Langsung ke konten utama

Derita Seorang Guru Muda

Seorang wanita dengan rambut panjang yang tergerai indah tampak berjalan terburu-buru menuju ruang guru, belahan rok yang cukup sempit memaksa wanita itu mengayun langkah kecil nan cepat. Namun saat dirinya tiba diruangan yang dituju, disana hanya didapatinya Bu Nita yang sibuk mengoreksi hasil ujian harian para siswa.


“Bu.. apa Pak Tanto sudah pulang?”
“Mungkin sudah,” jawab Bu Nita, memandang Anita dengan wajah penuh curiga, setau Bu Nita hubungan antara Anita dan Tanto memang tak pernah akur, meski sama-sama guru muda, pemikiran Anita dan Tanto selalu bersebrangan. Anita yang idealis dan Tanto yang liberal.
“Memangnya ada apa Bu?” lanjut wanita itu, penasaran.
“Oh… tidak.. hanya ada perlu beberapa hal,” elak Anita.
“Apa itu tentang pengajuan kenaikan pangkat dan golongan?” tambah Nita yang justru semakin penasaran.
“Bukan.. eh.. iya.. saya pamit duluan ya Bu,” ucap Anita bergegas pamit.
“Semoga saja pesan itu cuma canda,” ucapnya penuh harap, bergegas menuju parkir, mengacuhkan pandangan satpam sekolah yang menatap liar tubuh semampai dibalut seragam hijau lumut khas PNS, ketat membalut tubuhnya.


Mobil Anita, membelah jalan pinggiran kota lebih cepat dari biasanya. Hatinya masih belum tenang, pikirannya terus terpaku pada pesan yang dikirimkan Tanto, padahal lelaki itu hanya meminta tolong untuk membantunya menyusun persyaratan pengajuan pangkat, tapi rasa permusuhan begitu lekat dihatinya.
Jantung Anita semakin berdebar saat mobilnya memasuki halaman rumah, di sana telah terparkir sebuah motot warna hijau muda, “tidak salah lagi itu pasti motor Tanto,” bisik hati Anita. Di kursi beranda sudut mata wanita muda itu menangkap sosok seorang lelaki, asik dengan tablet ditangannya. “Kamu…” ucap Anita dengan nada suara tak suka.
Tanto membalas dengan tersenyum.

“Masuklah, tapi ingat suamiku tidak ada dirumah, jadi setelah semua selesai kamu bisa langsung pulang,” ucap Anita ketus, meninggalkan lelaki itu diruang tamu.

Beraktifitas seharian disekolah memaksa Anita untuk mandi, saat memilih baju, wanita itu dibuat bingung harus mengenakan baju seperti apa, apakah cukup daster rumahan ataukah memilih pakaian yang lebih formal.

“Apa yang ada diotak mu, An?!.. Dia adalah musuh bebuyutan mu disekolah,” umpat hati Anita, melempar gaun ditangannya ke bagian bawah lemari.

Lalu mengambil daster putih tanpa motif. Tapi sayangnya daster dari bahan katun yang lembut itu terlalu ketat dan sukses mencetak liuk tubuhnya dengan sempurna, memamerkan bongkahan payudara yang menggantung menggoda.

Anita kembali dibuat bingung saat memilih penutup kepala, apakah dirinya tetap harus mengenakan kain itu ataukah tidak, toh ini adalah rumahnya. Namun tak urung tangannya tetap mengambil kain putih dengan motif renda yang membuatnya terlihat semakin anggun, tubuh indah dalam balutan serba putih yang menawan.

Jam dinding sudah menunjukkan pukul 5 petang dan untuk yang kedua kalinya Anita menyediakan teh untuk Tanto. Sementara lelaki itu masih terlihat serius dengan laptop dan berkas-berkas yang harus disiapkan, sesekali Anita memberikan arahan.

Tanpa sadar mata Anita mengamati wajah Tanto yang memang menarik. “Sebenarnya cowok ini rajin dan baik, tapi kenapa sering sekali sikapnya membuatku emosi,” gumam Anita, teringat permusuhannya dilingkungan sekolah.

Pemuda yang memiliki selisih umur empat tahun lebih muda dari dirinya. Sikap keras Anita sebagai wakil kepala sekolah bidang kesiswaan berbanding terbalik dengan sikap Tanto yang kerap membela murid-murid yang melakukan pelanggaran disiplin.

“Tidak usah terburu-buru, minum dulu teh mu, lagipula diluar sedang hujan,” tegur Anita yang berniat untuk bersikap lebih ramah.

“Hujan?… Owwhh Shiiit.. Ibuku pasti menungguku untuk makan malam,” umpat Tanto.

Anita tertawa geli mendengar penuturan Tanto, “makan malam bersama ibumu? Tapi kamu tidak terlihat seperti seorang anak mami,” celetuk Anita usil, membuat Tanto ikut tertawa, namun tangannya terus bergerak seakan tidak tergoda untuk meladeni ejekan Anita.

“Bereeesss..” ucap Tanto tiba-tiba mengagetkan Anita yang asik membalas BBM dari suaminya.

“Jadi apa aku harus pulang sekarang?” tanya Tanto, wajahnya tersenyum kecut saat mendapati hujan diluar masih terlalu lebat.

“Di garasi ada jas hujan, tapi bila kamu ingin menunggu hujan teduh tidak apa-apa,” tawar Anita yang yakin motor Tanto tidak mungkin menyimpan jas hujan.

“Aku memilih berteduh saja, sambil menemani bu guru cantik yang sedang kesepian, hehehe…”

“Sialan, sebentar lagi suamiku pulang lhoo,”

Sesaat setelah kata itu terucap, Handphone ditangan Anita menerima panggilan masuk dari suaminya, tapi sayangnya suaminya justru memberi kabar bahwa dirinya sedikit terlambat untuk pulang, dengan wajah cemberut Anita menutup panggilan.

“Ada apa, An..”

“Gara-gara kamu suamiku terlambat pulang,”

“Lhoo, kenapa gara-gara aku? Hahaha…” Tanto tertawa penuh kemenangan, dengan gregetan Anita melempar bantal sofa. Obrolan kembali berlanjut, namun lebih banyak berkutat pada dinamika kehidupan disekolah dan hal itu cukup sukses mencairkan suasana.

Anita seakan melihat sosok Tanto yang lain, lebih supel, lebih bersahabat dan lebih humoris. Jauh berbeda dari kacamatanya selama ini yang melihat guru cowok itu layaknya perusuh bagi dirinya, sebagai penegak disiplin para siswa.

“Aku heran, kenapa kamu justru mendekati anak-anak seperti Junot dan Darko, kedua anak itu tak lagi dapat diatur dan sudah masuk dalam daftar merah guru BK,” tanya Anita yang mulai terlihat santai. “Seandainya bukan keponakan dari pemilik yayasan, pasti anak itu sudah dikeluarkan dari sekolah,” sambungnya.

“Yaa, aku tau, tapi petualangan mereka itu seru lho, mulai dari nongkrong di Mangga Besar sampai ngintipin anak cewek dikamar mandi, guru juga ada lho yang mereka intipin,” “Hah? yang benar? gilaaa, itu benar-benar perbuatan amoral,” Anita sampai meloncat dari duduknya, berpindah ke samping Tanto.

“Tapi tunggu, bukankah itu artinya kamu mendukung kenakalan mereka, dan siapa guru yang mereka intip?” tanya Anita dengan was-was, takut dirinya menjadi korban kenakalan kedua siswa nya.

“Sebanarnya mereka anak yang cerdas dan kreatif, bay

angkan saja, hanya dengan pipa ledeng dan cermin mereka bisa membuat periskop yang biasa digunakan oleh kapal selam,” ucap Tanto serius, memutar tubuhnya berhadapan dengan Anita yang penasaran.

“Awalnya mereka cuma mengintip para siswi tapi bagiku itu tidak menarik, karena itu aku mengajak mereka mengintip di toilet guru, apa kamu tau siapa yang kami intip?”

Wajah Anita menegang, menggeleng dengan cepat. “Siapa?,,,”

“kami mengintip guru paling cantik disekolah, Ibu Anita Raihani!”

“Apa? gilaaa kamu To, kurang ajar,” Anita terkaget dan langsung menyerang Tanto dengan bantal sofa.

“ampuun Reeeey, Hahahaa,,”

“Sebenarnya kamu ini guru atau bukan sih? Memberi contoh mesum ke murid-murid, besok aku akan melaporkan mu ke kepala sekolah,” sembur Anita penuh emosi.

Tanto berusaha menahan serangan dengan mencekal lengan Anita.

“Hahahaa, aku bohong koq, aku justru mengerjai mereka, aku tau yang sedang berada di toilet adalah Pak Tigor dan apa kamu tau efeknya? Mereka langsung shock melihat batang Pak Tigor yang menyeramkan, Hahaha,” Anita akhirnya ikut tertawa, tanpa sadar jika lengannya masih digenggam oleh Tanto.

 

“Tu kan, kamu itu sebenarnya lebih cantik jika sedang tertawa, jadi jangan disembunyikan dibalik wajah galakmu,” ucap Tanto yang menikmati tawa renyah Anita yang memamerkan gigi gingsulnya. Seketika Anita terdiam, wajahnya semakin malu saat menyadari tangan Tanto masih menggenggam kedua tangannya.

Tapi tidak berselang lama bentakan dari bibir tipisnya kembali terdengar, “Hey!.. Kalo punya mata dijaga ya,” umpat Anita akibat jelajah mata Tanto yang menyatroni gundukan payudara dibalik gaun ketat yang tak tertutup oleh jilbab, Anita beranjak dan duduk menjauh, merapikan jilbabnya.

“Punyamu besar juga ya,” balas Tanto, tak peduli akan peringatan Anita yang menjadi semakin kesal lalu kembali melempar bantalan sofa. “Ga usah sok kagum gitu, lagian kamu pasti sudah sering mengintip payudara siswi disekolah?,,”

“Tapi punyamu spesial, milik seorang guru tercantik disekolah,”

“Sialan..” dengus Anita merapikan jilbabnya, tapi sudut bibirnya justru tersenyum, karena tak ada wanita yang tidak suka bila dipuji. Wajah Anita memerah , kalimat Tanto begitu vulgar seakan itu adalah hal yang biasa.

“An… liat dong,”

“Heh? Kamu mau liat payudaraku , gilaa… Benda ini sepenuhnya menjadi hak milik suamiku,” Wanita itu memeletkan lidahnya, tanpa sadar mulai terbawa sifat Tanto yang cuek.

“Ayo dooong, penasaran banget nih,”

“Nanti, kalo aku masuk kamar mandi intipin aja pake piroskop ciptaan kalian itu, hahaha..” Anita tertawa terpingkal menutup wajahnya, tidak percaya dengan apa yang baru saja diucapkannya.

“Yaaa, paling ngga jangan ditutupin jilbab keq,” sungut Tanto, keqi atas ulah Anita yang menertawakannya.

“Hihihi… Liat aja ya, jangan dipegang,” Ucap guru cantik itu dengan mata tertuju ke TV, lalu mengikat jilbabnya kebelakang.

“Kurang..”

“Apalagi? Bugil?” matanya melotot seolah-olah sedang marah, tetapi jantungnya justru berdebar kencang, menantang hatinya sejauh mana keberanian dirinya.

“satu kancing aja,”

“Dasar guru mesum,” Anita lagi-lagi memeletkan lidahnya lalu kembali menolehkan wajahnya ke TV, namun tangannya bergerak melepas kancing atas.

Tapi tidak berhenti sampai disitu, karena tangannya terus bergerak melepas kancing kedua lalu menyibak kedua sisinya hingga semakin terbuka, membiarkan bongkahan berbalut bra itu menjadi santapan penasaran mata Tanto. Entah apa yang membuat Anita seberani itu, untuk pertama kalinya dengan sengaja menggoda lelaki lain dengan tubuh nya.

 

“Punyamu pasti lebih kencang dibanding milik Anita,” sambung Tanto, matanya terus terpaku ke dada Anita sambil mengusap-usap dagu yang tumbuhi jambang tipis, seolah menerawang seberapa besar daging empuk yang dimiliki wanita cantik itu. Tapi kata-kata Tanto justru membuat Anita kaget, bingung sekaligus penasaran. “Hhmmm.. Ada hubungan apa antara dirimu dan Bu Nita?”

“Tidak ada, aku hanya menemani wanita itu, menemani malam-malamnya yang sepi,”

“Gilaaa.. Apa kamu… eeeenghhh,,,”

“Maksudmu aku selingkuhan Bu Anita kan? Hahaha…” Tanto memotong kalimat Anita setelah tau maksud kalimat yang sulit diucapkan wanita itu. “Bisa dikatakan seperti itu, hehehe.. Tapi kami sudah mengakhirinya tepat seminggu yang lalu,”

“Kenapa?” sambar Anita yang tiba-tiba penasaran atas isu skandal yang memang telah menyebar dikalangan para guru mesum. Tanto menghela nafas lalu menyandarkan tubuhnya. “Suaminya curiga dengan hubungan kami, meski Anita menolak untuk mengakhiri aku tetap harus mengambil keputusan itu, resikonya terlalu besar,”

“Apa kamu mencintai Bu Anita?”

Tanto tidak langsung menjawab tapi justru mengambil rokok dari kantongnya, setelah tiga jam lebih menahan diri untuk tidak menghisap lintingan tembakau dikantongnya, akhirnya lelaki itu meminta izin, “Boleh aku merokok?”

“Silahkan..” jawab Anita cepat.

“Aku tidak tau pasti, Anita wanita yang cantik, tapi dia bukan wanita yang kuidamkan,” beber lelaki itu setelah menghembuskan asap pekat dari bibirnya. Tapi wajah wanita didepannya masih menunjukkan rasa penasaran, “lalu apa saja yang sudah terjadi antara dirimu dan Anita?” cecarnya.

“Hahahaha.. Maksudmu apa saja yang sudah kami lakukan?”

Wajah Anita memerah karena malu, Tanto dengan telak membongkar kekakuannya sebagai seorang wanita dewasa. “Anita adalah wanita bersuami, artinya kau tidak berhak untuk menjamah tubuhnya,” ucap Anita berusaha membela keluguan berfikirnya.

Tanto tersenyum kecut, mengakui kesalahannya, “Tak terhitung lagi berapa kali kami melakukannya, mulai dari dirumahku, dirumahnya, bahkan kami pernah melakukan diruang lab kimia, desah suaranya sebagai wanita yang kesepian benar-benar menggoda diriku, rindu pada saat-saat aku menghamburkan spermaku diwajah cantiknya.”

Seketika wajah Anita terasa panas membayangkan petualangan, Anita, “Kenapa kamu tidak menikah saja?” tanya Anita berusaha menetralkan debar jantungnya. “Belum ada yang cocok,” jawab Tanto dengan simpel, membuat Anita menggeleng-gelengkan kepala, wanita itu mengambil teh dimeja dan meminumnya.

“An.. selingkuhan sama aku yuk..”

Brruuuuuffftttt…

Bibir tipis Anita seketika menghambur air teh dimulutnya.

“Dasar guru mesum,” umpat Anita membuang wajahnya, yang menampilkan ekspresi tak terbaca, kejendela yang masih mempertontonkan rinai hujan yang justru turun semakin deras.

“Aku masak dulu, lapar nih,” ucap Anita, beranjak dari sofa berusaha menghindar dari tatapan Tanto yang begitu serius, jantungnya berdegub keras masih tidak percaya dengan apa yang diucapkan Tanto.

“An…” Panggilan Tanto menghentikan langkah wanita itu.

“Kenapa wajahmu jadi pucat begitu, tidak perlu takut aku cuma bercanda koq,” ujar lelaki itu sambil terkekeh.

“Siaaal, ni cowok sukses mengerjai aku,” umpat hati Anita.

“Aku tau koq, kamu tidak mungkin memiliki nyali untuk menggoda guru super galak seperti aku,” ucapnya sambil memeletkan lidah. Diam-diam bibirnya tersenyum saat Tanto mengikuti ke dapur. Hatinya mencoba berapologi, setidaknya lelaki itu dapat menemaninya saat memasak.

Anita dengan bangga memamerkan keahliannya sebagai seorang wanita, tangannya bergerak cepat menyiapkan dan memotong bumbu yang diperlukan, sementara Tanto duduk dikursi meja makan dan kembali berceloteh tentang kenakalan dan kegenitan para siswi disekolah yang sering menggoda dirinya sebagai guru mesum jomblo tampan.

“Awas aja kalo kamu sampai berani menyentuh siswi disekolah,” Anita mengingatkan Tanto sambil mengacungkan pisau ditangan, dan itu membuat Tanto tertawa terpingkal.

“Ckckckck, mahir juga tangan mu An,” Tanto mengkomentari kecepatan tangan Anita saat memotong bawang bombay.

“Hahaha… ayo sini aku ajarin..” tawar Anita tanpa menghentikan aksinya.

Tapi Anita terkejut ketika Tanto memeluknya dari belakang, bukan.. cowok itu bukan memeluk, karena tangannya mengambil alih pisau dan bawang yang ada ditangannya. “Ajari aku ya..” bisik Tanto lembut tepat ditelinganya.

Kepala wanita itu mengangguk, tersenyum tersipu. Tangannya terlihat ragu saat menyentuh dan menggenggam tangan Tanto yang ditumbuhi rambut-rambut halus. Perlahan pisau bergerak membelah daging bawang.

“tangan mu terlalu kaku, Hahahaa,”

“Ya maaf, tanganku memang tidak terlatih melakukan ini, tapi sangat terlatih untuk pekerjaan lainnya.”

“Oh ya? Contohnya seperti apa? Membuat periskop untuk mengintip siswi dikamar mandi? Hahaha,,,”

“Bukan, tapi tanganku sangat terampil untuk memanjakan wanita cantik seperti mu,” ucap lelaki itu, melepaskan pisau dan bawang, beralih mengusap perut Anita yang datar dan perlahan merambat menuju payudara yang membusung.

“Hahaha, tidaak tidaaak, aku bukan selingkuhanmu, ingat itu,” tolak Anita berusaha menahan tangan Tanto.

“An, jika begitu jadilah teman yang mesra untuk diriku, dan biarkan temanmu ini sesaat mengangumi tubuhmu, bila tanganku terlalu nakal kamu bisa menghentikanku dengan pisau itu, Deal?…”

 

Tubuh Anita gemetar, lalu mengangguk dengan pelan, “Ya, Deaaal.” ucap bibir tipisnya, serak. Anita kembali meraih pisau dan bawang dan membiarkan tangan kekar Tanto dengan jari-jarinya yang panjang menggenggam payudara nya secara utuh. Memberikan remasan yang lembut, memainkan sepasang bongkahan daging dengan gemas.

 

Mata Anita terpejam, kepalanya terangkat seiring cumbuan Tanto yang perlahan merangsek kelehernya. Romansa yang ditawarkan Tanto dengan cepat mengambil alih kewarasan Anita.

“Owwhhhh,” bibir Anita mendesah, kakinya seakan kehilangan tenaga saat jari-jari Tanto berhasil menemukan puting payudara yang mengeras.

“Tanto,” ucap wanita itu sesaat sebelum bibirnya menyambut lumatan bibir yang panas.

Membiarkan lelaki itu menikmati dan bercanda dengan lidahnya, menari dan membelit lidahnya yang masih berusaha menghindar. “Eeeemmhhh…” wajahnya terkaget, Tanto dalam hisapan yang lembut membuat lidah nya berpindah masuk menjelajah mulut lelaki itu dan merasakan kehangatan yang ditawarkan.

Menggelinjang saat lelaki itu menyeruput ludah dari lidahnya yang menari. Jika Anita mengira permainan ini sebatas permainan pertautan lidah, maka wanita itu salah besar, karena jemari dari lelaki yang kini memeluknya penuh hasrat itu mulai menyelusup kebalik kancingnya.

“Boleh?”

Wanita berbalut jilbab itu tak berani menjawab, hanya memejamkan matanya dan menunggu keberanian silelaki untuk menikmati tubuhnya. Begitu pun saat tangan Tanto berusaha menarik keluar bongkahan daging padat yang membusung menantang dari bra yang membekap.

“Oooowwwhh, eemmppphhh,” tubuh Anita mengejang seketika, tangan lentiknya tak mampu mengusir tangan Tanto, hanya mencengkram agar jemari lelaki itu tidak bergerak terlalu lincah memelintir puting mungilnya.

“An.. Kenapa kamu bisa sepasrah ini?.. Benarkah kamu menyukai lelaki ini?.. Bukan.. Ini bukan sekedar pertemanan An.. Meski kau tidak menyadari aku bisa merasakan bibit rasa suka dihatimu akan lelaki itu, An…” hati kecil Anita mencoba menyadarkan. Tapi wanita itu justru berusaha memungkiri penghianatan cinta yang dilakoninya, berusaha mengenyahkan bisikan hati dengan memejamkan matanya lebih erat.

Wajahnya mendongak ke langit rumah, berusaha lari dari batinnya yang berteriak memberi peringatan. Pasrah menunggu dengan hati berdebar saat tangan Tanto mulai mengangkat dasternya keatas dan dengan pasti menyelinap kebalik kain kecil, menyelipkan jari tengah kecelah kemaluan yang mulai basah.

“Ooowwwhhhhhhh,” bibirnya mendesah panjang, berusaha membuka kaki lebih lebar seakan membebaskan jari-jari Tanto bermain dengan klitorisnya.

 

Dering HP mengagetkan keduanya, membuat pergumulan birahi itu terlepas. Kesadaran Anita mengambil alih seketika, dirinya semakin shock melihat nama yang tertera dilayar HP, ‘Mas Anggara’.

 

“Hallo mas, halloo,,” sambut Anita diantara usahanya mengkondisikan jantung yang berdegup kencang.

“Mas sedang dimana, kenapa belum pulang?” ucap Anita kalut dengan rasa takut dan bersalah yang begitu besar, seolah suaminya kini berdiri tepat didepannya.

“Mas masih dirumah sakit, mungkin tidak bisa pulang malam ini,” jawab suara besar diujung telpon.

“Iya.. Iya tidak apa-apa, Mas kerja saja yang tenang,”

Setelah mengucap salam, sambungan telpon dimatikan. Anita berdiri bersandar dimeja, menghela nafas panjang lalu meneguk liur untuk membasahi kerongkongannya yang terasa sangat kering.

“Tanto, terimakasih untuk semuanya, tapi kau bisa pulang sekarang,”

“Tidak An, kita harus menyelesaikan apa yang sudah kita mulai,”

“Apa maksudmu?… Tidak.. Aku bukan seperti Anita yang kesepian, aku tidak memiliki masalah apapun dengan suamiku, keluarga yang kumiliki saat ini adalah keluarga yang memang kuidamkan…” wajah Anita menjadi pucat saat Tanto mendekat menempel ketubuhnya, mengangkat dasternya lebih tinggi, memeluk dan meremas pantat yang padat berisi.

“Tanto, ingat!.. Kamu seorang guru, bukan pemerkosa..” didorongnya tubuh lelaki itu, tapi dekapan tangan Tanto terlalu erat.

“Yaa.. Aku memang bukan pemerkosa, aku hanya ingin menyelesaikan apa yang sudah kita mulai,”

“Gila kamu Tanto, aku adalah istri yang setia, tidak seperti wanita-wanita yang pernah kau tiduri ”

“Ohh ya?,,” Tanto tersenyum sambil menurunkan celananya dan memamerkan batang yang telah mengeras, batang besar yang membuat Anita terhenyak.

Tiba-tiba dengan kasar Tanto mencengkram tubuh Anita dan mendudukkan wanita itu diatas meja, dengan gerakan yang cepat menyibak celana dalam Anita, batang besar itu telah berada didepan bibir senggama Anita.

“Jangan Tanto, aku bisa berbuat nekat,” Anita mulai menangis ketakutan, meraih garpu yang ada disampingnya, mengancam Tanto.

“Kenapa mengambil garpu, bukankah disitu ada pisau?” Tanto terkekeh, wajah yang tadi dihias senyum menghanyutkan kini berubah begitu menakutkan.

“Aaaaaaaaaaaggghh…” Tanto berteriak kesakitan saat Anita menusukkan garpu ke lengan lelaki itu.

Lelaki itu menepis tangan Anita, merebut garpu dan melemparnya jauh, darah terlihat merembes dikemeja lelaki itu. “Bila ingin mengakhiri ini seharusnya kau tusuk tepat di ulu hatiku,” ucapnya dengan wajah menyeringai sekaligus menahan sakit.

“Tidaaak Taanto, hentikaaan,” Anita berhasil berontak mendorong tubuh besar Tanto lalu berlari kearah kamar, tapi belum sempat wanita itu menutup kamar Tanto menahan dengan tangannya.

“Aaaaagghh…” Tanto mengerang kesakitan akibat tangannya yang terjepit daun pintu, lalu dengan kasar mendorong hingga membuat Anita terjengkal.

“Dengar An.. Sudah lama aku menyukai mu, dan aku berusaha menarik perhatianmu dengan menentang setiap kebijakan mu,”

Dengan kasar Tanto mendorong wanita itu kelantai dan melucuti pakaiannya, Anita berteriak meminta tolong sembari mempertahankan kain yang tersisa, tapi derasnya hujan mengubur usahanya. Lelaki itu berdiri mengangkangi tubuh Anita yang terbaring tak berdaya, memamerkan batang besar yang mengeras sempurna, kejantanan yang jelas lebih besar dari milik suaminya.

Wanita itu menangis saat Tanto dengan kasar menepis tangan yang masih berusaha menutupi selangkangan yang tak lagi dilindungi kain. “Cuu.. Cukup Tanto, sadarlaaah..” sambil terus menangis Anita berusaha menyadarkan, tapi usahanya sia-sia, mata lelaki itu terhiptonis pada lipatan vagina dengan rambut kemaluan yang terawat rapi.

Dengan kekuatan yang tersisa Anita berusaha merapatkan kedua pahanya, namun terlambat, Tanto telah lebih dulu menempatkan tubuhnya diantara paha sekal itu dan bersiap menghujamkan kejantanannya untuk mengecap suguhan nikmat dari wanita secantik Anita.

“Ooowwhhh… Vagina mu lebih sempit dibanding milik Anita,” desah Tanto seiring kejantanan yang menyelusup masuk ke liang si betina.

“Oohhkk.. Oohhkk..” bibir Anita mengerang menerima hujaman yang dilakukan dengan kasar, semakin keras batang besar itu menghujam semakin kuat pula jari-jari Anita mencakar tangan Tanto, air matanya tak henti mengalir.

Tubuhnya terhentak bergerak tak beraturan, Tanto menyetubuhinya dengan sangat kasar. Wajah lelaki itu menyeringai saat melipat kedua paha Anita keatas, memberi suguhan indah dari batang besar yang bergerak cepat menghujam celah sempit vagina Anita.

“Sayang, aku bisa merasakan lorong vaginamu semakin basah, ternyata kamu juga menikmati pemerkosaan ini, hehehe”

Plak…

Pertanyaan Tanto berbuah tamparan dari tangan Anita, tapi lelaki itu justru tertawa terpingkal, lidahnya menjilati jari-jari kaki Anita yang terangkat keatas dengan pinggul yang terus bergerak menghujamkan batang pusakanya. Puas bermain dengan kaki Anita, tangan lelaki itu bergerak melepas bra yang masih tersisa.

“Ckckckck… Sempurna, sejak dulu aku sudah yakin payudaramu lebih kencang dari milik Anita,”

Tubuh Anita melengkung saat putingnya dihisap lelaki itu dengan kuat. “Oooooouugghh..”

“Pasti Anita malam ini tidak bisa tidur karena menunggu batang kejantanan yang kini sedang kau nikmati, Oowwhhh kecantikan, keindahan tubuh dan nikmatnya vaginamu benar-benar membuatku lupa pada beringasnya permainan Anita,” ucap Tanto, membuat Anita kembali melayangkan tangannya kewajah lelaki itu.

“Bajingan kamu, To..” umpat wanita itu, tapi tak berselang lama bibirnya justru mendesah saat lidah Tanto bermain ditelinganya. “Oooowwwhhhhh….”

“Hehehe…akuilah, jika kamu juga menikmati pemerkosaan ini, rasakanlah besarnya penisku divagina sempit mu ini,”

Mata wanita itu terpejam, air matanya masih mengalir dengan suara terisak ditingkahi lenguhan yang sesekali keluar tanpa sadar. Hatinya berkecamuk, sulit memang memungkiri kenikmatan yang tengah dirasakan seluruh inderanya.

“Annn… Sadarlah, kamu wanita baik-baik, seorang istri yang setia, setidaknya tutuplah mulut nakal mu itu,” teriak hatinya mencoba mengingatkan, membuat airmata Anita semakin deras mengalir.

Yaa.. meski hatinya berontak, tapi tubuhnya telah berkhianat, pinggulnya tanpa diminta bergerak menyambut hentakan batang yang menggedor dinding rahim. Tanto tersenyum penuh kemenangan. 

“Berbaliklah, sayang,” pintanya.

Tubuh Anita bergerak lemah membelakangi Tanto, pasrah saat lelaki itu menarik pantatnya menungging lebih tinggi, menawarkan kenikmatan dari liang senggama yang semakin basah. Jari-jari lentiknya mencengkram sprei saat lelaki dibelakang tubuhnya menggigiti bongkahan pantatnya dengan gemas.

“Oooowwwhhhh… Eeeeeenghhh..” pantat indah yang membulat sempurna itu terangkat semakin tinggi ketika lidah yang panas memberikan sapuan panjang dari bibir vagina hingga keliang anal.

Rasa takut dan birahi tak lagi mampu dikenali, matanya yang sendu mencoba mengintip pejantan yang membenamkan wajah tampannya dibelahan pantat yang bergetar menikmati permainan lidah yang lincah menari, menggelitik liang vagina dan anusnya, suatu sensasi kenikmatan yang tak pernah diberikan oleh suaminya.

Isak tangis bercampur dengan rintihan. Hati yang berontak namun tubuhnya tak mampu berdusta atas lenguhan panjang yang mengalun saat batang besar Tanto kembali memasuki tubuhnya, menghantam bongkahan pantatnya dengan bibir menggeram penuh nafsu.

Begitupun saat Tanto meminta Anita untuk menaiki tubuhnya, meski airmatanya jatuh menetes diatas wajah sipejantan tapi pinggul wanita itu bergerak luwes dengan indahnya menikmati batang besar yang dipaksa untuk masuk lebih dalam.

“Aaaawwhhhh An… Boleh aku menghamilimu?” ucap Tanto saat posisinya kembali berada diatas tubuh Anita, menunggangi tubuh indah yang baru saja meregang orgasme.

Wanita itu membuang wajahnya, bibirnya terkatup rapat tak berani menjawab hanya gerakan kepala yang menggeleng menolak, matanya begitu takut beradu pandang dengan mata Tanto yang penuh birahi.

Batang besar Tanto bergerak cepat, orgasme yang diraih siwanita membuat lorong senggamanya menjadi sangat basah. Hentakan pinggul lelaki itu begitu cepat dan kuat seakan ingin membobol dinding rahim, memaksa Anita berpegangan pada besi ranjang penikahannya untuk meredam kenikmatan yang didustakan.

“Reeeeey.. Boleh aku menghamilimuuu?.. Aaaagghhh, cepaaaaat jawaaaaaaaab,” teriak Tanto yang menggerakkan pinggulnya semakin cepat.

Anita menatap Tanto dengan kepala yang menggeleng. “Jangaaan.. kumohooon jangaaaan… Tanto tersenyum menyeringai “Kamu yakin? Tidak ingin merasakan sensasi bagaimana sperma lelaki lain menghambur dirahim mu?”

Plaaak..

Anita kembali menampar wajah Tanto untuk yang kesekian kalinya, tapi kali ini jauh lebih keras. Wanita menjerit terisak, tapi kaki jenjangnya justru bergerak melingkari pinggul silelaki, tangannya memeluk erat seakan ingin menyatukan dua tubuh.

Tangis Anita semakin menjadi, menangisi kekalahannya. Tangannya menyusuri punggung Tanto yang berkeringat lalu meremas pantat yang berotot seakan mendukung gerakan Tanto yang menghentak batang semakin dalam.

“Kamu jahaaaaat Tanto.. jahaaaaat..” teriak Anita seiring lenguh kenikmatan dari bibir silelaki.

Menghambur bermili-mili sperma dilorong senggama, menghantar ribuan benih kerahim siwanita yang mengangkat pinggulnya menyambut kepuasan silelaki dengan lenguh orgasme yang kembali menyapa, tubuh keduanya mengejat, menggelinjang, menikmati suguhan puncak dari sebuah senggama tabu.

“Kenapa kau mempermainkan aku seperti ini,” isak Anita dengan nafas memburu, tangannya masih meremasi pantat berotot Tanto yang sesekali mengejat untuk menghantar sperma yang tersisa kerahim si wanita.

“Karena aku mencintaimu,” bisik lembut si penjantan ditelinga betina yang membuat pelukannya semakin erat, membiarkan tubuh besar itu berlama-lama diatas tubuh indah yang terbaring pasrah. Membisu dalam pikiran masing-masing.

“Apa kamu bersedia menjadi teman selingkuhku?”
Anita menggeleng dengan cepat, “Aku tidak berani, Tanto, Ooooowwhhhhhh..” wanita itu melepaskan pagutan kakinya dan mengangkang lebar, membiarkan silelaki kembali menggerakkan pingulnya dan memamerkan kehebatan kejantanannya dicelah sempit vagina Anita.

“Tapi bagaimana bila aku memaksa?..”
“Itu tidak mungkin Oooowwhhh… Aku sudah bersuami dan memiliki anak, aaaahhhhhh…” Anita menggelengkan kepala, berusaha kukuh atas pendirian, meski pinggul indahnya bergerak liar, tak lagi malu untuk menyambut setiap hentakan yang menghantar batang penis kedalam tubuhnya.

Anita tak ingin berdebat, tangannya menjambak rambut Tanto saat bibir lelaki itu kembali berusaha merayu, membekap wajah Tanto pada kebongkahan payudara dengan puting yang mengeras.

“Kamu jahat, To.. Tak seharusnya aku membiarkan lelaki lain menikmati tubuhku.. Ooowwwhh.. Ooowwwhhh…”

Setelahnya tak ada lagi kalimat lagi yang keluar selain desahan dan lenguhan dan deru nafas yang memburu. Hingga akhirnya bibir Tanto bersuara serak memanggil nama si wanita.

“Reeeeey… Boleeeehkaaan?”

Anita menatap sendu wajah birahi Tanto, dengan kesadaran yang penuh wanita itu mengangguk lalu merentang kedua tangan dan kakinya, memberi izin kepada silelaki untuk kembali menghambur sperma kedalam rahimnya.

“Reeeey..” panggil lelaki itu kembali, membuat siwanita bingung, sementara tubuhnya telah pasrah menjadi pelampiasan dari puncak birahi Tanto.

Dengan wajah memelas tangan Tanto bergerak mengusap wajah Anita, telunjuknya membelah bibir tipis siwanita.

“Dasar guru mesum, ” ucap Anita sambil menampar pipi Tanto tapi kali ini dengan lembut,

“kamu menang banyak hari ini, To..” ucapnya lirih dengan mata sembap oleh air mata.

“Boleeeh?..”

Anita memalingkan wajahnya, lalu mengangguk ragu. Tanto bangkit mencabut batangnya lalu mengangkangi wajah guru cantik itu. Sudut mata Anita menangkap wajah tampan silelaki yang menggeram sambil memainkan batang besar tepat didepan wajah nya.

Jemari lentiknya gemetar saat mengambil alih batang besar itu dari tangan Tanto. Memberanikan diri untuk menatap lelaki yang mengangkangi wajahnya, kepasrahan wajah seorang wanita atas lelaki yang menikmati tualang birahi atas tubuhnya.

“Aaaaaaaagghhh.. Aaaaagghhh.. Reeeeey..” wajah Tanto memucat seiring sperma yang menghambur kewajah cantik yang menyambut dengan mata menatap sendu. “Aaaaaagghhhh.. Sayaaaaaang..”

Tak pernah sekalipun Anita menyaksikan seorang pejantan yang begitu histeris mendapatkan orgasmenya, dan tak pernah sekalipun Anita membiarkan seorang pejantan menghamburkan sperma diwajah cantiknya. Dengan ragu Anita membuka bibirnya, membiarkan tetesan sperma menyapa lidahnya. Batang itu terus berkedut saat jari lentik Anita yang gemetar menuntun kedalam mulutnya.

Menikmati keterkejutan wajah Tanto atas keberaniannya. Bibirnya bergerak lembut menghisap batang Tanto, mempersilahkan lelaki itu mengosongkan benih birahi didalam bibir tipisnya.

“Ooooooowwwhhhhh.. Reeeeeeeey…” Tanto mengejat, menyambut tawaran Anita dengan beberapa semburan yang tersisa.

“Cepatlah pulang.. Aku tidak ingin suamiku datang dan mendapati dirimu masih disini,” pinta Anita setelah Tanto sudah mengenakan kembali seluruh pakaiannya.

“Masih belum puas?.. dasar guru mesum,” ucapnya ketus saat Tanto memeluk dari belakang.

“aku bukanlah selingkuhan mu, catat itu,” Anita menepis tangan Tanto.

“Yaa.. Aku akan mencatatnya disini, disini, dan disini..” jawab Tanto sambil menunjuk bibir tipis Anita, lalu beralih meremas payudara yang membusung dan berakhir dengan remasan digundukan vagina.

“Dasar gila ni cowok,” umpat hati Anita, yang kesal atas ulah Tanto tetap terlihat cuek setelah apa yang terjadi.

Anita menatap punggung Tanto saat lelaki itu melangkah keluar, hujan masih mengguyur bumi Jakarta dengan derasnya, dibibir pintu lelaki itu berhenti dan membalikkan tubuhnya, menampilkan wajah serius.

“Maaf An, sungguh ini diluar dugaanku, semua tidak lepas dari khayalku akan dirimu, tapi aku memang salah karena mencintai wanita bersuami, Love you An..” ucap Tanto lalu melangkah keluar kepelukan hujan.

“Tantoo.. Love u too,” teriak Anita dengan suara serak, membuat langkah Tanto terhenti
“Tapi maaf aku tidak bisa jadi selingkuhanmu.” lanjutnya.

“Mamaaaaaa, Elminaaaa pulaaaaang,” teriak seorang bocah dengan ceria, coba mengagetkan wanita yang sibuk merapikan tempat tidur yang berantakan, gadis kecil itu langsung menghambur memeluk tubuh Anita, ibunya.

Usaha gadis itu cukup berhasil, Anita sama sekali tidak menduga, Ermina, putri kecilnya yang beberapa hari menginap ditempat kakeknya dijemput oleh suaminya.

“Ini buat mama dari Elmina,” ucapnya cadel, menyerahkan balon gas berbentuk amor yang melayang pada seutas tali. “Elmina kangen mamaa, selamat valentine ya, ma, Semoga mama semakin cantik dan sehat selalu..”
Wajah mungil itu tersenyum ceria, senyum yang begitu tulus akan kerinduan sosok seorang ibu. Anita tak lagi mampu membendung air mata, menatap mata bening tanpa dosa yang menunjukkan kasih sayang seorang anak. Sementara dibelakang gadis itu berdiri suaminya, Anggara, sambil menggenggam balon yang sama.

“Selamat valentine, sayang,” ucap Anggara, tersenyum dengan gayanya yang khas, senyum lembut yang justru mencabik-cabik hati Anita.

Seketika segala sumpah serapah tertumpah dari hatinya, atas ketidaksetiaannya sebagai seorang istri, atas ketidak becusannya menyandang sebutan seorang ibu.

“Maafin Mama, sayang,” ucap Anita tanpa suara, memeluk erat tubuh mungil Ermina, terisak dengan tubuh gemetar.
“Maafin mama, Pah,”

Tengah malam, Anita berdiri dibalik jendela, menatap gulita dengan gundah. Suaminya dan Ermina telah terlelap.

Tanpa hasrat wanita itu membuka pesan singkat yang ternyata menampilkan pesan dari Tanto.
“Besok pukul 12 aku tunggu di lab kimia, ”

Jemari kiri Anita erat menggenggam tangan suaminya yang tengah pulas tertidur, sementara tangan kanannya menulis pesan dengan gemetar.
“Ya, aku akan kesitu,”

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Draft Amarah Para Buruh 21

Draft Amarah Para Buruh 20

Lust in Broken Home 4

Lust In Broken Home 5

Terjebak Didalam Kelas

Akibat Kena Gendam Tetanggaku

Kisah Tragis Dikebun Karet

Amarah Para Buruh 10

Amarah Para Buruh 17

Binalnya Ibu Tiriku 4