai sejak kecelakaan terjadi."Papa kecelakaan," ujar mama tiriku. Itulah awal dari segalanya. Usiaku saat itu 15 tahun, waktu itu bulan juni dan sekolah sedang libur.

"Mereka berdua meninggal seketika di km78," ujar mama tiriku. Ia meletakkan telepon dan duduk dengan raut muka yang dilipat. 

Namaku Vei, aku adalah anak dari istri kedua keluarga ini. Keluargaku memang cukup berantakan kondisinya walaupun dari segi ekonomi kami tidak pernah kekurangan sedikitpun. Bahkan aku bisa bilang kami hidup mewah dan berkelimpahan. Ayahku adalah seorang pengusaha yang cukup sukses.

Ia mewarisi bisnis dari kakekku, aku sendiri tidak tahu pasti apa bisnisnya. Setahuku mereka memiliki ekspedisi yang bergerak dalam eksport dan import dari dataran Jepang. Ia menikah dengan ibu tiriku yang asli pribumi. Ibu tiriku bernama Jihan, aku yakin dia memiliki kecantikannya sendiri yang masih ada sampai saat ini. Wajahnya tirus dan ia ramping dengan tinggi seperti model. Mungkin dulu ia pernah menjadi model saat muda, sekarang di usianya yang hampir 45 ia sibuk mengurus bisnis bersama ayahku. Hubunganku dengan mama tiriku tidak terlalu baik.

Ayahku menikahi mamaku seorang chinese setengah jepang, mama tiriku sangat membenci mamaku dan aku. Ia cemburu karena mamaku masih muda ketika dinikahi oleh papa. Usia mamaku masih 21 tahun ketika menikah dengan ayahku belasan tahun yang lalu. Saat pernikahan berlangsung usia mama tiriku sudah 30an dan kecantikannya serta gairahnya tentu tidak bisa menandingi mamaku sehingga sudah jadi rahasia umum bahwa pertengkaran keduanya sering kali terjadi. 

Mamaku ikut serta dalam perjalanan bersama papa sehingga hari itu aku kehilangan mama dan papa disaat bersamaan.

Aku adalah satu-satunya anak dari mamaku, tapi mami tiriku Jihan memiliki 2 orang anak yang juga perempuan. Saudari tiriku yang pertama bernama Sierra, dia beda 8 tahun dariku. Saat ini ia sedang sibuk menjadi dokter di rumah sakit swasta. sekaligus juga sedang sibuk mengambil spesialist di bidang kecantikan.  Aku selalu tahu bahwa kakakku sirik kepadaku. Sejak dulu kami selalu dibandingkan, walau secara kepandaian dan kerajinan ia lebih unggul dariku, tapi aku lebih cantik dan pintar menarik hati orang sehingga keinginanku lebih sering dituruti papa. Memang kecantikan dan attitude yang manis bernilai lebih di dunia ini. Ditambah lagi menurutnya semua kekacauan dan ketidakharmonisan berasal dari mamaku dan aku. Sierra memiliki tubuh yang tinggi dan langsing. Ia cukup kurus dan memiliki tubuh yang ideal.

Saudari tiriku yang kedua lebih muda 1 tahun dariku, namanya Safira, ia cantik dan agak putih dengan mata yang besar. Kedua saudariku tidak terlalu banyak bicara denganku, kadang kami bermain bersama tapi Sierra jauh menyayangi Safira dan dia dingin terhadapku. Safira bertubuh mungil karena baru berusia 14 tahun. Wajahnya kemayu dan terlihat innocence, berbeda dengan wajah Sierra yang terkesan galak.

Aku sendiri memiliki tinggi 160cm saat itu dengan berat badan 48kg. tubuhku ideal dan langsing karena aku diajari merawat diri oleh mamaku. Aku berlatih salsa untuk membentuk badanku agar lentur dan mama bilang salsa membakar kalori yang besar dibanding tarian lain. Lagi pula memang aku ini tidak terlalu mudah gemuk. Wajahku oriental dengan mata tidak terlalu sipit karena mamaku masih memiliki darah jepang. Warna kulitku putih dan bisa dibilang mulus.

Aku juga suka menggenakan pakaian seksi karena aku suka menjadi pusat perhatian. Aku sangat suka memamerkan pakaian dalamku, karenanya ketika memakai pakaian, biasanya pakaianku akan sangat menonjolkan braku.

Kisahku bermula ketika pemakaman papa dan mamaku selesai. Aku, mama tiriku Jihan, kak Sierra dan Safira kembali ke rumah kami yang besar disebuah komplek perumahan elite. Rumah kami cukup besar di sana dengan halaman depan dan halaman belakang yang cukup luas. Rumah itu bergaya arsitektural era romawi kuno dengan sedikit modernisasi. Halaman rumah kami yang cukup luas memiliki jalan samping yang cukup luas juga untuk mencapai halaman belakang yang penuh dengan rerumputan.

di rumah itu hidup kami sekeluarga, 4 pembantu perempuan, dan dua orang supir. Salah satu pembantu di rumahku, Ani memiliki usiayang lanjut dan sangat galak. Aku sering bertengkar dengannya karena keegoisan dan sifat usilku. Ketiga pembantu lainnya memiliki usia 19 stau 20 tahun. Nama mereka Yanti, Santi, dan Tantri. Sedangkan kedua supir di rumahku bernama Ikhsan dan Somat. Pak Ikhsan merupakan supir pribadi milik aku dan mamaku, sedangkan Pak Somat bertugas mengantar mama tiriku, Sierra, dan Safira.

3 hari ke depan tampak biasa saja, tidak terjadi banyak hal. Aku banyak menghabiskan waktu di kamarku karena kakak dan mama tiriku sepertinya menyalahkanku dan mamaku atas kematian papa. Apalagi waktu terjadi kecelakaan itu mamaku yang sedang mengemudi. Aku jadi malas melihat muka mereka yang menatap benci kepadaku. Suasana rumah sangat tidak nyaman.

Pembacaan surat wasiat telah dibacakan dan seluruh usaha yang dipegang ayahku akan diurus mama tiriku dan dia yang berhak mengaturnya untuk menjamin kehidupan seluruh keluarga termasuk aku. 

Di hari kamis, satu minggu sebelum aku resmi menggunakan seragam putih abu-abu, kak Sierra tiba-tiba memasuki kamarku, ia membuka kamarku dengan kasar. Aku hanya menatapya dengan bingung dan tiba-tiba tanganku diseret dan aku ditariknya ke luar ke ruang keluarga. Mama Jihan duduk di salah satu sofa sementara keempat pembantuku berdiri di salah satu sisi. Kak Sierra mendorongku sampai tersungkur, aku langsung marah dan berdiri hendak menyerangnya. Tapi para pembantu segera menahanku. Aku meronta-ronta sambil memaki kelakuan Sierra yang kuanggap kasar, tapi tiba-tiba mama Jihan menamparku dengan keras dan membentakku agar diam. Aku langsung ketakutan dan diam. Setelah aku sedikit tenang mama Jihan membuatku berlutut sementara ia duduk di sofa di depanku. Kak Sierra duduk di sofa lainnya dan para pembantu berdiri di belakang kak Sierra. Aku duduk di lantai bersimpuh dengan bingung apa yang akan terjadi padaku.

"Vei kamu bukan lagi bagian dari keluarga ini," ujar mama Jihan dengan nada dingin. Matanya melotot dan suaranya entah kenapa menciutkan hatiku. "Mamamu telah membunuh suamiku, ia juga merebutnya dariku. Kamu sebagai anak dari pelacur itu, kamu akan menerima hukuman dan menanggung yang dilakukan mamamu." aku hendak protes ketika ia menyebut mamaku pelacur tapi entah kenapa aku tidak berani. Dari dulu aku dan mamaku selalu takut pada mama Jihan dan itu seperti ketakutan yang selalu mengusaiku sejak kecil.

"Semua kepunyaamu telah dibekukan, mulai saat ini kau tidak akan memiliki apa-apa lagi. Seluruh barang milikmu akan diambil. Kamarmu bukan lagi kamarmu. Kamu akan tinggal di ruangan yang nanti akan kami pikirkan untukmu jika kamu memiliki kelakuan baik. Jika kamu melawan, ini ada akte kelahiranmu yang mungkin saja aku sobek dan bakar." ujar Mama Jihan memperlihatkan surat-surat akte kelahiran. 

"Dan kamu bisa saja kujual ketempat prostitusi sebagai budak. Aku hanya memandangnya tidak mengerti apa maksudnya. 

"Mulai sekarang kamu adalah budak dari Sierra" ujar mama Jihan. ia berdiri dan mengambil setangkai rotan lalu memukulku dan membentakku agar aku berlutut. Setelah dipukul aku segera berlutut karena ketakutan. "Ingat kamu tidak memiliki apa-apa, kamu ga punya uang dan tabunganmu sudah dibekukan" ujar mama Jihan. Ia memandangku dengan tatapan mengancam, kini aku sadar bahwa hidupku sekarang akan sangat sulit. Aku harus menjadi budak dari kak Sierra.

"Sekarang tidak ada lagi yang akan melindungimu, mama pelacurmu sudah mati dan kau akan menebusnya dengan tubuhmu," ujar mama Jihan.

"Sierra apa yang ingin kau perintahkan pada mainan barumu ?" ujar mama Jihan menyerahkan rotannya pada Sierra. 

"Vei, lu nurut aja, kalo lu ga mau tubuh lu penuh dengan luka. Apalagi wajah lu kan cantik... sayang kalau harus terluka," ujar Sierra. ia mengelus wajahku dengan rotan lalu tiba-tiba memukul dadaku dengan tongkatnya membuatku kesakitan dan memakinya.

"loe gila ya kak !" Ujarku dengan kesal.

"Loe cuma budak ya! Panggil gw nona !" ia lalu kemudian memukul payudaraku lagi berkali-kali sambil memaksaku memanggilnya nona. Aku masih memakinya tetapi aku sadar aku tidak akan bisa melawannya jadi aku pasrah dan memanggilnya nyonya.

"Maafkan aku nona" ujarku sambil tanganku menutupi dadaku yang kesakitan karena terkena beberapa pukulan darinya.

"Sekarang lepas pakaian lu" ujar Sierra.

"di sini ?" tanyaku terkejut.

"Iya, Baju itu bukan punya lu, lu ga punya apa-apa di rumah ini. bajupun lu ga punya" aku tersadar sekarang bahwa semua yang milikku sekarang bukan lagi milikku. Aku berdiri aku merasa malu harus membuka baju di ruang tengah, apalagi ada pembantu yang juga ikut melihatku. Aku sungguh merasa terhina tapi ketika kulihat rotan Sierra dinaikan aku segera menutup mataku menahan rasa malu dan hina pada diriku dan melortkan kemben putihku memperlihatkan braku yang berwarna pink muda dengan motif renda

"cepet !" bentaknya aku segera melorotkan kembenku ke lantai dan membuka celana hot pants warna kuning yang kukenakan. kini aku tinggal menggunahan bra dan celana dalam berwarna pink. "harga pakaian dalammu itu beberapa ratus ribu, nyaman kan ?" ujar sierra. "tapi sekarang bukan milikmu, jadi lepaskan '!" ujarnya kasar sambil memukul pahaku dengan rotannya. aku memekik kesakitan lalu dengan enggan aku membuka celana dalamku, perlahan... aku berharap kak Sierra menyuruhku berhenti tapi ia malah tidak sabar dan memukulku lagi agar aku membuka celana dalamku lebih cepat. aku melorotkan celana dalamku dan rasa hina menyelimutiku. 

Kemaluanku selalu kucukur rapi sehingga tidak berbulu dan aku merasa malu sekali saat itu. belum lagi selanjutnya aku membuka braku dan membiarkan kedua payudaraku yang indah menggelantung bebas. Putingku yang kecil dan berwarna pink segera mengeras karena Ac ruangan, aku merasa tegang dan malu ketika telanjang di ruang tengah. para pembantu melihatku dengan tatapan mengasihani. Aku menutupi vagina dan kedua payudaraku dengan tanganku.

"loe akan memanggil para pembantu dengan sebutan nyonya dan nona, posisi loe lebih rendah daripada para pembantu," ujar Sierra. "mengerti ?" 

aku hanya mengangguk kemudian kak Sierra membentakku. "jawab yang benar!"

"aku mengerti nona" ujarku.

"panggil Ikhsan dan Somat," ujar Sierra. Tantri segera mengangguk dan pergi meninggalkan ruangan. Aku berpikir mereka pasti bercanda memanggil laki-laki sementara aku tidak berpakaian.

Kak Sierra dengan tenang berjalan mengambil sebuah borgol lalu memborgol kedua tanganku di belakang seperti para kriminal. Kemudian aku dipaksa berlutut kembali. Tidak lama Ikhsan dan Somat masuk dan mereka terkejut melihatku telanjang diruang tengah, dengan kedua tangan terborol di punggung. Aku tidak tahu harus bagaimana, aku berusaha menutupi tubuhku dengan memalingkan tubuhku tapi sia-sia karena Kak Sierra langsung memukulku dan memperbaiki posisiku. Aku bahkan dipaksa untuk tetap menatap lurus ke depan.

"Somat, Ikhsan, mulai sekarang Vei bukan lagi nona kalian. Statusnya telah diturunkan sebagai benda paling tidak berguna di rumah ini. kalian boleh menggunakannya, tapi vaginanya tidak boleh disentuh dulu. Kami ingin melelang keperawanannya nanti," ujar Sierra.

"nah Vei, sekarang aku mau tanya, dimana posisimu ?" ujar Sierra dengan sadis. "jika kausalah menjawab, aku akan memberikan dadamu yang berukuran B ini masing-masing pukulan"

"Aku dibawah supir dan para pembantu," ujarku menahan air mata yang mengalir dengan deras di mataku. rasanya aku terhina sekali mengatakan hal itu. kemudian sepasang pukulan menghajar putingku dengan keras memberikan rasa sakit yang teramat sangat. Aku menggeliat kesakitan dan menjerit tapi sepertinya tidak dihiraukan oleh siapapun di ruangan itu.

"di mana posisimu ?" tayanya lagi tersenyum sadis.

"lebih rendah dari tuan Ikhsan, tuan Somat, serta dari Nyonya Ani, nona Tantri, Santi, dan Yanti," ujarku lagi dan sekali lagi buah dadaku dihajar dan rasa tersengat menghajar otakku, memaksaku berpikir bahwa pastilah aku lebih hina dan lebih rendah lagi dari apa yang kukatakan.

"Maafkan saya Nyonya, saya tidak tahu diri. Saya lebih rendah dari ikan neon yang dipiara di akuarium ruang tamu," ujarku sambil menangis. Kakakku kembali memukulku dan aku tahu ia ingin aku menjawab lebih rendah lagi.

"Saya lebih rendah dari ikan lele di septi tank rumah ini," ujarku. dan Sierra dengan senang hati menambahkan rasa sakitku dengan rotan di dadaku membuat aku menjerit lagi dan menangis. Aku ingin mengelus payudaraku yang begitu kesakitan tapi tanganku terikat dan tidak dapat kugerakan.

"loe terlalu goblok untuk bisa menjawabnya." ujar Sierra. "Ambilkan jepit jemuran." dan sekejap saja Tantri mengambil sebaskom jepit jemuran dari belakang. Sierra mengambil jepit jemuran dan membukanya di depan mataku. "Ini akan menjepit buah dada kebanggaanmu karena otakmu terlalu tolol untuk menyebutkan posisimu" ia memilin-milin puting kananku dan setelah putingku mengeras ia menjepit jepitan baju berwarna merah muda di putingku, aku langsung bergeliat dan menjerit kesakitan. Aku meronta dengan hebat sampai berguling dilantai dan jepitan itu terlepas karenanya. Sierra tampak mengamuk ia menjambak rambutku dan menyruh Ikhsan dan Somat memegangiku

"Somat kau boleh bermain dengan payudara kanan, dan Ikhsan yang kiri." kemudian ia memberikan masing-masing 3 jepitan untuk dijepitkan padaku. "Setelah kalian puas memainkannya kalian jepit putingnya" 

Somat duduk bersila di kananku, tangan kirinya memegang tanganku agar aku tetap dalam posisi duduk berlutut, tangan kanannya memainkan buah dadaku yang kanan. ikhsan melakukan hal sama di kiriku, ia asyik memilin dan mencubit payu dara kiriku dengan sadis. dan selama mereka bermain kak Sierra mengangkat wajahku mengadah kepadanya dengan rotan di daguku.

aku merasa geli, sakit, dan malu, nyaman, semua menjadi campur aduk menjadi satu perasaan dan sensasi yang belum pernah kurasakan sebelumnya. antara membenci, menikmati, ingin menyudahi dan jangan berhenti berkecambuk berperang dalam diriku.

"lu tahu bahwa posisi lu jauh lebih rendah lagi. lu lebih rendah dari rumput dan batu pijakan, lu lebih rendah dari kotoran dan tai ikan di akuarium. bahkan lu lebih rendah dari kecoa yang ada di rumah ini" ujar kak Sierra.

"malam ini gw mau u tinggal di gudang, itu adalah kamar lu yang sementara," ujar Sierra.

"apa yang lu ucapkan ketika seseorang bermurah hati kepada kotoran seperti lu ?

"t-terima..kasih nyonya," ujarku ditengah erangan geli dan keluhan rasa perih dari dadaku.

"tidak bisa nyonya," ujar bi Ani menentang

"gudang adalah tempat kita menyimpan barang yang mungkin akan kita gunakan dan masih terpakai. untuk kotoran dan tai macam Vei, tidak pantas kita menyimpannya dalam gudang. masukan saja kepalanya ke dalam kloset dan biarkan dia tidur di sana."

aku ketakutan dan merasa sakit hati sekali mendengar perkataan bi Ani. bahkan benda di gudang lebih bernilai dari diriku. aku membayangkan mereka akan memasukan mukaku ke kloset.

"ah iya, maaf kau benar bi Ani," ujar kak Sierra.

"kloset utk kotoran, dia di bawah kotoran, sampai kita menyiapkan tempat bagi dia. lempar saja dia ke halaman." ujar Santi.

"ah halaman bisa jadi ide yang sangat bagus, biarkan dia tidur sesukanya di halaman, seperti kucing liar," ujar kak Sierra.

"terima kasih nyonya," ujarku lagi dengan air mata terus turun membasahi pipiku. Tubuhku seperti panas terbakar, rasa aneh menyelimutiku dan aku tidak tahu harus bagaimana. Puting dadaku mengeras dan terasa geli serta membuat vaginaku terasa aneh.

"Ikhsan, Somat jika kalian sudah puas jepit si pelacur murahan itu lalu seret dan serahkan dia kepada Bi Ani untuk membantunya menyiapkan makan malam. kami mau makan malam pukul 7 tepat," ujar Sierra.

"siap nyonya," ujar ikhsan dan somat serempak. 

"dan pelacur, lu harus ikuti apapun yang mereka perintahkan atau kami akan menyeret lu kepada gelandangan biar lu diperkosa di sana," ancam kakakku.

"baik nyonya, saya akan menurut," ujarku ketakutan.

aku tidak tahu berapa lama Somat dan Ikhsan bermain dengan putingku. Mungkin hanya sepuluh lima belas menit tapi terasa sangat lama bagiku. Ketika mereka telah selesai bermain mereka menjepit jepit jemuran ke putingku. Aku menangis dan berteriak sejadi-jadinya setiap jepitan menjepit putingku. Aku berguncang dan meronta tapi kedua supir itu menahanku sampai aku kembali tenang dan rasa sakit konstant yang kurasa bisa kutahan, barulah mereka menakut-nakuti dengan pelan-pelan memperlihatkan jepit berikutnya dan memaksaku melihat dengan hati-hati proses penjepitan buah dadaku.

setelah masing-masing buah dadaku terhias dengan 3 jepit jemuran. Bi Ani menjambak rambutku dan membawaku ke dapur bersama Santi dan Tantri. Yanti pergi entah kemana.

"kamu selalu pilih-pilih makanan dan merepotkan kami semua, sekarang kamu akan tersiksa, " ujar bi ani.

Mereka menyalakan kompor dan mendidihkan air di atas panci. ketika air mulai mendidih, bi Ani melepaskan semua jepitan di dadaku. Langsung aku menangis karena rasa perih dari bekas jepitan tsb.

aku berguncang kesakitan tapi Bi Ani yang sadis menarikku dan memaksaku untuk membungkuk di atas kompor sehingga uap panasnya naik memanasi buah dadaku. Aku kesakitan dan meronta, memohon kepadanya. kedua dadaku terasa sangat menyiksaku.

Setelah aku menjerit-jerit beberapa saat, Bi Ani akhirnya menarikku dan melanjutkan memasak. ia merebus sayuran. tak lama Yanti muncul membawa kunci borgolku, ia membuka borgol dari kedua tanganku yang masih ada di belakang. kupikir sekarang aku dibebaskan tetapi mereka memborgolku kembali di depan agar aku dapat sedikit bekerja.

Mereka memaksaku berdiri di depan kompor tanpa celemek dan memintaku menggoreng ayam goreng kuning. Minyaknya yang meletus-letus terkadang menciprati tubuh telanjangku memberikan bintik luka bakar yang membuatku ingin melangkah mundur. Tapi kemudian aku teringat kata-kata bi Ani: "setiap kamu melangkah mundur, aku akan menjepit tubuhmu dengan jepitan" aku berusaha keras untuk tidak mundur ketika memasak 8 potong ayam goreng itu. tapi aku mundur 5 kali menurut bi Ani sehingga aku harus dihadiahi 5 jepitan di tubuhku.

sebelum ia menjepitku ia menyuruhku mencuci semua peralatan masak. ia memasukan sabun cair ke dalam suatu mangkuk, kemudian ia memberikan air dicampur es batu di mangkuk tersebut. berikutnya aku disuruh mencuci tanpa sponge pencuci piring. Sadisnya tanganku tidak boleh menyentuh sabun, hanya payudaraku yang boleh dicelupkan ke mangkuk sabun dingin itu. mereka tertawa melihatku memasukan dadaku ke dalam mangkuk dingin untuk menyabuni piring-piring. rasa dingin dari es batu yang ada di mangkuk itu menyiksaku seburuk jepitan jemuran. setiap kali dadaku masuk aku menahan jeritan dan tangis.

itu adalah cuci piring tersulit yang pernah kulakukan, aku merasa sangat terhina dan tersiksa setiap kali aku meremas-remas payudaraku dalam mangkuk bersabun, lalu menempelkan dan menggosokan dadaku pada permukaan panci,katel, serta alat-alat masak lainnya.

hampir setengah jam aku mencuci beberapa katel, pisau, sendok untuk memasak, dan talenan serta mangkuk dan piring yang ada. paling tersulit adalah mencuci pisau. aku tak mau buah dadaku terluka ketika aku harus menyabuni mata pisau itu.

kemudian karena aku dinilai terlalu lama maka aku dihadiahi 3 jepitan lain sehingga aku sekarang harus menghadapi 8 jepitan. 

segera mereka mengembalikan ikatan borgolku ke kedua tangan terborgol dipunggung lalu ikhsan dan somat menahanku sebelum mereka bermain menyiksa mental dan fisikku dengan jepit jemuran.

jepitan pertama di puting dada kanan. jepitan kedua dan ketiga di dada kiri tapi bukan di putingnya. sedangkan jepitan keempat dan kelima mereka jepitkan di bibir vaginaku. 

Aku kesakitan sekali. satu jepit berikutnya di jepitkan di dekat pusar, lalu satu jepitan lagi dijepitkan di bawah dada kanan. jepitan terakhir mereka memaksaku menjulurkan lidah lalu menjepitkannya di lidahku.

sakit ? aku merasa ingin bunuh diri saat itu untuk menghentikan rasa sakit dari selangkangan, dada, dan lidahku. kemudian tidak lebih baik dari itu, bi Ani menuntunku dengan menarik puting kiriku. kini aku tahu kenapa bi Ani menyisakan puting kiriku dari jepitan. karena sekarang dia mencubitnya dan menarikya seolah itu adalah tali kekang dan kemudi untuk menggerakanku.

putingku ditarik mengeliingi rumah sampai berputar sebentar di halaman. kemudian dia menuntun putingku ke ruang makan. santi, dan yanti nampaknya menyiapkan meja ketika bi Ani mengajakku berkeliling.

Kak Sierra, Safira, dan mama Jihan telah siap di meja. Safira tampak sudah mengetahu bahwa aku sudah turun pangkat. ia hanya berjalan, melepas satu jepit di puting kananku, meremas dadaku, kemudian menamparnya dan memilin putingku kembali sebelum ia menaruh jepitnya di putingku lagi. ia melakukannya dengan wajah dingin dan tenang. Bahkan wajah kecil cantiknya tampak mulia dan aku sendiri merasa bahwa wajahnya tetap begitu polos dan innocence saat ia melakukan hal keji tadi padaku. Kemudian Sierra melepaskan jepitan di lidahku dan memasangnya di putting kiriku.

kak Sierra mengacungkan tongkatnya dan memukul penjepit jemuran itu dengan tebasan keras sehingga jepitan di dekat pusarku terhempas memberikan rasa sakit yang begitu segar menusukku. 

aku berguncang tapi tetap berdiri menahan semua rasa perih. kemudian ia melakukannya kepada semua jepit yang ada di tubuhku. bahkan safira juga ingin mencoba permainan ini. setiap jepit yang sudar terpental, aku harus menganbilnya dengan mulutku dan memberikannya ke tangan bi Ani. setelah semua jepit rontok dan merontokan tubuhku, kak sierra meminta sebuah nampan berisi lapisan beras mentah. aku harus berlutut di atas nampan itu. rasa sakit kini menyiksa lututku. seluruh beban di tubuhku kini bertumpu pada lutut yang berbantal biji-iji beras. rasanya sangat sakit dan perih tapi aku harus menahannya.

kini semua orang boleh makan. Para saudara tiriku duduk di meja makan, para pembantu dan supir makan di meja makan mereka di dekat dapur, lalu aku makan di samping meja makan utama. di samping karena aku berlutut di atas nampan dan makan seperti anjing. tanganku masih terborgol di punggung. mereka dengan kejinya menjatuhkan 5 sendok nasi di lantai tanpa alas apapun. 

sepotong dedaunan lalapan serta tahu yang mereka remas dengan tangan sehingga terlihat menjijikan. yap hanya itu yang boleh kumakan, dan tak lupa Sierra serta Safira memberikan kontribusi ludah mereka sebelum aku boleh menyantapnya. tepatnya aku diperitahkan menyantapnya sampai tidak bersisa karena setiap butir nasi yang mereka kumpulkan akan memberiku sebuah pukulan.

aku merasa kesulitan memakan nasi dan tahu remas serta sepotong lalapan itu dengan tangan terikat. aku merasa jijik membayangkankak sierra dan safira telah meludahinya tapi aku memaksakan diriku memakannya. Tidak butuh waktu terlalu lama memakannya karena jatahku hanya sedikit. Sisa beberapa remah-remah nasi kujilati hingga lantainya bersih. Setelah selesai aku duduk menanti para saudariku makan.

aku melihat ke meja makan mereka berkelimpahan dengan ayam goreng, sayuran serta buah. mereka mengobrol dan tidak mempedulikanku. aku sangat iri melihat santapan mereka yang tampak begitu nikmat. setelah selesai makan kak Sierra menghampiriku.

"vei, jilat semua area yang tadi lu pake buat makan. gw mau itu kembali kering. trus abis lu jilatin, lap sampe kering pake toket lu," ujarnya.

"baik nona," ujarku pasrah. aku menjilati lantai itu hingga bersihkemudian melap air liurku dengan dadaku sampai lantainya mengering.

"kamu sudah makan, sekarang kamu akan membayarnya dengan mencuci piring," ujar kak Sierra. "bereskan meja makan, lu ga boleh makan apapun dari meja. jika ada makanan lebih, buang saja ke tempat sampah. tempat sampah boleh memilikinya, tapi lu ga berhak atas sampah sekalipun. ngerti ?"

Mama Jihan segera pergi setelah selesai makan, tak lupa ketika ia hendak pergi ia menampar dadaku beberapa kali untuk kesenangannya. Para saudari tiriku duduk dengan tenang di meja sambil bercerita tentang masa depan dan apa yang akan mereka lakukan besok. aku mendekati meja mereka melihat begitu banyak sisa makanan yang ada di sana. Kak Sierra berbaik hati mengambilkan sebuah tong sampah ke samping meja makan lalu menyuruhku membuang semua sisa makanan di meja. tanganku masih terikat di belakang sehingga aku harus mengambil sisa makanan dengan mulutku. aku mengumpulkan tulang-ulang ayam dengan mulutku dan membawanya ke samping meja lalu membuangnya. ada juga ayam yang masih utuh harus kubuang juga.

ketika aku masih memberskan meja bi Ani beseta 3 pembantu datang membantuku membersihkan meja. 

"suruh pelacur ini ntuk mencucinya hingga bersih ! kemudian setelah beres bawa dia kepadaku bersama somat dan ikhsan. aku akan menunggu di ruang tengah." ujar Sierra.

bi Ani menyeret puting kananku untuk kembali ke dapur dan borgolku kembali ke ikatan depan agar aku bisa mencuci piring-piring dengan sponge buah dadaku.

setelah mencuci semuanya, borgolku kembali ke belakang, kemudian aku diseret kembali ke ruang tengah.ikhsan dan somat ada di sana saat bi Ani menuntun puting kiriku dengan kasar.

"Vei, lu bakal dicuci di halaman depan dengan semprotan air. kemudian lu harus belajar mengulum penis dan oral seks. Somat ama Ikhsan akan ngajarin lu malem ini. kalo lu bisa muasin mereka, mereka bakal kasi lu alas buat lu tidur di luar. kalo lu performanya jelek mungkin mereka bakal nyiksa lu biar tidur lu lebih menderita,"

aku hanya pasrah dan mengangguk. bi Ani menuntun putingku keluar dan mang somat mengambil air lalu menyiramku dengan air dingin malam itu. mereka mengambil sikat bekas ntuk menyikat bebatuan dan menggunakannya ke badanku. mandi kali itu terasa amat menyakitkan dan sangat memalukan. aku takut bagaimana jika ada orang yang mengintip dari pagar luar. jarakku dan pagar luar tidak terlalu jauh. kulihat sesekali lampu mobil melintas jalanan depan rumahku. 

Setelah aku dimandikan mereka menyeretku ke halaman belakang. ya kau bisa tebak, mereka menyeret dengan menarik putingku.

Ikhsan dan Somat menurunkan celana mereka dan penis mereka mencuat. penis somat lebih besar namun lebih pendek dibanding dengan penis ikhsan. pertama-tama Somat duluan yang maju dan memaksaku berlutut. kemudian ia  dengan kasar mencengkeram wajahku dan memaksa buka mulutku lalu memasukan penisnya. "kulum yang benar. gunakan lidahmu," aku mencoba mengikuti apa yang disuruh oleh Somat. aku membenci bau dari penis tersebut, dan entah kenapa nampak menjijikan, tapi aku menjilatinya, memainkan lidahku dan meniupnya juga. sementara Somat memompa mulutku, Ikhsan menontonku dengan santai sambil sesekali mengocok penisnya.

kepalaku maju mundur sesuai tarikan dari Somat. rasanya sangat capek dan pegal dan mereka belum juga terpuaskan. Somat terus memompa mulutku sampai akhirnya spermanya keluar. aku hendak memuntakannya tapi Somat mencengkeram dan memaksaku untuk menelannya. "telan pelacur!" ujarnya.

rasanya asin, anyir, dan aku tak menyukainya. belum lagi aromanya juga anyir. aku memaksakan diri menelannya. setelah kutelan, Somat memintaku membersihkan sisa-sisa sperma dengan lidahku. Berikutnya giliran Ikhsan. Ikhsan lebih jahat, ia duduk dan membuka lebar kakinya agar aku bisa mengulum penisnya. jika Somat mengendalikanku lewat jambakan rambut, Ikhsan mengendalikanku melalui tangannya yang memainkan dadaku. dia akan mencubit dan menarik putingnya sesekali agar aku kehilangan ritmeku. 

sementara aku sibuk mengulum aku tidak menyadari bahwa para pembantu merekam kejadian ini dengan hp mereka. aku sudah tidak mengingatnya berapa lama dan berapa kali mereka melecehkan mulutku. ketika mereka puas, aku sudah merasa ingin muntah karena terus menelan sperma, dan wajah dan rambutku sudah dipenui oleh sperma mereka. 

kemudian bi Ani menarik putingku kembali dan kali ini ia membawaku ke gudang di bagian paling belakang rumah. gudang rumahku berada di luar bangunan utama.

"kalian sudah dipuaskan oleh Vei, sekarang kalian harus membayar tempat tidur untuk pelacur ini, " ujar bi Ani.

"berapa ?" tanya Somat.

"lima ribu rupiah untuk sehelai kardus ini," ujar bi Ani mengambil sebuah kardus jelek yang sudah mengelupas dan berbekas terkena air. kadus itu berdebu sampai bi Anipun memegangnya dengan jijik dan melemparkannya padaku.

"itu alasmu untuk tidur di luar," ujarnya.

"untuk kardus sejelek itu tiga ribu saja," ujar ikhsan.

"empat ribu ," ujar bi Ani.

keduanya menyetujuinya dan masing-masing mengeluarkan dua lembar uang seribuan memberikannya pada Bi Ani.

"harga oral seks denganmu sangat murah ya, hanya dua ribu," ejek bi Ani.

aku merasa sangat terhina sekali mengetahui semua kerja kerasku hanya dihargai dua ribu rupiah. air mataku kembali mengalir dan perasaanku terasa perih sekali. kemudian rasa perih itu kembali ke putingku yang dipelintir bi Ani. "kamu baru menerima sesuatu, kamu harus berkata apa ?"

"t-terima kasih tuan Somat dan tuan Ikhsan, hamba yang hina ini tidak pantas mendapat kemurahan hati tuan sekalian." ujarku dengan terisak.

Para pembantu segera meninggalkanku, supir juga meninggalkanku. hanya aku sendiri bersama kardus jelek yang kugeret ke tempat yang tidak terkena cahaya lampu. aku menyimpannya di atas rerumputan lalu berbaring keletihan di atasnya. aku kedinginan dan merasa sangat capek. aku berharap ini semua hanya mimpi buruk dan aku akan segera terbangun.

Komentar

  1. terimkasih update nya bro

    BalasHapus
  2. Salah satu cerita favorit dari dulu.. Apakah akan ada perubahan versi cerita disini?

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Draft Amarah Para Buruh 21

Draft Amarah Para Buruh 20

Lust in Broken Home 4

Lust In Broken Home 5

Terjebak Didalam Kelas

Akibat Kena Gendam Tetanggaku

Kisah Tragis Dikebun Karet

Amarah Para Buruh 10

Amarah Para Buruh 17

Binalnya Ibu Tiriku 4