Jantungku berdegub kencang ketika aku sedang melintasi
sebuah jalan sepi didalam sebuah komplek perumahan yang terlihat cukup asri. Apakah
kalian tahu hal apa yang membuat diriku merasa ketakutan saat itu? Ya.. dugaan
kalian benar !! ternyata memang ada seekor anjing hitam berukuran cukup besar
dengan wajah garang yang menghadang jalanku didepan sana.
Kucoba terus melangkah dan bersikap tenang sambil
memberanikan diriku melewati jalan tsb karena memang sepertinya aku tak punya
pilihan lain selain terus berjalan. Tiba tiba aku teringat kata kata ibuku
sewaktu masih kecil dulu yang mengatakan kalau ada anjing yang menghadang
jangan coba coba untuk berlari karena dia akan segera mengejarmu.
Berbekal nasehat dari ibuku maka aku pun terus melangkah
dengan perlahan walaupun hatiku merasa tidak tenang karena anjing itu terus
menggonggong kearahku dengan suara yang lantang dan tatapannya yang tajam
seolah oleh akan segera menerkamku.
Perasaanku semakin tak karuan dan jantungku serasa mau copot
ketika anjing hitam itu terus mendekat kearahku sambil mengeram dan
memperlihatkan giginya yang besar dan tajam hingga membuat nyaliku semakin
ciut. Kini aku berada semakin dekat dengan anjing hitam tsb dan tanpa kusadari
kedua kakiku mulai terasa lemas dan tak bertenaga seolah olah hendak jatuh
pingsan.
Rina |
Sambil berjalan pelan terus kuperhatikan reaksi anjing hitam
tsb dan bersiap siap mengambil langkah seribu jika ia benar benar menyerangku
saat itu. Rupanya keberuntungan masih berpihak pada diriku karena disaat yang
bersamaan si pemilik anjing keluar dari dalam rumah dan menyuruh anjing tsb
untuk masuk kedalam hingga membuatku merasa lega sekali.
Sambil berjalan pelan Aku mencoba untuk melihat sekali lagi kertas
catatan yang kusimpan didalam saku bajuku guna memastikan kebenaran alamat yang
sedang kutuju.
“Benar !! itu rumah nomor 27. Pasti itu rumah Om Andro yang
merupakan kerabat jauh ayahku.
Segera Kuhampiri pintu pagarnya yang berwarna biru tua lalu
kutekan bel rumahnya beberapa kali dan berharap penghuni rumah akan segera keluar
menemuiku.
Sambil menunggu kualihkan pandanganku kearah tukang batagor
yang sedang melintas disana hingga memancing rasa lapar dalam diriku yang sejak
pagi memang belum sarapan.
Tidak lama kemudian dari balik pintu muncul seorang gadis
dengan wajah yang sangat cantik dan membuatku terpesona.
“Cari siapa Mas?” tanyanya.
“Apa betul ini rumah Om Andro? nama saya Randi.”
“Oh.. sebentar ya,”
“ Pa.. ini Randinya sudah datang”, teriaknya ke dalam rumah.
Kemudian aku dipersilakan masuk, dan setelah Om Andro keluar
dan menyambutku dia pun berkata dengan ramah,
“Randi, ayahmu barusan nelpon, nanyain apa kamu sudah
datang. Oh yaa. Ini kenalin, anak Om, namanya Rina,”
“ Rin coba kamu anterin Randi ke kamarnya. Sepertinya dia lelah.. biar dia istirahat
dulu. nanti baru deh kalian ngobrol-ngobrol lagi.”
Sebenarnya Aku sengaja datang ke kota ini karena telah diterima
disalah satu perguruan tinggi yang cukup terkenal dan oleh ayah aku disuruh
tinggal dirumah Om Andro.
Setelah sempat mengobrol sebentar kini aku baru mengetahui
kalau ternyata Rina masih duduk di bangku Smu.
Dia memang anak tunggal dan terlihat agak manja.
Perawakannya tidak terlalu tinggi namun cukup langsing mungkin sekitar 160 cm.
Wajahnya terkesan sangat manis dan imut sehingga tidak membosankan untuk
dilihat.
Selama tinggal di sini aku diberi kamar di lantai 2 yang bersebelahan
dengan kamar Rina sehingga aku dapat sering bertemu dengannya.
Tak terasa Aku sudah hampir 3 bulan tinggal di rumah Om
Andro dan mereka memang cukup ramah terhadap diriku sehingga membuatku merasa
betah untuk tinggal disana. Selama ini hubunganku dengan Rina memang semakin
akrab dan ia terkadang suka bertanya soal pelajarannya disekolah dan aku pun
dengan senang membantunya.
Diam diam aku sering memperhatikan gadis itu tanpa
sepengetahuannya karena bagiku gadis itu memang sangat menggemaskan diusianya
yang masih begitu belia.
Ketika sedang di rumah dia memang sering memakai daster yang
cukup pendek hingga pahanya yang putih mulus begitu menarik perhatianku. Selain
itu buah dadanya yang baru mekar juga sering bergoyang-goyang di balik
dasternya hingga membuatku semakin penasaran padanya. Terkadang Aku juga sering
membayangkan betapa indahnya tubuh Rina seandainya ia sudah tidak memakai
apa-apa lagi.
Suatu hari setelah pulang kuliah aku melihat keadaan rumah
yang sepertinya sepi sekali dan kulihat Rina sedang belajar sambil mendengarkan
music diruang keluarga.
“Sepi sekali, kamu lagi
belajar yah Rin ? ngomong ngomong Tante kemana nih?” tanyaku.
“Eh.. mas Randi. iya
nih kebetulan minggu depan aku ada ujian disekolah. Mas Randi mau bantu aku
belajar kan hehe.. kalau mama sih lagi
pergi ke rumah temannya mungkin malam baru pulang. jawabnya.
“Iya deh, kalau begitu biar aku ganti baju dulu dikamar.”
ujarku
Kemudian aku segera masuk ke dalam kamarku lalu mengganti
pakaianku dengan celana pendek dan kaos oblong berwarna hitam. Untuk
menghilangkan rasa penat dalam diriku lalu aku pun tiduran sebentar sambil
memainkan Hpku sambil melihat beberapa gambar cewek seksi yang sudah lama kukoleksi.
Karena merasa lapar kemudian aku pun memutuskan untuk keluar
dari kamar menuju ke ruang makan dan melihat makanan yang tersedia diatas meja.
“wih asik bener hari ini ada menu sayur asem sama ikan asin.
Bisa nambah dua piring nih. Pikirku dalam hati
Saat sedang mengambil piring lalu aku teringat pada rina dan
berniat untuk mengajaknya makan bersama denganku.
“rin kamu sudah makan belum. Ayo kita makan bareng sini !!
ujarku memanggilnya
Berkali kali aku memanggilnya tapi tidak ada jawaban dan
membuatku penasaran untuk melihatnya diruang keluarga. Setelah kutengok
ternyata Rina sudah tidur telungkup diatas buku pelajaran yang sedang di baca.
“Sepertinya ia memang sudah kelelahan setelah sibuk belajar
sejak dari tadi. Pikirku
Perlahan kuperhatikan nafasnya seperti turun naik secara
teratur menandakan ia sudah terlelap sementara ujung dasternya sedikit
tersingkap dan memperlihatkan bagian dalam pahanya yang putih dan mulus serta
pantatnya yang agak montok.
Setelah memperhatikannya sedang tertidur membuat diriku
menjadi terangsang dan aku merasa batang kemaluanku mulai agak mengeras dan
berdiri tegak dibalik celana pendek yang kupakai. Jantungku berdebar keencang
karena baru kali ini aku melihat langsung pahanya yang mulus itu namun kucoba
untuk menahan nafsu didalam dadaku dan segera kembali ke ruang makan.
Selera makanku yang awalnya begitu besar karena melihat menu
kesukaanku diatas meja kini mendadak hilang hingga aku pun hanya makan
sekedarnya saja. Pikiranku terus terbayang tentang Rina dan kurasakan batang
kemaluanku semakin berdenyut hingga membuatku semakin tak tahan lagi.
Aku segera berjalan keruang keluarga dan kulihat posisi
tidur Rina sudah berubah hingga kini posisinya telentang dengan kaki kiri yang
dilipat keatas sehingga dasternya tersingkap dan celana dalamnya pun terlihat
jelas olehku.
Celana dalamnya berwarna putih, agak tipis dan berenda,
sehingga bulu-bulunya membayang di bawahnya. Aku sampai tertegun melihatnya.
Kemaluanku mengeras di balik celana pendekku. Buah dadanya naik turun teratur
sesuai dengan nafasnya, membuat kemaluanku semakin berdenyut. Ketika sedang
nikmat-nikmatnya memandangi tubuh Rina tiba tiba aku mendengar suara deru mobil
masuk ke dalam halaman rumah. Sepertinya Om Andro sudah pulang dan Aku pun berusaha
cepat-cepat naik kekamarku sambil berpura-pura tidur.
Dan hasilnya aku pun memang ketiduran sampai agak sore dan
aku baru ingat kalau sejak tadi memang belum makan hingga perutku terasa lapar.
Aku segera pergi ke ruang makan dan makan sendirian disana. Kuperhatikan keadaan
rumah terasa sangat sepi sepertinya Om dan Tante sedang tidur dikamar mereka.
Setelah selesai makan lalu aku kembali ke atas dan membaca majalah yang baru
kubeli. Ketika sedang asyik membaca tiba-tiba terdengar suara ketukan dipintu
kamarku dan ternyata Rina yang mengetuknya.
Rina |
“Mas Randi. Tadi aku baru aja dibeliin kalkulator nih. Bisa
tolong bantu ajarian cara pakainya gak soalnya agak rumit nih. Katanya sambil
menunjukan kalkulator barunya.
“Wah, ini sih kalkulator yang aku juga pengin beli nih. Tapi
mahal. Iya deh, aku baca dulu manualnya. Entar aku ajarin deh, kayaknya sih ga
terlalu beda dengan komputer”, sahutku.
“Ya sudah mas, dibaca dulu deh. Rina juga mau mandi dulu
sih” katanya sambil berlalu ke teras atas tempat menjemur handuk.
Aku masih berdiri di pintu kamarku dan mengikuti Rina dengan
pandanganku. Ketika sedang mengambil handuk rupanya badan Rina terkena pancaran
sinar matahari dari luar rumah. Dan aku melihat bayangan badannya dengan jelas
di balik dasternya hingga Aku jadi teringat pemandangan siang tadi sewaktu dia
tidur.
Kemudian sewaktu Rina berjalan melewatiku ke kamar mandi,
aku pura-pura sedang membaca manual kalkulator itu. Tidak lama kemudian aku
mulai mendengar suara Rina yang sedang mandi sambil bernyanyi-nyanyi kecil.
Kembali imajinasiku mulai membayangkan Rina yang sedang mandi, dan hal itu
membuat kemaluanku kembali mengeras. Karena tidak tahan sendiri, aku segera
mendekati kamar mandi dan mencari cara untuk mengintipnya, dan aku
menemukannya.
Aku mengambil kursi dan naik di atasnya untuk mengintip
lewat celah ventilasi kamar mandi. Pelan-pelan aku mendekatkan mukaku ke celah
itu, dan astaga !! … aku Melihat Rina yang sedang menyabuni badannya,
mengusap-usap dan meratakan sabun ke seluruh lekuk tubuhnya. Badannya terlihat sangat
indah bahkan jauh lebih indah dari yang kubayangkan selama ini.
Lehernya yang putih, pundaknya, buah dadanya, putingnya yang
kecoklatan, perutnya yang rata, pantatnya, bulu-bulu di sekitar kemaluannya,
pahanya, semuanya sangat indah. Dan kemaluanku pun menjadi sangat tegang.Tapi
aku tidak bisa berlama-lama mengintipnya karena selain takut ketahuan, juga aku
merasa tidak enak mengintip orang mandi. Maka Aku pun segera ke kamarku dan
berusaha menenangkan perasaanku yang tidak karuan tsb.
Malamnya sehabis makan, aku dan Om Andro sedang mengobrol
sambil nonton TV, dan Om Andro bilang kalau besok mau keluar kota dengan
istrinya seminggu. Dia pesan supaya aku membantu Rina kalau butuh bantuan.
Tentu saja aku bersedia, malah jantungku menjadi berdebar-debar. Tidak lama
kemudian Rina mendekati kita.
“Randi, tolongin aku dong, ajarin soal-soal yang buat ujian,
ayo!” katanya sambil menarik-narik tanganku. Aku tak bisa menolak. Aku pun
mengikuti Rina berjalan ke kamarnya dengan diiringi Om Andro yang senyum-senyum
melihat Rina yang manja. Beberapa menit kemudian kita sudah terlibat dengan
soal-soal yang memang butuh konsentrasi.
Rina duduk sedangkan aku berdiri di sampingnya. Aku
bersemangat sekali mengajarinya, karena kalau aku menunduk pasti belahan dada
Rina kelihatan dari dasternya yang longgar. Aku lihat Rina tidak pakai beha.
Kemaluanku berdenyut-denyut, mengeras di balik celana dan kelihatan menonjol.
Aku merasa bahwa Rina tahu kalau aku suka curi melihat buah
dadanya, tapi dia tidak berusaha merapikan dasternya yang semakin terbuka
sampai aku bisa melihat putingnya. Karena sudah tidak tahan, sambil pura-pura
menjelaskan soal aku merapatkan badanku sampai kemaluanku menempel ke
punggungnya. Rina pasti juga bisa merasakan kemaluanku yang tegak. Rina
sekarang cuma diam saja dengan muka menunduk.
“Rina, kamu cantik sekali..” kataku dengan suara yang sudah
bergetar, tapi Rina diam saja dengan muka semakin menunduk. Kemudian aku
meletakkan tanganku di pundaknya. Dan karena dia diam saja, aku jadi makin
berani mengusap-usap pundaknya yang terbuka, karena tali dasternya sangat
kecil. Sementara kemaluanku semakin menekan pangkal lengannya, usapan tanganku
pun semakin turun ke arah dadanya.
Aku merasa nafas Rina sudah memburu seperti suara nafasku
juga. Aku jadi semakin nekad. Dan ketika tanganku sudah sampai kepinggiran buah
dada, tiba-tiba tangan Rina mencengkeram dan menahan tanganku. Mukanya
mendongak kearahku.
“Randi aku mau diapain..” Rintihnya dengan suara yang sudah
bergetar. Melihat mulutnya yang setengah terbuka dan agak bergetar-getar, aku
jadi tidak tahan lagi. Aku tundukkan muka, kemudian mendekatkan bibirku ke
bibirnya.
Ketika bibir kita bersentuhan, aku merasakan bibirnya yang
sangat hangat, kenyal, dan basah. Aku pun melumat bibirnya dengan penuh
perasaan, dan Rina membalas ciumanku, tapi tangannya belum melepas tanganku.
Dengan pelan-pelan badan Rina aku bimbing, aku angkat agar berdiri berhadapan
denganku. Dan masih sambil saling melumat bibir, aku peluk badannya dengan
gemas. Buah dadanya keras menekan dadaku, dan kemaluanku juga menekan perutnya.
Pelan-pelan lidahku mulai menjulur menjelajah ke dalam
mulutnya, dan mengait-ngait lidahnya, membuat nafas Rina semakin memburu, dan
tangannya mulai mengusap-usap punggungku. Tanganku pun tidak tinggal diam,
mulai turun ke arah pinggulnya, dan kemudian dengan gemas mulai meremas-remas
pantatnya. Pantatnya sangat empuk. Aku remas-remas terus dan aku semakin
rapatkan kebadanku hingga kemaluanku terjepit perutnya.
Tidak lama kemudian tanganku mulai ke atas pundaknya. Dengan
gemetar tali dasternya kuturunkan dan dasternya turun ke bawah dan teronggok di
kakinya. Kini Rina tinggal memakai celana dalam saja. Aku memeluknya semakin
gemas, dan ciumanku semakin turun. Aku mulai menciumi dan menjilat-jilat
lehernya, dan Rina mulai mengerang-erang. Tangannya mengelus-elus belakang
kepalaku.
Tiba-tiba aku berhenti menciuminya. Aku renggangkan
pelukanku. Aku pandangi badannya yang setengah telanjang. Buah dadanya bulat
sekali dengan puting yang tegak bergetar seperti menantangku. Kemudian mulutku
pelan-pelan kudekatkan ke buah dadanya. Dan ketika mulutku menyentuh buah
dadanya, Rina mengerang lagi lebih keras sambil mendongakkan kepalanya, dan
menekan pantat dan dadanya ke arahku. Nafsuku semakin naik. Aku ciumi susunya
dengan ganas, putingnya aku mainkan dengan lidahku, dan susunya yang sebelah
aku mainkan dengan tanganku.
“Aduuhh.. aahh.. aahh”, Rina semakin merintih-rintih ketika
dengan gemas putingnya aku gigit-gigit sedikit.
Badannya menggeliat-geliat membuatku semakin bernafsu untuk
terus mencumbunya. Tangan Rina kemudian menelusup kebalik bajuku dan mengusap
kulit punggungku.
“Randiii.. aahh.. baju kamu dibuka dong.. aahh..” Akupun
mengikuti keinginannya. Tapi selain baju, celana juga kulepas, hingga aku juga
cuma pakai celana dalam. Mulutnya kembali kucium dan tanganku memainkan
susunya.
Penisku semakin keras karena Rina menggesek-gesekkan
pinggulnya sembari mengerang-erang. Tanganku mulai menyelinap ke celana
dalamnya. Bulu kemaluannya aku usap-usap, dan kadang aku garuk-garuk. Aku
merasa vaginanya sudah basah ketika jariku sampai ke mulut vaginanya. Dan
ketika tanganku mulai mengusap clitorisnya, ciumannya di mulutku semakin liar.
Mulutnya mengisap mulutku dengan keras.
Clitorisnya kuusap, kuputar-putar, makin lama semakin kencang,
dan semakin kencang. Pantat Rina ikut bergoyang, dan semakin rapat menekan,
sehingga penisku semakin berdenyut. Sementara clitorisnya masih aku
putar-putar, jariku yang lain juga mengusap bibir vaginanya. Rina menggelinjang
semakin keras, dan pada saat tanganku mengusap semakin kencang, tiba-tiba
tanganku dijepit dengan pahanya,dan badan Rina tegang sekali dan
tersentak-sentak selama beberapa saat.
“aahh aahh Mas Randiii.. adduuuhh aahh aahh aahh”,
Dan setelah beberapa saat akhirnya jepitannya berangsur
semakin mengendur. Tapi mulutnya masih mengerang-erang dengan pelan.
“Ran.. aku boleh yah pegang punya kamu”, tiba-tiba bisiknya
di kupingku. Aku yang masih tegang sekali merasa senang sekali.
“Iyaa.. boleh..” bisikku. Kemudian tangannya kubimbing ke
celana dalamku.
“Aahh…” Akupun mengerang ketika tangannya menyentuh penisku.
Terasa nikmat sekali. Rina juga terangsang lagi, karena sambil mengusap-usap
kepala penisku, mulutnya mengerang di kupingku. Kemudian mulutnya kucium lagi
dengan ganas. Dan penisku mulai di genggam dengan dua tangannya, di urut-urut
dan cairan pelumas yang keluar diratakan keseluruh batangku.
Badanku semakin menegang. Kemudian penisku mulai
dikocok-kocok, semakin lama semakin kencang, dan pantatnya juga ikut digesekkan
kebadanku. Tidak lama kemudian aku merasa badanku bergetar, terasa ada aliran
hangat di seluruh tubuhku, aku merasa aku sudah hampir orgasme.
“Rinaaa.. aku hampir keluar..” bisikku yang membuat
genggamannya semakin erat dan kocokannya makin kencang.
“Aahh.. Rinna.. uuuhh.. aahh..” akhirnya dari penisku
memancar cairan yang menyembur kemana-mana. Badanku tersentak-sentak.
Sementara penisku masih mengeluarkan cairan, tangan Rina
tidak berhenti mengurut-urut, sampai rasanya semua cairanku sudah diperas habis
oleh tangannya. Aku merasa sperma yang mengalir dari sela-sela jarinya membuat
Rina semakin gemas. Spermaku masih keluar untuk beberapa saat lagi sampai aku
merasa lemas sekali.
Akhirnya kita berdua jatuh terduduk di lantai. Dan tangan
Rina berlumuran spermaku ketika dikeluarkan dari celana dalamku. Kita
berpandangan, dan bibirnya kembali kukecup, sedangkan tangannya aku bersihkan
pakai tissue. Dan secara kebetulan aku melihat ke arah jam.
“Astaga, sekarang sudah jam 11! Wah, sudah malam sekali nih,
aku ke kamarku dulu yah, takut Om curiga nanti..” kataku sembari berharap
mudah-mudahan suara desahan kita tidak sampai ke kuping orang tuanya. Setelah
Rina mengangguk, aku bergegas menyelinap ke kamarku.Malam itu aku tidur nyenyak
sekali.
Pagi itu sepertinya aku telah bangun kesiangan dan seisi
rumah rupanya sudah pergi semua.Dengan terburu buru Aku pun segera mandi dan
berangkat ke kampus. Meskipun hari itu kuliah sangat padat, pikiranku tidak
bisa konsentrasi sedikit pun karena yang kupikirkan cuma Rina. Aku pulang ke
rumah sekitar jam 3 sore dan keadaan rumah masih sepi. Kemudian ketika aku
sedang nonton TV di ruang keluarga sehabis ganti baju, Rina pun keluar dari
kamarnya dan telah berpakaian rapi. Dia berusaha mendekat dan wajahnya terlihat
seperti menunduk.
“Mas Randi, kamu ada acara nggak? Temani aku nonton dong..”
“Eh.. apa? Iya, iya aku tidak ada acara kok. sebentar yah biar
aku ganti baju dulu dikamar” jawabku
Dengan terburu buru aku pun segera mengganti pakaianku dan
jantungku terasa begitu berdebar debar. Setelah semuanya siap, aku pun segera
mengajaknya berangkat.
“mas pakai mobilku saja ya. Ujar Rina sambil memberikan
kunci mobilnya padaku.
Aku segera mengeluarkan mobil tsb dari halaman rumah dan
ketika Rina duduk di sebelahku, aku baru sadar kalau saat itu dia memakai rok
pendek sehingga ketika sedang duduk ujung roknya pun semakin tertarik ke atas.
Sepanjang perjalanan ke bioskop mataku tidak bisa lepas dan terus melirik kea
rah pahanya yang mulus.
Sesampainya di bioskop kuberanikan diri untuk memeluk
pinggangnya dan sepertinya ia tidak menolak sama sekali. Dan sewaktu mengantri
di loket kupeluk dia dari belakang. Aku tahu Rina merasa penisku sudah tegang
karena menempel di pantatnya. Rina meremas tanganku dengan kuat. Kami sengaja
memesan tempat duduk yang paling belakang dan ternyata yang menonton memang tidak begitu
banyak sehingga di sekeliling kita tidak ditempati.
Kami segera duduk dengan tangan masih saling meremas.
Tangannya sudah basah dengan keringat dingin dan mukanya selalu menunduk.
Ketika lampu ruangan mulai dipadamkan membuat diriku semakin tak tahan. Segera kubelai
rambutnya dan kuusap wajahnya dengan tanganku kemudian kudekatkan ke
wajahku dan kami segera berciuman dengan
gemasnya. Lidahku dan lidahnya terasa saling berkaitan dan kadang-kadang lidahku
digigitnya dengan lembut.
Tanganku segera menyelinap ke balik bajunya. Dan karena
tidak sabar, langsung saja kuselinapkan ke balik behanya, dan susunya yang
sebelah kiri aku remas dengan gemas. Mulutku langsung dihisap dengan kuat oleh
Rina. Tanganku pun semakin gemas meremas susunya, memutar-mutar putingnya,
begitu terus, kemudian pindah ke susu yang kanan, dan Rina mulai mengerang di
dalam mulutku, sementara penisku semakin meronta menuntut sesuatu.
Kemudian tanganku mulai mengelus pahanya, dan kuusap-usap
dengan arah semakin naik ke atas, ke pangkal pahanya. Roknya kusingkap ke atas,
sehingga sambil berciuman, di keremangan cahaya, aku bisa melihat celana
dalamnya. Dan ketika tanganku sampai di selangkangannya, mulut Rina berpindah
menciumi kupingku sampai aku terangsang sekali. Celana dalamnya sudah basah.
Tanganku segera menyelinap ke balik celana dalamnya, dan
mulai memainkan clitorisnya. Kuelus-elus pelan-pelan, kuusap dengan penuh
perasaan, kemudian kuputar-putar, semakin lama semakin cepat. Tiba-tiba
tangannya mencengkram tanganku, dan pahanya juga menjepit telapak tanganku,
sedangkan kupingku digigitnya sambil mendesis-desis. Badannya tersentak-sentak
beberapa saat.
“Randi.. aduuuhh.. aku tidak tahan sekali.. berhenti dulu
yaahh.. nanti di rumah ajaa..” rintihnya. Aku pun segera mencabut tanganku dari
selangkangannya.
“Mas Randi.. sekarang aku mainin punya kamu yaahh..” katanya
sambil mulai meraba celanaku yang sudah menonjol.
Kubantu dia dengan membuka resleting celanaku kemudian
tangannya mulai menelusup kedalam, merogoh dan akhirnya menggenggam penisku
hingga membuatku merasa nikmat luar biasa. Penisku ditariknya keluar dari balik
celana sehingga mengacung tegak.
“Mas Randi.. ini sudah basah.. cairannya licin..” rintihnya
di kupingku sambil mulai digenggam dengan dua tangan.
Tangan yang kiri menggenggam pangkal penisku, sedangkan yang
kanan ujung penisku dan jari-jarinya mengusap-usap kepala penis dan meratakan
cairannya.
“Rina.. teruskan sayang..” kataku dengan ketegangan yang
semakin menjadi-jadi.
Aku merasa penisku sudah keras sekali. Rina meremas dan
mengurut penisku semakin cepat. Aku merasa spermaku sudah hampir keluar. Aku
bingung sekali karena takut kalau sampai keluar bakal muncrat kemana-mana.
“Rina.. aku hampir keluar nih.., berhenti dulu deh..” kataku
dengan suara yang tidak yakin, karena masih keenakan.
“Waahh.. Rina belum mau berhenti.. punya kamu ini bikin aku
gemes..” rengeknya.
“Terus gimana.., apa enaknya kita pulang saja yuk..!”
ajakku, dan ketika Rina mengangguk setuju, segera kurapikan celanaku, juga
pakaian Rina, dan segera kita keluar bioskop meskipun filmnya belum selesai.
Di mobil tangan Rina kembali mengusap-usap celanaku. Dan aku
diam saja ketika dia buka ritsluitingku dan menelusupkan tangannya mencari
penisku. Aduh, rasanya nikmat sekali. Dan penisku makin berdenyut ketika dia
bilang, “Nanti aku boleh yah nyiumin ininya yah..” Aku pengin segera sampai
kerumah.
Dan, akhirnya sampai juga. Kita berjalan sambil berpelukan
erat-erat. Sewaktu Rina membuka pintu rumah, dia kupeluk dari belakang, dan
kuciumi samping lehernya. Tanganku sudah menyingkapkan roknya ke atas, dan
tanganku meremas pinggul dan pantatnya dengan gemas. Rina kubimbing ke ruang
keluarga. Sambil berdiri kuciumi bibirnya, kulumat habis mulutnya, dan dia
membalas dengan sama gemasnya.
Pakaiannya kulucuti satu persatu sambil tetap berciuman.
Sambil melepas bajunya, aku mulai meremasi susunya yang masih dibalut beha.
Dengan tak sabar behanya segera kulepas juga. Kemudian roknya, dan terakhir
celana dalamnya juga kuturunkan dan semuanya teronggok di karpet.
Badannya yang telanjang kupeluk erat-erat. Ini pertama
kalinya aku memeluk seorang gadis dengan telanjang bulat. Dan gadis ini adalah
Rina yang sering aku impikan tapi tidak terbayangkan untuk menyentuhnya. Semuanya
sekarang ada di depan mataku. Kemudian tangan Rina juga melepaskan bajuku,
kemudian celana panjangku, dan ketika melepas celana dalamku, Rina melakukannya
sambil memeluk badanku. Penisku yang sudah memanjang dan tegang sekali segera
meloncat keluar dan menekan perutnya.
Uuuhh, rasanya nikmat sekali ketika kulit kita yang
sama-sama telanjang bersentuhan, bergesekan, dan menempel dengan ketat. Bibir
kita saling melumat dengan nafas yang semakin memburu. Tanganku meremas
pantatnya, mengusap punggungnya, mengelus pahanya, dan meremasi susunya dengan
bergantian. Tangan Rina juga sudah menggenggam dan mengelusi penisku. Badan
Rina bergelinjangan, dan dari mulutnya keluar rintihan yang semakin
membangkitkan birahiku. Karena rumah memang sepi, kita jadi mengerang dengan
bebas.
Kemudian sambil tetap meremasi penisku, Rina mulai
merendahkan badannya, sampai akhirnya dia berlutut dan mukanya tepat di depan
selangkanganku. Matanya memandangi penisku yang semakin keras di dalam
genggamannya, dan mulutnya setengah terbuka. Penisku terus dinikmati,
dipandangi tanpa berkedip, dan rupanya makin membuat nafsunya memuncak.
Mulutnya perlahan mulai didekatkan ke kepala penisku. Aku
melihatnya dengan gemas sekali. Kepalaku sampai terdongak ketika akhirnya
bibirnya mengecup kepala penisku. Tangannya masih menggenggam pangkal penisku,
dan mengelusnya pelan-pelan. Mulutnya mulai mengecupi kepala penisku
berulang-ulang, kemudian memakai lidahnya untuk meratakan cairan penisku.
Lidahnya memutar-mutar, kemudian mulutnya mulai mengulum dengan lidah tetap
memutari kepala penisku.
Aku semakin mengerang, dan karena tidak tahan, kudorong
penisku sampai terbenam kemulutnya. Aku rasa ujungnya sampai ketenggorokannya.
Rasanya nikmat sekali. Kemudian pelan-pelan penisku disedot-sedot dan dimaju
mundurkan di dalam mulutnya. Rambutnya kuusap-usap dan kadang-kadang kepalanya
aku tekan-tekan agar penisku semakin nikmat. Isapan mulutnya dan lidahnya yang
melingkar-lingkar membuat aku merasa sudah tidak tahan. Apalagi sewaktu Rina
melakukannya semakin cepat, dan semakin cepat, dan semakin cepat.
Ketika akhirnya aku merasa spermaku mau muncrat, segera
kutarik penisku dari mulutnya. Tapi Rina menahannya dan tetap menghisap
penisku. Maka aku pun tidak bisa menahan lebih lama lagi, spermaku muncrat di dalam
mulutnya dengan rasa nikmat yang luar biasa.
Spermaku langsung ditelannya dan dia terus menghisapi dan
menyedot penisku sampai spermaku muncrat berkali-kali. Badanku sampai
tersentak-sentak merasakan kenikmatan yang tiada taranya. Meskipun spermaku sudah
habis, mulut Rina masih terus menjilat. Akupun akhirnya tidak kuat lagi berdiri
dan akhirnya dengan nafas sama-sama tersengal-sengal kita berbaring di karpet
dengan mata terpejam.
“Thanks ya Ran, tadi itu nikmat sekali”, kataku berbisik.
“Ah.. aku juga suka kok.., makasih juga kamu ngebolehin aku
mainin kamu.”
Kemudian ujung hidungnya kukecup, matanya juga, kemudian
bibirnya. Mataku memandangi tubuhnya yang terbaring telanjang, alangkah
indahnya. Pelan-pelan kuciumi lehernya, dan aku merasa nafsu kami mulai naik
lagi. Kemudian mulutku turun dan menciumi susunya yang sebelah kanan sedangkan
tanganku mulai meremas susu yang kiri.
Rina mulai menggeliat-geliat, dan erangannya membuat mulut
dan tanganku tambah gemas memainkan susu dan putingnya. Aku terus menciumi
untuk beberapa saat, dan kemudian pelan-pelan aku mulai mengusapkan tanganku
keperutnya, kemudian ke bawah lagi sampai merasakan bulu kemaluannya, kuelus
dan kugaruk sampai mulutnya menciumi kupingku.
Pahanya mulai aku renggangkan sampai agak mengangkang.
Kemudian sambil mulutku terus menciumi susunya, jariku mulai memainkan
clitorisnya yang sudah mulai terangsang juga. Cairan vaginanya kuusap-usapkan
ke seluruh permukaan vaginanya, juga ke clitorisnya, dan semakin licin clitoris
dan vaginanya, membuat Rina semakin menggelinjang dan mengerang. clitorisnya
kuputar-putar terus, juga mulut vaginanya bergantian.
“Ahh.. Randiii.. aahh.. terusss… aahh.. sayaanggg..”
mulutnya terus meracau sementara pinggulnya mulai bergoyang-goyang. Pantatnya
juga mulai terangkat-angkat. Aku pun segera menurunkan kepalaku ke arah
selangkangannya, sampai akhirnya mukaku tepat di selangkangannya. Kedua kakinya
kulipat ke atas, kupegangi dengan dua tanganku dan pahanya kulebarkan sehingga
vagina dan clitorisnya terbuka di depan mukaku.
Aku tidak tahan memandangi keindahan vaginanya. Lidahku
langsung menjulur dan mengusap clitoris dan vaginanya. Cairan vaginanya
kusedot-sedot dengan nikmat. Mulutku menciumi mulut vaginanya dengan ganas, dan
lidahku kuselip-selipkan ke lubangnya, kukait-kaitkan, kugelitiki, terus
begitu, sampai pantatnya terangkat, kemudian tangannya mendorong kepalaku
sampai aku terbenam di selangkangannya. Aku jilati terus, clitorisnya kuputar
dengan lidah, kuhisap, kusedot, sampai Rina meronta-ronta. Aku merasa penisku
sudah tegak kembali, dan mulai berdenyut-denyut.
“Randii.. aku tidak tahan.. aduuhh.. aahh.. enaakk
sekaliii.. ” rintihnya berulang-ulang.
Mulutku sudah berlumuran cairan vaginanya yang semakin
membuat nafsuku tidak tertahankan. Kemudian kulepaskan mulutku dari vaginanya.
Sekarang giliran penisku kuusap-usapkan ke clitoris dan bibir vaginanya, sambil
aku duduk mengangkang juga. Pahaku menahan pahanya agar tetap terbuka. Rasanya
nikmat sekali ketika penisku digeser-geserkan di vaginanya. Rina juga merasakan
hal yang sama, dan sekarang tangannya ikut membantu dan menekan penisku
digeser-geserkan di clitorisnya.
“Rina.. aahh.. enakkk.. aahh..”
“aahh.. iya.. eeennaakkk sekaliii..”
Kita saling merintih. Kemudian karena penisku semakin gatal,
aku mulai menggosokkan kepala penisku ke mulut vaginanya. Rina semakin
menggelinjang. Akhirnya aku mulai mendorong pelan sampai kepala penisku masuk
ke vaginanya.
“Aduuuhh.. Randii.. saakiiitt.. aadduuuhh.. jaangaann..”
rintihnya
“Tahan dulu sebentar… Nanti juga hilang sakitnya..” kataku
membujuk
Kemudian pelan-pelan penisku aku keluarkan, kemudian kutekan
lagi, kukeluarkan lagi, kutekan lagi, kemudian akhirnya kutekan lebih dalam
sampai masuk hampir setengahnya. Mulut Rina sampai terbuka tapi sudah tidak
bisa bersuara.
Punggungnya terangkat dari karpet menahan desakan penisku.
Kemudian pelan-pelan kukeluarkan lagi, kudorong lagi, kukeluarkan lagi, terus
sampai dia tenang lagi. Akhirnya ketika aku mendorong lagi kali ini kudorong
sampai amblas semuanya ke dalam. Kali ini kita sama-sama mengerang dengan
keras. Badan kita berpelukan, mulutnya yang terbuka kuciumi, dan pahanya
menjepit pinggangku dengan keras sekali sehingga aku merasa ujung penisku sudah
mentok ke dinding vaginanya.
Kita tetap berpelukan dengan erat saling mengejang untuk
beberapa saat lamanya. Mulut kami saling menghisap dengan kuat. Kita sama-sama
merasakan keenakan yang tiada taranya. Setelah itu pantatnya sedikit demi
sedikit mulai bergoyang, maka aku pun mulai menggerakkan penisku pelan-pelan, maju,
mundur, pelan, pelan, semakin cepat, semakin cepat, dan goyangan pantat Rina
juga semakin cepat.
“Randii.. aduuuhh.. aahh.. teruskan sayang.. aku hampir
niihh..” rintihnya.
“Iya.. nihh.. tahan dulu.. aku juga hampirr.. kita bareng
ajaa..” kataku sambil terus menggerakkan penis semakin cepat.
Tanganku juga ikut meremasi susunya kanan dan kiri. Penisku
semakin keras, kuhunjam-hunjamkan ke dalam vaginanya sampai pantatnya terangkat
dari karpet. Dan aku merasa vaginanya juga menguruti penisku di dalam. Penisku
kutarik dan kutekan semakin cepat, semakin cepat.. dan semakin cepat..
dannn..”Raaniii.. aku mau keluar niihh..””Iyaa.. keluarin saja.. Rina juga
keluar sekarang niiihh.”Aku pun menghunjamkan penisku keras-keras yang disambut
dengan pantat Rina yang terangkat ke atas sampai ujung penisku menumbuk dinding
vaginanya dengan keras.
Kemudian pahanya menjepit pahaku dengan keras sehingga
penisku makin mentok, tangannya mencengkeram punggungku. Vaginanya
berdenyut-denyut. Spermaku memancar, muncrat dengan sebanyak-banyaknya
menyirami vaginanya.
“aahh… aahh.. aahh..” kita sama-sama mengerang, dan
vaginanya masih berdenyut, mencengkeram penisku, sehingga spermaku berkali-kali
menyembur. Pantatnya masih juga berusaha menekan-nekan dan memutar sehingga
penisku seperti diperas. Kita orgasme bersamaan selama beberapa saat, dan sepertinya
tidak akan berakhir.
Pantatku masih ditahan dengan tangannya, pahanya masih
menjepit pahaku erat-erat, dan vaginanya masih berdenyut meremas-remas penisku
dengan enaknya sehingga sepertinya spermaku keluar semua tanpa tersisa
sedikitpun.
“aahh.. aahh.. aduuuhh…” Kita sudah tidak bisa bersuara lagi
selain mengerang-erang keenakan.
Ketika sudah mulai kendur, kuciumi Rina dengan penis masih
di dalam vaginanya. Kita saling berciuman lagi untuk beberapa saat sambil
saling membelai. Kuciumi terus sampai akhirnya aku menyadari kalau Rina sedang
menangis. Tanpa berbicara kita saling menghibur.
Aku menyadari bahwa selaput daranya telah robek karena
penisku. Dan ketika penisku kucabut dari sela-sela vaginanya memang mengalir
darah yang bercampur dengan spermaku. Kita terus saling membelai, dan Rina
masih mengisak di dadaku, sampai akhirnya kita berdua tertidur kelelahan dengan
berpelukan.
Aku terbangun sekitar jam 11 malam, dan kulihat Rina masih
terlelap di sampingku masih telanjang bulat. Segera aku bangun dan kuselimuti
badannya pelan-pelan. Kemudian aku segera ke kamar mandi, kupikir shower dengan
air hangat pasti menyegarkan. Aku membiarkan badanku diguyur air hangat
berlama-lama, dan memang menyegarkan sekali. Waktu itu kupikir aku sudah mandi
sekitar 20 menit, ketika aku merasa kaget karena ada sesuatu yang menyentuh
punggungku. Belum sempat aku menoleh, badanku sudah dilingkari sepasang tangan.
Ternyata Rina sudah bangun dan masuk ke kamar mandi tanpa
kuketahui. Tangannya memelukku dari belakang, dan badannya merapat di
punggungku.
“Aku ikut mandi yah..?” katanya.
Aku tidak menjawab apa-apa. Hanya tanganku mengusap-usap
tangannya yang ada di dadaku, sambil menenangkan diriku yang masih merasa
kaget. Sambil tetap memelukku dari belakang, Rina mengambil sabun dan mulai
mengusapkannya di dadaku. Nafsuku mulai naik lagi, apalagi aku juga merasakan
susunya yang menekan punggungku.
Usapan tangan Rina mulai turun ke arah perutku, dan penisku
mulai berdenyut dan berangsur menjadi keras. Tidak lama kemudian tangan Rina
sampai di selangkanganku dan mulai mengusap penisku yang semakin tegak. Sambil
menggenggam penisku, Rina mulai menciumi belakang leherku sambil
mendesah-desah, dan badannya semakin menekan badanku.
Selangkangan dan susunya mulai digesek-gesekkan ke pantat
dan punggungku, dan tangannya yang menggenggam penisku mulai meremas-remas dan
digerakkan ke pangkal dan kepala penisku berulang-ulang sehingga aku merasakan
kenikmatan yang luar biasa.
“Rina oohh.. nikmat sekali sayang.”
“Randiii uuuhh”, erangnya sambil lidahnya semakin liar
menciumi leherku.
Aku yang sudah merasa gemas sekali segera menarik badannya,
dan sekarang posisi kita berbalik. Aku sekarang memeluk badannya dari belakang,
kemudian pahanya kurenggangkan sedikit, dan penisku diselinapkan di antara
pahanya, dan ujungnya yang nongol di depan pahanya langsung di pegang lagi oleh
Rina. Tangan kiriku segera meremasi susunya dengan gemas sekali, dan tangan
kananku mulai meremasi bulu kemaluannya.
Kemudian ketika jari tangan kananku mulai menyentuh
clitorisnya, Rina pun mengerang semakin keras dan pahanya menjepit penisku, dan
pantatnya mulai bergerak-gerak yang membuat aku semakin merasa nikmat. Mukanya
menengok ke arahku, dan mulutnya segera kuhisap dengan keras. Lidah kami saling
membelit, dan jari tanganku mulai mengelusi clitorisnya yang semakin licin.
Kepala penisku juga mulai dikocok-kocok dengan lembut.
“Rina aku tidak tahan nih aduuuhh.”
“Iya Ran.. aku juga sudah tidak tahan.. uuuhh.. uuuhh.”
Badan Rina segera kubungkukkan, dan kakinya kurenggangkan.
Aku segera mengarahkan dan menempelkan ujung penisku ke arah bibir vaginanya
yang sudah menganga lebar menantang.
“Randi.. cepat masukkan sayang cepat uuhh ayoo.” Aku yang
sudah gemas sekali segera menekan penisku sekuat tenaga sehingga langsung
amblas semua sampai ke dasar vaginanya. Rina menjerit keras sekali. Mukanya
sampai mendongak.
“aahh.. kamu kasar sekali.. aduuhh sakit aduuhh..” Aku yang
sudah tidak sabar mulai menggerakkan penisku maju mundur, kuhunjam-hunjamkan
dengan kasar yang membuat Rina semakin keras mengerang-erang. Susunya aku
remas-remas dengan dua tanganku.
Tidak lama kemudian Rina mulai menikmati permainan kita, dan
mulai menggoyangkan pantatnya. Vaginanya juga mulai berdenyut meremasi penisku.
Aku menjadi semakin kasar, dan penisku yang sudah keras sekali terus mendesak
dasar vaginanya. Dan kalau penisku sedang maju membelah vaginanya, tanganku
juga menarik pantatnya ke belakang sehingga penisku menghunjam dengan kuat
sekali. Tapi tiba-tiba Rina melepaskan diri.
“hh sekarang giliranku aku sudah hampir sampai.” katanya.
Kemudian aku disuruh duduk selonjor di lantai di antara kaki Rina yang mulai
menurunkan badannya. Penisku yang mengacung ke atas mulai dipegang Rina, dan di
arahkan ke bibir vaginanya.
Tiba-tiba Rina menurunkan badannya duduk di pangkuanku
sehingga penisku langsung amblas ke dalam vaginanya. Kita sama-sama mengerang
dengan keras, dan mulutnya yang masih menganga kuciumi dengan gemas.
Kemudian pantatnya mulai naik turun, makin lama makin keras.
Rina melakukannya dengan ganas sekali.
Pantatnya juga diputar-putar sehingga aku merasa penisku
seperti dipelintir.
“Randii.. aku.. aku.. sudah.. hampirrr, uuuhh…” Erangnya
sambil terus menghunjam-hunjamkan pantatnya. Mulutku beralih dari mulutnya ke
susunya yang bulat sekali. Putingnya kugigit-gigit, dan lidahku berputar
menyapu permukaan susunya. Susunya kemudian kusedot dan kukenyot dengan keras,
membuat gerakan Rina semakin liar.
Tidak lama kemudian Rina menghunjamkan pantatnya dengan
keras sekali dan terus menekan sambil memutar pantatnya.
“Sekaranggg aahh sekaranggg Randi, sekaranggg”, Rina
berteriak-teriak sambil badannya berkelojotan.
Vaginanya berdenyutan keras sekali. Mulutnya menciumi
mulutku, dan tangannya memelukku sangat keras. Rina orgasme selama beberapa
detik, dan setelah itu ketegangan badannya berangsur mengendur.
“Ran, makasih yah.., sekarang aku pengin ngisep boleh
yah..?” katanya sambil mengangkat pantatnya sampai penisku lepas dari
vaginanya. Rina kemudian menundukkan mukanya dan segera memegang penisku yang
sangat keras, berdenyut, dan ingin segera memuntahkan air mani. Mulutnya
langsung menelan senjataku sampai menyentuh tenggorokannya.
Tangannya kemudian mengocok pangkal penisku yang tidak muat
di mulutnya. Kepalanya naik turun mengeluar-masukkan penisku. Aku benar-benar
sudah tidak tahan. Ujung penisku yang sudah sampai di tenggorokannya masih aku
dorong-dorong. Tanganku juga ikut mendesakkan kepalanya. Lidahnya memutari
penisku yang ada dalam mulutnya.
“Rina isap terus terusss hampirr terusss yyyaa sekaranggg
sekarangg.. issaapp..”, Rina yang merasa penisku hampir menyemburkan sperma
semakin menyedot dengan kuat.Dan…
“aahh.. sekaranggg.. sekaranggg.. issaappp..” spermaku
menyembur dengan deras berkali-kali dengan rasa nikmat yang tidak berkesudahan.
Rina dengan rakusnya menelan semuanya, dan masih menyedot sperma yang masih ada
di dalam penis sampai habis. Rina terus menyedot yang membuat orgasmeku semakin
nikmat. Dan setelah selesai, Rina masih juga menjilati penisku, spermaku yang
sebagian tumpah juga masih di jilati.
Kemudian setelah beristirahat beberapa saat, kami pun
meneruskan mandi sambil saling menyabuni. Setiap lekuk tubuhnya aku telusuri.
Dan aku pun semakin menyadari bahwa badannya sangat indah. Setelah itu kami
tidur berdua sambil terus berpelukan.
Pagi-pagi ketika aku bangun ternyata Rina sudah berpakaian
rapi, dan dia cantik sekali. Dia mengenakan rok mini dan baju tanpa lengan yang
serasi dengan kulitnya yang halus. Dia mengajakku belanja ke Mall karena
persediaan makanan memang sudah habis. Maka aku pun segera mandi dan
bersiap-siap.
Di perjalanan dan selama berbelanja kita saling memeluk
pinggang. Siang itu aku menikmati jalan berdua dengannya. Kita belanja selama
beberapa jam, kemudian kita mampir ke sebuah Café untuk makan siang. Di dalam
mobil dalam perjalanan pulang kita ngobrol-ngobrol tentang semua hal, dari
masalah pelajaran sekolah sampai hal-hal yang ringan.
Ketika ngobrol tentang sesuatu yang lucu, Rina tertawa sampai
terpingkal-pingkal, dan saking gelinya sampai kakinya terangkat-angkat. Dan itu
membuat roknya yang pendek tersingkap. Aku pun sembari menyetir,karena melihat
pemandangan yang indah, meletakkan tanganku ke pahanya yang terbuka.
“Ayo.. nakal yah..” kata Rina, bercanda.
“Tapi suka kan?” kataku sambil meremas pahanya. Kami pun
sama-sama tersenyum. Mengusap-usap paha Rina memang memberi sensasi tersendiri,
sampai aku merasa penisku menjadi tegang sendiri.
“Randi.. sudah kamu nyetir saja dulu, tuh kan itunya sudah
bangun.. pingin lagi yah? Rina jadi pengin ngelusin itunya nih..” kata Rina
menggodaku.cerita porno 2016,cerita porno terupdate,cerita porno terbaru,cerita
porno, Aku cuma senyum menanggapinya, dan memang aku sudah kepingin mencumbunya
lagi.
“Randi, bajunya dikeluarin dong dari celana, biar tanganku
ketutupan. Dipegang yah?” Aku semakin nyengir mendengarnya. Tapi karena memang
kepingin, dan memang lebih aman begitu dari pada aku yang meneruskan aksiku.
Sambil menyetir aku pun mengeluarkan ujung bajuku dari
celanaku. Kemudian tanpa menunggu, tangan Rina langsung menyelinap ke balik
bajuku, ke arah selangkanganku. Tangannya mencari-cari penisku yang semakin
tegang.
“Ati-ati, masih siang nih, kalau ada orang nanti tangan kamu
ditarik yah!” kataku. Rina diam saja, dan kemudian tersenyum ketika tangannya
menemukan apa yang dicari-cari. Tangannya kemudian mulai meremas penisku yang
masih di dalam celana. Penisku semakin tegang dan berdenyut-denyut.
Karena terangsang juga, Rina mulai berusaha membuka ritsluiting
celanaku, dan kemudian menyelinapkan tangannya, dan mulai memegang kepala
penisku. Cairan pelumas yang mulai keluar diusap-usapkan ke kepala dan batang
penisku.
“Randi.. aku pengin ngisep ininya.. aku pengin ngisep sampai
kamu keluar dimulutku..” katanya sambil agak mendesah. Aku juga ingin segera
merasakan apa yang dia ingini. Yang ada di otakku adalah segara sampai di
rumah, dan segera mencumbunya.
Tapi harapan kita ternyata tidak segera terwujud karena
sesampainya di rumah, ternyata orang tua Rina sudah pulang. Kita cuma saling
berpandangan dan tersenyum kecewa.
“Eh, sudah pada pulang yah..” Rina menyapa mereka.
“Iya nih, ada perubahan acara mendadak. Makanya sekarang
cape banget. Nanti malem ada undangan pesta, makanya sekarang mau istirahat
dulu. Kamu masak dulu saja ya sayang.. sudah belanja kan?” kata maminya Rina.
“Iya deh, sebentar Rina ganti baju dulu. Eh, Randi, katanya
kamu pengin belajar masak, ayo, sekalian bantuin aku”, kata Rina sambil
tersenyum penuh arti. Aku cuma mengiyakan dan ke kamarku ganti pakaian dengan
celana pendek dan T-shirt. Kemudian aku ke dapur dan mengeluarkan belanjaan dan
memasukkannya ke lemari es.
Tidak lama kemudian Rina menyusul ke dapur. Dia pun sudah
berganti pakaian, dan sekarang memakai daster kembang-kembang. Tante juga
ikut-ikutan menyiapkan bahan makanan dan Rina mulai mengajariku memasak.
“Sudah Mami istirahat saja sana, kan ini juga sudah ada yang
ngebantuin..” kata Rina.
“Iya deh, emang Mami cape banget sih, sudah yah, Mami mau
coba istirahat saja”, kata Maminya Rina sambil keluar dari dapur. Aku yang
sedang memotongi sayuran cuma tersenyum. Setelah beberapa saat, Rina tiba-tiba
memelukku dari belakang, tangannya langsung ditelusupkan ke dalam celanaku dan
memegang penisku yang masih tidur.
“Eh.. kok ininya bobo lagi.. Rina bangunin yah?” tangannya
dikeluarkan kemudian Rina mengambil salad dressing yang ada di depanku, masih
sambil merapatkan badannya dari belakangku.
Kemudian salad dressingnya dituangkan ke tangannya, dan
langsung menyelinap lagi ke celana dan dioleskan ke penisku yang langsung
menegang. Sambil merapatkan badannya, susunya menekan punggungku, Rina mulai
meremasi penisku dengan dua tangannya. Nikmat yang aku rasakan sangat luar
biasa. Aku segera melingkarkan tangan ke belakang, meremas pantatnya yang bulat
itu.
Tanganku aku turunkan sampai ke ujung dasternya, kemudian
kusingkapkan ke atas sambil meremas pahanya dengan gemas. Ketika sampai di
pangkal pahanya, aku baru menyadari kalau Rina ternyata sudah tidak memakai
celana dalam. Maka tanganku menjadi semakin gemas meremasi pantatnya, dan
kemudian menelusuri pahanya ke depan sampai ke selangkangannya. Jari-jariku
segera membuka belahan vaginanya dan mulai memainkan clitorisnya yang sudah
sangat basah terkena cairan yang semakin banyak keluar dari vaginanya. Tangan
Rina juga semakin liar meremas, meraba dan mengocok penisku.
“Rina.. sana diliat dulu, apa Om dan Tante memang sudah
tidur..” kataku berbisik karena merasa agak tidak aman.
Rina kemudian melepaskan pegangannya dan keluar dapur.
Tidak lama kemudian Rina kembali dan bilang semuanya sudah
tidur. Aku segera memeluk Rina yang masih ada di pintu dapur, kemudian
pelan-pelan pintu kututup dan Rina kupepet ke dinding. Kita berciuman dengan
gemasnya dan tangan kita langsung saling menelusup dan memainkan semua yang
ditemui. Penisku langsung ditarik keluar oleh Rina dan aku segera menyingkap
dasternya ke atas, kemudian kaki kirinya kuangkat ke pinggulku, dan
selangkangannya yang menganga langsung kuserbu dengan jari-jariku.
Tangan Rina menuntun penisku ke arah selangkangannya,
menyentuhkan kepala penisku ke belahan vaginanya dan terus-terusan
menggosok-gosokkannya. Untuk mencegah agar Rina tidak mengerang, mulutnya terus
kusumbat dengan mulutku. Kemudian karena sudah tidak tahan, aku segera mengarahkan
penisku tepat ke mulut vaginanya, dan menekan pelan-pelan, terus ditekan, terus
ditekan sampai seluruh batangnya amblas.
Kaki Rina satunya segera kuangkat juga ke pinggangku,
sehingga sekarang dua kakinya melingkari pinggangku sambil kupepet di dinding.
Kita saling mengadu gerakan, aku maju-mundurkan penisku, dan Rina berusaha
menggoyang-goyangkan pantatnya juga. Vaginanya berdenyutan terasa meremasi
batang penisku. Tidak lama kemudian aku merasa Rina hampir orgasme.
Denyutan vaginanya semakin keras, badannya semakin tegang
dan isapan mulutnya di mulutku semakin kuat. Kemudian aku merasa Rina orgasme.
Kontraksi otot vaginanya membuat penisku merasa seperti diurut-urut dan aku
juga merasa hampir mencapai orgasme. Setelah orgasme, gerakan Rina tidak liar
lagi, dia cuma mengikuti gerakan pantatku yang masih menghunjam-hunjamkan
penisku dan mendesakkan badannya ke dinding.
Kemudian sementara penisku masih di dalam dan kaki Rina
masih di pinggangku, aku melangkah ke arah meja dapur dan duduk di salah satu
kursi, sehingga sekarang Rina ada di pangkuanku dengan punggung menyandar di
meja dapur. Selama beberapa saat kita cuma berdiam diri saja. Rina masih
menikmati sisa kenikmatan orgasmenya dan menikmati penisku yang masih di dalam
vaginanya.
Sementara aku menikmati sekali posisi ini, dan menikmati
melihat Rina ada di pangkuanku. Tanganku mengusap-usap pahanya dan
menyingkapkan dasternya ke atas sampai melihat bulu kemaluan kami yang saling
menempel. Belahan vaginanya kubuka dan aku melihat pemandangan yang sangat
indah. Penisku hanya kelihatan pangkalnya karena seluruh batangnya masih di
dalam vagina Rina, dan di atasnya aku melihat clitorisnya yang sangat basah.
Jari-jariku mulai mengusap-usap clitorisnya sampai Rina
mulai mendesis-desis lagi, dan pantatnya mulai bergerak lagi, berputar dan
mendesakkan penisku menjadi semakin masuk. Aku merasa vaginanya mulai
berdenyutan lagi meremas-remas penisku. Karena gemas, kadang-kadang clitorisnya
kupelintir dan kucubit-cubit.
Kemudian dasternya kusingkap semakin ke atas sampai aku
melihat susunya yang menantangku untuk segera memainkannya. Dengan tak sabar
segera susunya yang kiri kulumat dengan mulutku, yang membuat kepala Rina
mendongak merasakan kenikmatan itu. Sambil melumati susunya, lidahku juga
memainkan putingnya yang sudah sangat tegang. Kadang-kadang putingnya juga
kugigit-gigit kecil dengan gemas. Tanganku dua-duanya meremasi pantatnya yang
bulat.
“astaga.. mas Randiii aahh aahh”, rintihnya di kupingku,
sambil kadang menjilati dan menggigit kupingku.
“Mas Randii.. aahh.. aku hampir dapet lagii.. ahh.., terus
gitu sayang”, rintihnya dengan gerakan yang semakin liar.
Pantatnya semakin keras menekan dan berputaran, yang membuat
penisku juga seperti dipelintir dengan lembut.
Aku pun menuruti dan terus memberikan kenikmatan dengan
terus memainkan susunya bergantian yang kiri dan kanan, dan tanganku juga ikut
memainkan puting susunya, sampai Rina tiba-tiba menggigit kupingku dengan keras
dan setelah menghentakkan pantatnya dia memelukku dengan eratnya.
“hh mas Randdiii.. hh. hh.” Aku merasakan Rina orgasme untuk
kedua kalinya dan lebih hebat dari yang pertama.
Denyutan vaginanya keras sekali dan berlangsung selama
beberapa detik, dan kenikmatan yang aku rasakan membuatku merasa sudah hampir
orgasme. Tapi setelah orgasme, ternyata Rina masih ingat keinginannya untuk
menghisap penisku.
“Randi.. jangan dikeluarin dulu.. nanti di mulutku saja yah”.
Maka setelah turun dari pangkuanku, Rina segera jongkok di
depanku dan langsung mengulum penisku. Lidahnya memutari batangnya dan mulutnya
menyedot-nyedot membuat aku merasa orgasmeku sudah sangat dekat. Tanganku
memegang belakang kepala Rina, dan kutekan agar penisku semakin masuk di
mulutnya, kemudian aku juga membantu memasuk-keluarkan penisku di mulutnya, dan
“aahh Rina aku keluarrr terus isaappp.. aahh..” dan memang
Rina dengan lahapnya terus menghisap spermaku yang langsung berhamburan masuk
ke tenggorokannya. Penisku yang masih mengeluarkan sperma terus disedot dan
dikenyot-kenyot dan pangkal penisku juga terus-terusan dikocok-kocok olehnya.
Orgasmeku kali ini benar benar kurasakan sangat luar biasa hingga membut diriku
terasa bergetar.
Setelah itu kami pun melanjutkan dengan berciuman dan
kembali meneruskan memasak.
“Mas Randi.. makasih yah, tapi aku belum puas, habis kurang
bebas sih, entar malem lagi yah..!” aku yang merasa hal yang sama cuma
mengangguk.
“Ran, aku nanti malem pengin menikmati seluruh tubuhmu.”
“Maksudmu..? apa selama ini belum?”
“Aku pengin melakukan hal yang lain sama kamu.., tunggu
saja..”
“Ihh.. apaan sih.., Rina jadi merinding nih”, kata Rina
sambil memperlihatkan bulu-bulu tangannya yang memang berdiri,
Sambil tersenyum aku mencoba mengelusi tangannya yang halus
kemudian badannya kupeluk dari arah belakang dengan lembut dan membuatku merasa
bahagia sekali.
Komentar
Posting Komentar