Aku masih ingat benar, setahun setelah
ibuku meninggal, Papa menikah lagi dengan seorang janda muda beranak dua orang.
Jadi keadaannya seimbang, karena saat itu Papa pun punya anak dua orang, aku
dan Yoga (adikku). Perbedaannya, Papa membawa dua anak cowok, sementara ibu
tiriku membawa dua anak cewek.
Waktu Papa menikah itu, usianya baru 43
tahun. Sementara ibu tiriku berusia 32 tahun. Tapi anehnya, saudara-saudara
tiriku itu usianya lebih tua dariku. Pada saat Papa menikah lagi itu usiaku
baru 10 tahun, sedangkan Yoga baru berusia 9 tahun. Tapi saudara-saudara tiriku
lebih tua dua dan tiga tahun dariku. Mbak Ayu berusia 12 tahun dan Mbak Ita berusia
11 tahun. Karena itu aku dan Yoga memanggil mereka Mbak.
Belakangan aku tahu bahwa Papa menikah
dengan almarhumah ibuku waktu usianya sudah 32 tahun. Kemudian aku lahir pada
saat usia Papa sudah 33 tahun. Setahun kemudian Yoga pun lahir.
Sedangkan ibu tiriku yang sudah kusebut
Mama itu menikah waktu usianya baru 19 tahun. Lalu waktu Mama berusia 20 tahun
lahirlah Mbak Ayu. Setahun kemudian lahir pula Mbak Ita.
Suasana di rumah kami jadi hangat setelah
aku punya ibu tiri yang ternyata sangat baik itu. Beliau memperlakukan aku dan
Yoga seperti anak kandungnya sendiri. Begitu pun Papa, memperlakukan Mbak Ayu
dan Mbak Ita seperti anak kandungnya sendiri. Sehingga orang yang belum tahu
seluk beluk keluarga kami, pastilah menganggap aku dan Yoga itu anak kandung
Mama. Mereka juga pasti mengira Mbak Ayu dan Mbak Ita itu anak kandung Papa.
Mungkin di antara Papa dengan Mama dahulu
sudah sepakat, bahwa mereka akan saling menitipkan anak-anak yang akan
diperlakukan secara adil dan penuh kasih sayang.
Begitulah singkatnya latar belakang
keluargaku.
Mbak Ayu |
Hari demi hari... bulan demi bulan dan
tahun berganti tahun berjalan terus dengan cepatnya.... kami semua hidup dalam
suasana damai. Tak pernah ada keributan yang berarti, karena aku, Yoga dan
kedua kakak tiriku suka saling mengalah.
Tanpa terasa waktu berlalu, kami berempat
sudah jadi mahasiswa-mahasiswi semua. Mbak Ayu sudah semester akhir, tinggal
menunggu skripsi saja. Mbak Ita sudah semester lima , Yoga baru semester pertama, sementara
aku sudah semester tiga.
Rumah kami pun sudah diperbesar. Kamarnya
jadi ada 4. Anak-anak Papa dan Mama mendapat kamar masing-masing.
Sementara itu, Papa membangun pavilyun
yang terpisah dari rumah utama. Di pavilyun itulah tempat Papa dan Mama.
Mungkin Papa dan Mama sengaja ingin
menempati pavilyun itu agar tidak terasa berisik oleh suara kami berempat, yang
terkadang memang mengeluarkan suara keras. Sewlain daripada itu, mungkin juga
Papa ingin melatih kemandirian kami berempat dengan memberikan kebebasan
menempati rumah utama.
Di rumah utama, kamar paling depan dipakai
oleh Yoga, agar rumah kami ada “perisai” di setiap bagian krusial. Jadi Yoga
ditempatkan di kamar paling depan, hitung-hitung ada penjaga keamanan di rumah
kami. Di samping kamar Yoga adalah kamar Mbak Ita.
Aku dan Mbak Ayu ditempatkan di lantai
dua. Kamarku yang paling depan, sementara kamar Mbak Ayu di bagian dalam,
terhalang oleh ruang belajar.
Di ruang belajar itu aku dan Mbak Ayu
sering belajar bareng. Tapi tentu saja kami menekuni jenis ilmu yang berbeda,
karena kami berlainan fakultas.
Yang menyenangkan belajar dengan Mbak Ayu
itu, adalah seringnya dia membuatkan minuman dan makanan ringan untukku.
Minumannya terkadang teh manis atau kopi susu, terkadang black coffee saja.
Makanan ringannya, terkadang bawan, pisang goreng atau french fries.
Setelah selesai belajar, kami suka ngobrol
ke barat ke timur. Bahkan sering juga Mbak Ayu nonton bokep koleksiku yang
selalu tersimpan di flashdisk, lalu diputar di laptopnya. Namun aku hanya
berani menyimpan 1-2 film bokep di flasdisk itu, lalu didelete kalau sudah
bosan menontonnya.
Tapi yang satu itu tentunya secara
rahasia. Bahkan sering Mbak Ayu meminjam flashdisk berisi bokep itu, untuk
ditonton di dalam kamarnya. Dengan suara yang didengarnya lewat earphone.
Bukan cuma menontonnya, Mbak Ayu juga
sering mengajakku berdiskusi tentang segala yang pernah ditontonnya itu.
Bahkan pada suatu malam, setelah menonton
bokep di ruang belajar, Mbak Ayu berkata, “Kata teman yang udah pengalaman sih
dioral sama cowok itu nikmat sekali. “
Aku tersenyum dan menyahut, “Iya Mbak.
Terutama kalau yang oralnya fokus ke clitoris. Kan clitoris itu paling peka di tubuh cewek.
“
“Wow... kamu udah banyak tau ya. Emangnya
udah punya pengalaman sama cewek ?” ucap Mbak Ayu sambil menepuk bahuku.
“Pengalaman sih belum ada Mbak. Cuma
sering dengar ceritanya saja dari teman yang udah punya pengalaman. Juga sering
baca buku pengetahuannya. Mbak sendiri udah punya pengalaman ?”
“Hiiiih... ! Pengalaman dari mana ?
Pacaran aja baru satu kali waktu masih di SMA dahulu. Sampai sekqarang belum
pacaran lagi. “
“Terus... sama pacarnya diapain aja ?”
“Ciuman bibir aja belum pernah. Paling
cuma cipika-cipiki. “
Aku mengangguk-angguk dan percaya pada
pengakuan kakak tiriku itu.
Tapi Mbak Ayu seperti sedang berpikir.
Entah apa yang dipikirkannya.
Sesaat kemudian dia malah bangkit dari
sofa ruang belajar. “Mau tidur duluan ah... udah malam sekali tuh, “ katanya
sambil menunjuk ke jam dinding digital yang sudah menunjukkan pukul 23.05.
“Iya Mbak. Sleep tight and have a nice
dream, “ sahutku sambil berdiri juga.
“You too... “ sahut Mbak Ayu sambil
melangkah keluar ruang belajar dan masuk ke dalam kamarnya.
Aku pun melangkah ke arah kamarku. Dan
melupakan percakapan dengan Mbak Ayu tadi.
Keesokan malamnya Mbak Ayu tidak muncul di
ruang belajar. Sejak jam 7 malam dia sudah masuk ke dalam kamarnya. Lalu tidak
keluar lagi.
Begitu pula pada malam-malam berikutnya.
Mbak Ayu tidak muncul lagi di ruang belajar. Sementara aku tetap menyibukkan diri
untuk menghafal di ruang belajar. Karena fakultasku adalah fakultas yang banyak
hafalannya.
Sebenarnya di lantai bawah pun ada ruang
belajar yang biasa dipakai oleh Yoga dan Mbak Ita. Tapi aku tak pernah
nyelonong ke ruang belajar mereka. Begitu juga Yoga dan Mbak Ita, tak pernah
nyelonong ke ruang belajar di lantai dua.
Beberapa malam kemudian, Mbak Ayu muncul
lagi di ruang belajar. Aku yang sedang duduk di belakang meja tulisku
menyambutnya dengan sikap ceria, “Mbak lama juga gak muncul di ruang belajar
kita ini. “
“Biasa... ada langganan datang, “ sahutnya
sambil tersenyum.
“Langganan ? Langganan apa ?”
“Langganan perempuan. Datang bulan. “
“Owh... kirain apa. Suka berapa hari
datang bulannya Mbak ?”
“Sepuluh harian. Aku kalau datang bulan suka
sakit kepala. Makanya gak mau mikir yang berat-berat. “
“Tapi sekarang sudah bersih ?”
“Sejak dua hari yang lalu juga sudah
bersih. Sekarang sih mau begadang sampai pagi juga gak apa-apa. “
“Owh, iya... sekarang kan malam Minggu, ya. “
“Iya. Malam Minggu yang sepi... karena
Papa, Mama, Ita dan Yoga pada ke Semarang .
“
“Iya... kita berdua kebagian jaga rumah
sampai Senin pagi, ya Mbak. “
Memang Papa, Mama, Mbak Ita dan Yoga pada
ke Semarang .
Mau menghadiri pernikahan keponakan Papa alias saudara sepupuku. Dan rumah
tidak boleh ditinggalkan tanpa ada yang menunggunya. Karena itu aku dan Mbak
Ayu tidak diajak ke Semarang ,
agar rumah tetap aman. Maklum belakangan ini sering terjadi pencurian di daerah
kami.
Mbak Ayu menghampiri kursi yang sedang
kududuki. Dan memegang kedua bahuku dari belakang, “Justru sekarang kita punya
kesempatan baik, Sam. “
“Emangnya mau ngapain Mbak ? Mau nonton
bokep semalam suntuk ?” tanyaku tanpa menoleh ke belakang.
Lalu terdengar suara Mbak Ayu di belakang
kursiku, “Sam... aku ingin tau kayak apa sih rasanya kalau punyaku dijilatin
seperti dalam bokep-bokep itu... kamu mau kan melakukannya ?”
Aku tersentak kaget. Permintaan kakak
tiriku itu benar-benar di luar dugaan. Tak pernah terpikirkan sedikit pun kalau
Mbak Ayu mau meminta sesuatu yang belum pernah kulakukan itu.
Aku pun bangkit dari kursiku. Menatap
wajah kakak tiriku yang sebenarnya cantik itu. Dan baru sekarang aku
memperhatikan kecantikannya. “Mbak serius ?” tanyaku.
Mbak Ayu memegang pergelangan tanganku.
Lalu mengajak duduk di sofa ruang belajar itu.
“Serius Sam... aku penasaran... karena
teman-temanku sudah pada sering merasakannya. Cuma aku sendiri yang belum
pernah. Sam mau kan
menghilangkan rasa penasaranku ?” Mbak Ayu memegang tanganku erat-erat.
“Mau sih mau Mbak. Tapi takut... “
“Takut apa ?”
“Takut ketahuan sama Papa dan Mama...
pasti mereka marah sekali nanti... “
“Ya jangan sampai mereka tau dong. Jadikan
rahasia kita berdua aja. “
Saat itu Mbak Ayu mengenakan daster katun
berwarna abu-abu polos. Dan tiba-tiba saja daster itu disingkapkan sampai
perutnya. Membuatku tersentak lagi. Karena kakak tiriku itu tidak mengenakan
celana dalam. Sehingga aku bisa langsung melihat kemaluannya yang... aaaah...
jantungku berdebar-debar dibuatnya... !
“Mbak.... “ hanya itu yang terlontar dari
mulutku. Dengan perasaan gugup tak menentu.
“Ayo jilatin, Sam. Please.... “ pinta Mbak
Ayu dengan nada memohon.
“Tapi Mbak... menurut buku yang pernah
kupelajari, tidak boleh langsung menyentuh kemaluan. Harus ciuman dulu... harus
mainkan toket dulu dan sebagainya. “
“Ya udah... ikuti aja petunjuk yang pernah
kamu pelajari itu. “
“Di sini ?”
“Menurutmu harus di mana ? Di sini atau di
kamarku atau di kamarmu ?”
“Biar akunya pede, di kamarku aja Mbak. “
“Ayo, “ Mbak Ayu bangkit dari sofa, lalu
melangkah duluan ke dalam kamarku.
Setelah berada di dalam kamar, kututup dan
kukuncikan pintu kamarku, lalu menghampiri kakak tiriku yang sudah duluan duduk
di pinggiran tempat tidurku.
“Mau sambil nonton bokep sebagai penuntun
kita ?” tanyaku sambil membuka lipatan laptopku dan meletakkannya di atas
tempat tidurku, menyandar ke dinding.
“Iya... itu penting Sam. Biar jangan
ngawur, “ sahutnya.
Aku tercenung sejenak. Mengingat-ingat
video yang berisi oral sex sebagai foreplay. Lalu kuambil flashdisk silver dan
kupasangkan di laptop yang sudah kuaktifkan. Sesaat kemudian layar laptopku
mulai menayangkan adegan sepasang orang bule yang bersetubuh. Keduanya sudah
telanjang bulat di kebun apel. Di atas hamparan kasur tipis.
“Wah... langsung pada telanjang gitu ya.
Berarti kita juga harus telanjang seperti mereka ?” tanya Mbak Ayu sambil
menelungkup dengan wajah menghadap ke arah layar laptopku.
“Mungkin memang harus begitu Mbak, “
sahutku.
“Kamu juga harus telanjang dong, “ ucap
Mbak Ayu sambil menepuk punggungku.
“Aku sih gak usah telanjang. Kan Mbak cuma
ingin dioral. Bukan mau bersetubuh. Jadi aku hanya akan menggunakan tangan dan
mulut... jadi gak usah telanjang kan
? “
“Nggak fair dong ah. Seperti di film itu kan sama-sama telanjang.
“
“Mereka nantinya bersetubuh Mbak. Wajar
aja kalau sama-sama telanjang. “
“Pokoknya kamu harus telanjang juga ah.
Biar aku gak risih telanjang sendirian, “ ucap Mbak Ayu sambil menurunkan
celana trainingku sampai terlepas dari kakiku. Baju kausku pun ditanggalkannya,
sehingga aku tinggal mengenakan celana dalam saja. Pada saat itulah Mbak Ayu
melepaskan dasternya, sehingga langsung jadi telanjang bulat. Ternyata ia bukan
hanya tidak bercelana dalam. Sepasang payudara montoknya pun tidak berbeha.
Aku tertegun. Memperhatikan sekujur tubuh
kakak tiriku dari ujung kaki sampai ke ujung rambutnya. Tubuh yang tinggi
montok, dengan sepasang payudara yang gede dan bokong yang semok pula.
Sementara kulitnya yang putih bersih, begitu mulusnya, tak terlihat noda
setitik pun.
Memang sangat berbeda kalau kubandingkan
dengan Mbak Ita. Kalau Mbak Ayu berperawakan tinggi montok, Mbak Ita tergolong
tinggi semampai.
“Aku sudah boleh menyentuh bagian-bagian
penting di tubuh Mbak ?” tanyaku ragu.
“Iya... anggap aja aku ini cewek di dalam
film itu. Dan kamu cowoknya. Jangan canggung-canggung, “ sahut Mbak Ayu sambil
merebahkan diri kembali di atas tempat tidurku.
“Padahal kita ini saudara, ya Mbak. “
“Saudara lain ayah beda ibu. Hihihiiii...
kita kan
sebenarnya cuma terbawa oleh papamu dan mamaku. Kamu ini jadi adikku. Padahal
kita tidak ada hubungan darah. Ayolah... jangan buang-buang waktu Sam. “
Aku melirik ke layar laptopku. Si cowok
tampak sedang mengemut pentil toket ceweknya, sementara tangan si cowok sedang
menggerayangi kemaluan si cewek.
Dengan jantung berdebar-debar aku pun
bermaksud untuk mengikuti adegan di layar laptopku. Merayap ke atas tubuh
telanjang kakak tiriku, Dan langsung memagut pentil toket Mbak Ayu, sementara
tanganku mulai mengusap-usap kemaluannya yang bersih dari rambut.
Tapi sebelum kumulai mengemut pentil
toketnya, Mbak Ayu berkata setengah berbisik, “Cium bibirku dulu Sam... “
Kuikuti keinginannya. Kupagut bibir Mbak
Ayu, yang disambut dengan juluran lidahnya. Kusedot-sedot lidah kakak tiriku
itu. Lalu kami saling lumat dengan gairah yang makin lama makin menghangat.
Tadinya aku ingin melakukan seperti yang
ditayangkan di layar laptopku, menggerayangi kemaluan Mbak Ayu sambil mengemut
pentil toketnya. Tapi adegan di layar laptopku sudah bergerak lebih jauh. Wajah
si cowok sudah berada di depan kemaluan ceweknya. Lalu mulai mengoral cewek
itu.
Menyaksikan adegan itu aku pun berubah
pikiran.
Wajahku melorot turun ke perut Mbak Ayu.
Menjilati pusar perutnya sesaat. Lalu turun lagi, sehingga wajahku langsung
berhadapan dengan kemaluan kakak tiriku.
Aku terlongong sesaat di depan kemaluan
yang sangat bersih dari rambut itu. Bentuknya tembem pula. Jujur... kalau
memperturutkan nafsu, ingin saja kujebloskan batang kemaluanku ke dalam celah
yang sedang kungangakan ini. Namun aku mati-matian mengontrol diriku sendiri,
agar jangan sampai terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.
Mbak Ayu sendiri tampak ingin mengikuti
adegan di layar laptopku. Kedua tangannya menarik sepasang pahanya ke atas dan
dikangkangkan selebar mungkin. Sementara ujung lidahku sudah mendarat di
permukaan kemaluannya yang sedang kungangakan dengan kedua tanganku ini.
Lidahku pun mulai beraksi. Menjilati
bagian yang berwarna pink dan mengkilap basah itu. Mbak Ayu pun mulai
menahan-nahan nafasnya. Entah apa yang sedang dirasakannya. Sementara
rintihan-rintihan nya mulai terdengar, meski cuma perlahan sekali. “Iya Saaam...
iyaaa... ooooh.... ini enak sekali Saaam... ooooooh..... ooooh..... “
Namun aku pun sebenarnya sudah mulai sulit
mengatur nafasku sendiri. Karena semua yang kuhadapi ini benar-benar
membangkitkan gejolak nafsu birahiku.
Meski begitu, aku masih tetap berusaha
mengontrol diriku sendiri. Menjaga agar jangan sampai terjadi sesuatu yang
melampaui batas. Meski membuatku tersiksa.
Dan aku semakin giat menjilati kemaluan
Mbak Ayu. Bahkan setelah kutemukan clitorisnya, aku pun memusatkan jilatanku ke
arah kelentit itu. Sementara kedua tanganku terjulur ke arah dada kakak tiriku.
Dan mulai meremas sepasang toketnya dengan lembut.
Terasa paha Mbak Ayu mulai
mengejang-ngejang. Sementara rintihan-rintihannya mulai terdengar meski seperti
ditahan, mungkin agar jangan terlalu keras. “Saaaam... ooooh... ini lebih enak
lagi Saaam.... iyaaaa. jilatin terus kelentitnya Saaam... dudududuuuuh... enak
sekali Saaam.... “
Mbak Ayu merintih terus sambil
berkelojotan. Kedua tangannya terkadang meremas-remas kain seprai, terkadang
mencengkram sepasang bahuku dan terkadang juga meremas-remas rambutku sampai
kusut masai.
Makin lama, raungan histeris Mbak Ayu
makin tidak terkendalikan lagi. Seandainya Papa, Mama dan saudara-saudaraku
sedang berada di rumah, pastilah akan heboh mendengar suara rintihan Mbak Ayu
yang makin lama makin keras ini.
“Iyaaaa Saaaam.... ini enak sekali
Saaam.... jilatin terus itilnya Saaaam... iyaaaaaa.... iyaaaa.... ooooooh
Saaaam... ini luar biasa enaknya Saaam.... “
Mbak Ayu semakin histeris, sementara aku
pun semakin sulit mengendal9ikan diri. Karena membayangkan betapa nikmatnya
kalau kontolku dimasukkan ke dalam kemaluan kakak tiriku yang sudah basah
sekali ini.
Namun aku tetap mati-matian mempertahankan
nafsuku sendiri. Jangan sampai melakukan sesuatu yang kusesali di kemudian
hari.
Setelah belasan menit aku menjilati
kemaluan kakak tiriku, akhirnya dia berkelojotan dengan nafas tak beraturan.
Lalu ia mengejang sambil menahan nafasnya... perutnya pun terangkat dan
terdengar rintihannya, “Oooooh... Saaam... ini... ini seperti ada yang mau
keluar.... ooooh.... Saaaaaaam.... “
Aku pun merasakan sesuatu yang lain.
Kemaluan Mbak Ayu terasa berkedut-kedut. Mungkin ia sedang menikmati
orgasmenya.
Dugaanku tidak meleset. Sesaat kemudian
Mbak Ayu mendorong kepalaku sambil berkata, “Jauhkan dulu mulutmu dari memekku
Sam... ooooh.... “
Kuikuti permintaannya itu. Kujauhkan
mulutku dari kemaluan kakak tiriku. Lalu duduk bersila di samping tubuh
telanjang yang sangat menggiurkan itu.
Mbak Ayu yang masih celentang itu
menatapku dengan senyumnya yang tampak begitu manis di mataku.
“Mbak sudah orgasme ya ?” ucapku sambil
mengelus-elus perut Mbak Ayu yang terasa lembab oleh keringat.
Mbak Ayu bangkit, duduk di sampingku
sambil menyahut, “Kayaknya sih iya... barusan terasa seperti melayang-layang...
lalu ada sesuatu yang mengalir di dalam kemaluanku. Nikmat sekali.... terima
kasih Sam... “
Ucapan Mbak Ayu itu dilanjutkan dengan
kecupan hangatnya di bibirku. Dalam suasana batin yang sudah berubah.
Ya, dalam keadaan seperti ini aku
memandang Mbak Ayu tak sekadar kakak tiri yang harus kuanggap seperti kakak
kandungku belaka. Aku pun memandang Mbak Ayu sebagai cewek yang menggiurkan,
karena tubuh tinggi montoknya begitu mulus dan hangat. Wajahnya pun cantik,
sehingga bodohlah aku ini kalau melepaskan kesempatan ini begitu saja.
Karena itu, ketika Mbak Ayu mengecup
bibirku, langsung kusambut dengan lumatan hangat, sambil mendekap pinggangnya
yang masih telanjang bulat. Dan Mbak Ayu pun terasa menyambut lumatanku.
Lengannya melingkar di leherku, lalu balas melumat bibirku, tak ubahnya
membalas lumatan kekasih tercintanya.
Setelah ciuman kami terlepas, Mbak Ayu
menatapku sambil menyelinapkan tangannya ke balik celana dalamku. “Sam... kamu
sudah memuasi diriku... tapi Sam sendiri belum mendapatkan apa-apa ya ?”
“Nggak apa-apa Mbak. Yang penting Mbak
sudah puas. Kalau aku sih gampang... dikocok juga nanti ngecrot, “ sahutku.
“Kuemut aja ya. Mau ?”
“Kalau Mbaknya mau sih silakan aja. “
“Mau, “ Mbak Ayu mengangguk sambil
tersenyum, “hitung-hitung belajar aja. Tapi putar dulu bokep yang ada adegan
ngemut penis. “
Dengan mudah kuputar bokep yang sesuai
dengan permintaan Mbak Ayu. Bokep yang menonjolkan felatio (ngemut penis).
Kebetulan ada bokep yang dimintanya itu.
Adegan di bokep itu awalnya gantian saling
oral, kemudian berlanjut ke adegan posisi 69.
“Nah itu adegan enamsembilan Mbak, “
kataku setelah layar laptopku menayangkan adegan 69. ceweknya di atas cowoknya
di bawah dalam posisi sungsang.
“Heee... boleh juga tuh... kita ikutin
posisi itu ya, “ ajak kakak tiriku sambil mengguncang pergelangan tanganku.
Aku pun menyetujui ajakan Mbak Ayu. Lalu
melepaskan celana dalamku sambil menelentang di dekat laptopku. Sengaja kuambil
posisi sedemikian rupa, agar Mbak Ayu tetap bisa memandang ke arah layar
laptopku pada waktunya nanti.
Setelah aku menelentang dengan penis yang
sudah sangat tegang ini, Mbak Ayu menelungkup di atasku dalam posisi terbalik.
Wajahnya berada di atas penisku, sementara kemaluannya berada di atas wajahku.
Lagi-lagi aku menyaksikan suatu
pemandangan yang sangat indah dan menggiurkan. Menyaksikan sebentuk kemaluan
yang tembem dan agak menganga, karena sudah mencapai orgasmenya tadi. Dan kini
aku akan menjilatinya kembali, sementara Mbak Ayu akan mengoral penisku.
Ya... ia mulai menjilati leher dan puncak
penisku, seperti yang sedang ditayangkan di layar laptopku. Lalu ia mengulum
penisku yang sedang dipegangnya, lalu air liurnya terasa mengalir ke badan
penisku.
Aku tidak memberi pengarahan tentang
bagaimana cara mengoral penis yang baik. Biarlah dia mengerti sendiri dengan
mengikuti adegan-adegan di layar laptopku. Lagian aku sendiri mulai sibuk
menjilati kemaluannya yang sudah bertempelan dengan mulutku.
Jujur, aku sendiri baru pertama ini
merasakan dioral oleh perempuan. Karena itu ketika Mbak Ayu makin agresif
menyelomoti dan mengurut-urut penisku, melayang-layang juga batinku dibuatnya.
Dalam nikmat yang sulit dilukiskan dengan kata-kata.
Ketika aku sedang asyik menjilati kemaluan
Mbak Ayu, terkadang aku sendiri mengejang-ngejang karena permainan oral kakak
tiriku itu menyentuh bagian sensitif di penisku, yang membuatku harus menahan
nafas saking enaknya.
Mbak Ayu juga sama. Ketika sedang asyik
menyelomoti dan mengurut-urut penisku, terkadang ia pun mengejang-ngejang,
terutama pada waktu aku menjilati kelentitnya.
Begitulah yang terjadi. Kami saling
mengoral, tapi terkadang diam dan mengejang, karena merasakan nikmatnya dioral.
Lebih dari setengah jam kami melakukannya,
sampai akhirnya penisku berejakulasi, sementara Mbak Ayu sudah duluan mencapai
orgasme lagi untuk yang kedua kalinya.
“Aduuuuh.... luar biasaaa... “ ucap Mbak
Ayu sambil menelentang di sampingku.
“Apanya yang luar biasa Mbak ?”
“Luar biasa enaknya... “ sahut Mbak Ayu
sambil memiringkan tubuhnya ke arahku. Dan mengelus dadaku yang masih
keringatan, “Kalau penismu dimasukkan ke dalam memekku, mungkin lebih enak
lagi, ya Sam. “
“Jangan mikir ke sana Mbak. Kita cari yang aman-aman aja.
Kalau benar-benar bersetubuh kan
ada resikonya. Pertama, virginitas Mbak hilang. Kedua, Mbak bisa hamil. “
“Aku rela kalau kamu yang ambil perawanku,
“ kata Mbak Ayu sambil memegangi penisku yang sudah lemas, “Soal hamil kan bisa dicegah. Besok
aku beli pil kontrasepsi ya. “
“Besok kan Minggu Mbak. Apotek tutup semua. “
“Oh iya ya. Senin aja beli pil
kontrasepsinya. “
“Senin pagi Papa, Mama, Yoga dan Mbak Nita
udah pada pulang. “
“Iya ya... “ Mbak Ayu tampak seperti
sedang berpikir.
Mama |
“Santai aja Mbak... jangan terburu nafsu.
Apa pun yang Mbak inginkan, akan kulakukan. Tapi jangan terburu-buru gitu. Kita
cari dulu waktunya yang ngepas. “
“Janji ya... kamu bakal mau menyetubuhiku
nanti... “
“Iya, iya... asalkan Mbak bisa
merahasiakannya dan jangan menyesal di kemudian hari. “
Mbak Ayu tersenyum manis. Mengecup pipiku,
lalu berbisik, “Aku akan merahasiakannya. Dan takkan menyesal di kemudian hari.
“
Dan malam semakin larut......
Senin pagi Mama, Mbak Ita dan Yoga pada
pulang dari Semarang .
Tapi Papa tak pulang bersama mereka. Kata Mama, Papa masih akan berada di
Semarang, karena ada urusan keluarga besar yang harus diurusnya.
Sorenya, baru saja aku pulang kuliah, Mama
minta diantarkan ke mall. Banyak yang mau dibeli, katanya.
Memang Mama sering mengandalkanku nyetirin
mobilnya, meski dia bisa nyetir sendiri. Bahkan Papa juga terkadang suka minta
disetirin olehku.
“Kalau gitu aku mau mandi dulu, ya Mam, “
kataku minta izin kepada ibu tiriku.
“Iya mandi dulu deh. Makan malam sih nanti
aja di mall, sambil temenin mama makan. “
“Siap Mam, “ sahutku, lalu bnergegas masuk
ke dalam kamarku. Dan masuk ke dalam kamar mandi pribadiku.
Setelah mandi, kukenakan celana jeans dan
baju kaus berwarna biru tua. Lalu mengambil kunci mobil Mama yang tergantung di
atas lemari kecil ruang keluarga.
Mesin mobil Mama kupanaskan beberapa
menit, kemudian kukeluarkan dari garasi. Mama pun muncul di teras depan dan
melangkah ke pintu mobil sebelah kiri depan.
Sesaat kemudian aku sudah meluncurkan
mobil Mama di jalan aspal.
Lalu terdengar suara Mama di samping
kiriku, “Sam... di mall itu kan
ada hotel. Pintu liftnya juga ada di dekat tempat parkir kan ?”
“Iya. Emangnya kenapa Mam ?” aku balik
bertanya.
“Nanti pada waktu mama belanja, kamu cek
in aja di hotel itu. Ada
suatu hal penting yang ingin mama sampaikan. Tapi mama ingin menyampaikannya
dalam keadaan tenang, jangan sampai ada orang ikut dengar. “
Meski heran kuiyakan saja perintah ibu
tiriku itu. Lalu Mama memberikan sejumlah uang untuk membooking kamar hotel
itu.
Setibanya di parkiran mall langganan Mama
itu, kami berpisah. Mama masuk ke mall, sementara aku melangkah ke pintu lift
yang menuju hotel itu. Untuk melaksanakan tugas dari Mama.
Setelah mendapatkan kamar yang diinginkan,
aku pun menghubungi Mama lewat hapeku. Untuk melaporkan nomor kamar yang sudah
dibooking atas namaku.
“Iya. Dalam seperempat jam juga mama udah
selesai belanjanya dan langsung ke situ, “ sahut Mama di speaker hapeku.
Aku pun rebahan di bed, sambil menunggu
Mama datang. Sementara pintu kamar hotelnya sengaja tidak dikunci, supaya Mama
bisa langsung masuk nanti.
Sebenarnya aku penasaran juga. Masalah apa
sebenarnya yang ingin Mama sampaikan nanti ? Sedemikian penting dan rahasiakah
sehingga harus menyewa kamar hotel segala ?
Ah... mudah-mudahan saja Mama bukan mau
menanyakan masalah Mbak Ayu. Kalau hal itu yang ditanyakannya, pasti aku akan
sulit menjawabnya.
Tak lama kemudian Mama masuk, sambil
menjinjing kantong plastik besar.
“Kok cepat sekali belanjanya Mam ?”
tanyaku sambil memperhatikan Mama yang saat itu mengenakan celana corduroy biru
tua dan blouse putih ditutup sweater biru tua juga.
“Kan
sudah dipesan sejak seminggu yang lalu. Keburu berangkat ke Semarang , pesanannya baru bisa diambil
sekarang. Nih ada t-shirt buat kamu juga, “ kata Mama sambil menyerahkan
t-shirt import yang merknya paling kusukai.
“Hehehee... terima kasih Mam, “ sambutku
sambil merentangkan t-shirt itu, Mama sendiri beli apa aja tuh ?”
“Pakaian dalam semua, “ sahut Mama sambil
mengeluarkan isi kantong plastik besar itu. Isinya memang beberapa buah beha
dan beberapa celana dalam wanita.
Dan... di depan mataku, Mama melepaskan
celana corduroy, sweater dan blouse putihnya. Degdegan juga aku melihatnya.
Terlebih setelah Mama melepaskan behanya,
mungkin karena mau mencoba beha barunya. Tapi tidak... Mama malah bertolak
pinggang di depanku, dalam keadaan cuma bercelana dalam. Memamerkan sepasang
payudaranya yang tampak masih bagus, mungkin karena pandai merawatnya.
“Tetek mama masih bagus kan ?!” cetus Mama sambil mengangkat kedua
payudaranya.
“Ma... masih.. ba.. bagus sekali Mam,”
sahutku tergagap. Karena sesungguhnyalah sepasang payudara ibu tiriku itu...
merangsang sekali.
Mama tersenyum ceria. Lalu menarik tangan
kananku dan menempelkan telapaknya di payudara kiri Mama, “Peganglah... remas
juga boleh... biar kamu tau kalau buah dada mama masih kencang... “
“Iii... iya Mam... “ sahutku tersendat
lagi. Sambil memegang payudara yang agak montok itu (tapi tidak segede payudara
Mbak Ayu).
“Remaslah... jangan takut-takut, “ kata
Mama sambil menatapku dengan bola mata bergoyang perlahan.
Aku pun meremasnya seperti yang diminta
oleh Mama. Wow... ternyata payudara Mama lebih kencang daripada payudara
anaknya (Mbak Ayu). Tapi tentu saja aku tak berani mengatakan masalah Mbak Ayu.
Karena masalah itu sudah menjadi rahasiaku juga.
“Seperti payudara gadis remaja, “ ucapku,
“Diapain Mam ? Apakah diisi silicone ?”
“Iiih, nggak. Mama sih cuma rajin minum
jamunya aja. Mmm... kamu seneng sama buah dada mama ?”
“Se... seneng Mam. Tapi campur takut... “
“Takut apa ?”
“Takut ketahuan Papa. “
“Kan
sekarang kita hanya berduaan di sini. Papa seminggu lagi baru pulang dari Semarang . Santai aja...
apa pun yang terjadi di sini, jadikan rahasia kita berdua aja, “ kata Mama
sambil memelukku, sehingga aku semakin degdegan karena sepasang payudaranya itu
bertempelan ketat dengan dadaku.
“Sekarang jawab sejujurnya, mama ini
menarik gak bagimu ?” tanya Mama sambil merapatkan pipinya ke pipiku.
“Mama cantik dan sangat menarik, “ sahutku
jujur, seperti yang dimintanya.
“Kamu juga makin gede makin ganteng Sam, “
bisik Mama dengan tangan merayap ke celana jeansku... dan menurunkan
ritsletingnya... membuatku semakin berdebar-debar, dengan nafas semakin tak
beraturan. Terlebih lagi setelah tangan Mama menyelinap ke balik celana
dalamku... lalu terasa menggenggam batang kemaluanku yang memang sudah ngaceng
berat ini... !
“Wow... punyamu sudah keras gini Sam... “
Mama mendorongku sampai terhempas ke atas kasur... sementara tangannya masih
memegang batang kemaluanku yang semakin tegang ini.
“Mama... oooh... aku... aku.... “
“Stttt... jangan heboh... makanya kamu
diajak ke hotel ini, mama sedang membutuhkan sentuhan laki-laki... itulah hal
penting yang mama maksudkan tadi di mobil, “ Mama berjongkok di depanku sambil
menurunkan celana jeans dan celana dalamku, sampai terlepas dari kakiku.
Aku mulai mengerti apa yang Mama inginkan.
Bayang-bayang wajah Papa pun mulai menjauh dari pelupuk mata batinku.
Memang aku sendiri bingung pada awalnya.
Karena aku teringat janjiku pada Mbak Ayu. Bahwa aku akan benar-benar
menyetubuhinya setelah ia mendapatkan pil anti hamil. Namun sebelum janji itu
dilaksanakan, Mama sudah mendahuluinya. Adakah orang lain yang mengalami kisah
seperti ini ?
Entahlah. Yang jelas Mama memasukkan
batang kemaluanku ke dalam mulutnya, ooo, lupalah aku pada segalanya. Terlebih
lagi setelah Mama melepaskan celana dalamnya, lalu melanjutkan aksinya,
mengoral batang kemaluanku dengan lincahnya.
Aku cuma celentang pasrah. Membiarkan Mama
berbuat sekehendak hatinya. Dan jelas... permainan lidah dan bibir Mama ini...
luar biasa enaknya... !
Pada suatu saat, Mama berjongkok sambil
memegang penisku yang diarahkan ke celah vaginanya.
Aku masih terdiam. Cuma bisa melihat
penisku mulai “ditelan” sedikit demi sedikit oleh celah kemaluan ibu tiriku.
“Kamu sudah pernah menyetubuhi perempuan
?” tanya Mama setelah penisku lebih dari separohnya membenam ke dalam
kemaluannya.
“Belum pernah Mam... “
“Sama sekali belum pernah ?”
“Belum... berani sumpah, belum pernah
Mam... “
“Berarti sekarang ini untuk pertama
kalinya ya ?”
“Iiii... iya Mam... “
Mama tersenyum, lalu mengayun pinggulnya
naik turun, seperti joki yang sedang memacu kudanya. Liang kemaluan Mama pun
terasa menggesek-gesek penisku. Dan ini membuatku terpejam-pejam, dalam nikmat
yang sulit dilukiskan dengan kata-kata.
Tapi hanya belasan menit Mama beraksi
dalam posisi WOT. Lalu Mama menggulingkan badannya ke sampingku, jadi
menelentang dengan kedua paha dikangkangkan.
“Kalau mama main di atas, suka cepet
orgasme. Lanjutkan posisi biasa aja Sam, “ kata Mama sambil mengelus-elus
kemaluannya yang semakin jelas di mataku. Kemaluan Mama berjembut tapi tipis
dan jarang sekali, tidak menghalangi pandangan pada bentuk kemaluannya yang
indah... lumayan tembem dan agak ternganga.
Meski belum jadi lelaki yang berpengalaman
dalam soal sex, aku tahu apa yang harus kulakukan. Berkat macam-macam
pengetahuan sex yang pernah kupelajari selama ini, termasuk dari koleksi
*******.
Namun ketika aku meletakkan puncak penisku
di celah kemaluannya yang ternganga itu, Mama pun membantuku. Memegangi leher
penisku, lalu mencolek-colekkan moncongnya ke ambang pintu kenikmatannya yang
sudah basah dan licin. Kemudian Mama memberi isyarat agar aku mendorong
penisku.
Aku pun mengikuti isyarat Mama itu.
Kudesakkan penisku sekuatnya. Dan... mulai melesak masuk ke dalam liang
kemaluan ibu tiriku.
“Oooh... sudah masuk, Sam... “ ucap Mama
sambil merangkul leherku ke dalam pelukannya.
Dan penisku terasa semakin membenam ke
dalam liang kemaluan Mama. Gila ! Terasa benar enaknya penisku bergesekan
dengan liang kemaluan Mama yang begini hangat dan licinnya. Sementara Mama pun
memagut bibirku, lalu melumatnya dengan hangatnya.
Sejenak Mama lepaskan lumatannya, karena
mau bicara sambil menepuk pantatku, “Ayo entotin... jangan direndem gini... “
“Iii... iya Mam. Kalau salah benerin ya, “
sahutku sambil menarik penisku perlahan, lalu mendorongnya kembali...
menariknya lagi dan mendesakkannya lagi.
Dan ini... luar biasa enaknya... ! Enak
yang membuat nafasku tersendat-sendat dan berdengus-dengus, sementara Mama pun
mulai berdesah-desah dengan dekapannya di pinggangku yang terkadang bercampur
dengan remasan-remasan.
Sementara itu entotan penisku pun makin
lama makin lancar. Sehingga makin lupa jugalah aku pada segalanya.
Aku sudah pernah merasakan syurnya
menjilati kemaluan Mbak Ayu. Tapi apa yang sedang kulakukan bersama ibu tiriku
ini, adalah pengalaman pertama kalinya bagiku. Pertama kalinya merasakan
nikmatnya penisku mengentot liang kemaluan perempuan.
“Mama... aaaah.... ini enak sekali Mam....
aaaah.... me... memek Mama enak sekali Maaaa.... “ ucapku tersendat.
Mama pun menyahut terengah, “Oooooh....
kontol kamu juga... eee... enak sekali, Sam. Agak cepatin dikit ngentotnya
Saaam.... iyaaaaa.... iyaaaaa.... mmmm... mama bakal lebih sayang lagi padamu
Saaam.... “
Aku sudah sering nonton bokep. Sehingga
hanya butuh waktu beberapa detik saja maka aku pun merasa sudah mulai “pandai”
melakukan persetubuhan dengan ibu tiriku ini.
Dan ternyata ngentot Mama tiriku ini luar
biasa enaknya. Sementara Mama pun kelihatannya sangat enjoy dengan apa yang
sedang kulakukan ini. Berkali-kali leherku direngkuh ke dalam pelukannya, lalu
bibirku pun dilumat dalam kehangatannya.
Bahkan pada suatu saat Mama membisikiku,
“Nanti kalau terasa udah mau lepas, lepasin aja di dalam memek mama ya... biar
kebujanganmu menjadi milik mama. “
“Iya Mam... “ hanya itu jawabanku, karena
aku semakin asyik merasakan nikmatnya gesekan-gesekan antara penisku dengan
dinding liang kemaluan ibu tiriku yang cantik dan seksi ini.
Ya... dari jarak yang sangat dekat ini aku
bisa memperhatikan kecantikan Mama. Aku bahkan menilai Mama lebih cantik
daripada anak-anaknya. Memang sepasang payudara Mama tidak segede payudara Mbak
Ayu. Tapi bokong Mama lebih gede kalau dibandingkan dengan bokong Mbak Ayu mau
pun Mbak Ita.
Dan yang jelas, sekujur tubuh ibu tiriku
ini sangat padat. Bahkan perutnya pun terasa masih kencang, seolah belum pernah
melahirkan.
Entah dengan cara apa Mama bisa merawat
tubuhnya sampai sebegini bagus dan mulusnya. Yang aku tahu, Mama sangat rajin
nge-gym. Hampir tiap pagi dia pergi nge-gym. Mungkin dia ingin agar tubuhnya
tetap kencang, jangan ada yang kendur, meski usianya sudah kepala empat.
Cukup lama aku menyetubuhi Mama. Sehingga
keringatku terasa mulai membersit dari pori-pori kulitku. Bahkan sebagian
berjatuhan di wajah dan leher Mama. Tapi Mama tidak mempedulikannya. Bahkan
pada suatu saat Mama berkelojotan sambil memelukku erat-erat. Lalu ia mengejang
sambil meremas-remas bahuku dengan kencangnya.
“Saaaam.... oooooh.... mama udah le...
lepasssssss...... “ rintihnya sambil memejamkan matanya rapat-rapat.
Lalu tubuh Mama terasa melemas. Matanya
pun terbuka lagi, diiringi senyumnya yang tampak begitu sensual di mataku. Aura
kecantikannya pun terasa memancar, membuatku tak ragu lagi untuk mencium bibir
sensualnya.
Kemudian kulanjutkan lagi “perjalanan”
birahiku yang belum selesai ini. Kuayun dan kuayun terus batang kemaluanku di
dalam liang kemaluan Mama yang terasa sudah sangat basah ini.
Mama yang barusan tampak lemas dan letih,
mendadak seperti dibangunkan lagi gairahnya. Bahkan dengan nada bersemangat ia
membisiki telingaku, “Nanti kita lepasin bareng-bareng ya... biar nikmat... “
“Ca... caranya gi... gimana Mam ?” tanyaku
terengah, tanpa mengurangi kecepatan entotanku.
“Nanti kalau mama mau lepas lagi, mama
pasti kasihtau... terus kamu percepat entotannya secepat mungkin. “
“Iiii... iya... duuuh.... me... memek Mama
kok makin enak gini Mam ?”
“Kontol kamu juga enak sekali, Sayang, “
Mama merapatkan pipinya ke pipiku sambil mengusap-usap rambutku.
Aku pun mulai mengayun penisku bermaju
mundur di dalam liang kemaluan Mama yang terasa mulai legit lagi. Tidak terlalu
becek lagi. Gila... ini bener-bener enak ! Enak yang membuat nafasku
berdengus-dengus. Sementara Mama pun tidak berdiam diri seperti tadi. Mama
mulai menggoyang pinggulnya... berputar-putar dan meliuk-liuk seperti perahu
oleng di tengah samudra.
Mama seolah mengajakku berpacu menuju
puncak kenikmatan. Pinggulnya meliuk-liuk dan menghempas-hempas ke kasur,
menciptakan gesekan-gesekan yang ;luar biasa enaknya di penisku.
Aku pun semakin bersemangat untuk
menggenjot penisku bermaju-mundur di dalam liang kemaluan Mama yang terasa
semakin legit ini.
Keringatku pun bercucuran kembali. Begitu
pula Mama. Dada dan lehernya terasa sudah membasah. Namun hal itu justru
membuatku semakin bergairah untuk mengentotnya habis-habisan.
Sampai pada suatu saat Mama berkata
terengah, “Ayo percepat entotannya Sam. Mama udah mau lepas lagi nih. Ooooh....
ooooh.... iyaaaaa.... percepat lagi.... iyaaaaa.... ! “
Aku mengayun penisku jauh lebih cepat...
tak ubahnya seorang pembalap sepeda yang tengah mengayuh pedalnya menjelang
garis finish. Makin lama makin cepat... makin cepat lagi.... dan akhirnya aku
menahan nafasku sambil membenamkan penisku sedalam mungkin tanpa menariknya
lagi. Sementara Mama pun sedang berkelojotan, lalu mengejang tegang sambil
memeluk leherku erat-erat.... disusul dengan elahan nafasnya,
“Aaaaaahhhhhhhh....... “
Pada detik itulah aku merasakan sesuatu
yang indah... indah sekali... bahwa liang kemaluan Mama terasa berkedut-kedut,
tepat pada saat moncong penisku tengah menyemnprot-nyemprotkan sperma di dalam
liang kemaluan yang sedang berkedut-kedut itu. Cret....cret...crettttt....
crotttt...croooooottttt.... !
Aku menggelepar, lalu terkapar lunglai di
atas perut ibu tiriku.
Setelah penisku lemas, lalu terlepas
sendiri dari kemaluan Mama, aku menelentang di samping ibu tiriku. Pada saat
itulah Mama mengusap-usap dadaku sambil berkata, “Kebujanganmu sudah tersimpan
di dalam tubuh mama. Terima kasih, ya Sam. Mama akan semakin sayang padamu. “
“Tapi... bagaimana kalau nanti Mama hamil
?” tanyaku cemas.
“Itu takkan terjadi. Mama dan Papa sudah
sepakat, bahwa mama jangan sampai hamil. Supaya mama tetap sayang kamu dan
Yoga, sementara Papa pun akan tetap sayang pada Ayu dan Ita. Karena itu mama
ikut KB sejak menikah dengan Papa. “
“Jadi... kalau begitu... aku bisa bebas
menyetubuhi Mama nanti ?”
“Iya Sayang. Kalau kamu mau lagi, asalkan
Papa gak ada di rumah, masuk aja ke kamar mama. Tapi jangan sampai
saudara-saudaramu tau. “
Aku tersenyum senang mendengar ucapan Mama
itu.
“Sebelum pulang, kita harus mandi dulu.
Lalu makan di food court, “ ucap Mama sambil turun dari bed.
“Iya Mam, “ sahutku yang juga turun dari
bed, “kita bisa mandi bareng kan
?”
Mama menoleh padaku, lalu mengangguk
sambil tersenyum. Kemudian Mama mengeluarkan sebotol sabun cair, sikat gigi dan
odol dari tas kecilnya. Mungkin Mama memang sudah merencanakan semuanya ini
sebelum meninggalkan rumah tadi. Terbukti dengan dibawanya sabun, sikat gigi
dan odol itu.
Dan kami melangkah ke kamar mandi hotel,
dalam keadaan sama-sama telanjang.
Di dalam kamar mandi memang disediakan
sabun kecil, odol kecil, sikat gigi dan dua helai handuk putih.
Sebelum mandi, kuambil sikat gigi yang
disediakan hotel itu. Sementara odolnya kuminta dari Mama, karena kurang suka
melihat odol murahan yang disediakan oleh hotel itu.
Aku pun lalu menyikat gigi sebersih
mungkin, sementara Mama mulai membasahi tubuh telanjangnya dengan pancaran air
hangat dari shower. Aku, yang sedang menyikat gigi di belakang Mama, merasa
terangsang lagi ketika memperhatikan bokong semok Mama itu. Dan pada waktu
sedang berkumur, aku semakin terangsang ketika memperhatikan Mama yang sedang
membersihkan kemaluannya dengan sabun cair dan semprotan air hangat shower.
Tanpa keraguan lagi aku mendekap pinggang
Mama yang basah dari belakang. Sementara penisku yang sudah ngaceng lagi ini
menempel di bokong Mama.
Tanpa memutar badannya, Mama memegang
penisku sambil bersuara, “Sudah ngaceng lagi Sam ?”
“Iya Mam... “ sahutku sambil menggerayangi
selangkangannya dari belakang. Lalu mendaratkan kedua tanganku di permukaan
kemaluan ibu tiriku.
Dan Mama tahu benar apa yang harus
dilakukannya. Ia melangkah ke washtafel. Di situ ia membungkuk sambil memegang
bibir bak washtafel, dengan bokong ditunggingkan dan kedua kaki direnggangkan.
“Ayo masukin lagi dari situ, “ ucap Mama
yang sedang membelakangiku.
Tangan kananku pun meraba-raba
selangkangan Mama dari belakang, sementara penisku dipegang oleh tangan kiriku.
Tak sulit bagiku untuk menemukan liang
kemaluan Mama. Lalu kubenamkan penisku ke dalam liang kemaluan yang masih basah
oleh air sabun itu.
Meski persetubuhan ini dilakukan sambil
berdiri, ternyata rasanya lebih fantastis daripada waktu di atas bed tadi.
Karena aku bisa mengentot Mama sambil menepuk-nepuk bokongnya yang gede ini.
Terkadang tanganku pun bisa meraih toket Mama yang bergelantungan.
Dan yang jelas, kali ini durasinya jauh
lebih lama daripada waktu di atas bed tadi... !
Setelah persetubuhan kedua ini selesai,
kami pun benar-benar mandi sebersih mungkin. Kemudian kami tinggalkan hotel
yang bersatu dengan mall itu.
Kebetulan foodcourt masih pada buka.
Sehingga kami bisa makan dulu di salah satu counter.
Kemudian kami tinggalkan mall itu.
“Nanti di rumah kita harus bersikap
seperti biasa aja ya Sam, “ kata Mama ketika aku sudah mengemudikan mobilnya
kembali di jalan aspal.
“Iya Mam. Tapi kalau aku kepengen lagi
nanti gimana ?” tanyaku.
“Nanti Papa bakal sering nginap di luar kota . Kalau Papa sedang di
luar kota , kamu kan bisa menyelinap ke kamar Mama, tapi
saudara-saudaramu jangan sampai ada yang tau. “
“Iya Mam. “
“Mmm... bagaimana kesannya setelah
merasakan memek mama tadi ?”
“Luar biasa enaknya Mam. Kayaknya sih aku
bakal ketagihan. Hehehee... “
Mama memegang tangan kiriku sambil
berkata, “Mama akan semakin sayang padamu, Sam. “
“Sama Mam. Aku juga akan semakin sayang
kepada Mama. “
Setibanya di rumah, Mama langsung masuk ke
pavilyunnya, sementara aku langsung naik ke lantai dua.
Kulihat pintu kamar Mbak Ayu tertutup. Aku
pun mengendap-endap masuk ke dalam kamarku. Lalu menutupkan kembali pintu,
sekaligus menguncikannya.
Aku memang tak mau diganggu dulu oleh Mbak
Ayu. Karena fisikku takkan memungkinkan untuk melakukan “sesuatu” seperti yang
dimintanya kemaren.
Tapi baru saja aku merebahkan diri di atas
tempat tidur, Mbak Ayu mengetuk pintu perlahan-lahan. Terdengar pula suaranya,
“Sam.... Saaam... Saam... !”
Tak tega juga rasanya mendengar suara Mbak
Ayu yang seperti memohon begitu. Akhirnya aku turun dari bed dan membuka pintu
kamarku.
Mbak Ayu masuk ke dalam kamarku sambil
berkata, “Kok dikunci pintunya ? Biasanya kan nggak. “
“Aku letih sekali, Mbak. Tadi pulang kuliah
langsung disuruh nyetir sama Mama. Mana jalanan lagi macet pula... “ sahutku
sambil duduk di pinggiran tempat tidurku.
“Mama ngajak ke mana ?”
“Belanja ke mall. Terus ke sana-sini.
Pokoknya bikin letih Mbak. “
Mbak Ayu mencium bibirku, lalu berkata, “Owh...
pantesan lama. Aku punya berita bagus lho. “
“Berita apa ?” tanyaku sambil mengelus
paha putih Mbak Ayu yang tersembul di belahan kimononya.
“Tadi aku udah disuntik. Kata dokter,
suntikan itu akan bertahan selama enam bulan. Berarti selama enam bulan kamu
boleh mmneyetubuhiku sepuasnya. Dan takkan membuatku hamil. “
“Wow... Mbak pakai alesan apa sama dokter
itu ? Alesan udah punya suami tapi gak mau hamil dulu ?”
“Nggak. Aku bilang punya pacar tapi udah
sering menggauliku. Setiap bersetubuh selalu pakai kondom. Sedangkan aku nggak
suka pakai kondom begitu. Makanya minta disuntik. Kebetulan dokternya mau
menyuntikku. “
“Kalau gitu... besok aja ya Mbak. Jangan
sekarang. Soalnya aku sedang letih sekali. Main sama perawan kan butuh energi yang bagus. “
“Iya nggak apa-apa. Besok malam sudah
pasti kan ?”
“Pasti Mbak, “ sahutku sambil merayapkan
tanganku makin ke atas... sampai di pangkal paha Mbak Ayu. Wah... ternyata Mbak
Ayu sudah mempersiapkan diri... tanganku menyentuh kemaluan plontosnya yang
tidak mengenakan celana dalam.
Mungkin dia sudah membayangkan enaknya
diperawani olehku.
Dan begitu menyentuh kemaluan tembemnya,
penisku pun langsung ngaceng lagi... !
Lalu... apakah aku masih tetap akan
menolaknya malam ini ?
Komentar
Posting Komentar