Saat itu aku dan teman-temanku sedang berjalan-jalan di
salah satu Mall besar di kota kami. Ketika kami sedang berjalan-jalan, saat itu
kami melihat ada sebuah pameran mobil yang ramai dikunjungi orang. Karena
tertarik dan penasaran lalu kami pun berusaha untuk mendekat di Pameran itu
agar dapat melihat lebih jelas.
Saat teman temanku sedang asik memperhatikan berbagai macam
mobil yang ada disana, aku lebih tertarik dengan beberapa orang SPG cantik yang
berpakaian seksi daripada mobil yang dipamerkan.
Saat itu ada salah satu sales promotion girl yang menjaga
pameran otomotif itu terlihat sangat angkuh sekali. Kemudian kami-pun
berbasa-basi untuk melihat mobil-mobil yang memang mewah itu.
Kami tidak perduli dengan penampilan kami yang sederhana,
walaupun penampilan kami tidak seperti pengunjung-pengunjung lainnya yang rapi
dan parlente itu. Kami melihat sales promotion girl-nya yang cantik, sexy,
putih mulus dan Menggemaskan sekali kawan. Lumayanlah bisa cuci mata hhe.
Ditambah lagi busana yang mereka yang pada saat itu serba ketat dan mini,
lama-lama si Otong nggak nahan juga nih.hha.
Dengan mengenakan busana yang serba mini dan ketat itu,
mereka terlihat benar-benar sexy dan menggugah gairah. Postur tubuh mereka yang
langsing dan tinggi, ditambah dengan kaki mereka yang jenjang, hal itu membuat
mereka enak dipandang. Busana yang mereka kenakan sangatlah kompak, dari ujung
kaki sampai paha terbalut rok mini ketat berwarna merah.
Wajah mereka bila saya lihat, rata-rata wajah-wajah mereka
blesteran layaknya bintang Film papan atas. Dengan wajah mereka yang seperti
itu, mereka sangat-lah cocok untuk mendampingi mobil-mobil mewah yang sedang
dipamerkan. Lalu sembaril melihat, aku mencoba membuka dan metutup salah satu
pintunya dan ketika saya memegang mobil yang di pamerkan itu, tiba-tiba…
Gita |
“ Heh… Mas… tolong kalau mau lihat ya dilihat saja, jangan
dipegang-pegang gitu, saya nanti capek kalau harus membersihkan lagi, ” ucapnya
menegur seseorang,
Saya saat itu tidak sadar jika sedang ditegur. Setelah
tersadar, ternyata teguran tersebut berasal dari salah seorang sales promotion
gilr yang tertuju padaku. ketika itu aku sempat tertegun melihat paras dan body
sales promotion girl yang satu ini, walaupun sebenarnya aku tersinggung, Wajah
sales promotion girl yang menegurku ini, wajah seperti blesteran Indo-Belanda.
Belum semapat saya merespon, sales promotion girl itu
ngomong lagi kepadaku,
“ Oh iya, maaf sebelumnya Mas, tolong minggir dulu ya,
soalnya ini ada pembeli yang mau lihat mobilnya ” ucapnya,
Kemudian dengan spontan aku menoleh ke sekitar, dalam hatiku
berkata ( Mana pembelinya ), ternyata yang ada hanya orang yang lihat-lihat
mobil di sebelah saya. Sudah habis kesabaranku kali ini, aku benar-benar
dilecehkan oleh sales promotion girl itu. Dalam hatiku berkata ( benar-benar
keterlaluan sekali wanita satu ini, padahal kan dia cuma sebagai penjaga, belum
tentu juga dia bisa beli mobil itu ).
Sembari berfikir, tak terasa aku bertatap pandang dengan
wanita sales promotion girl itu. Yang lebih mengesalkan lagi wajahnya seakan-akan
melihatku sebagai makhluk yang tidak pantas dan hina jika berdiri di situ.
Ditambah lagi ketika dia tersenyum, senyumannya sungguh benar-benar
menyebalkan, seolah-olah dia meremehkanku. Sembari balik tersenyum kesal,
akupun menyingkir dari pameran mobil itu.
“ Udah yok cabut aja bro, !!! ” ajakku kepada teman-temanku
dengan nada yang kesal karena pelecehan sales promotion girl tadi.
Kemudian aku langsung saja mengarahkan mereka ke tempat
parkir dengan memasang wajah kesalku. Dengan mengendarai mobil MPV, kami-pun
pergi dari Mall itu. Dalam sepanjang perjalanan kami, yang ada hanya kesunyian
karena kami semua terdiam. Teman-temanku tidak berani mengajak aku berbicara,
karena mereka tahu tahu aku masih kesal.
Setelah beberapa saat temanku yang menyetir mobil mencoba
memecah kesunyian dan kekesalanku.
“ Loe kenapa dari tadi diem aja, Loe masih kesal ya sama
sales promotion girl tadi ? ” tanyanya kepadaku.
Belum sempat aku aku menjawab, Dimas berkata,
“ Ah Loe tadi begok sih, harusnya tadi Loe remas saja tu
pantatnya, biar tau rasa tu cewek..hha… ” ucapnya.
Kemudian perkataan Dimas disusul oleh tawa teman-temanku,
dalam gemuruh tawa teman-temanku, aku tetap saja masih terdiam. Karena melihat
wajahku yang masih kesal, teman-temanku kemudian tediam. Lalu salah satu
temanku yang bernama Aden, tiba-tiba mencetuskan ide gila,
“ Udah dong Ded, dibawa slow aja, gimana kalau kita culik
aja tuh cewek biar tahu rasa ?? ” ucap Aden, Hatiku yang sedang kesal ini
bagaikan mendapat siraman rohani yang menenangkan hati.
Dalam hatiku berkata boleh juga tuh idenya, Biar dia
ngerasain akibatnya setealh melecehkanku. Kemudian aku-pun tersenyum sembari
melihat ke arah Aden. Kemudian kami-pun langsung memutar mobil ke arah Mall itu
lagi bertujuan untuk melaksanakan rencana kami untuk menculik Sales Promotion
Girl itu. Pada waktu itu Jam menunjukkan pukul 21.30.
Pada jam segitu mulailah terlihat pegawai-pegawai dari Mall
tersebut keluar untuk pulang. Kami dengan sabar menunggu di depan Mall itu
sambil mengawasi orang-orang yang keluar. Lalu dimas-pun mulai menyusun langkah
awal untuk rencana yang kami rencanakan tadi.
“ Kita standbay di samping toko aja bro, barangkali dia
nanti keluar dari samping pertokoan? ” usul Dimas.
“ Terserah loe aja deh Dim, Gue ikut rencan Loe aja ” sahutku
denga cepat.
Baru beberaapa detik kami berbicara tiba-tiba Sales
Promotion Girl itu muncul,
“ Ulam dicinta, pucuk-pun tiba, tuh anaknya nongol, ” ucap
Aden setengah berteriak menunjuk ke arah wanita itu.
Secara bersamaan mata kami semua-pun langsung menuju ke arah
yang ditunjuk Aden. Pada saat itu setelah wanita itu keluar, si sales promotion
girl itu menuju tempat pangkalan taxi untuk mencari Taxi. Aku melihat dia
bersama seorang temannya yang kelihatannya sales promotion girl juga. Ketika
itu mereka sudah mengenakan sehelai kain untuk menutup roknya yang mini.
Kemudian mereka berjalan menelusuri trotoar, rupanya rute
angkutannya bukan di jalan ini. Kami segera membuntutinya pelan-pelan sampai
mereka berhenti di perempatan yang sudah dikuasai oleh banyak angkota. Mereka
langsung masuk ke salah satu Taxi yang ada, begitu Taxi tersebut berangkat,
kami-pun langsung membututinya.
Sampai pada akhirnya mereka-pun di sebuah jalan yang
kebetulan pada saat itu sepi, sehingga suasana itu sangat mendukung operasi
kami ini, si sales promotion girl turun. Tidak sedikit pun dia menaruh curiga
bahwa sebuah mobil telah mengikuti angkutannya sejak tadi. Setelah Taxi
tersebut meninggalkannya cukup jauh, kami mulai mendekati sales promotion girl
itu.
Dan nampaknya dia masih harus berjalan kaki untuk mencapai
rumahnya. Tanpa buang-buang waktu Dimas mensejajarkan mobil kami di samping
sales promotion girl itu dan Aden langsung membuka pintu samping mobil. Setelah
pintu moil kami terbuka kulihat sales promotion girl itu terkejut melihat ada
mobil yang sangat dekat dengan dirinya. Ketika itu tanpa disadari, tangan Aden
sudah merenggut tangan dan menarik tubuhnya ke dalam mobil. Lalu pintu samping
kami ditutup oleh Aden kembali, dan mobil kami-pun langsung ditancap gasnya oleh
dimas.
Sementara si sales promotion girl masih kebingungan,
nampaknya dia mencoba melakukan perlawan dengan cara akan berteriak, tetapi
dengan sigap Aden langsung menutup mulutnya sehingga yang terdengar hanya
teriakan kecil yang tidak akan terdengar dari luar.Wanita itu mencoba meronta,
namun sebuah pukulan ditengkuknya diluncurkan oleh Aden, sehingga dia-pun
pingsan seketika.
Lalu aku-pun menoleh ke belakang, kulihat Dimas dan Aden
tersenyum memandangku seolah-olah ingin menyatakan bahwa operasi penculikan
sudah berhasil. Kulihat kain yang menutupi rok mininya tersingkap, dan meskipun
di dalam mobil gelap, aku masih dapat melihat pahanya yang mulus. Aden pun tak
tahan langsung memijat dan meraba paha yang mulus itu.
Mobil kami langsung meluncur ke rumah Aden yang memang
kosong dan biasa sebagai tempat kami berkumpul. Setelah sampai dan memarkir
mobil di garasi, kami menggendong sales promotion girl yang masih pingsan itu
ke dalam kamar. Di sana kami mengikatnya pada kursi kayu yang ada. Aku duduk di
ranjang menghadap sales promotion girl yang masih lunglai itu yang terikat di
kursi kayu.
Teman-temanku kelihatannya memang menghadiahkan sales
promotion girl itu ke padaku untuk aku perlakukan sesuka hatiku.
“ Den… tolong ambilin air putih segelas dibelakang ” perintahku,
Tidak lama kemudian Aden-pun keluar kamar dan tak lama masuk
dengan segelas air yang disodorkan kepadaku. Lalu aku berdiri dan menyiramkan
pelan-pelan ke wajah sales promotion girl itu. Ketika sadar, sales promotion
girl itu terlihat sangat terkejut melihatku di depannya,
“ Ka… Ka… Kamu… ” ucapnyanya kaget setlah tersadar ketika
melihatku.
Setelah sadar dia-pun terlihat tambah kaget karena melihat
tubuhnya terikat erat di sebuah kursi. Kali ini aku yang tersenyum, senyum
kemenangan.
“ Woy… Kamu mau apakan aku ? ” teriaknya dengan nada yang
masih sombong bertanya kepadaku.
“ Kalau sampai kamu berani macam-macam sama aku, aku akan
berteriak, ” Sambungnya lagi.
Mendengar perkataanya aku hanya tersenyum, kemudian,
“ Silahkan saja teriak, lagian nggak bakalan ada yang dengar
kok, ” kataku sambil menyalakan tape si Aden.
Kebetulan waktu itu lagu yang saya putar music genre
underground dan volumenya aku keraskan. Walaupun wanita itu berteriak
sekeras-kerasnya, bahkan sampai pita suaranya putus, suranya tidak akan
terdengar dari luar rumah Aden. jadi aku yakin tidak mungkin teriakannya
didengar oleh orang lain. Dan seketika itu mulailah terlihat expresi wajah
ketakutan di wajah sales promotion girl itu.
Sungguh terlihat tambah cantik ketika dia mulai terlihat
memelas memohon iba kepadaku. Namun kebencian di hatiku masih belum padam, aku
tetap ingin memberinya pelajaran.
“ Hey wanita sombong, siapa nama loe ? ” tanyaku dengan nada
sedikit galak.
“ Na.. namaku Gita Mas… tolong ampui aku Mas, maafkan
perkataanku tadi. Please… aku bersikap seperti itu karena disuruh bos-ku mas ”
ucapnyanya membela diri.
Karena aku sudah terlanjur benci, aku tidak peduli dengan
pembelaan dirinya itu. kemudian langsung kusibakkan kain yang menutupi roknya,
lalu dengan kasar kutarik roknya hingga ke pangkal paha. Lalu Gita-pun
menatapku ketakutan,
“ Jangan, jangan Mas… ” ucapnya memelas seakan tahu hal yang
lebih buruk akan menimpa dirinya.
Lagi dengan kasar kutarik bajunya sehingga kursi yang
didudukinya bergeser dan kancing bajunya hampir lepas semua. Terlihat oleh kami
bulatan buah dada yang masih tertutup BRA berwarna hitam. Tak tahan melihat itu
Aden yang berdiri di sampingnya langsung meremas-meremas buah dada itu.
Gita-pun sangat ketakutan, ditengah ketakutannya dia
berusaha meronta, namun hal itu semakin meningkatkan nafsu kita. Jari-jariku
langsung meraba secara liar daerah liang Vaginanya yang masih tertutup celana
dalam, mengelus dan berputar-putar dengan lincah dan sesekali mencoba menusuk
Vaginanya dengan jariku.
“ Jangan Mas… jagan lakukan itu mas… tolong Mas… Ahhhh… ”
Gita berkata lirih seolah ingin menolak takdir.
Tidak perduli dengan ucapanya, lalu aku membuka dengan paksa
seluruh baju Gita sehingga yang terlihat hanya BRA dan celana dalam-nya saja.
“ Bro.. ayo angkat Dia ke atas meja !!! ” kataku kepada
kedua temanku.
Dengan cepat Dimas dan Aden langsung bekerja sama memegangi
Gita dan mengikatnya di atas meja. Gita meronta-ronta sekuat tenaga namun tentu
saja usahanya tidak mampu melawan 2 tenaga Pria. Sekarang dia sudah terlentang
di atas meja dengan tangan terikat di sudut-sudut meja. Kini kedua kakinya agak
menjulur ke bawah karena mejanya tidak cukup panjang.
Pada waktu itu kami mengikatnya secara terpisah pada dua
kaki meja. Kami sendiri posisinya sekarang di samping tubuhnya. Lalu dengan
sekali tarik kulepas BRA-nya dan menonjollah dua bagian buah dadanya yang cukup
padat berisi.
Sekarang kami melihat sebuah tubuh yang putih mulus dan
langsing dengan tonjolan buah dada yang bergoyang-goyang karena Gita masih berusaha
meronta.
Karena meronta, terlihat celana dalam-nya yang agak
transparan semakin mengetat memperlihatkan lekuk-lekuk liang Vaginanya.
“ Ini saatnya beraksi Bro !!! ” teriakku yang disambut oleh
kegembiraan teman-temanku dan wajah ketakutan Gita.
Aku langsung mengambil beberapa karet gelang, lalu
kulingkarkan di buah dada Gita sampai terlihat mengeras dan merah.
“ Aow… aduhhh… ” erang Gita,
Lalu masih kutambah lagi penderitaannya dengan menjepitkan
jepitan yang biasa digunakan Aden untuk alat elektronik, bentuknya bergerigi
dan terbuat dari logam tipis yang di-chrome, kujepitkan di kedua puting
susunya.
“ Aow… Ahhhh… Aduhhh.. Aow.. aduuhhh… ” Gita mengerang
kesakitan.
Aden lalu memberiku sebuah alat seperti pecut, yang terbuat
dari beberapa tali tampar kecil sekitar 5 buah yang salah satu ujung-ujungnya
dijadikan satu pada sebuah pegangan dari rotan. Entah untuk apa alat ini
biasanya digunakan Aden, fikirku, tapi peduli apa, yang penting sekarang benda
ini ada gunanya.
“ Tolong Mas… Jangan.. ampunnn Mas… ” pinta Gita meminta
ampun.
Ketika melihat aku mengibas-ngibaskan pecut itu. Aku
tersenyum sadis, lalu tanganku kuangkat dan sebuah pecutan kuarahkan ke buah
dadanya.
“ Cetarrr… ” Tubuh Gita menggelinjang, dan buah dadanya
langsung bergoyang ke kanan ke kiri menahan sakit.
“ Aowwww…. Sakit Mas… huuu…uuu…uuu… ” teriaknya sambil
meneteskan air mata.
Nampak beberapa garis merah terlihat di kedua buah dadanya,
di sekitar putting susunya.
“ Mau lagi kamu ??? ” tanyaku kepada Gita,
“ Ampunnn… ampunnn Mas… tolong lepaskan aku… ” rintihan
bercampur tangis Gita menjadi satu.
Tanpa rasa iba pecut kuayun lagi, kali ini sasarannya adalah
pahanya.
“ Aow… emmpphhh… ” erang Gita dengan menggigit bibir
bawahnya menahan sakit.
Sekali lagi kuayun pecut itu, sekarang ke arah pusar,
garis-garis merah segera menghiasi tubuh Gita. Entah aku sangat menikmatinya
sehingga tak terasa sudah beberapa ayunan pecut mengarah ke tubuh Gita.
Tubuhnya terlihat bergetar, menggelinjang menahan sakit dan perih. Wajahnya
yang basah oleh air mata dan keringat sudah benar-benar menunjukkan
penderitaan.
Tapi aku masih belum puas. Kulihat teman-temanku, ketiganya
tersenyum seakan memberikan dukungan kepadaku untuk terus menyalurkan hasratku.
Kudekati telinga Gita, dia yang sudah ketakutan padaku, dia berusaha menjauhkan
kepalanya, mungkin dikiranya aku mau menggigit telinganya. Kubisikkan sesuatu
di telinga Gita,
“ Git… gimana kalau kita ganti alatnya, sekarang pakai ikat
pinggang saja ya, ” bisikku sambil menyeringai sadis.
Gita menunjukkan ekspresi terkejut setengah tidak percaya
bahwa dia akan menerima siksaan yang lebih hebat.
“ Ja… jangan Mas… Ampun Mas… tolong lepaskan saya… ” ucapnya
meminta ampun kepadaku.
Kemudian kubuka ikat pinggangku yang terbuat dari kulit,
kulilitkan sebagian pada telapak tanganku, Gita melirikku dengan ketakutan yang
amat sangat, nafasnya tersenggal-senggal meskipun dia sudah berusaha sekuat
tenaga untuk mengaturnya. Mungkin dengan mengatur napas dia berharap sabetan
ikat pinggangku tidak akan terlalu sakit.
Lalu kuangkat tinggi tanganku dan kuayunkan dengan keras
ikat pinggangku,
“ Cetarrrr… “ bunyi sabetan ikat pinggangku,
Ketika itu Gita memejamkan matanya, saat ikat pinggangku
mendarat di pahanya terdengar meja yang ditiduri Gita agak berderit karena
tubuh Gita secara spontan bergetar keras menahan sakit.
“ Aowww… ampun… ampun Mas… huuu…uu..uuuu… ” keluh Gita
kesakitan.
Kali ini bukan hanya garis merah yang tampak, tetapi semacam
jalur merah tercetak di paha Gita yang mulus itu.
“ Cetar… Cetar… ” sabetan ikat pinggangku semakin liar
menghujani tubuh Gita.
Gita sudah tidak bisa berkata apa-apa lagi, dia hanya
menggeleng ke kiri ke kanan menahan penderitaan yang kuberikan. Puas dari
samping,
Bagaimana kalau pukulan yang mengarah langsung ke liang
Vaginanya? ( Fikirku ). Lalu aku mulai menyobek celana dalam-nya dan minta
kepada dua temanku untuk melepaskan ikatan kaki Gita dan mengikatnya kembali
pada posisi menekuk ke atas dan mengangkang, sehingga liang Vaginanya terbuka
lebar. Gita berusaha meronta dan menutup liang Vaginanya dengan kakinya.
Tapi hal itu percuma saja, karena ikatan kami cukup erat
sehingga kedua kakinya tidak bisa mengatup. Persis menghadap liang Vaginanya,
aku mengelus-elusnya sambil tersenyum sinis. Gita mengangkat kepalanya dan
menatapku dengan pandangan memelas. Aku mulai menjauh, ikat pinggang mulai
kuputar-putar, lalu…,
“Cetar…” ikat pinggang itu mendarat dengan tepat di bibir
liang Vagina Gita.
Kali ini Gita meronta-ronta dengan sangat dan cukup lama,
tampaknya dia sangat kesakitan, kepalanya diarahkan ke atas sembari
mengguncang-guncangkan pantatnya di atas meja. Lalu aku berjalan ke sampingnya,
“ Mau lagi kamu ??? ” tanyaku seolah tak menghiraukan
penderitaannya.
Ketika itu Gita tidak mengatakan apa-apa, kelihatannya dia
sudah pasrah. Aku tersenyum penuh kemenangan, kusentuh bibir liang Vaginanya
yang tentunya masih pedih, Gita menggelinjang, tak peduli kugesek-gesekan
jariku di liang Vaginanya, tubuh Gita terus menggelinjang.
“ Hu.. uu.. uu.. Sakittt Mas.. sakit sekali… ” gumamnya
lirih.
Seolah tak peduli, kembali aku mengambil dua jepitan, dan
kujepit di kedua bibir liang Vagina yang memerah itu. Gita menatapku dengan
pandangan tak percaya akan kesadisanku.
“ Okey… sekranga tidak akan ada lagi pukulan atau pecutan
lagi kepadamu… ” , ucapku,
Ketika itu Gita diam saja tanpa ekspresi, lalu aku berkata,
“ Tanpa pecutan tapi kini, waktunya bermain dengan lilin, ”
lanjutku sambil tersenyum sadis.
Kali ini Gita menolehkan wajahnya yang layu, berkeringat dan
basah karena air matanya. Bisa kubaca dalam pikirannya,
“ Astaga, hal apa lagi yang akan diperbuatnya pada tubuhku.
Sungguh malang sekali nasibku… ”
Memang di kamar Aden ada beberapa lilin untuk jaga-jaga jika
lampu mati, ada yang kecil dan ada juga yang besar supaya awet. Kuambil Korek
gas-ku, Lalu kunyalakan satu lilin yang kecil. Lidah api menari berputar-putar
melelehkan batang lilin yang menahannya. Menembus lidah api itu, kulihat
pandangan Gita yang berharap aku hanya bercanda.
Kujawab dengan pandangan juga yang menyatakan bahwa aku
serius. Segera lilin yang kupegang kumiringkan di atas buah dada Gita. Kulihat
ekspresi Gita yang memandang lekat batang lilin yang terkena nyala api,
pandangannya seolah berharap agar lilin tersebut tidak meleleh atau apinya
tiba-tiba mati. Tapi tentu saja itu tidak terjadi, yang terjadi adalah tetesan
pertama jatuh dan menetes di atas puting susu Gita sebelah kanan.
“ Aowwwwwwww… Sakit Mas… Panas… ” Erang dita kepnasan.
Kulilhat ketika itu punggungnya terlihat bergerak ke atas
menahan panas lilin yang meleleh. Tetesan demi tetesan bergerak jatuh, dan Gita
terlihat semakin kesakitan karena tetesan tersebut jatuh di tempat bekas pecut
dan sabetan ikat pinggangku tadi. Tiba-tiba teman-temanku ikut bergabung,
mereka semua memegang lilin bahkan tidak hanya satu tapi tiga atau empat
sekaligus.
Mereka dengan gembira meneteskan ke bagian-bagian sensitif
Gita, seperti buah dada, pusar, sekitar liang Vagina dan paha. Kali ini Gita
seperti ular kepanasan, dia meliuk-liukkan tubuhnya menahan panas tetesan
lilin. Seperti biasa, setelah puas pada bagian tubuh Gita, aku pun mengambil
sebuah lilin dengan diameter yang besar dan menyalakannya.
Setelah menunggu agak lama supaya lelehan lilin cukup banyak
di atas lilin itu, aku kembali mengelus-elus liang Vagina Gita. Gita langsung
berkata,
“ Tidakkk.. jangan… jangan Mas… ” ucapnya memohon ampun.
Ketika itu aku-pun tersenyum penuh nafsu mendengar nada yang
memelas itu. Tapi tetap saja lilin yang besar itu kumiringkan di atas liang
Vagina Gita, Gita berusaha mengelak dengan menggeser pantatnya,
“ Pintar juga dia, ” pikirku,
Tetapi karena lelehan lilin ini masih banyak, dengan leluasa
aku menaburkan tetesan-tetesannya ke liang Vaginanya. Tak khayal bagaikan lahar
panas tetesan tersebut mengalir ke liang Vagina Gita dan mungkin ke dalamnya.
“ Errrggghhh… ” gumam Gita, dia langsung
menggoyang-goyangkan pantatnya dan menengadahkan kepalanya menahan panas dan
sakit, dengan mulutnya yang menggigit rapat dan matanya terpejam erat.
Kemudian kucoba untuk memasukkan sebuah lilin kecil ke anusnya,
sulit sekali karena anusnya begitu rapat, aku memasukkan jariku terlebih dahulu
dan menggesek-geseknya agar anusnya membesar.
“ Aduh.. aduh.. ” ucap Gita.
Tetapi aku tidak peduli, setelah anusnya membesar mulai
kutancapkan sebuah lilin di anusnya. Dan ide cemerlangku muncul lagi,
kunyalakan lilin yang menancap itu dan setelah cukup lama, kutiup apinya dan
kubalik, jadi yang menancap adalah bagian yang barusan menyala.
“ Jesss… ” bunyi panas lilin bercampur dengan cairan yang
keluar dari anus Gita.
Tentu saja Gita menggeliat kesakitan, pantatnya
dibentur-benturkannya ke meja seakan ingin melepaskan lilin yang menancap di
anusnya. Aku tersenyum senang sambil kumasuk-keluarkan lilin tadi di anus Gita.
Karena sudah puas menyiksa Gita, aku kasih kesempatan kepada teman-temanku
untuk menyetubuhinya.
Teman-temanku begitu gembira, mereka langsung beraksi,
sementara aku melihat pertunjukkan ini dengan kepuasan total. Mereka melepas
ikatan Gita yang sudah tidak berdaya itu, lalu tubuhnya dibalik dan pantatnya
ditarik ke atas sehingga dalam posisi menungging. Aku melihat Gita diam saja,
mungkin dia sudah capai dan pasrah serta tidak punya harapan hidup lagi.
Wajahnya yang cantik terlihat sangat lesu dan seolah-olah
siap diperlakukan apa saja. Aden dengan tubuhnya yang besar mulai membuka
celana dan melakukan penetrasi, langsung sodomi. Gita membelalak tak menyangka
bahwa ada benda sebesar itu yang harus masuk ke anusnya. Belum selesai dia
menikmati penderitaan karena ulah Aden, Aden langsung menyelinap ke bawah tubuh
Gita dan berusaha memasukkan batang kemaluannya ke liang Vagina Gita.
Gita melolong kesakitan karena anus dan liang Vaginanya yang
sudah lecet dan perih terkena sabetan ikat pinggang dan tetesan lilin, masih
harus bergesekan dengan batang kemaluan teman-temanku. Tubuhnya terguncang ke
depan berulang-ulang setiap kali Aden dan Aden menghunjamkan batang
kemaluannya. Buah dadanya berguncang keras persis di atas wajah Aden yang
dengan penuh nafsu meremas sekuatnya.
Masih tersiksa dengan keadaan begitu, Dimas mengeluarkan
kepunyaannya dan minta dikaraoke oleh Gita. Rintihan Gita menjadi
tersendat-sendat karena tersedak dan batuk, Dimas bukannya kasihan malahan dia
semakin terangsang sehingga dia menghunjamkan batang kemaluannya ke mulut dan
tenggorokan Gita berulang-ulang.Aku tersenyum saja melihat kelakuan
teman-temanku yang brutal.
Kemudian kudekati Gita sambil berkata,
“ Gita.. punggungmu masih mulus lho.. aku cambuk ya… ”
ucapku.
Karena tidak mungkin menggunakan pecut dan ikat pinggang
sebab bisa mengenai Aden yang berada di bawah tubuh Gita, maka aku menggunakan
rotan yang tadi sebagai pegangan untuk pecut, rotan ini ujungnya memecah
sehingga sangat cocok untuk menimbulkan rasa sakit. Segera kuraih rotan itu dan
kupukulkan berulang-ulang ke punggung Gita.
Tubuh Gita terlihat menggelinjang dan menggeliat seiring
dengan hujaman-hujaman yang diberikan olehku, Aden dan Dimas. Aden yang melihat
punggung Gita terkena pukulan rotanku sangat terangsang dan segera memuntahkan
maninya ke liang dubur Gita, Lalu dia pun mencabut batang kemaluannya. Karena
pantatnya kosong, atau tidak ada orang, aku pun dengan leluasa memukul
pantatnya dengan rotan.
Kulihat Gita sangat menderita, pantat yang baru saja
dimasuki paksa oleh Aden masih harus menerima siksaan rotanku. Giliran Dimas
yang ejakulasi, maninya langsung menyemprot ke tenggorokan Gita, membuatnya
menjadi sulit bernafas dan seperti mau muntah. Melihat begitu semakin keras
kupukulkan rotan ke pantatnya, bahkan ke belahan pantatnya.
Tiba-tiba Gita lunglai, kelihatannya dia tak tahan lagi
menerima siksaan kami, dia pingsan. Aden yang belum selesai masih terus
melakukan aksinya, sehingga tubuh Gita yang pingsan itu terguncang-guncang ke
sana ke mari, akhirnya Aden pun mencapai puncaknya dan menyemprotkan air
maninya di dalam liang Vagina Gita yang masih pingsan.
Aku sendiri sudah merasa puas dengan balas dendamku ini.
Kami berempat tertawa dan puas. Kami lalu membawa tubuh Gita untuk di buang,
sebetulnya kami ingin menyimpannya untuk kenikmatan sehari-hari tetapi terlalu
beresiko. Akhirnya tubuh Gita kami lempar di depan Mall tempat dia bekerja.
Aku tersenyum puas karena sudah memberi pelajaran kepada
Sales Promosion Girl yang sombong itu, tapi dalam hati aku merasa ketagihan
untuk menyiksa sales promotion girl yang lain, kusampaikan ini ke teman-temanku
dan mereka semuanya setuju untuk suatu waktu menculik dan menyiksa sales promotion
girl yang lain.
Komentar
Posting Komentar