Sebagai seorang kepala rumah tangga yang memiliki seorang
anak laki-laki yang telah memasuki ke ajang pendidikan tentunya sangat
membahagiakan. Ini terjadi denganku dikala anakku yang bernama Jerry telah
memasuki SD kelas 1. Setelah aku menduda akulah satu-satunya yang harus
mengurusi anakku, Jerry. Secara jujur, kehidupanku sangat menyedihkan dibandingkan
sebelumnya. Sekarang semuanya kulakukan sendiri seperti mengajari anakku
mengerjakan PR-nya, memasak yang tentunya bercampur dengan kesibukanku di
kantor sebagai salah satu orang terpenting di perusahaan Jepang yang
berdomisili di Jakarta.
Kadang-kadang aku menjadi bingung sendiri karena
bagaimanapun masakanku tidak sesempurna istriku dan untunglah Jerry, anakku
satu-satunya tidak pernah mengkritik hasil masakanku walaupun aku tahu bahwa
semua hasil masakanku tidak enak karena kadang-kadang terlalu asin dan
kadang-kadang gosong. Suatu hari Jerry memberitahuku bahwa aku mesti datang ke
sekolahnya karena gurunya ingin bertemu denganku.
Pada hari yang sudah ditentukan, aku pergi ke sekolah anakku
untuk bertemu Ibu Diana dan sewaktu aku bertemu dengannya, aku menjadi cukup
gugup dan untunglah perasaan itu dapat kukuasai karena bagaimanapun aku pergi
dengan anakku dan aku tidak ingin anakku membaca kegugupanku itu. Akhirnya aku
dipersilakan duduk oleh ibu guru yang ternyata belum menikah itu karena aku
tidak melihat cincin kawin di jarinya dan juga dia mengaku sendiri bahwa dia
masih single ketika kupanggil dia dengan sebutan Ibu Diana.
Diana |
Didalam percakapan itu, dia menceritakan mengenai pelajaran
Jerry yang agak tertinggal dengan murid-murid lainnya. Ternyata baru ketahuan
dari pengakuan Jerry, bahwa walaupun dia rajin mengerjakan PR tetapi dia tidak
pernah mengulang pelajarannya karena waktunya dihabiskan untuk bermain Play
Station yang kubelikan untuknya sehari setelah kepergian istriku supaya dia
tidak menangis lagi.
Akhirnya diperoleh kesepakatan bahwa Ibu Diana akan
memberikan anakku les privat dan setelah kami sama-sama sepakat mengenai harga
perjamnya, kami bersalaman dan meninggalkan sekolah itu. Selama perjalanan ke
rumah, aku selalu teringat dengan wajah imut guru muda anakku itu.
Sore harinya setelah aku tidur sore, aku teringat bahwa 1
jam mendatang guru anakku akan datang dan berarti aku juga harus bersiap-siap
untuk menyambutnya. Setelah guru Jerry datang dan aku mengajaknya ngobrol untuk
beberapa saat, dia kemudian minta izin untuk memulai les privat untuk anakku.
Aku hanya mengangguk dan meninggalkan mereka berdua. Aku mulai membaca koran
Kompas hari itu dan aku sekali-kali mencuri pandang pada guru anakku yang
sedang mengajari Jerry. Kulihat bahwa Ibu Diana ini cukup pengertian dalam
mengajari anakku yang kadang-kadang masih cukup bingung akan materi yang
dipelajarinya.
Dua jam berlalu sudah dan kusadari bahwa jam privat les
sudah usai dan ketika dia hendak pulang ke rumahnya, aku menawarkan kepadanya
untuk mengantarkannya berhubung hari sudah malam dan aku tahu persis bahwa
tidak ada lagi kendaraan umum pada jam-jam begitu di sekitar rumahku. Akhirnya
aku mengeluarkan mobil kesayanganku dan
setelah aku bersiap-siap, aku menyuruh Jerry untuk mengulang pelajaran yang
tadi sementara aku akan mengantarkan gurunya pulang. Jerry menuruti ucapan
ayahnya dan tanpa basa basi, dia mulai membuka kembali bukunya dan mengulang
materi yang baru saja dipelajarinya.
Aku kemudian mulai menyuruh Ibu Diana untuk masuk dan
kemudian aku memulai mengendarai mobil itu setelah aku menutup pintu gerbang
tentunya karena aku tidak mempunyai pembantu rumah tangga saat itu. Di tengah
perjalanan, kami bercakap-cakap mengenai segala hal dan mengenai perubahan yang
dialami Jerry setelah ibunya meninggal dunia. Nampaknya Ibu Diana serius sekali
mendengarkan curahan hatiku yang kesepian setelah ditinggal oleh istriku.
Tiba-tiba ketika kami sedang asyik bercakap-cakap, aku
melihat sekilas seorang anak kecil yang sedang lari menyeberang sehingga dengan
secepat kilat, aku langsung mengerem secara mendadak dan disaat aku mengerem
mendadak itu, karena Ibu Diana lupa tidak memakai “Seatbelt”, dia langsung
jatuh kedalam pelukanku. Dia nampaknya malu sekali setelah kejadian itu tetapi
setelah aku bilang tidak apa-apa, dia kembali seperti sediakala dan sekarang
kami nampaknya semakin akrab dan aku menjadi sangat kaget dikala dia minta
tolong untuk pergi ke motel terdekat karena dia ingin buang air dengan alasan
bahwa rumahnya masih sangat jauh.
Aku melihat ekspresi wajahnya seperti orang yang menahan
sesuatu sehingga akhirnya aku menyetujui untuk pergi ke motel terdekat untuk
menyelesaikan ‘bisnis’nya.
Akhirnya kami berada di dalam sebuah motel murah yang tidak
jauh dari tempat aku mengerem mendadak tadi. Setelah berada di dalam kamar, aku
langsung duduk di tepi ranjang sementara Ibu Diana dengan kecepatan yang luar
biasa langsung pergi ke arah toilet yang berada di dalam kamar motel itu.
Beberapa menit kemudian, aku dikagetkan oleh Ibu Diana yang keluar dari dalam
toilet dengan mendadak.
“Bu.. ada apa?” aku mendadak gugup bercampur kepingin
melihat tubuh Ibu Diana yang sangat indah itu.
Tapi tiba-tiba Diana menarikku dan langsung mencium bibirku.
Sepertinya aku mau meledak! Ibu Diana yang tingginya 170 cm, rambut panjang dan
tubuhnya sempurna sekali, padat, keras, sedikit berotot perut, pokoknya seksi
sekali. Diana menuntun tanganku ke dadanya. Disuruhnya aku meremas-remas
dadanya. Belakangan kuketahui ukuranya 34C. Kemudian dia sendiri melepas
bajunya dengan senyumnya yang menggoda sekali. Aku hanya diam terpaku melihat
caranya melepas pakaian dengan pelan-pelan dengan gaya yang menggairahkan
sambil menggoyang pinggulnya.
Kemudian terlihatlah semua bagian tubuhnya yang biasanya
tersembunyi. Dadanya yang montok kencang menggantung-gantung, bulu kemaluannya
yang tipis rapi, tubuhnya yang putih mulus sangat menggairahkan. Batang
kejantananku juga sudah membesar mengeras lebih dari biasanya. Lalu Diana
kembali merapatkan tubuhnya ke arahku, ditempelkannya mulutnya ke kupingku,
menjilatinya dan berbisik kepadaku,
“Kamu akan merasakan seperti di surga.” Tapi aku masih
berusaha menghindar walaupun sebenarnya aku mau kalau tidak pemalu.
“Nanti kalau teman-teman datang bagaimana?”
“Tenang saja saya sudah bilang mau tidur sebentar di sini
dan jangan diganggu.”
Gile sudah direncanakan! Tanpa kusadari kemejaku sudah lepas
(ke mana-mana aku biasa memakai kemeja lengan pendek) Diana menjilati perutku
dan terus ke bawah. Aku masih diam ketakutan. Sampai akhirnya dia membuka
celana dalamku.
“Wah, ini akan hebat sekali. Begitu besar, keras. Belum
pernah aku melihat seperti ini di film porno.”
Diana mulai mengisap-isap batang kemaluanku (baru-baru ini
aku tahu namanya disepong karena almarhum istriku tidak pernah melakukannya).
“Aaarghh.. argh..” aku baru sekali senikmat itu.
“Kamu mulai bergairah kan, Sayang?” Baru kali itu dia
memanggilku sayang.
Aku benar-benar bergairah sekarang. Kuangkat tubuhnya ke
kasur kujilati liang kewanitaannya yang sudah basah itu.
“Nnngghhh.. ngghhh.. aaahh… ahhh” Diana mulai mengerang-ngerang.
Tapi itu membuatku makin bergairah. Kuhisapi puting susunya
yang berwarna pink. “Aahhh.. yeahh.. Tak kusangka kamu agresif sekali.”
Kumasukkan jariku ke liang senggamanya. Kusodok-sodok makin lama makin cepat.
Diana hanya bisa mengerang, mendesah-desah.
“Ricky, cepat masukkan.. ahhnggh.. cepat, Diana udah nggak
tahan.. ahhh.. Tapi pelan-pelan, Diana masih perawan.”
Waktu itu aku tidak memikirkan dia perawan atau tidak. Aku
hanya memasukkan batang kemaluanku dengan pelan-pelan, sempit sekali.
Benar-benar masih perawan, kupikir. Liang kewanitaannya begitu ketat menjepit
batang kejantananku. Sampai akhirnya batang kemaluanku yang panjangnya 20 cm
dan diameternya 3,8 cm amblas semua.
“Aaakkhhh…” lagi-lagi teriakannya membuatku bersemangat
sekali. Kusodok sekuat-kuatnya, sekancang-kencangnya. “Ngghhh.. Rickkk.. gede
banget.. aanggghh.. indah sekali rasanya.”
Kemudian kami mengganti posisi nungging. “Plok.. plok..
plok..” suara waktu aku sedang menggenjotnya dari belakang. Dadanya
berayun-ayun. Diana kadang meremasnya sendiri. “Aahhh.. lagi.. lebih cepat..
Aaahhh.. Diana udah keluar.. Kamu keluarin di luar, ya!” Tidak lama kemudian
akupun keluar juga.
Kusemprot maniku ke sekujur tubuh Diana yang lemas tak
berdaya. Dijilatinya lagi batang kenikmatanku sampai lama sekali sampai-sampai
keluar lagi. Dengan nafas masih memburu terengah-engah, Diana memakai
pakaiannya kembali. “Kamu hebat sekali Rick. Diana puas sekali. Sebenarnya aku
sudah jatuh hati kepadamu pada pandangan pertama.” Kemudian sebelum keluar
kamar Diana kembali mencium bibirku. Kali ini aku tidak malu lagi, kucium dia
sambil kupegang payudaranya.
Setelah kenikmatan bersama itu, kami berpelukan untuk
beberapa menit dan kami berciuman lagi untuk beberapa lama. Sejujurnya aku
sudah jatuh hati kepada guru anakku sejak pertama kali bertemu dan sekarang
baru kusadari bahwa dia juga telah jatuh hati kepadaku. Setelah itu aku
kemudian berkata kepadanya,
“Diana, aku ingin kamu menjadi kekasihku yang bersedia
mengajari Jerry..” Belum selesai aku menyelesaikan kata-kataku, Diana langsung
menciumku dan aku membalasnya dengan penuh kemesraan dan tentunya berbeda
dengan perlakuan kami yang baru saja terjadi.
Setelah kami berciuman untuk beberapa menit, Diana langsung
berkata kepadaku, “Ricky, aku juga ingin memiliki kekasih dan ternyata aku
sekarang menemukannya dan aku ingin menikah denganmu dan kita bisa bersama-sama
mendidik Jerry.” Setelah kejadian itu, Diana sering pergi keluar bersamaku dan
Jerry.
Komentar
Posting Komentar