Hampir tidak
percaya bahwa hari telah larut malam. Aku masih berada di ruang komputer kampus
sendirian. Pegal rasanya seharian menulis tugas yang harus diserahkan besok
pagi. Untunglah akhirnya selesai juga. Sambil melepas lelah iseng-iseng aku
buka internet dan masuk ke situs-situs porno. Aku membuka gambar-gambar orang
bersenggama lewat anus. Mula-mula terasa aneh, tapi makin lama aku merasakan
fantasi lain.
Aku merasakan erangan perempuan yang kesakitan karena lubang
duburnya yang sempit ditembus dengan kemaluan yang mengeras. Ah.. khayalanku
semakin jauh. Tiba-tiba aku dikagetkan dengan suara pintu ruangan membuka dan
menutup. Hii.. aku lihat sudah jam 22:30, malam-malam begini pikiranku jadi
membayangkan hal-hal menakutkan. Tapi kemudian aku dikagetkan lagi ketika
melihat seorang perempuan membawa map berisi beberapa lembar kertas dan dua
buah buku tipis masuk kemudian menaruhnya di sebelah komputer, lalu menyalakan
komputer dan mengetik.
Komputernya terhalang tiga meja komputer di sebelahku.
Aku jadi lega, sekarang ada teman, walaupun dia tidak memperhatikan aku sama
sekali. Aku perhatikan dari samping, wajahnya manis dengan hidung yang kecil
dan mancung. Kulitnya putih dan mulus dengan baju putih yang dikenakannya, dia
tampak cantik.Rani |
Tapi, akh peduli
amat. Aku melanjutkan buka-buka situs tadi, anganku semakin menerawang,
kemaluanku agak menegang. Dan akhirnya aku melirik pada perempuan di ruangan
itu, dan langsung aku melirik pantatnya. Besar! pikirku. Tiba-tiba saja aku
membayang kalau kemaluanku merobek-robek pantatnya yang menggiurkan itu. Aku
jadi deg-degan, semakin dibayangkan semakin menjadi-jadi kemaluanku menegang.
Sampai akhirnya aku nekat mendekati dia. Aku mencoba menenangkan diriku agar
tampak normal.
“Ma’af.. sedang
mengerjakan tugas?” suaraku sedikit bergetar. Dia melirikku sebentar lalu
matanya tertuju lagi ke layar komputer, sambil menjawab, “Iya.. Mas.. aku
kelupaan menuliskan beberapa judul buku dalam daftar kepustakaan, cuma dikit
kok.” “Rumahnya deket sini?” “Iya di asrama, dan saya biasa kerja malam-malam
begini,” jawabnya. “Nah.. selesai deh,” dia membereskan kertas-kertas, lalu
terdengar suara mesin printer bekerja. Dia mengambil hasilnya dan kelihatan
puas. “Bisa pulang sama-sama?” aku bertanya sambil mataku sebentar-sebentar
mencuri pandang ke arah pantatnya yang kelihatan besar membayang dibalik celana
trainning kain parasitnya. Aduh, dadaku mendesir. “Sebentar aku tutup dulu
komputerku ya..”
Aku bergegas pergi
ke komputerku. “Mas sedang ngerjakan apaan?” Aku kaget tidak menyangka kalau
dia mengikuti aku. “Ah.. ini.. iseng-iseng aja buka-buka internet, capek sih
ngetik serius terus dari tadi.”
“Eh.. gambar-gambar gituan yaa? Hi ih!” dia
mengangkat bahunya, tapi mulutnya tersenyum.
“Ah.. iseng-iseng aja.. Mau ikutan
liat-liat?” tiba-tiba keberanianku muncul.
Dan di luar dugaan dia tidak
menolak.
“Tapi bentar aja yaa.. entar keburu malam!” dia langsung duduk di
kursi sebelahku. Makin lama kami makin asyik buka-buka gambar porno, sampai
akhirnya, “Aku mau pulang deh Mas. Udah malem.. Aku bisa pulang sedirian..
deket kok.” Dia siap berdiri. Tapi dengan reflek tanganku cepat memegang
pergelangannya. Dia terkejut. Aku sudah tidak memperdulikan apa-apa lagi,
kecuali mempraktekkan gambar-gambar yang dilihat tadi. Kemaluanku sudah
menegang.
Tanpa basa basi aku langsung menduduki pahanya dan langsung melumat bibirnya. “Umh.. mh..” dia berusaha meronta dan menarik kepalanya ke belakang, tapi tangan kiriku cepat menahan belakang kepalanya, sementara tangan kananku sudah memegang buah dadanya, memutar-mutar, dan meremas-remas putingnya. Gerakan perempuan itu makin lama makin lemah, akhirnya aku berani melepaskan ciumanku, dan beralih menciumi bagian-bagian tubuh lain, leher, belakang telinga, kembali ke leher, lalu turun ke bagian belahan buah dadanya. Aku melihat dia juga menikmatinya. Matanya mulai sayu, bibirnya terbuka merekah.
“Namamu siapa?” aku
tampaknya agak bisa mengendalikan keadaan. Dia tidak menjawab. Hanya matanya
yang sayu itu memandang kepadaku. Aku tidak mengerti maksudnya. Tapi ah tidak
perduli aku mengangkat berdiri tubuhnya, lalu aku duduk di kursi, kutarik
badannya dan dia duduk di pangkuanku. “Ehh.. hh..” dia berdesah ketika kepalaku
menyeruduk buah dada yang masih terhalang T-shirt merah muda di balik jaket
jeans yang terbuka kancingnya. Tanganku segera menaikkan kaosnya, sehingga
tampak bagian bawah dadanya yang masih berada di balik BH. Kunaikkan BH-nya
tanpa melepas, dan kembali mulutku beraksi pada putingnya, sementara tanganku
meremas-remas pantatnya dan pahanya.
“Oohh.. Mas.. Mas..
Aoohh..” aku semakin menggila mendengar desahnya. Lalu aku ingin melaksanakan
niatku untuk menembuskan batang kemaluanku ke pantatnya. Kubalikkan badannya
sehingga dia membelakangiku. Aku pun berdiri dan menurunkan celana trainingnya
dengan mudah. Dengan tidak sabar celana dalamnya pun segera kuturunkan. Aku
duduk dan kutarik badannya sehingga pantatnya menduduki kemaluanku. “Aghh..
Uhh” aku terkejut karena kemaluanku yang sedang menegang itu rasanya mau patah
diduduki pantatnya. Tapi nafsuku menghilangkan rasa sakit itu. Aku genggam
kemaluanku dan kutempelkan ke lubang duburnya, lalu kutekan. “Aaah..” dia
menjerit, tubuhnya mengejang ke belakang. Tapi kemaluanku tidak bisa masuk.
Terlalu sempit lubangnya. Keberingasanku makin menjadi.
Aku dorong tubuhnya
sehingga posisi badannya membungkuk pada meja komputer. Pantatnya kelihatan
jelas, bulat. Pelukanku dari belakang tubuhnya membuat dia tertindih di meja.
Kutempelkan kemaluanku pada lubang pantatnya. Sementara tangan kiriku meremas
buah dada kirinya. Mulutku pun tidak henti-hentinya menggerayangi bagian
belakang leher dan punggungnya. Dengan sekali hentak paksa, kudorong masuk
kemaluanku. “Aih.. ah uh aoowww..” aku pun mersa sedikit kesakitan, tapi
kenikmatan yang tiada taranya kurasakan.
“Jangan.. aduh aahh sakiit, tidak
deh.. ahh..”
Aku semakin bernafsu mendengar rintihannya. Sambil memeluk buah
dadanya., kutarik dia berdiri. Lalu aku pun menggerakan kemaluanku maju mundur,
mulutku menciumi pipinya dari samping belakang, sementara tanganku meremas buah
dadanya, seolah-olah ingin menghancur lumatkan tubuh perempuan yang sintal itu.
Perempuan itu tidak
henti-hentinya merintih, terutama ketika kemaluanku kudorong masuk. Beberapa
tetes air mata menggelinding di pipinya. Mungkin kesakitan, aku tidak tahu.
Tapi apa daya aku pun sudah tidak kuat menahan keluar air maniku lagi dan
tubuhku mengejang, perempuan itupun mengejang dan merintih, karena tanganku
dengan sangat keras meremas buah dadanya. Badannya ikut tertarik ke belakang,
dan mulutku tanpa terasa menggigit lehernya. “Ouhh.. hh..” kenikmatan luar
biasa ketika kemaluanku menyemburkan air maniku ke pantatnya. Hangat sekali.
Aku terduduk dia pun terduduk di atas kemaluanku yang masih menancap di
pantatnya. Kepalaku terkulai di punggungnya. Perempuan itu memandang ke arah
layar komputer dengan pandangan kosong. Sementara tetes air matanya masih terus
membasahi pipinya.
“Ma’afkan
aku.. Aku tidak kuat nahan diri,” aku mencoba menghiburnya. Tapi dia tidak
menjawab. “Siapa namamu?” tanyaku dengan lembut. Kembali dia membisu.
“Aku mau
pulang.. kamu tidak perlu nganter aku.. biar orang-orang tidak tanya
macem-macem,” katanya dengan suara perlahan.
“Aku sebenarnya tau siapa kamu..
Mas,” dia berbicara tanpa menoleh ke arahku.
“Ha.. aku..” aku tekejut. “Ya..
karena aku temen baru pacarmu, Yuni, aku pernah liat foto-fotomu di tempat
dia.” Kali ini dia menatapku dengan tajam.
“Tapi.. aku sama sekali tidak
nyangka kelakuanmu seperti ini,” selesai dia menaikkan celana dan membetulkan
BH dan T-shirtnya.
“Tapi tidak usah khawatir aku tidak bakalan cerita kejadian
ini, aku takut ini akan melukai hatinya. Dia setia sama kamu,” lanjutnya. “Kamu
tidak.. kasian ama dia?” Aku terdiam, termangu, bahkan tidak menyadari kalau
dia sudah berlalu.
Akhir-akhir ini aku
tahu nama gadis itu Rani, memang dia teman pacarku, Yuni. Aku menyesali
perbuatanku. Rani tetap baik pada kami berdua. Kami bahkan menjadi kawan akrab.
Seperti tidak pernah terjadi apa-apa. Entah sampai kapan dia akan menyimpan
rahasia ini. Aku kadang-kadang khawatir, kadang-kadang juga memandang iba pada
Rani. Oh, aku telah menghancurkan gadis yang tulus.
Komentar
Posting Komentar