Sebut saja namaku Evan, Aku adalah seorang Pria
single/bujang dan disini saya akan menceritakan salah satu cerita pengalaman sex-ku
yang sangat menarik. Cerita ini bermula dari ajakan seorang temanku untuk
pangkas rambut di sebuah salon yang letaknya di sekitar Universitas ternama di
Jakarta pada awal bulan oktober lalu. Dari ajakan temanku itu kini aku-pun tahu
bahwa semua wanita yang bekerja di salon itu bisa dikencani.
Pada waktu tepatnya pada hari akhir pekan, kami sepakat
untuk ketemuan di salon X itu pada pukul 01:00 siang. Saat itu aku-pun segera
bergegas pergi ke salon itu bermaksud untuk memangkas rambutku. Setelah
beberapa waktu, akhrnya aku-pun sampai disalon itu. Saat itu aku melihat jam
tanganku menunjukan pukul 1 kurang 5 menit, dan saat itu juga aku memutuskan
untuk masuk kesalon itu.
Sewajarnya salon, saat itu suasana di salon itu terasa
normal sekali dan tidak tidak ada hal yang ganjil sedikit-pun. Ketika aku
masuk, saat itu aku-pun menuju pada receptionis. Disana aku-pun mengatakan
bahwa aku berniat untuk pangkas rambut. Dari balik meja receptionis itu seorang
wanita cantik berkata padaku, agar aku menunggu sejenak karena saat itu pekerja
salon sedang sibuk melayani para pelangganya.
Saat itu sembari menunggu antrian, aku-pun mencoba untuk melihat-lihat
suasana salon itu dan sembari mencari temanku yang sebelumnya sudah berjanjian
denganku. Namun saat itu temanku tidak ada. Kuakui bahwa hampir semua wanita
yang bekerja di salon ini rata-rata cantik, putih dan mempunyai body yang sexy.
Ditambah lagi rata-rata mereka masih muda, kalau aku perkirakan umurnya sekitar
20-27 tahun.
Cindy |
Melihat para wanita salon itu aku jadi teringat dengan
omongan temanku, bahwa para wanita salon ini bisa diajak kencan. Berhubung aku
aku baru pertama kali ke salon itu ragu, karena salon itu benar-benar seperti
salon biasa tidak nampak jika ada ++ nya. Kira-kira setelah beberapa waktu aku
menungguantrian, pada akhirnya aku mendapat gilirianku. Saat itu reception
berkata bahwa sekarang giliranku untuk pangkas rambut.
Receptionis itu saat itu menunjuk kekursi yang kosong dan
aku bergegas menuju ke kursi itu. kemudian setelah aku duduk, tidak lama
kemudian seorang wanita salon yang muda nan cantik datang kearahku dan memegang
rambutku,
“ Mau model apa Mas, potong rambutnya ?, ” ucapnya sembari
melihatku lewat cermin, dengan masih tetap memegang rambutku.
“ Eummm apa yah Mba’, apa aja deh Mba” yang penting rapi, ”
ucapku sekena-nya.
Lalu layaknya di salon pada umumnya, aku-pun kemudian diberi
penutup badan untuk agar rambut yang dipangkas tidak mengenai bajuku. Pada
awalnya suasana terasa kaku, namun saat itu aku mencoba untuk mencairkan
suasana agar terasa relax,
“ Ngomong-ngomong, udah berapa lama Mba’ kerja di sini?, ”
tanyaku basa-basi.
“ Baru kog Mas, baru 5 bulan, ngomong-ngomong Mas baru
pertama kali ya cukur di sini?, ” ucapnya sembari memangkas rambutku.
“ Iya nih Mba’, kebetulan saya kemarin lewat dan melihat ada
salon, ya udah deh akhirnya saya mau coba cukur di sini, lagian saya juga lagi
janjian sama temen buwat ketemu disini Mba’, Eh… malah sampai sekarang belum
datang juga ?, ” jawabku.
“ Ouhhh… ” jawabnya singkat dan berkesan cuek.
Tidak lama setelah itu pada akhirnya temanku-pun datang
juga,
“ Woy… ” suara temanku semabri menepuk pundakku dari
belakang.
“ Lama banget sih loe, kemana aja loe ?, ” tanyaku.
“ Sory bray, tadi di jalan macet, yaudah gue pangkas rambut
dulu yah bray… ” jawabnya sambil berlalu.
Temanku-pun berlalu begitu saja. Saat itu-pun pangkas rambut
sembari mengobrol. Singkat cerita dari obrolan-obrolan itu kami-pun mulai
relax. Dari obrolan kami, aku mengetahui bahwa dia bernama Cindy, dan dia
berusia baru berusia 21 tahun. Cindy tinggal di kost-kostsan sekitar salon itu.
Kini akupun sudah selesai, kemudian aku-pun memberikan tips sekedarnya, sembari
aku menanyakan apakah dia mau aku ajak keluar.
Saat itu Cindy-pun menyetujui dan dia menulis nomor
handphone-nya pada selembar kertas kecil. Setelah selsai aku tidak pulang
begitu saja, saat itu aku masih mnunggu Roni temanku tadi. Sembari menunggu
Roni, aku-pun mengobrol dengan Cindy, saat itu aku sempat diperkenalkan oleh
beberapa teman-temanya. Teman Cindy juga memang cantik, namun menurutku
Cindy-lah yang paling cantik.
Singkat cerita pada akhirnya kami-pun ketemuan pada hari
Senin di tempat yang sudah kami sepakati sebelumnya. Setelah makan siang, kami
nonton bioskop.Saat itu Cindy terlihat cantik sekali.Dalam hati aku berkata,
cantik sekali Cindy hari ini. Saat itu cindy yang mengenakan kaos ketat
berwarna biru muda ditambah dengan rompi yang dikancingkan dan dipadu dengan
celana jeans ketat serta sandal yang tebal. Kami serius mengikuti alur cerita
film itu, hingga akhirnya semua penonton dikagetkan oleh suatu adegan.
Cindy tampak kaget, terlihat dari bergetarnya tubuh dia.
Entah ada setan apa, secara reflek aku memegang tangan kanannya. Lama sekali
aku memegang tangannya dengan sesekali meremasnya dan dia diam saja. Singkat
cerita, aku mengantarkan dia pulang ke kostnya, di tengah jalan Cindy memohon
kepadaku untuk tidak langsung pulang tapi putar-putar dulu. Kukabulkan
permintaannya karena aku sendiri sedang bebas.
Lalu aku memutuskan untuk naik tol dan putar-putar kota
Jakarta. Sambil menikmati musik, kami saling berdiam diri, hingga akhirnya
Cindy mengatakan.
“ Eummm… Van, aku mau ngomong sesuatu sama kamu, memang
semua ini terlalu cepat, namu aku harus mengatakan hali ini ke kamu, Eeee… aku
suka sama kamu Van… ” ucapnya lirih.
Saat itu aku merasa seperti tersambar petir mendengar
ucapnya itu, dan secara refleks aku-punmenengok kearah-nya. Ketika itu
nampaknya raut mukanya sangat serius dengan apa yang barusan dia katakan sembari
matanya menatap tajam padaku,
“ Apa kamu sudah yakin dengan omonganmu yang barusan, Cin?,
” tanyaku sambil kembali konsentrasi ke jalan.
“ Aku nggak tau kenapa, aku merasa kalau kamu itu beda sama
cowok-cowok yang pernah aku kenal sebelumnya, kamu itu baik, dan kayaknya kamu
itu care banget sama cewek. Aku nggak mau kalau setelah aku pulang ini, kita
nggak bisa ketemu lagi, Van. Aku nggak mau kehilangan kamu, ” ucap-nya panjang
lebar.
“ Eummm… kalau aku boleh jujur sih, aku juga suka sama kamu,
Cin… tapi langkah baiknya jika kita saling mengenal lebih dalam lagi baru nanti
kita pacaran?, ” jawabku tegas.
“ Baiklah kalau itu mau kamu Van, Eummm… aku boleh cium kamu
nggak, ini bukti bahwa aku nggak main-main sama omonganku yang barusan Van ?, ”
ucapnya dengan wajah serius.
Wah rasanya seperti mau mati, jantungku mau copot, nafas
jadi sesak. Edan ini anak, seperti benar-benar!
Sekali lagi, aku menengok ke
kiri melihat wajahnya yang bulat dengan bola mata yang berwarna coklat, dia menatapku
tajam dan serius sekali,
“ Emmm… Sekarang Cin ?, ” tanyaku sambil menatapnya.
Saat itu dia hanya menganguk dan,
“ Okey, sekarang kamu boleh cium aku, ” ucapku sembari
kembali ke jalanan.
Beberapa detik kemudian Cindy-pun beranjak dari tempat
duduknya dan mengambil posisi untuk memberi sebuah cium di pipi kiriku.
Diberilah sebuah ciuman di pipi kiriku sambil memeluk. Lama sekali dia mencium
dan ditempelkannya buah dada-nya di lengan kiriku. Beuhhh, empuk sekali kawan,
mak nyosss. Buah dada-nya yang cukup menantang itu sedang menekan lengan
kiriku. Edan, enak sekali, aku jadi sangek gilak.
Sebagai laki-laki normal secara otomatis batang kejantananku
pun menegang. Dengan pelan sekali, Cindy berbisik,
“ Van, aku suka sama kamu, ” ucapnya sembari dia kembali
mencium pipiku dan tetap menekankan buah dada-nya pada lengan kiriku.
Konsentrasiku buyar, sepertinya aku benar-benar sudah horny dengan perlakuan
Cindy, dan beberapa kendaraan yang melaluiku melihat ke arahku menembus kaca
filmku yang hanya 40%. Lalu,
“ Kamu horny ya, Van?, ” ucapnya lirih.
Saat itu aku tidak menjawab, dan tangan kirinya saat itu
mulai meraba tubuhku dan mengarah ke bawah, saat itu aku sudah benar-benar horny.
Sekali lagi Cindy berbisik,
“ Van, aku tahu kamu horny, boleh nggak aku lihat punya kamu
? emmm… punya kamu besar yah!, ” ucapnya.
Saat itu aku hanya mengangguk saja, akhirnya dibukalah
celana panjangku dengan tangan kirinya, seperti dia agak kesulitan pada saat
ingin membuka ikat pinggangku sebab dia hanya menggunakan satu tangan. Aku
bantu dia membuka ikat pinggang setelah itu aku kembali memegang setir mobil.
Dielus-elus batang kejantananku yang sudah keras dari luar. Tidak lama kemudian
ditelusupkan telapak kirinya ke dalam dan digenggamlah kejantananku.
“ Oughhhhh… ” desahku pelan.
Sedikit demi sedikit wajahnya bergerak. Pertama, ia cium
bibirku dari sebelah kiri lalu turun ke bawah. Lalu dia-pun mencium leherku,
saat itu dia sempat berhenti di bagian dadaku, mungkin dia menikmati aroma
parfumku. Lalu dia-pun semakin turun ke bawah. Beberapa kali Cindy melakukan
gerakan mengocok kejantananku. Pertama-tama dijilatinya pangkal batang
kejantananku lalu berpindah naik ke atas.
Kini ujung lidahnya sudah berada pada bagian buah zakarku.
Salah satu tangannya menyelinap di antara belahan pantatku, menyentuh anusku,
dan merabanya. Cindy melanjutkan perjalanan lidahnya, naik semakin ke atas,
perlahan-lahan. Setiap gerakan nyaris dalam beberapa detik, teramat perlahan.
Melewati bagian tengah, naik lagi. Ke bagian leher batangku. Kedua tanganku tak
kusadari sudah mencengkeram setir mobil. Ujung lidahnya naik lebih ke atas
lagi.
Pelan-pelan setiap jilatannya kurasakan bagaikan kenikmatan
yang tak pernah usai, begitu nikmat, begitu perlahan. Setiap kali kutundukkan
wajahku melihat apa yang dilakukannya setiap kali itu pula kulihat Cindy masih
tetap menjilati kejantananku dengan penuh nafsu. Sesaat Cindy kulihat melepas
tangannya dari kejantananku dan menyibakkan rambutnya ke samping. Kini jemarinya
kembali menarik bagian bawah batang kejantananku dan memiringkan kepalanya.
Cindy kemudian mulai menurunkan wajahnya mendekati kepala
kejantananku, dan kini mulailah merekahkan kedua bibirnya dengan perlahan lalu
dia mulai memasukkan kepala kejantananku ke dalam mulutnya tanpa tersentuh
sedikitpun oleh giginya. Kemudian dia-pun mulai menggerakan secara perlahan
semakin jauh hingga di bagian tengah batang kejantananku. Saat itulah kurasakan
kepala kejantananku menyentuh bagian lidahnya.
Tubuhku bergetar sesaat dan terdengar suara khas dari mulut
Cindy. Kedua bibirnya sesaat kemudian merapat. Kurasakan kehangatan yang luar
biasa nikmatnya mengguyur sekujur tubuhku. Perlahan-lahan kemudian kepala Cindy
mulai naik. Bersamaan dengan itu pula kurasakan tangannya menarik turun bagian
bawah batang tubuh kejantananku hingga ketika bibir dan lidahnya mencapai di
bagian kepala, kurasakan bagian kepala itu semakin sensitif.
Begitu sensitifnya hingga bisa kurasakan kenikmatan hisapan
dan jilatan Cindy begitu merasuk dan menggelitik seluruh urat-urat syaraf yang
ada di sana. Kuraba punggungnya dengan tangan kiriku, kuelus dengan lembut lalu
mengarah ke bawah. Kudapatkan buah dada sebelah kanan, aku buka telapak
tanganku mengikuti bentuk buah dada-nya yang bulat, kemudian aku meremas-nya
dengan lembut.
Lalu aku buka satu persatu kancing rompinya, dan kembali aku
membuka tepak tangan mengikuti bentuk buah dada-nya. Sambil tetap mengkulum,
tangan kanannya bergerak menyentuh tanganku, ia tarik baju ketatnya dari selipan
celana panjangnya. Dipegangnya tanganku dan diarahkannya ke dalam. Di balik
baju ketatnya, aku meremas-remas buah dada-nya yang masih terbungkus BRA.
Kmeudian aku-pun mulai meremas satu persatu buah dada-nya
sambil mendesah menikmati kuluman pada kejantananku. Kuremas agak kuat dan
Cindy pun berhenti mengkulum sekian detik lamanya. Kuelus-elus kulit dadanya
yang agak menyembul dari BRA-nya dengan sesekali menyelipkan salah satu jariku
di antara buah dada-nya yang kenyal,
“ Sssssss… Aghhhhh…. ” desahku nikmatku merasakn kuluman
Cindy yang makin cepat.
Aku turunkan BRA-nya yang menutupi buah dada sebelah kanan,
aku dapat meraih putingnya yang sudah mengeras. Kupilin dengan lembut,
“ Oughhhhh… Sssss… ” desahnya melepas kuluman dan terdengar
suara akibat melepaskan bibirnya dari kejantananku.
Menjilat, menghisap, naik turun. Ia begitu menikmatinya.
Begitu seterusnya berulang-ulang. Aku tak mampu lagi melihat ke bawah. Tubuhku
semakin lama semakin melengkung ke belakang kepalaku sudah terdongak ke atas.
Kupejamkan mataku. Cindy begitu luar biasa melakukannya. Tak sekalipun
kurasakan giginya menyentuh kulit kejantananku. Gila, belum pernah aku dihisap
seperti ini, pikirku.
Pikiranku sudah melayang-layang jauh entah ke mana. Tak
kusadari lagi sekelilingku oleh gelombang kenikmatan yang mendera seluruh urat
syaraf di tubuhku yang semakin tinggi. Aku berhenti sejenak meraba buah
dada-nya. Kutengok ke bawah, tangan kanannya menggenggam dengan erat persis di
bagian leher batang kejantananku, dan dia terlihat tersenyum kepadaku,
“ Kamu luar biasa Cin… Oughhhhh… ” bisikku sambil
menggeleng-gelengkan kepala terkagum-kagum oleh kehebatannya.
Saaat itu Cindy hanya tersenyum manis dan berkesan manja,
“ Cin, bisa keluar aku kalau kamu kayak gini terus, ”
bisikku lagi merasakan genggaman tangannya yang tak kunjung mengendur pada
kejantananku. Cindy hanya tersenyum,
“ Kalau kamu udah nggak pengen keluar, keluarin aja, nggak
usah ditahan-tahan, ” jawabnya.
Lalu setelah itu Cindy menjulurkan lidahnya keluar dan
mengenai ujung batang kejantananku. Rupanya dia mengerti aku sedang berjuang
untuk menahan orgasme-ku,
“ Ssss… Oughhhhh… ” racauku sedikit keras menahan rasa ngilu
bercampur nikmat.
Bukan kepalang nikmat yang kurasakan, tubuhnya bergerak
tidak karuan, seiring dengan gerakan kepalanya yang naik turun, kedua tangannya
tak henti-henti meraba dadaku, terkadang dia memilin kedua puting susuku dengan
jarinya. Terkadang dia juga melepaskan kuluman untuk mengambil nafas sejenak
lalu melanjutkannya lagi. Semakin lama gerakannya makin cepat. Aku sudah
berusaha semaksimal untuk menahan orgasme.
Saat itu aku mengalihkan perhatianku dari buah dada-nya. Aku
meraba ke arah bawah. Kubuka kancing celananya. Agak lama kucoba membuka dan
akhirnya terlepas juga. Pelan-pelan kuselipkan tangan kiriku di balik celana
dalamnya. Aku dapat rasakan rambut kewanitaan-nya tipis. Mungkin dipelihara,
pikirku dalam hati. Kuteruskan agak ke bawah. Cindy mengubah posisinya, dengan
merenggangkan kedua kakinya.
Hal ini memudah aku dapat menyentuh kewanitaan-nya. Beberapa
saat telunjukku bermain-main di bagian atas kewanitaan-nya. Aku naik-turunkan
jari telunjukku. 5, nikmat sekali rasanya, pikirku. Sesekali kumasukkan
telunjukku ke dalam liang senggama-nya. Mulailah aku menjelajahi setiap sudut
liang senggama Cindy. Aku temukan sebuah kelentit di dalamnya, lalu aku
umainkan clitoris itu dengan telunjukku.
Oughhhhh, pegal juga rasanya tangan kiriku. Sejenak
kukeluarkan jariku dari dalam. Lalu aku menikmati setiap kuluman Cindy. Rasanya
sudah beberapa tetes air maniku keluar. Aku benar-benar dibuat mabuk kepayang
olehnya. Kembali kumasukkan jariku, kali ini dua jari, jari telunjuk dan jari
tengahku. Pada saat aku memasukkan kedua jariku, Cindy tampak melengkuh dan
mendesah pelan.
Semakin lama semakin cepat aku mengeluar-masukkan kedua
jariku di liang senggama-nya dan Cindy beberapa menghentikan kuluman pada
batang kejantananku sambil tetap memegang batang kejantananku. Entah sudah
berapa orang yang melihat kegiatan kami terutama para supir atau kenek truk
yang kami lewati, namun aku tidak peduli. Kenikmatan yang kurasakan saat itu
benar-benar membiusku sehingga aku sudah melupakan segala sesuatu.
Saat itu Cindy kembali menjilat, menghisap dan mengkulum
batang kejantananku dan entah sudah berapa lama kami melakukan ini. Kutundukkan
kepalaku untuk melihat yang sedang dikerjakan Cindy pada kejantananku. Kali ini
Cindy melakukan dengan penuh kelembutan, ia julurkan lidahnya hingga mengenai
ujung kepala kejantananku lagi. Ia memutar-mutarkan lidahnya tepat di ujung
lubang kejantananku.
Sungguh dashyat kenikmatan yang kurasakan. Beberapa kali
tubuhku bergetar namun ia tetap pada sikapnya. Sesekali ia masukkan semua
batang kejantananku di dalam mulutnya dan ia mainkan lidahnya di dalam,
“ Oughhhhh.. Cin… nikmat… Sssss… Aghhh… ” desahku sambil
melepaskan tangan kiriku dari liang senggama-nya.
Saat itu aku memegang kepalanya mengikuti gerakan naik
turun, lalu,
“ Oughhhhh… Cin, aku udah nggak kuat nihhh… Aghhhhh… ” ucapku
agak lirih menahan orgasme.
Namun gerakan Cindy makin cepat dan beberapa kali dia buka
matanya namun tetap mengkulum dan terdengar suara-suara dari dalam mulutnya,
“ Aghhhhhh… ” desahku keras diiringi dengan keluarnya air
mani dari dalam batang kejantananku di dalam mulutnya.
Ketika itu keadaan mobil kami saat itu sedikit tersentak
oleh pijakan kaki kananku. Aku menikmati setiap air mani yang keluar dari dalam
kejantananku hingga akhirnya habis. Cindy tetap menjilati kejantananku dengan
lidahnya. Dapat kurasakan lidahnya menyapu seluruh bagian kepala kejantananku. Oughhh,
nikmat sekali rasanya. Setelah membersihkan seluruh air maniku dengan lidahnya,
Cindy bergerak ke atas.
Kulihat dia, tampak ada beberapa air maniku menempel di
sebelah kanan bibirnya dan pipi kirinya. Aku mulai bergerak memperbaiki posisi
dudukku, perlahan-lahan. Sambil tetap digenggamnya batang kejantananku yang
sudah lemas, Cindy beranjak ke atas melumat bibirku, masih terasa air maniku.
Sekian detik kami bercumbu dan aku memejamkan mata. Akhirnya Cindy merapikan
posisinya, lalu dia duduk dan merapikan pakaiannya.
Saat itu aku-pun merapikan pakaianku sekedarnya. Aku kenakan
celana panjangku namun tidak kumasukkan kemejaku. Beberapa hari setelah itu,
aku main ke kost Cindy dan pada saat itu pula kami mengikat tali kasih. Awal
bulan Maret lalu Cindy kembali dari Manado setelah 2 minggu dia berada di sana
dan dia tidak kembali lagi bekerja di salon itu. Sekarang kami hidup bersama di
sebuah tempat di daerah pinggiran kota.
Kini Cindy-pun diterima sebagai operator di salah satu
perusahaan penyedia jasa komunikasi handphone. Sedangkan aku tetap sebagai
animator yang bekerja di sebuah perusahaan di daerah jakarta tapi aku harus
meninggalkan kostku. Setelah kami hidup seatap, Cindy mengakui padaku bahwa
selama enam bulan ia bekerja di salon itu, ia pernah melayani pelanggannya dan
dia mengatakan bahwa semua pekerja yang bekerja di salon itu juga pekerja sexs.
Cindy tidak mengetahui bagaimana asal mulanya. Cindy sendiri
tidak tahu apakah salon merupakan sebuah kedok atau sexs adalah sebuah
tambahan. Dia mengatakan bahwa untuk mengajak keluar salah satu karyawati di
situ, seseorang harus membayar di muka sebesar Rp 500.000. Rasanya Jakarta
hanya milik kami berdua, tiap malam setelah mandi sepulang dari kerja atau
setelah makan malam, kami melakukan hubungan sexs.
Entah sampai kapan semua ini akan berakhir dan entah kapan
kami akan resmi menikah. Kami sungguh menikmati setiap hari yang akan kami
lalui dan telah kami lalui bersama. Aku sungguh tidak peduli dengan
asal-usulnya pekerjaan Cindy sebab makin hari aku makin terbius oleh kenikmatan
sexs dan mataku seolah-seolah tertutup oleh rasa sayangku pada dia.
Komentar
Posting Komentar