Langsung ke konten utama

Langkah Langkah Liar


Aku masih ingat benar, setahun setelah ibuku meninggal, Papa menikah lagi dengan seorang janda muda beranak dua orang. Jadi keadaannya seimbang, karena saat itu Papa pun punya anak dua orang, aku dan Yoga (adikku). Perbedaannya, Papa membawa dua anak cowok, sementara ibu tiriku membawa dua anak cewek.

Waktu Papa menikah itu, usianya baru 43 tahun. Sementara ibu tiriku berusia 32 tahun. Tapi anehnya, saudara-saudara tiriku itu usianya lebih tua dariku. Pada saat Papa menikah lagi itu usiaku baru 10 tahun, sedangkan Yoga baru berusia 9 tahun. Tapi saudara-saudara tiriku lebih tua dua dan tiga tahun dariku. Mbak Ayu berusia 12 tahun dan Mbak Ita berusia 11 tahun. Karena itu aku dan Yoga memanggil mereka Mbak.

Belakangan aku tahu bahwa Papa menikah dengan almarhumah ibuku waktu usianya sudah 32 tahun. Kemudian aku lahir pada saat usia Papa sudah 33 tahun. Setahun kemudian Yoga pun lahir.

Sedangkan ibu tiriku yang sudah kusebut Mama itu menikah waktu usianya baru 19 tahun. Lalu waktu Mama berusia 20 tahun lahirlah Mbak Ayu. Setahun kemudian lahir pula Mbak Ita.

Suasana di rumah kami jadi hangat setelah aku punya ibu tiri yang ternyata sangat baik itu. Beliau memperlakukan aku dan Yoga seperti anak kandungnya sendiri. Begitu pun Papa, memperlakukan Mbak Ayu dan Mbak Ita seperti anak kandungnya sendiri. Sehingga orang yang belum tahu seluk beluk keluarga kami, pastilah menganggap aku dan Yoga itu anak kandung Mama. Mereka juga pasti mengira Mbak Ayu dan Mbak Ita itu anak kandung Papa.

Mungkin di antara Papa dengan Mama dahulu sudah sepakat, bahwa mereka akan saling menitipkan anak-anak yang akan diperlakukan secara adil dan penuh kasih sayang.
Begitulah singkatnya latar belakang keluargaku.

Mbak Ayu

Hari demi hari... bulan demi bulan dan tahun berganti tahun berjalan terus dengan cepatnya.... kami semua hidup dalam suasana damai. Tak pernah ada keributan yang berarti, karena aku, Yoga dan kedua kakak tiriku suka saling mengalah.

Tanpa terasa waktu berlalu, kami berempat sudah jadi mahasiswa-mahasiswi semua. Mbak Ayu sudah semester akhir, tinggal menunggu skripsi saja. Mbak Ita sudah semester lima, Yoga baru semester pertama, sementara aku sudah semester tiga.

Rumah kami pun sudah diperbesar. Kamarnya jadi ada 4. Anak-anak Papa dan Mama mendapat kamar masing-masing.

Sementara itu, Papa membangun pavilyun yang terpisah dari rumah utama. Di pavilyun itulah tempat Papa dan Mama.
Mungkin Papa dan Mama sengaja ingin menempati pavilyun itu agar tidak terasa berisik oleh suara kami berempat, yang terkadang memang mengeluarkan suara keras. Sewlain daripada itu, mungkin juga Papa ingin melatih kemandirian kami berempat dengan memberikan kebebasan menempati rumah utama.

Di rumah utama, kamar paling depan dipakai oleh Yoga, agar rumah kami ada “perisai” di setiap bagian krusial. Jadi Yoga ditempatkan di kamar paling depan, hitung-hitung ada penjaga keamanan di rumah kami. Di samping kamar Yoga adalah kamar Mbak Ita.

Aku dan Mbak Ayu ditempatkan di lantai dua. Kamarku yang paling depan, sementara kamar Mbak Ayu di bagian dalam, terhalang oleh ruang belajar.

Di ruang belajar itu aku dan Mbak Ayu sering belajar bareng. Tapi tentu saja kami menekuni jenis ilmu yang berbeda, karena kami berlainan fakultas.

Yang menyenangkan belajar dengan Mbak Ayu itu, adalah seringnya dia membuatkan minuman dan makanan ringan untukku. Minumannya terkadang teh manis atau kopi susu, terkadang black coffee saja. Makanan ringannya, terkadang bawan, pisang goreng atau french fries.

Setelah selesai belajar, kami suka ngobrol ke barat ke timur. Bahkan sering juga Mbak Ayu nonton bokep koleksiku yang selalu tersimpan di flashdisk, lalu diputar di laptopnya. Namun aku hanya berani menyimpan 1-2 film bokep di flasdisk itu, lalu didelete kalau sudah bosan menontonnya.

Tapi yang satu itu tentunya secara rahasia. Bahkan sering Mbak Ayu meminjam flashdisk berisi bokep itu, untuk ditonton di dalam kamarnya. Dengan suara yang didengarnya lewat earphone.

Bukan cuma menontonnya, Mbak Ayu juga sering mengajakku berdiskusi tentang segala yang pernah ditontonnya itu.

Bahkan pada suatu malam, setelah menonton bokep di ruang belajar, Mbak Ayu berkata, “Kata teman yang udah pengalaman sih dioral sama cowok itu nikmat sekali. “

Aku tersenyum dan menyahut, “Iya Mbak. Terutama kalau yang oralnya fokus ke clitoris. Kan clitoris itu paling peka di tubuh cewek. “

“Wow... kamu udah banyak tau ya. Emangnya udah punya pengalaman sama cewek ?” ucap Mbak Ayu sambil menepuk bahuku.

“Pengalaman sih belum ada Mbak. Cuma sering dengar ceritanya saja dari teman yang udah punya pengalaman. Juga sering baca buku pengetahuannya. Mbak sendiri udah punya pengalaman ?”

“Hiiiih... ! Pengalaman dari mana ? Pacaran aja baru satu kali waktu masih di SMA dahulu. Sampai sekqarang belum pacaran lagi. “

“Terus... sama pacarnya diapain aja ?”
“Ciuman bibir aja belum pernah. Paling cuma cipika-cipiki. “

Aku mengangguk-angguk dan percaya pada pengakuan kakak tiriku itu.

Tapi Mbak Ayu seperti sedang berpikir. Entah apa yang dipikirkannya.

Sesaat kemudian dia malah bangkit dari sofa ruang belajar. “Mau tidur duluan ah... udah malam sekali tuh, “ katanya sambil menunjuk ke jam dinding digital yang sudah menunjukkan pukul 23.05.

“Iya Mbak. Sleep tight and have a nice dream, “ sahutku sambil berdiri juga.
“You too... “ sahut Mbak Ayu sambil melangkah keluar ruang belajar dan masuk ke dalam kamarnya.

Aku pun melangkah ke arah kamarku. Dan melupakan percakapan dengan Mbak Ayu tadi.

Keesokan malamnya Mbak Ayu tidak muncul di ruang belajar. Sejak jam 7 malam dia sudah masuk ke dalam kamarnya. Lalu tidak keluar lagi.

Begitu pula pada malam-malam berikutnya. Mbak Ayu tidak muncul lagi di ruang belajar. Sementara aku tetap menyibukkan diri untuk menghafal di ruang belajar. Karena fakultasku adalah fakultas yang banyak hafalannya.

Sebenarnya di lantai bawah pun ada ruang belajar yang biasa dipakai oleh Yoga dan Mbak Ita. Tapi aku tak pernah nyelonong ke ruang belajar mereka. Begitu juga Yoga dan Mbak Ita, tak pernah nyelonong ke ruang belajar di lantai dua.

Beberapa malam kemudian, Mbak Ayu muncul lagi di ruang belajar. Aku yang sedang duduk di belakang meja tulisku menyambutnya dengan sikap ceria, “Mbak lama juga gak muncul di ruang belajar kita ini. “

“Biasa... ada langganan datang, “ sahutnya sambil tersenyum.
“Langganan ? Langganan apa ?”
“Langganan perempuan. Datang bulan. “

“Owh... kirain apa. Suka berapa hari datang bulannya Mbak ?”
“Sepuluh harian. Aku kalau datang bulan suka sakit kepala. Makanya gak mau mikir yang berat-berat. “

“Tapi sekarang sudah bersih ?”
“Sejak dua hari yang lalu juga sudah bersih. Sekarang sih mau begadang sampai pagi juga gak apa-apa. “
“Owh, iya... sekarang kan malam Minggu, ya. “

“Iya. Malam Minggu yang sepi... karena Papa, Mama, Ita dan Yoga pada ke Semarang. “
“Iya... kita berdua kebagian jaga rumah sampai Senin pagi, ya Mbak. “

Memang Papa, Mama, Mbak Ita dan Yoga pada ke Semarang. Mau menghadiri pernikahan keponakan Papa alias saudara sepupuku. Dan rumah tidak boleh ditinggalkan tanpa ada yang menunggunya. Karena itu aku dan Mbak Ayu tidak diajak ke Semarang, agar rumah tetap aman. Maklum belakangan ini sering terjadi pencurian di daerah kami.

Mbak Ayu menghampiri kursi yang sedang kududuki. Dan memegang kedua bahuku dari belakang, “Justru sekarang kita punya kesempatan baik, Sam. “

“Emangnya mau ngapain Mbak ? Mau nonton bokep semalam suntuk ?” tanyaku tanpa menoleh ke belakang.

Lalu terdengar suara Mbak Ayu di belakang kursiku, “Sam... aku ingin tau kayak apa sih rasanya kalau punyaku dijilatin seperti dalam bokep-bokep itu... kamu mau kan melakukannya ?”

Aku tersentak kaget. Permintaan kakak tiriku itu benar-benar di luar dugaan. Tak pernah terpikirkan sedikit pun kalau Mbak Ayu mau meminta sesuatu yang belum pernah kulakukan itu.

Aku pun bangkit dari kursiku. Menatap wajah kakak tiriku yang sebenarnya cantik itu. Dan baru sekarang aku memperhatikan kecantikannya. “Mbak serius ?” tanyaku.

Mbak Ayu memegang pergelangan tanganku. Lalu mengajak duduk di sofa ruang belajar itu.

“Serius Sam... aku penasaran... karena teman-temanku sudah pada sering merasakannya. Cuma aku sendiri yang belum pernah. Sam mau kan menghilangkan rasa penasaranku ?” Mbak Ayu memegang tanganku erat-erat.

“Mau sih mau Mbak. Tapi takut... “
“Takut apa ?”
“Takut ketahuan sama Papa dan Mama... pasti mereka marah sekali nanti... “
“Ya jangan sampai mereka tau dong. Jadikan rahasia kita berdua aja. “

Saat itu Mbak Ayu mengenakan daster katun berwarna abu-abu polos. Dan tiba-tiba saja daster itu disingkapkan sampai perutnya. Membuatku tersentak lagi. Karena kakak tiriku itu tidak mengenakan celana dalam. Sehingga aku bisa langsung melihat kemaluannya yang... aaaah... jantungku berdebar-debar dibuatnya... !

“Mbak.... “ hanya itu yang terlontar dari mulutku. Dengan perasaan gugup tak menentu.
“Ayo jilatin, Sam. Please.... “ pinta Mbak Ayu dengan nada memohon.
“Tapi Mbak... menurut buku yang pernah kupelajari, tidak boleh langsung menyentuh kemaluan. Harus ciuman dulu... harus mainkan toket dulu dan sebagainya. “
“Ya udah... ikuti aja petunjuk yang pernah kamu pelajari itu. “
“Di sini ?”

“Menurutmu harus di mana ? Di sini atau di kamarku atau di kamarmu ?”

“Biar akunya pede, di kamarku aja Mbak. “
“Ayo, “ Mbak Ayu bangkit dari sofa, lalu melangkah duluan ke dalam kamarku.

Setelah berada di dalam kamar, kututup dan kukuncikan pintu kamarku, lalu menghampiri kakak tiriku yang sudah duluan duduk di pinggiran tempat tidurku.
“Mau sambil nonton bokep sebagai penuntun kita ?” tanyaku sambil membuka lipatan laptopku dan meletakkannya di atas tempat tidurku, menyandar ke dinding.

“Iya... itu penting Sam. Biar jangan ngawur, “ sahutnya.

Aku tercenung sejenak. Mengingat-ingat video yang berisi oral sex sebagai foreplay. Lalu kuambil flashdisk silver dan kupasangkan di laptop yang sudah kuaktifkan. Sesaat kemudian layar laptopku mulai menayangkan adegan sepasang orang bule yang bersetubuh. Keduanya sudah telanjang bulat di kebun apel. Di atas hamparan kasur tipis.

“Wah... langsung pada telanjang gitu ya. Berarti kita juga harus telanjang seperti mereka ?” tanya Mbak Ayu sambil menelungkup dengan wajah menghadap ke arah layar laptopku.

“Mungkin memang harus begitu Mbak, “ sahutku.
“Kamu juga harus telanjang dong, “ ucap Mbak Ayu sambil menepuk punggungku.

“Aku sih gak usah telanjang. Kan Mbak cuma ingin dioral. Bukan mau bersetubuh. Jadi aku hanya akan menggunakan tangan dan mulut... jadi gak usah telanjang kan ? “

“Nggak fair dong ah. Seperti di film itu kan sama-sama telanjang. “
“Mereka nantinya bersetubuh Mbak. Wajar aja kalau sama-sama telanjang. “

“Pokoknya kamu harus telanjang juga ah. Biar aku gak risih telanjang sendirian, “ ucap Mbak Ayu sambil menurunkan celana trainingku sampai terlepas dari kakiku. Baju kausku pun ditanggalkannya, sehingga aku tinggal mengenakan celana dalam saja. Pada saat itulah Mbak Ayu melepaskan dasternya, sehingga langsung jadi telanjang bulat. Ternyata ia bukan hanya tidak bercelana dalam. Sepasang payudara montoknya pun tidak berbeha.

Aku tertegun. Memperhatikan sekujur tubuh kakak tiriku dari ujung kaki sampai ke ujung rambutnya. Tubuh yang tinggi montok, dengan sepasang payudara yang gede dan bokong yang semok pula. Sementara kulitnya yang putih bersih, begitu mulusnya, tak terlihat noda setitik pun.

Memang sangat berbeda kalau kubandingkan dengan Mbak Ita. Kalau Mbak Ayu berperawakan tinggi montok, Mbak Ita tergolong tinggi semampai.

“Aku sudah boleh menyentuh bagian-bagian penting di tubuh Mbak ?” tanyaku ragu.
“Iya... anggap aja aku ini cewek di dalam film itu. Dan kamu cowoknya. Jangan canggung-canggung, “ sahut Mbak Ayu sambil merebahkan diri kembali di atas tempat tidurku.

“Padahal kita ini saudara, ya Mbak. “

“Saudara lain ayah beda ibu. Hihihiiii... kita kan sebenarnya cuma terbawa oleh papamu dan mamaku. Kamu ini jadi adikku. Padahal kita tidak ada hubungan darah. Ayolah... jangan buang-buang waktu Sam. “

Aku melirik ke layar laptopku. Si cowok tampak sedang mengemut pentil toket ceweknya, sementara tangan si cowok sedang menggerayangi kemaluan si cewek.

Dengan jantung berdebar-debar aku pun bermaksud untuk mengikuti adegan di layar laptopku. Merayap ke atas tubuh telanjang kakak tiriku, Dan langsung memagut pentil toket Mbak Ayu, sementara tanganku mulai mengusap-usap kemaluannya yang bersih dari rambut.
Tapi sebelum kumulai mengemut pentil toketnya, Mbak Ayu berkata setengah berbisik, “Cium bibirku dulu Sam... “

Kuikuti keinginannya. Kupagut bibir Mbak Ayu, yang disambut dengan juluran lidahnya. Kusedot-sedot lidah kakak tiriku itu. Lalu kami saling lumat dengan gairah yang makin lama makin menghangat.

Tadinya aku ingin melakukan seperti yang ditayangkan di layar laptopku, menggerayangi kemaluan Mbak Ayu sambil mengemut pentil toketnya. Tapi adegan di layar laptopku sudah bergerak lebih jauh. Wajah si cowok sudah berada di depan kemaluan ceweknya. Lalu mulai mengoral cewek itu.

Menyaksikan adegan itu aku pun berubah pikiran.

Wajahku melorot turun ke perut Mbak Ayu. Menjilati pusar perutnya sesaat. Lalu turun lagi, sehingga wajahku langsung berhadapan dengan kemaluan kakak tiriku.

Aku terlongong sesaat di depan kemaluan yang sangat bersih dari rambut itu. Bentuknya tembem pula. Jujur... kalau memperturutkan nafsu, ingin saja kujebloskan batang kemaluanku ke dalam celah yang sedang kungangakan ini. Namun aku mati-matian mengontrol diriku sendiri, agar jangan sampai terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.

Mbak Ayu sendiri tampak ingin mengikuti adegan di layar laptopku. Kedua tangannya menarik sepasang pahanya ke atas dan dikangkangkan selebar mungkin. Sementara ujung lidahku sudah mendarat di permukaan kemaluannya yang sedang kungangakan dengan kedua tanganku ini.

Lidahku pun mulai beraksi. Menjilati bagian yang berwarna pink dan mengkilap basah itu. Mbak Ayu pun mulai menahan-nahan nafasnya. Entah apa yang sedang dirasakannya. Sementara rintihan-rintihan nya mulai terdengar, meski cuma perlahan sekali. “Iya Saaam... iyaaa... ooooh.... ini enak sekali Saaam... ooooooh..... ooooh..... “

Namun aku pun sebenarnya sudah mulai sulit mengatur nafasku sendiri. Karena semua yang kuhadapi ini benar-benar membangkitkan gejolak nafsu birahiku.

Meski begitu, aku masih tetap berusaha mengontrol diriku sendiri. Menjaga agar jangan sampai terjadi sesuatu yang melampaui batas. Meski membuatku tersiksa.

Dan aku semakin giat menjilati kemaluan Mbak Ayu. Bahkan setelah kutemukan clitorisnya, aku pun memusatkan jilatanku ke arah kelentit itu. Sementara kedua tanganku terjulur ke arah dada kakak tiriku. Dan mulai meremas sepasang toketnya dengan lembut.

Terasa paha Mbak Ayu mulai mengejang-ngejang. Sementara rintihan-rintihannya mulai terdengar meski seperti ditahan, mungkin agar jangan terlalu keras. “Saaaam... ooooh... ini lebih enak lagi Saaam.... iyaaaa. jilatin terus kelentitnya Saaam... dudududuuuuh... enak sekali Saaam.... “

Mbak Ayu merintih terus sambil berkelojotan. Kedua tangannya terkadang meremas-remas kain seprai, terkadang mencengkram sepasang bahuku dan terkadang juga meremas-remas rambutku sampai kusut masai.

Makin lama, raungan histeris Mbak Ayu makin tidak terkendalikan lagi. Seandainya Papa, Mama dan saudara-saudaraku sedang berada di rumah, pastilah akan heboh mendengar suara rintihan Mbak Ayu yang makin lama makin keras ini.

“Iyaaaa Saaaam.... ini enak sekali Saaam.... jilatin terus itilnya Saaaam... iyaaaaaa.... iyaaaa.... ooooooh Saaaam... ini luar biasa enaknya Saaam.... “

Mbak Ayu semakin histeris, sementara aku pun semakin sulit mengendal9ikan diri. Karena membayangkan betapa nikmatnya kalau kontolku dimasukkan ke dalam kemaluan kakak tiriku yang sudah basah sekali ini.

Namun aku tetap mati-matian mempertahankan nafsuku sendiri. Jangan sampai melakukan sesuatu yang kusesali di kemudian hari.

Setelah belasan menit aku menjilati kemaluan kakak tiriku, akhirnya dia berkelojotan dengan nafas tak beraturan. Lalu ia mengejang sambil menahan nafasnya... perutnya pun terangkat dan terdengar rintihannya, “Oooooh... Saaam... ini... ini seperti ada yang mau keluar.... ooooh.... Saaaaaaam.... “

Aku pun merasakan sesuatu yang lain. Kemaluan Mbak Ayu terasa berkedut-kedut. Mungkin ia sedang menikmati orgasmenya.

Dugaanku tidak meleset. Sesaat kemudian Mbak Ayu mendorong kepalaku sambil berkata, “Jauhkan dulu mulutmu dari memekku Sam... ooooh.... “

Kuikuti permintaannya itu. Kujauhkan mulutku dari kemaluan kakak tiriku. Lalu duduk bersila di samping tubuh telanjang yang sangat menggiurkan itu.

Mbak Ayu yang masih celentang itu menatapku dengan senyumnya yang tampak begitu manis di mataku.

“Mbak sudah orgasme ya ?” ucapku sambil mengelus-elus perut Mbak Ayu yang terasa lembab oleh keringat.

Mbak Ayu bangkit, duduk di sampingku sambil menyahut, “Kayaknya sih iya... barusan terasa seperti melayang-layang... lalu ada sesuatu yang mengalir di dalam kemaluanku. Nikmat sekali.... terima kasih Sam... “

Ucapan Mbak Ayu itu dilanjutkan dengan kecupan hangatnya di bibirku. Dalam suasana batin yang sudah berubah.

Ya, dalam keadaan seperti ini aku memandang Mbak Ayu tak sekadar kakak tiri yang harus kuanggap seperti kakak kandungku belaka. Aku pun memandang Mbak Ayu sebagai cewek yang menggiurkan, karena tubuh tinggi montoknya begitu mulus dan hangat. Wajahnya pun cantik, sehingga bodohlah aku ini kalau melepaskan kesempatan ini begitu saja.

Karena itu, ketika Mbak Ayu mengecup bibirku, langsung kusambut dengan lumatan hangat, sambil mendekap pinggangnya yang masih telanjang bulat. Dan Mbak Ayu pun terasa menyambut lumatanku. Lengannya melingkar di leherku, lalu balas melumat bibirku, tak ubahnya membalas lumatan kekasih tercintanya.

Setelah ciuman kami terlepas, Mbak Ayu menatapku sambil menyelinapkan tangannya ke balik celana dalamku. “Sam... kamu sudah memuasi diriku... tapi Sam sendiri belum mendapatkan apa-apa ya ?”

“Nggak apa-apa Mbak. Yang penting Mbak sudah puas. Kalau aku sih gampang... dikocok juga nanti ngecrot, “ sahutku.

“Kuemut aja ya. Mau ?”

“Kalau Mbaknya mau sih silakan aja. “

“Mau, “ Mbak Ayu mengangguk sambil tersenyum, “hitung-hitung belajar aja. Tapi putar dulu bokep yang ada adegan ngemut penis. “


Dengan mudah kuputar bokep yang sesuai dengan permintaan Mbak Ayu. Bokep yang menonjolkan felatio (ngemut penis). Kebetulan ada bokep yang dimintanya itu.

Adegan di bokep itu awalnya gantian saling oral, kemudian berlanjut ke adegan posisi 69.

“Nah itu adegan enamsembilan Mbak, “ kataku setelah layar laptopku menayangkan adegan 69. ceweknya di atas cowoknya di bawah dalam posisi sungsang.

“Heee... boleh juga tuh... kita ikutin posisi itu ya, “ ajak kakak tiriku sambil mengguncang pergelangan tanganku.

Aku pun menyetujui ajakan Mbak Ayu. Lalu melepaskan celana dalamku sambil menelentang di dekat laptopku. Sengaja kuambil posisi sedemikian rupa, agar Mbak Ayu tetap bisa memandang ke arah layar laptopku pada waktunya nanti.

Setelah aku menelentang dengan penis yang sudah sangat tegang ini, Mbak Ayu menelungkup di atasku dalam posisi terbalik. Wajahnya berada di atas penisku, sementara kemaluannya berada di atas wajahku.

Lagi-lagi aku menyaksikan suatu pemandangan yang sangat indah dan menggiurkan. Menyaksikan sebentuk kemaluan yang tembem dan agak menganga, karena sudah mencapai orgasmenya tadi. Dan kini aku akan menjilatinya kembali, sementara Mbak Ayu akan mengoral penisku.

Ya... ia mulai menjilati leher dan puncak penisku, seperti yang sedang ditayangkan di layar laptopku. Lalu ia mengulum penisku yang sedang dipegangnya, lalu air liurnya terasa mengalir ke badan penisku.

Aku tidak memberi pengarahan tentang bagaimana cara mengoral penis yang baik. Biarlah dia mengerti sendiri dengan mengikuti adegan-adegan di layar laptopku. Lagian aku sendiri mulai sibuk menjilati kemaluannya yang sudah bertempelan dengan mulutku.

Jujur, aku sendiri baru pertama ini merasakan dioral oleh perempuan. Karena itu ketika Mbak Ayu makin agresif menyelomoti dan mengurut-urut penisku, melayang-layang juga batinku dibuatnya. Dalam nikmat yang sulit dilukiskan dengan kata-kata.

Ketika aku sedang asyik menjilati kemaluan Mbak Ayu, terkadang aku sendiri mengejang-ngejang karena permainan oral kakak tiriku itu menyentuh bagian sensitif di penisku, yang membuatku harus menahan nafas saking enaknya.

Mbak Ayu juga sama. Ketika sedang asyik menyelomoti dan mengurut-urut penisku, terkadang ia pun mengejang-ngejang, terutama pada waktu aku menjilati kelentitnya.

Begitulah yang terjadi. Kami saling mengoral, tapi terkadang diam dan mengejang, karena merasakan nikmatnya dioral.

Lebih dari setengah jam kami melakukannya, sampai akhirnya penisku berejakulasi, sementara Mbak Ayu sudah duluan mencapai orgasme lagi untuk yang kedua kalinya.

“Aduuuuh.... luar biasaaa... “ ucap Mbak Ayu sambil menelentang di sampingku.

“Apanya yang luar biasa Mbak ?”

“Luar biasa enaknya... “ sahut Mbak Ayu sambil memiringkan tubuhnya ke arahku. Dan mengelus dadaku yang masih keringatan, “Kalau penismu dimasukkan ke dalam memekku, mungkin lebih enak lagi, ya Sam. “

“Jangan mikir ke sana Mbak. Kita cari yang aman-aman aja. Kalau benar-benar bersetubuh kan ada resikonya. Pertama, virginitas Mbak hilang. Kedua, Mbak bisa hamil. “

“Aku rela kalau kamu yang ambil perawanku, “ kata Mbak Ayu sambil memegangi penisku yang sudah lemas, “Soal hamil kan bisa dicegah. Besok aku beli pil kontrasepsi ya. “

“Besok kan Minggu Mbak. Apotek tutup semua. “
“Oh iya ya. Senin aja beli pil kontrasepsinya. “
“Senin pagi Papa, Mama, Yoga dan Mbak Nita udah pada pulang. “
“Iya ya... “ Mbak Ayu tampak seperti sedang berpikir.


Mama

“Santai aja Mbak... jangan terburu nafsu. Apa pun yang Mbak inginkan, akan kulakukan. Tapi jangan terburu-buru gitu. Kita cari dulu waktunya yang ngepas. “

“Janji ya... kamu bakal mau menyetubuhiku nanti... “
“Iya, iya... asalkan Mbak bisa merahasiakannya dan jangan menyesal di kemudian hari. “

Mbak Ayu tersenyum manis. Mengecup pipiku, lalu berbisik, “Aku akan merahasiakannya. Dan takkan menyesal di kemudian hari. “

Dan malam semakin larut......

Senin pagi Mama, Mbak Ita dan Yoga pada pulang dari Semarang. Tapi Papa tak pulang bersama mereka. Kata Mama, Papa masih akan berada di Semarang, karena ada urusan keluarga besar yang harus diurusnya.

Sorenya, baru saja aku pulang kuliah, Mama minta diantarkan ke mall. Banyak yang mau dibeli, katanya.

Memang Mama sering mengandalkanku nyetirin mobilnya, meski dia bisa nyetir sendiri. Bahkan Papa juga terkadang suka minta disetirin olehku.

“Kalau gitu aku mau mandi dulu, ya Mam, “ kataku minta izin kepada ibu tiriku.
“Iya mandi dulu deh. Makan malam sih nanti aja di mall, sambil temenin mama makan. “

“Siap Mam, “ sahutku, lalu bnergegas masuk ke dalam kamarku. Dan masuk ke dalam kamar mandi pribadiku.

Setelah mandi, kukenakan celana jeans dan baju kaus berwarna biru tua. Lalu mengambil kunci mobil Mama yang tergantung di atas lemari kecil ruang keluarga.

Mesin mobil Mama kupanaskan beberapa menit, kemudian kukeluarkan dari garasi. Mama pun muncul di teras depan dan melangkah ke pintu mobil sebelah kiri depan.

Sesaat kemudian aku sudah meluncurkan mobil Mama di jalan aspal.
Lalu terdengar suara Mama di samping kiriku, “Sam... di mall itu kan ada hotel. Pintu liftnya juga ada di dekat tempat parkir kan ?”

“Iya. Emangnya kenapa Mam ?” aku balik bertanya.
“Nanti pada waktu mama belanja, kamu cek in aja di hotel itu. Ada suatu hal penting yang ingin mama sampaikan. Tapi mama ingin menyampaikannya dalam keadaan tenang, jangan sampai ada orang ikut dengar. “

Meski heran kuiyakan saja perintah ibu tiriku itu. Lalu Mama memberikan sejumlah uang untuk membooking kamar hotel itu.

Setibanya di parkiran mall langganan Mama itu, kami berpisah. Mama masuk ke mall, sementara aku melangkah ke pintu lift yang menuju hotel itu. Untuk melaksanakan tugas dari Mama.

Setelah mendapatkan kamar yang diinginkan, aku pun menghubungi Mama lewat hapeku. Untuk melaporkan nomor kamar yang sudah dibooking atas namaku.

“Iya. Dalam seperempat jam juga mama udah selesai belanjanya dan langsung ke situ, “ sahut Mama di speaker hapeku.

Aku pun rebahan di bed, sambil menunggu Mama datang. Sementara pintu kamar hotelnya sengaja tidak dikunci, supaya Mama bisa langsung masuk nanti.

Sebenarnya aku penasaran juga. Masalah apa sebenarnya yang ingin Mama sampaikan nanti ? Sedemikian penting dan rahasiakah sehingga harus menyewa kamar hotel segala ?

Ah... mudah-mudahan saja Mama bukan mau menanyakan masalah Mbak Ayu. Kalau hal itu yang ditanyakannya, pasti aku akan sulit menjawabnya.

Tak lama kemudian Mama masuk, sambil menjinjing kantong plastik besar.

“Kok cepat sekali belanjanya Mam ?” tanyaku sambil memperhatikan Mama yang saat itu mengenakan celana corduroy biru tua dan blouse putih ditutup sweater biru tua juga.

Kan sudah dipesan sejak seminggu yang lalu. Keburu berangkat ke Semarang, pesanannya baru bisa diambil sekarang. Nih ada t-shirt buat kamu juga, “ kata Mama sambil menyerahkan t-shirt import yang merknya paling kusukai.

“Hehehee... terima kasih Mam, “ sambutku sambil merentangkan t-shirt itu, Mama sendiri beli apa aja tuh ?”
“Pakaian dalam semua, “ sahut Mama sambil mengeluarkan isi kantong plastik besar itu. Isinya memang beberapa buah beha dan beberapa celana dalam wanita.

Dan... di depan mataku, Mama melepaskan celana corduroy, sweater dan blouse putihnya. Degdegan juga aku melihatnya.

Terlebih setelah Mama melepaskan behanya, mungkin karena mau mencoba beha barunya. Tapi tidak... Mama malah bertolak pinggang di depanku, dalam keadaan cuma bercelana dalam. Memamerkan sepasang payudaranya yang tampak masih bagus, mungkin karena pandai merawatnya.

“Tetek mama masih bagus kan ?!” cetus Mama sambil mengangkat kedua payudaranya.

“Ma... masih.. ba.. bagus sekali Mam,” sahutku tergagap. Karena sesungguhnyalah sepasang payudara ibu tiriku itu... merangsang sekali.

Mama tersenyum ceria. Lalu menarik tangan kananku dan menempelkan telapaknya di payudara kiri Mama, “Peganglah... remas juga boleh... biar kamu tau kalau buah dada mama masih kencang... “

“Iii... iya Mam... “ sahutku tersendat lagi. Sambil memegang payudara yang agak montok itu (tapi tidak segede payudara Mbak Ayu).

“Remaslah... jangan takut-takut, “ kata Mama sambil menatapku dengan bola mata bergoyang perlahan.

Aku pun meremasnya seperti yang diminta oleh Mama. Wow... ternyata payudara Mama lebih kencang daripada payudara anaknya (Mbak Ayu). Tapi tentu saja aku tak berani mengatakan masalah Mbak Ayu. Karena masalah itu sudah menjadi rahasiaku juga.

“Seperti payudara gadis remaja, “ ucapku, “Diapain Mam ? Apakah diisi silicone ?”
“Iiih, nggak. Mama sih cuma rajin minum jamunya aja. Mmm... kamu seneng sama buah dada mama ?”
“Se... seneng Mam. Tapi campur takut... “
“Takut apa ?”
“Takut ketahuan Papa. “

Kan sekarang kita hanya berduaan di sini. Papa seminggu lagi baru pulang dari Semarang. Santai aja... apa pun yang terjadi di sini, jadikan rahasia kita berdua aja, “ kata Mama sambil memelukku, sehingga aku semakin degdegan karena sepasang payudaranya itu bertempelan ketat dengan dadaku.

“Sekarang jawab sejujurnya, mama ini menarik gak bagimu ?” tanya Mama sambil merapatkan pipinya ke pipiku.

“Mama cantik dan sangat menarik, “ sahutku jujur, seperti yang dimintanya.
“Kamu juga makin gede makin ganteng Sam, “ bisik Mama dengan tangan merayap ke celana jeansku... dan menurunkan ritsletingnya... membuatku semakin berdebar-debar, dengan nafas semakin tak beraturan. Terlebih lagi setelah tangan Mama menyelinap ke balik celana dalamku... lalu terasa menggenggam batang kemaluanku yang memang sudah ngaceng berat ini... !

“Wow... punyamu sudah keras gini Sam... “ Mama mendorongku sampai terhempas ke atas kasur... sementara tangannya masih memegang batang kemaluanku yang semakin tegang ini.
“Mama... oooh... aku... aku.... “

“Stttt... jangan heboh... makanya kamu diajak ke hotel ini, mama sedang membutuhkan sentuhan laki-laki... itulah hal penting yang mama maksudkan tadi di mobil, “ Mama berjongkok di depanku sambil menurunkan celana jeans dan celana dalamku, sampai terlepas dari kakiku.

Aku mulai mengerti apa yang Mama inginkan. Bayang-bayang wajah Papa pun mulai menjauh dari pelupuk mata batinku.

Memang aku sendiri bingung pada awalnya. Karena aku teringat janjiku pada Mbak Ayu. Bahwa aku akan benar-benar menyetubuhinya setelah ia mendapatkan pil anti hamil. Namun sebelum janji itu dilaksanakan, Mama sudah mendahuluinya. Adakah orang lain yang mengalami kisah seperti ini ?

Entahlah. Yang jelas Mama memasukkan batang kemaluanku ke dalam mulutnya, ooo, lupalah aku pada segalanya. Terlebih lagi setelah Mama melepaskan celana dalamnya, lalu melanjutkan aksinya, mengoral batang kemaluanku dengan lincahnya.

Aku cuma celentang pasrah. Membiarkan Mama berbuat sekehendak hatinya. Dan jelas... permainan lidah dan bibir Mama ini... luar biasa enaknya... !

Pada suatu saat, Mama berjongkok sambil memegang penisku yang diarahkan ke celah vaginanya.
Aku masih terdiam. Cuma bisa melihat penisku mulai “ditelan” sedikit demi sedikit oleh celah kemaluan ibu tiriku.
“Kamu sudah pernah menyetubuhi perempuan ?” tanya Mama setelah penisku lebih dari separohnya membenam ke dalam kemaluannya.

“Belum pernah Mam... “
“Sama sekali belum pernah ?”
“Belum... berani sumpah, belum pernah Mam... “
“Berarti sekarang ini untuk pertama kalinya ya ?”
“Iiii... iya Mam... “

Mama tersenyum, lalu mengayun pinggulnya naik turun, seperti joki yang sedang memacu kudanya. Liang kemaluan Mama pun terasa menggesek-gesek penisku. Dan ini membuatku terpejam-pejam, dalam nikmat yang sulit dilukiskan dengan kata-kata.

Tapi hanya belasan menit Mama beraksi dalam posisi WOT. Lalu Mama menggulingkan badannya ke sampingku, jadi menelentang dengan kedua paha dikangkangkan.

“Kalau mama main di atas, suka cepet orgasme. Lanjutkan posisi biasa aja Sam, “ kata Mama sambil mengelus-elus kemaluannya yang semakin jelas di mataku. Kemaluan Mama berjembut tapi tipis dan jarang sekali, tidak menghalangi pandangan pada bentuk kemaluannya yang indah... lumayan tembem dan agak ternganga.

Meski belum jadi lelaki yang berpengalaman dalam soal sex, aku tahu apa yang harus kulakukan. Berkat macam-macam pengetahuan sex yang pernah kupelajari selama ini, termasuk dari koleksi *******.

Namun ketika aku meletakkan puncak penisku di celah kemaluannya yang ternganga itu, Mama pun membantuku. Memegangi leher penisku, lalu mencolek-colekkan moncongnya ke ambang pintu kenikmatannya yang sudah basah dan licin. Kemudian Mama memberi isyarat agar aku mendorong penisku.
Aku pun mengikuti isyarat Mama itu. Kudesakkan penisku sekuatnya. Dan... mulai melesak masuk ke dalam liang kemaluan ibu tiriku.

“Oooh... sudah masuk, Sam... “ ucap Mama sambil merangkul leherku ke dalam pelukannya.

Dan penisku terasa semakin membenam ke dalam liang kemaluan Mama. Gila ! Terasa benar enaknya penisku bergesekan dengan liang kemaluan Mama yang begini hangat dan licinnya. Sementara Mama pun memagut bibirku, lalu melumatnya dengan hangatnya.
Sejenak Mama lepaskan lumatannya, karena mau bicara sambil menepuk pantatku, “Ayo entotin... jangan direndem gini... “

“Iii... iya Mam. Kalau salah benerin ya, “ sahutku sambil menarik penisku perlahan, lalu mendorongnya kembali... menariknya lagi dan mendesakkannya lagi.

Dan ini... luar biasa enaknya... ! Enak yang membuat nafasku tersendat-sendat dan berdengus-dengus, sementara Mama pun mulai berdesah-desah dengan dekapannya di pinggangku yang terkadang bercampur dengan remasan-remasan.

Sementara itu entotan penisku pun makin lama makin lancar. Sehingga makin lupa jugalah aku pada segalanya.
Aku sudah pernah merasakan syurnya menjilati kemaluan Mbak Ayu. Tapi apa yang sedang kulakukan bersama ibu tiriku ini, adalah pengalaman pertama kalinya bagiku. Pertama kalinya merasakan nikmatnya penisku mengentot liang kemaluan perempuan.

“Mama... aaaah.... ini enak sekali Mam.... aaaah.... me... memek Mama enak sekali Maaaa.... “ ucapku tersendat.

Mama pun menyahut terengah, “Oooooh.... kontol kamu juga... eee... enak sekali, Sam. Agak cepatin dikit ngentotnya Saaam.... iyaaaaa.... iyaaaaa.... mmmm... mama bakal lebih sayang lagi padamu Saaam.... “

Aku sudah sering nonton bokep. Sehingga hanya butuh waktu beberapa detik saja maka aku pun merasa sudah mulai “pandai” melakukan persetubuhan dengan ibu tiriku ini.

Dan ternyata ngentot Mama tiriku ini luar biasa enaknya. Sementara Mama pun kelihatannya sangat enjoy dengan apa yang sedang kulakukan ini. Berkali-kali leherku direngkuh ke dalam pelukannya, lalu bibirku pun dilumat dalam kehangatannya.
Bahkan pada suatu saat Mama membisikiku, “Nanti kalau terasa udah mau lepas, lepasin aja di dalam memek mama ya... biar kebujanganmu menjadi milik mama. “

“Iya Mam... “ hanya itu jawabanku, karena aku semakin asyik merasakan nikmatnya gesekan-gesekan antara penisku dengan dinding liang kemaluan ibu tiriku yang cantik dan seksi ini.

Ya... dari jarak yang sangat dekat ini aku bisa memperhatikan kecantikan Mama. Aku bahkan menilai Mama lebih cantik daripada anak-anaknya. Memang sepasang payudara Mama tidak segede payudara Mbak Ayu. Tapi bokong Mama lebih gede kalau dibandingkan dengan bokong Mbak Ayu mau pun Mbak Ita.

Dan yang jelas, sekujur tubuh ibu tiriku ini sangat padat. Bahkan perutnya pun terasa masih kencang, seolah belum pernah melahirkan.
Entah dengan cara apa Mama bisa merawat tubuhnya sampai sebegini bagus dan mulusnya. Yang aku tahu, Mama sangat rajin nge-gym. Hampir tiap pagi dia pergi nge-gym. Mungkin dia ingin agar tubuhnya tetap kencang, jangan ada yang kendur, meski usianya sudah kepala empat.

Cukup lama aku menyetubuhi Mama. Sehingga keringatku terasa mulai membersit dari pori-pori kulitku. Bahkan sebagian berjatuhan di wajah dan leher Mama. Tapi Mama tidak mempedulikannya. Bahkan pada suatu saat Mama berkelojotan sambil memelukku erat-erat. Lalu ia mengejang sambil meremas-remas bahuku dengan kencangnya.

“Saaaam.... oooooh.... mama udah le... lepasssssss...... “ rintihnya sambil memejamkan matanya rapat-rapat.

Lalu tubuh Mama terasa melemas. Matanya pun terbuka lagi, diiringi senyumnya yang tampak begitu sensual di mataku. Aura kecantikannya pun terasa memancar, membuatku tak ragu lagi untuk mencium bibir sensualnya.

Kemudian kulanjutkan lagi “perjalanan” birahiku yang belum selesai ini. Kuayun dan kuayun terus batang kemaluanku di dalam liang kemaluan Mama yang terasa sudah sangat basah ini.

Mama yang barusan tampak lemas dan letih, mendadak seperti dibangunkan lagi gairahnya. Bahkan dengan nada bersemangat ia membisiki telingaku, “Nanti kita lepasin bareng-bareng ya... biar nikmat... “
“Ca... caranya gi... gimana Mam ?” tanyaku terengah, tanpa mengurangi kecepatan entotanku.
“Nanti kalau mama mau lepas lagi, mama pasti kasihtau... terus kamu percepat entotannya secepat mungkin. “

“Iiii... iya... duuuh.... me... memek Mama kok makin enak gini Mam ?”
“Kontol kamu juga enak sekali, Sayang, “ Mama merapatkan pipinya ke pipiku sambil mengusap-usap rambutku.

Aku pun mulai mengayun penisku bermaju mundur di dalam liang kemaluan Mama yang terasa mulai legit lagi. Tidak terlalu becek lagi. Gila... ini bener-bener enak ! Enak yang membuat nafasku berdengus-dengus. Sementara Mama pun tidak berdiam diri seperti tadi. Mama mulai menggoyang pinggulnya... berputar-putar dan meliuk-liuk seperti perahu oleng di tengah samudra.
Mama seolah mengajakku berpacu menuju puncak kenikmatan. Pinggulnya meliuk-liuk dan menghempas-hempas ke kasur, menciptakan gesekan-gesekan yang ;luar biasa enaknya di penisku.

Aku pun semakin bersemangat untuk menggenjot penisku bermaju-mundur di dalam liang kemaluan Mama yang terasa semakin legit ini.
Keringatku pun bercucuran kembali. Begitu pula Mama. Dada dan lehernya terasa sudah membasah. Namun hal itu justru membuatku semakin bergairah untuk mengentotnya habis-habisan.

Sampai pada suatu saat Mama berkata terengah, “Ayo percepat entotannya Sam. Mama udah mau lepas lagi nih. Ooooh.... ooooh.... iyaaaaa.... percepat lagi.... iyaaaaa.... ! “
Aku mengayun penisku jauh lebih cepat... tak ubahnya seorang pembalap sepeda yang tengah mengayuh pedalnya menjelang garis finish. Makin lama makin cepat... makin cepat lagi.... dan akhirnya aku menahan nafasku sambil membenamkan penisku sedalam mungkin tanpa menariknya lagi. Sementara Mama pun sedang berkelojotan, lalu mengejang tegang sambil memeluk leherku erat-erat.... disusul dengan elahan nafasnya, “Aaaaaahhhhhhhh....... “

Pada detik itulah aku merasakan sesuatu yang indah... indah sekali... bahwa liang kemaluan Mama terasa berkedut-kedut, tepat pada saat moncong penisku tengah menyemnprot-nyemprotkan sperma di dalam liang kemaluan yang sedang berkedut-kedut itu. Cret....cret...crettttt.... crotttt...croooooottttt.... !

Aku menggelepar, lalu terkapar lunglai di atas perut ibu tiriku.

Setelah penisku lemas, lalu terlepas sendiri dari kemaluan Mama, aku menelentang di samping ibu tiriku. Pada saat itulah Mama mengusap-usap dadaku sambil berkata, “Kebujanganmu sudah tersimpan di dalam tubuh mama. Terima kasih, ya Sam. Mama akan semakin sayang padamu. “

“Tapi... bagaimana kalau nanti Mama hamil ?” tanyaku cemas.
“Itu takkan terjadi. Mama dan Papa sudah sepakat, bahwa mama jangan sampai hamil. Supaya mama tetap sayang kamu dan Yoga, sementara Papa pun akan tetap sayang pada Ayu dan Ita. Karena itu mama ikut KB sejak menikah dengan Papa. “

“Jadi... kalau begitu... aku bisa bebas menyetubuhi Mama nanti ?”
“Iya Sayang. Kalau kamu mau lagi, asalkan Papa gak ada di rumah, masuk aja ke kamar mama. Tapi jangan sampai saudara-saudaramu tau. “
Aku tersenyum senang mendengar ucapan Mama itu.

“Sebelum pulang, kita harus mandi dulu. Lalu makan di food court, “ ucap Mama sambil turun dari bed.
“Iya Mam, “ sahutku yang juga turun dari bed, “kita bisa mandi bareng kan ?”

Mama menoleh padaku, lalu mengangguk sambil tersenyum. Kemudian Mama mengeluarkan sebotol sabun cair, sikat gigi dan odol dari tas kecilnya. Mungkin Mama memang sudah merencanakan semuanya ini sebelum meninggalkan rumah tadi. Terbukti dengan dibawanya sabun, sikat gigi dan odol itu.

Dan kami melangkah ke kamar mandi hotel, dalam keadaan sama-sama telanjang.

Di dalam kamar mandi memang disediakan sabun kecil, odol kecil, sikat gigi dan dua helai handuk putih.

Sebelum mandi, kuambil sikat gigi yang disediakan hotel itu. Sementara odolnya kuminta dari Mama, karena kurang suka melihat odol murahan yang disediakan oleh hotel itu.

Aku pun lalu menyikat gigi sebersih mungkin, sementara Mama mulai membasahi tubuh telanjangnya dengan pancaran air hangat dari shower. Aku, yang sedang menyikat gigi di belakang Mama, merasa terangsang lagi ketika memperhatikan bokong semok Mama itu. Dan pada waktu sedang berkumur, aku semakin terangsang ketika memperhatikan Mama yang sedang membersihkan kemaluannya dengan sabun cair dan semprotan air hangat shower.

Tanpa keraguan lagi aku mendekap pinggang Mama yang basah dari belakang. Sementara penisku yang sudah ngaceng lagi ini menempel di bokong Mama.
Tanpa memutar badannya, Mama memegang penisku sambil bersuara, “Sudah ngaceng lagi Sam ?”

“Iya Mam... “ sahutku sambil menggerayangi selangkangannya dari belakang. Lalu mendaratkan kedua tanganku di permukaan kemaluan ibu tiriku.
Dan Mama tahu benar apa yang harus dilakukannya. Ia melangkah ke washtafel. Di situ ia membungkuk sambil memegang bibir bak washtafel, dengan bokong ditunggingkan dan kedua kaki direnggangkan.

“Ayo masukin lagi dari situ, “ ucap Mama yang sedang membelakangiku.
Tangan kananku pun meraba-raba selangkangan Mama dari belakang, sementara penisku dipegang oleh tangan kiriku.

Tak sulit bagiku untuk menemukan liang kemaluan Mama. Lalu kubenamkan penisku ke dalam liang kemaluan yang masih basah oleh air sabun itu.
Meski persetubuhan ini dilakukan sambil berdiri, ternyata rasanya lebih fantastis daripada waktu di atas bed tadi. Karena aku bisa mengentot Mama sambil menepuk-nepuk bokongnya yang gede ini. Terkadang tanganku pun bisa meraih toket Mama yang bergelantungan.

Dan yang jelas, kali ini durasinya jauh lebih lama daripada waktu di atas bed tadi... !



Setelah persetubuhan kedua ini selesai, kami pun benar-benar mandi sebersih mungkin. Kemudian kami tinggalkan hotel yang bersatu dengan mall itu.
Kebetulan foodcourt masih pada buka. Sehingga kami bisa makan dulu di salah satu counter.

Kemudian kami tinggalkan mall itu.
“Nanti di rumah kita harus bersikap seperti biasa aja ya Sam, “ kata Mama ketika aku sudah mengemudikan mobilnya kembali di jalan aspal.
“Iya Mam. Tapi kalau aku kepengen lagi nanti gimana ?” tanyaku.
“Nanti Papa bakal sering nginap di luar kota. Kalau Papa sedang di luar kota, kamu kan bisa menyelinap ke kamar Mama, tapi saudara-saudaramu jangan sampai ada yang tau. “

“Iya Mam. “
“Mmm... bagaimana kesannya setelah merasakan memek mama tadi ?”
“Luar biasa enaknya Mam. Kayaknya sih aku bakal ketagihan. Hehehee... “

Mama memegang tangan kiriku sambil berkata, “Mama akan semakin sayang padamu, Sam. “
“Sama Mam. Aku juga akan semakin sayang kepada Mama. “
Setibanya di rumah, Mama langsung masuk ke pavilyunnya, sementara aku langsung naik ke lantai dua.

Kulihat pintu kamar Mbak Ayu tertutup. Aku pun mengendap-endap masuk ke dalam kamarku. Lalu menutupkan kembali pintu, sekaligus menguncikannya.
Aku memang tak mau diganggu dulu oleh Mbak Ayu. Karena fisikku takkan memungkinkan untuk melakukan “sesuatu” seperti yang dimintanya kemaren.

Tapi baru saja aku merebahkan diri di atas tempat tidur, Mbak Ayu mengetuk pintu perlahan-lahan. Terdengar pula suaranya, “Sam.... Saaam... Saam... !”
Tak tega juga rasanya mendengar suara Mbak Ayu yang seperti memohon begitu. Akhirnya aku turun dari bed dan membuka pintu kamarku.

Mbak Ayu masuk ke dalam kamarku sambil berkata, “Kok dikunci pintunya ? Biasanya kan nggak. “

“Aku letih sekali, Mbak. Tadi pulang kuliah langsung disuruh nyetir sama Mama. Mana jalanan lagi macet pula... “ sahutku sambil duduk di pinggiran tempat tidurku.
“Mama ngajak ke mana ?”
“Belanja ke mall. Terus ke sana-sini. Pokoknya bikin letih Mbak. “

Mbak Ayu mencium bibirku, lalu berkata, “Owh... pantesan lama. Aku punya berita bagus lho. “
“Berita apa ?” tanyaku sambil mengelus paha putih Mbak Ayu yang tersembul di belahan kimononya.
“Tadi aku udah disuntik. Kata dokter, suntikan itu akan bertahan selama enam bulan. Berarti selama enam bulan kamu boleh mmneyetubuhiku sepuasnya. Dan takkan membuatku hamil. “

“Wow... Mbak pakai alesan apa sama dokter itu ? Alesan udah punya suami tapi gak mau hamil dulu ?”
“Nggak. Aku bilang punya pacar tapi udah sering menggauliku. Setiap bersetubuh selalu pakai kondom. Sedangkan aku nggak suka pakai kondom begitu. Makanya minta disuntik. Kebetulan dokternya mau menyuntikku. “

“Kalau gitu... besok aja ya Mbak. Jangan sekarang. Soalnya aku sedang letih sekali. Main sama perawan kan butuh energi yang bagus. “

“Iya nggak apa-apa. Besok malam sudah pasti kan ?”
“Pasti Mbak, “ sahutku sambil merayapkan tanganku makin ke atas... sampai di pangkal paha Mbak Ayu. Wah... ternyata Mbak Ayu sudah mempersiapkan diri... tanganku menyentuh kemaluan plontosnya yang tidak mengenakan celana dalam.

Mungkin dia sudah membayangkan enaknya diperawani olehku.
Dan begitu menyentuh kemaluan tembemnya, penisku pun langsung ngaceng lagi... !
Lalu... apakah aku masih tetap akan menolaknya malam ini ?

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Draft Amarah Para Buruh 21

Draft Amarah Para Buruh 20

Lust in Broken Home 4

Lust In Broken Home 5

Terjebak Didalam Kelas

Akibat Kena Gendam Tetanggaku

Kisah Tragis Dikebun Karet

Amarah Para Buruh 10

Amarah Para Buruh 17

Binalnya Ibu Tiriku 4