“Rik gua balik duluan ya. Gua udah ngantuk berat nih. Ujarku sambil mengangkat tas punggungku.
“Oke rud. Besok kita lanjut lagi ya hehe.. Jawabnya sambil tersenyum dan terus menatap layar komputer.
Dengan langkah gontai aku berjalan keluar meninggalkan teman-temanku yang masih asik bermain. Udara malam yang sejuk terasa agak menenangkan meski pikiranku masih bercampur antara lelah dan kantuk. Setelah membuka pintu kaca warnet yang agak gelap itu, aku segera menuju ke arah parkiran motor yang ada di depan. Lampu jalan yang remang-remang membuat bayangan motorku terlihat samar-samar di antara deretan kendaraan lain.
Aku berjalan pelan sambil mencoba mengingat posisi motorku tadi. Namun setelah berputar-putar beberapa kali, rasa bingung mulai muncul karena aku tetap tak bisa menemukan motorku. Rasanya seperti motorku tiba-tiba menghilang. Hatiku mulai sedikit panik dan aku berhenti sejenak untuk menenangkan diri sambil menoleh ke sekeliling. Beberapa motor masih terparkir di tempat yang sama, tapi motorku tidak terlihat sama sekali. Aku mengerutkan dahi dan mencoba mencari petunjuk kecil seperti helm atau jaket yang biasanya kugantung di stang motorku.
Sambil menatap ke sekeliling parkiran yang sepi, aku berpikir mungkin aku salah tempat atau motorku didorong ke sisi lain parkiran. Perlahan aku mulai berjalan lagi menyusuri barisan motor, berharap menemukan motorku sebelum rasa kantuk yang berat itu membuatku semakin linglung.
Parkiran di depan cafe itu memang agak semerawut. Motor-motor diparkir berjejer tanpa urutan yang jelas dan beberapa terlihat saling menutupi satu sama lain. Untuk motor yang berada di bagian dalam, pemiliknya sering kesulitan untuk keluar karena tertutup motor yang diparkir di belakang. Akhirnya beberapa dari mereka biasanya harus memindahkan atau menggeser motor lain agar bisa keluar. Hal ini membuat beberapa motor kerap berpindah tempat dari posisi awalnya.
Aku mulai berjalan pelan sambil menelusuri barisan motor. Beberapa orang pemilik motor tampak sibuk menurunkan helm atau memasukkan barang ke bagasi motor mereka, sementara beberapa lagi hanya ngobrol santai. Aku mencoba menyesuaikan mataku dengan cahaya lampu yang redup dan memperhatikan setiap motor satu per satu. Pikiran ku mulai panik sedikit karena rasa kantuk dan lelah tadi membuat tubuhku terasa berat.
Sambil menggerutu dalam hati, aku mencoba mengingat ciri-ciri motorku, dari warna stiker di body sampai posisi helm yang biasanya kugantung di stang. Aku tahu kemungkinan besar seseorang menggeser motorku agar motor lain bisa keluar, tapi tetap saja rasanya menjengkelkan karena aku harus mencari sendiri dalam keadaan parkiran yang sempit dan ramai. Aku menghela napas panjang dan mulai menggeser beberapa motor kecil yang berada di sisi jalan setapak, berharap menemukan motorku sebelum makin lama aku berdiri di sana dan rasa kantuk mulai menyerang lagi.
Aku mencoba untuk menenangkan diri dan mencari motorku sekali lagi dengan perlahan. Parkiran di tempat itu memang agak gelap dan banyak motor yang terparkir berjejer hingga agak susah melihat satu per satu. Aku berjalan pelan sambil menoleh ke kanan dan kiri, berharap motorku masih ada di dekat tempat tadi.
Setelah berulang kali mencari dan memeriksa setiap barisan motor, rasa curiga mulai muncul. Aku berhenti sejenak, menatap kosong ke tempat semula motorku diparkir. Perasaan tak enak itu makin kuat hingga akhirnya aku sadar bahwa motorku memang sudah tidak ada di sana. Rasanya seperti seluruh tubuhku mendadak tegang dan jantung berdebar kencang.
Motorku sudah hilang, dicuri orang entah oleh siapa. Panik langsung menyerang, dan aku berdiri di sana tanpa bisa berkata apa-apa. Suasana malam yang awalnya tenang kini terasa mencekam karena aku harus menghadapi kenyataan bahwa motorku raib begitu saja di tengah keramaian parkiran. Aku mencoba menenangkan diri lagi sambil menoleh ke sekeliling, berharap ada petunjuk atau orang yang melihat sesuatu, tapi semuanya tampak biasa saja seolah tak ada yang terjadi.
“Bang motor gua kok kagak ada ya !! ujarku sambil mendekati seorang pedagang nasi goreng langgananku yang mangkal tidak jauh dari tempat parkir. Aku masih kaget dan panik sambil menunjuk ke arah barisan motor yang tadi sempat kugunakan untuk mencari motorku.
“Wah kagak tau rud. Soalnya dari tadi gua sibuk masak nasi goreng sih, jadi kagak sempat liat motor lo,” jawabnya sambil terus mengaduk wajan yang mengepul panas. Bau harum nasi goreng menguar, tapi aku sama sekali tak bisa menikmatinya karena kepala masih pusing memikirkan motorku yang hilang.
“Anjirr.. pasti ada yang nyolong motor gua nih tadi.. bangsat tuh orang !! ujarku dengan nada kesal sambil menepuk-nepuk kepala sendiri. Aku menoleh ke sekeliling untuk mencari petunjuk siapa yang mungkin melakukannya tapi parkiran tetap terlihat normal seperti tak ada yang aneh.
“Bisa jadi rud. Dari tadi ada kayaknya orang yang bolak-balik dan sempat duduk di atas motor lo,” kata penjual nasi goreng itu sambil menunjuk ke arah sebuah motor yang tampak seperti baru diparkir. Aku mengerutkan dahi, mencoba mengingat apakah memang ada orang yang mencurigakan tadi, tapi malam sudah terlalu gelap dan semua terlihat samar.
“Wah kagak salah lagi. Pasti motor lo udah disikat sama dia. Soalnya di sini udah sering banget kejadian banyak motor hilang,” tambah pedagang kacang rebus yang duduk di dekat gerobaknya. Ia menggelar kacang rebus hangat sambil menatapku prihatin. Aku merasa panik campur marah, sementara pikiran mulai berputar mencari cara untuk menemukan motor itu atau setidaknya mengejar si pencuri. Suasana malam yang awalnya tenang kini terasa tegang, dengan lampu jalan yang temaram dan beberapa orang lalu-lalang seakan tak menyadari apa yang baru saja terjadi padaku.
Begitulah sekilas kejadian pahit yang kurasakan beberapa hari yang lalu hingga membuatku sedikit stress.
Dita adalah salah satu anak Bosku yang umurnya masih berusia 22 tahun dan saat ini dia kuliah di salah satu universitas swasta ternama. Tubuhnya memang cukup bagus serta Mulus dan Dadanya pun cukup montok. Selain itu Pantatnya juga terlihat bahenol hingga semua terlihat serba Padat dan sintal. Dengan bentuk tubuh yang seperti itu siapa sih yang tidak tahan jika melihat dirinya? Ditambah lagi setiap Dita pergi kekantor, aku sering melihat dia memakai rok yang cukup pendek hingga memperlihatkan pahanya yang mulus tsb.
“Selamat pagi Dek Dita” Sapaku
“iyah pak kebetulan hari ini aku lagi libur kuliah jadi bisa datang kesini pagi pagi. ujarnya.
“ohh begitu rupanya.. Kelihatanya kamu makin hari makin cantik aja yah dek dita. Kayaknya Laki laki yang jadi pacar kamu pasti bakal beruntung banget deh. ujarku
Begitu sampai di depan pintu toilet, ia memperlambat langkah. Tangannya baru saja meraih gagang pintu ketika aku sudah berdiri tepat di belakangnya. Tanpa memberi kesempatan lagi, aku langsung mengangkat tangan dan menutup rapat mulutnya.
Tubuhnya terkejut seketika, bahunya sedikit tersentak, dan matanya membelalak tak percaya. Suara tertahannya hanya bergema samar di balik genggamanku yang menutup mulutnya erat.
Begitu genggamanku menutup mulutnya rapat, tubuhnya sedikit memberontak. Bahunya bergerak cepat, tangannya sempat menyentuh dinding di samping pintu, namun tak mampu melepaskan diri. Nafasnya semakin terdengar terburu buru, bercampur dengan nafasku yang menghangat tepat di dekat telinganya.
Aku segera mendorong pintu hingga terbuka lebar lalu menyeretnya masuk. Suara engsel pintu berdecit pelan sebelum kututup kembali dengan keras. Dengan cepat tanganku yang bebas meraih kunci dan memutarnya dari arah dalam, suara klik terdengar jelas di ruangan sempit itu.
Toilet kantor terasa pengap. Lampu neon putih menyinari keramik dinding yang dingin, suara air menetes dari keran yang tidak tertutup rapat menambah kesunyian. Ia menempel pada dinding, tubuhnya tertekan oleh berat tubuhku yang tidak memberinya ruang untuk bergerak.
Matanya menatapku lekat lekat, campuran kaget dan pasrah terpancar jelas. Rontanya tidak lagi sekuat tadi, seakan sadar bahwa tak ada jalan keluar lagi. Suara samar masih teredam oleh telapak tanganku, hanya berupa dengusan yang membuat suasana semakin menegang.
“Sudahh Dita !! Kamu jangan teriak dan melawan yah.. Aku tau kamu juga pengen.. kataku.
“Aahh, Pakk! Kenapa harus kasar gini? kalau baik2 kan aku mau Pak!” jawabnya tak sadar sudah mengangkang
Nafas Dita makin terengah, dan tanganku pun masuk ke antara dua pahanya. Memeknya sudah basah, dan jariku mengelus belahan yang membayang.
“Uuuhh.. mmhh..Aahhss” Dita menggelinjang.
Kesadaranku yang tinggal sedikit seolah memperingatkan bahwa yang sedang kucumbu adalah seorang gadis perawan tapi gariah ku sudah sampai ke ubun-ubun dan aku pun menarik lepas dasternya dari atas kepalanya.
Tangannya menekan belakang kepalaku agar aku tidak berhenti. Dari sudut mataku aku bisa melihat bagian kemaluannya yang baru ditumbuhi rambut tipis. Bulu jarang itu sudah basah dan mengilap oleh cairannya sendiri. Aroma khas yang keluar dari sela pahanya langsung membuat kepalaku panas. Aku merayap turun dengan cepat hingga wajahku tepat di depan kemaluannya yang berdenyut halus.
Dita membuka pahanya lebih lebar karena ia tahu apa yang akan kulakukan. Aku tidak memberi kesempatan lagi dan langsung membenamkan kepalaku di antara kedua pahanya. Lidahku menyapu habis cairan hangat yang menetes, lalu menyelam lebih dalam hingga membuat tubuhnya terangkat. Tangan Dita mencengkeram rambutku semakin keras dan suaranya pecah jadi jeritan kecil.
“Ooohh.. aduuhh..,” Dita mengangkat punggungnya ketika lidahku menyelinap di antara belahan kemaluannya yang masih begitu rapat.
Lidahku bergerak dari atas ke bawah dan bibir kemaluannya mulai membuka. Sesekali lidahku akan membelai kelentitnya dan tubuh Dita akan terlonjak dan nafas Dita seakan tersedak. Tanganku naik ke dadanya dan meremas kedua bukit dadanya. Putingnya sedikit membesar dan mengeras.
Ketika aku berhenti menjilat dan mengulum, Dita tergeletak terengah-engah, matanya terpejam. Tergesa aku membuka semua pakaianku, dan kemaluanku yang tegak teracung ke langit-langit, kubelai-belaikan di pipi Dita.
“Mmmhh.. mmhh.. oohhmm..,” ketika Dita membuka bibirnya, kujejalkan kepala kemaluanku.
Tanganku berganti-ganti meremas dadanya dan membelai kemaluannya.
Segera saja kemaluanku basah dan mengkilap. Tak tahan lagi, aku pun naik ke atas tubuh Dita dan bibirku melumat bibirnya.
Dengan tangan, kugesek-gesekkan kepala kemaluanku ke celah di selangkangan Dita dan sebentar kemudian kurasakan tangan Rina menekan pantatku dari belakang.
Perlahan kemaluanku mulai menempel di bibir liang kemaluannya, dan Dita semakin mendesah-desah. Segera saja kepala kemaluanku kutekan, tetapi gagal saja karena tertahan sesuatu yang kenyal. Aku pun berpikir, apakah lubang sekecil ini akan dapat menampung kemaluanku yang besar ini.
Tetapi dengan dorongan nafsu yang besar, aku pun berusaha. Akhirnya usahaku pun berhasil. Dengan satu sentakan, tembuslah halangan itu. Dita memekik kecil, dahinya mengernyit menahan sakit. Kuku-kuku tangannya mencengkeram kulit punggungku. Aku menekan lagi, dan terasa ujung kemaluanku membentur dasar padahal baru 3/4 kemaluanku yang masuk.
Sebentar kemudian kernyit di dahi Rina menghilang, dan aku pun mulai menarik dan menekankan pinggulku. Rina mengernyit lagi, tapi lama kelamaan mulutnya menceracau.
“Aduhh.. sshh.. iya.. terusshh.. mmhh.. aduhh.. enak.. mass..
Aku merangkulkan kedua lenganku ke punggung Dita lalu membalikkan kedua tubuh kami hingga Dita sekarang duduk di atas pinggulku. Nampak 3/4 kemaluanku menancap di kemaluannya. Tanpa perlu diajarkan, Dita segera menggerakkan pinggulnya, sementara jari-jariku berganti-ganti meremas dan menggosok dada, kelentit dan pinggulnya, dan kami pun berlomba mencapai puncak.
Lewat beberapa waktu, gerakan pinggul Dita makin menggila dan ia pun membungkukkan tubuhnya dan bibir kami berlumatan. Tangannya menjambak rambutku, dan akhirnya pinggulnya menyentak berhenti. Terasa cairan hangat membalur seluruh batang kemaluanku.
Setelah tubuh Dita melemas, aku mendorong ia telentang. Dan sambil menindihnya, aku mengejar puncakku sendiri. Ketika aku mencapai klimaks, Dita tentu merasakan siraman air maniku di liangnya, dan ia pun mengeluh lemas dan merasakan orgasmenya yang ke dua.
Sekian lama kami diam terengah-engah, dan tubuh kami yang basah kuyup dengan keringat masih saling bergerak bergesekan, merasakan sisa-sisa kenikmatan orgasme.
“Aduh, Maass.. Dita lemes. Tapi enak banget.”
Aku hanya tersenyum sambil membelai rambutnya yang halus. Satu tanganku lagi ada di pinggulnya dan meremas-remas. Kupikir tubuhku yang lelah sudah terpuaskan, tapi segera kurasakan kemaluanku yang telah melemas bangkit kembali dijepit liang vagina Dita yang masih amat kencang.
Motor diganti memek anak boss...untung besar suhu
BalasHapus