Langsung ke konten utama

Solusi Nikmat Ditengah Pandemi

 
Pandemi berkepanjangan membuat banyak sekolah yang meliburkan para siswanya. Hal ini bertujuan untuk mencegah hal hal yang tidak diinginkan dilingkungan sekolah. Diriku yang masih kuliah disebuah perguruam tinggi swasta pun merasakan dampaknya karena sudah hampir setahun ini tak bisa belajar tatap muka dikampusku.Siang itu aku sedang sendirian dirumah yang lumayan mewah karena pembantuku baru saja pulang kampung beberapa waktu yang lalu dan belum juga kembali. Sementara kedua orangtuanya lebih sering berada diluar untuk bekerja menemui client kantor mereka. Sekitar pukul 10 pagi tiba tiba aku dikejutkan oleh kedatangan tiga orang pria yang merupakan petugas keamanan dikomplek rumahku.

"Maaf Non Rena.. Kita dapat tugas dari pak Rw mau melakukan penyemprotan desinfektan dirumah warga.
"Ohh begitu.. Lain kali aja ya pak soalnya saya mau tanya ortu dulu mengenai hal ini.
"Wah ga bisa Non. Soalnya ini sudah mendesak sekali. Kita ditugaskan untuk menyemprot semua rumah warga yang ada disekitar komplek perumahan ini.
"Aduhh gimana ya pak.. Soalnya ortu saya lagi pergi sih..
"Udah non Rena tenang aja nanti kita yang akan jelaskan ke orangtua mbak.. Sekarang kita mau masuk kedalam guna melakukan penyemprotan.

Karena terus didesak maka aku tak bisa berbuat apa apa lagi selain mengijinkan ketiga laki laki itu masuk kedalam rumah sambil membawa perlengkapan mereka.
Ketiga pria itu mulai melakukan penyemprotan dari bagian belakang rumah dan berlanjut kedalam kamar.
"Maaf Non Rena tolong kamarnya dibuka dulu soalnya kita mau semprot bagian dalamnya.

Sebenarnya aku sudah curiga dengan mereka karena sebelum ada kegiatan dilingkungan rumahku, pengurus Rw selalu memberitahukan terlebih dulu pada warga namun kali ini tidak ada pemberitahuan sama sekali.
Untuk mencegah hal hal yang tidak diinginkan maka aku pun mengawasi mereka.
Namun tanpa kuduga mereka mulai menggodaku dengan kata kata yang tidak senonoh.
"Ehh pak kalau ngomong yang sopan ya..

Bukannya meminta maaf tapi Sapri malah membekap mulutku. Dan mereka bertiga menyeratku kedalam kamar.
Kini aku hanya bisa menatap Sapri penuh kemarahan namun juga ada rasa takut yang menghinggapiku ketika ia mengancamku.
“Non Rena, jangan memaksa kami untuk melakukan hal yang tidak tidak. Kalo non berteriak hingga mengundang Tukang bangunan yang ada disebelah rumah nanti penderitaan non bakal lebih berat lagi hehe..
"Non Rena mengerti?” bentak Sapri, lagi lagi dengan suara pelan.

Dengan pasrah aku mengangguk. Kemudian Sapri dengan kasar melepaskan sumpalan pada mulutku, membuatku terbatuk batuk, hampir saja bibirku yang bawah terluka karena terhantam gigiku sendiri.
“Duh pak, jangan kasar dong”, aku sedikit membentak karena jengkel sekali.
Bahkan seingatku belum pernah sebelum ini aku membentak orang sekasar ini.
Sapri dan Pardi saling pandang, kemudian mereka menunduk.

Aku tahu dengan keadaan terikat seperti ini, kecil sekali harapanku untuk lolos dari perkosaan oleh ketiga orang ini. Begitu juga untuk hari hari berikutnya, mereka pasti akan mencari kesempatan untuk memaksaku melayani nafsu bejat mereka. Aku pikir lebih baik aku mencari solusi di rumah dengan membiarkan mereka memperkosaku tapi dengan beberapa syarat.
“Ya sudah, mulai hari ini kalian bisa menikmati tubuhku kalau di rumah tidak ada orang lain”, aku berkata dengan ketus.

Mereka saling pandang, kemudian seolah tak percaya dengan pendengaran mereka.
“Mulai hari ini?”, mereka bertanya dengan ragu.
“Iya. Mulai hari ini! Kalian ini munafik ya. Aku tahu kalian pasti akan berusaha memperkosaku lagi di lain waktu. Daripada nanti kalian mengikatku, membekapku, lalu menyakitiku, lebih baik kalian melakukannya baik baik. Tapi jangan lupa ya, kalian cuma boleh menikmati aku aku sedang senggang. Dan aku ingatkan, kalian jangan kasar kasar sama aku, apalagi sampai melukai aku! Sekarang lepaskan ikatanku. Sangat tidak nyaman tau!”, kataku setengah membentak.

Mereka terlihat ragu ragu.
“Wah gimana ya, kalo non kami lepaskan, apa jaminan…”, kata Sapri dengan tidak yakin.
“Aku janji kalian boleh perlakukan aku sesuka kalian. Toh aku sudah tidak perawan lagi, jadi buatku tidak ada ruginya. Asal kalian juga berjanji, tak akan ada yang main di kompleks pelacuran. Aku takut terkena penyakit kelamin menular. Kalian mengerti? Sekarang cepat, buka ikatan ini. Aku mau mandi dulu!”, aku menurunkan tensi suaraku, capek juga rasanya kalau harus berbicara dengan keras.

Mereka melepaskan ikatanku, dan memandangiku dengan ragu ragu. Dengan kesal aku melucuti setiap helai pakaianku yang menutup tubuhku ini di depan mereka.
“Nih. Kalo gak percaya, perkosa saja aku sekarang!”, tantangku dengan jengkel.

Mereka meneguk ludah melihat tubuh indahku yang terpampang polos di hadapan mereka.
“Baik non, kami percaya. Sekarang bagaimana?”, tanya Sapri setelah saling pandang dengan Pardi dan sama sama mengangguk.
“Aku mau mandi dulu, gerah nih abis latihan balet. Kalian juga, mandi dulu di bawah sana. Baunya nggak enak tau! Oh iya, ajak pak Tatang sekalian, biar adil. Terus minta Salah satu dari mereka supaya berjaga, kalau kalau ortuku pulang”, kataku pada mereka.

Aku masuk ke kamar mandi, dan menyemprot tubuhku dengan air hangat, mempersiapkan diriku yang akan segera jadi obyek pesta seks lagi hari ini. Sebenarnya solusi ini menyebalkan juga, tapi aku pikir lebih baik aku berkompromi dengan mereka.

Seperti yang sudah kukatakan tadi, toh aku sudah tak perawan lagi, dan aku tak ingin tiba tiba disergap, diikat tak karuan, bajuku dirobek robek, lalu aku disakiti dan diperkosa dengan brutal tanpa belas kasihan.
Tiba tiba pintu kamar mandiku terbuka, dan masuklah Pardi, Sapri dan pak Tatang yang sudah telanjang bulat.
“Non Rena, kita mandi sama sama saja ya”, kata Sapri.
“Aduh, masa sudah segitu tak sabar sih? Ya sudah cepat. Nanti keburu ortuku pulang”, kataku.

Mereka bersorak gembira, mengerubutiku dan berebut memandikanku. Kedua tanganku diangkat oleh Sapri yang memang jauh lebih tinggi dariku. Yang lain menyabuni tubuhku dengan penuh semangat, terutama di bagian payudara dan vaginaku. Setelah selesai menyabuniku, mereka membilas tubuhku sampai bersih, dan menggiringku ke ranjang.
“Tunggu, aku keringkan badanku dulu. Dan kalian, mandi dulu sana! Supaya nggak bau nanti waktu ngeseks sama aku!”, kataku pada mereka.

Mereka menuruti permintaanku, mandi sebersih bersihnya dengan sabunku.
Dan kini mereka tak lagi berbau tak enak seperti tadi, dan aku yang sudah selesai mencuci mukaku di wastafel kamarku, dan mengeringkan tubuhku, tidur telentang di ranjangku dalam keadaan telanjang bulat. Aku sempat melihat jam, pukul 19:00. Mereka langsung mengeringkan tubuh ala kadarnya, dan menyerbuku yang sudah tersaji polos di atas ranjangku. Sapri mendapat jatah vaginaku, sementara Pardi dan pak Tatang mendapat jatah kedua payudaraku. Sapri menjilati bibir vaginaku yang katanya berbau wangi, sementara Pardi dan Pak Tatang menyusu pada kedua payudaraku sambil meremas remas cukup keras.

Dan aku? Tentu saja birahi yang hebat segera melandaku, aku mengerang, mendesah dan menggeliat keenakan.
Dengan penuh nafsu Sapri terus menjilat bahkan mencucup vaginaku. Perlahan tapi pasti, cairan cinta mulai mengalir membasahi dinding vaginaku, yang segera diseruput oleh Sapri dengan rakusnya. Aku sampai menggelinjang kegelian, tanpa sadar kedua tanganku menggenggam sprei menahan nikmat yang kurasakan sekarang ini.

Desahan nafasku semakin hebat ketika Sapri menusukkan lidahnya ke dalam vaginaku. Sedangkan pak Tatang dan Pardi semakin bernafsu menyusu ke payudaraku, akhirnya setelah 5 menit aku menggeliat dan mengejang, orgasme melandaku. Cairan cintaku mengalir banyak keluar, sehingga Sapri kelabakan tak mampu membendung luberan cairan cintaku.

Walaupun tak sedahsyat ketika melakukannya dengan pacarku, tapi sudah cukup untuk membuat nafasku tersengal sengal, seluruh tubuhku berkeringat dan terasa semakin lelah, terutama betisku yang terasa semakin pegal, mungkin karena terlalu sering mengejang dua hari ini, reaksi saat orgasme melandaku.

Kini Sapri sudah mengambil posisi di selangkanganku, membuat aku memperhatikan, penis seperti apa yang akan segera memompa vaginaku ini. Ternyata penis Sapri tak sebesar dugaanku, paling tak sampai 15 cm.
Aku jadi sedikit tenang dan tidak kuatir mengalami sakit yang berlebihan Namun aku sedikit bertanya tanya, apa kenikmatan yang aku dapat hari ini akan setara dengan yang aku dapat kemarin? Aku jadi ingin tahu, penis siapa di antara mereka bertiga ini yang paling panjang, atau yang paling besar.

“Hei, kalian diam dulu, jangan membuat non Rena mulet mulet, aku mau memasukkan punyaku dulu”, seru Sapri yang kesulitan menusukkan penisnya karena dari tadi aku menggeliat keenakan saat putingku disedot sedot oleh mereka berdua ini.
Mereka berdua pun diam dan ikut memperhatikan proses penetrasi penis Sapri ke anak majikan mereka ini.
‘Clep’, demikian bunyi yang terdengar saat liang vaginaku terbelah dan kepala penis Sapri mulai masuk.
Penis ini terasa begitu keras, dan terus menusuk dalam, tapi rasanya tak akan sampai menyentuh dinding rahimku.
“Ooouuuugh… heeeeghh…”, Sapri melolong keenakan sementara aku menggigit bibir merasakan sedikit sakit yang bercampur sedikit nikmat.

Kemudian Sapri mulai bergerak memompa vaginaku, membuat rasa nikmat menjalari sekujur tubuhku. Aku menggeliat pasrah, sementara kedua rekannya yang ikut terbakar nafsu, meminta pelayanan yang lebih dariku. Pardi menaiki perutku, dan meletakkan penisnya di tengah payudaraku.

Aku dipaksa merapatkan kedua payudaraku dengan kedua tanganku hingga menjepit penis itu, lalu ia mulai menggesek gesekkan penisnya yang juga tak terlalu panjang, dan tak terlalu lebar juga diameternya, di antara lipatan buah dadaku.

Lalu pak Tatang menyodorkan penisnya ke wajahku, yang membuatku tertegun karena sangat besar sekali dan lebih berurat. Dengan ragu aku mengulum penis pak Tatang yang tentu saja tak muat dalam mulutku yang mungil ini.

Tiba tiba telepon di kamarku berdering, dan pak Arifin melepaskan penisnya dari mulutku, mengambil telepon itu dan mendekatkan padaku. Sementara Sapri dan Pardi dengan cueknya meneruskan aktivitasnya. Sapri terus memompa vaginaku dan Pardi terus menikmati jepitan payudaraku pada penisnya.
Pak Tatang mengangkat telepon itu, dan memegangkan gagang telepon untukku, karena kedua tanganku sibuk menahan payudaraku menjepit penis si Pardi.
“Ren, ini mama. Nanti mama pulangnya masih ntar malaman lagi, soalnya urusanya belum selesai nih”, terdengar suara yang ternyata mamaku.

Dalam keadaan sedang disetubuhi, aku harus menjawab dengan nada yang sewajarnya supaya ia tak curiga yang macam macam.
“Iya ma… jadi… mama. pulang jam berapa.. nanti”, tanyaku sedikit terputus putus karena Sapri terus menggenjotku tanpa ampun.
“Yaa, bentar lagi sih keliatannya sudah selesai, tapi setelah selesai mama dan papa mau mampir ke resto dulu.

Kamu mau aku bawakan makanan juga Ren ? Mama bungkuskan buat kamu ya?” tanya mamaku.
“Iya.. boleh ma… Jangan… terlalu malam… ya… hati hati.. Ma”, kataku, semakin terputus putus karena si Sapri dengan kurang ajar meningkatkan kecepatannya dalam memompa vaginaku, bahkan saat menancap dalam ia sengaja membiarkan penisnya tertanam sedikit lebih lama, membuat gairah tubuhku semakin bergolak.

Celaka, jangan sampai aku orgasme selagi telepon dengan mamaku nih. Aku tak berani membayangkan apa yang akan terjadi kalau sampai mamaku tahu di rumah ini adiknya ini keenakan diperkosa para satpam dikompek rumahnya.
“Ya, mungkin mama sampai rumah jam setengah 10 malam., kamu kenapa? Sakit ta? Kok seperti ngos ngosan gitu?” tanya mamaku.
“Nggak… ma… Cuma… ingin… ke wc… sudah dulu.. ya ma, kataku sambil menyuruh pak Tatang meletakkan gagang telepon dengan bahasa isyarat, sementara nafasku makin memburu.

Begitu telepon tertutup, aku segera melepaskan lenguhan yang sejak tadi kutahan tahan, dan aku langsung orgasme, kali ini lebih hebat dari yang pertama tadi. Tubuhku sedikit terlonjak lonjak, kedua kakiku melejang lejang dan cairan cintaku keluar banyak sekali hingga membanjir membasahi penis Sapri.

Aku memandangnya dengan jengkel sekaligus penuh gairah, apalagi Sapri terus memompaku dengan kecepatan yang makin tinggi. Gairahku yang belum benar benar turun setelah tadi sempat mengalami orgasme hebat, kini kembali naik dengan cepat.
Pak Tatang bertanya, “Non, mamanya non pulang jam berapa?”.
“Setengah..sepuluh .. pak”, jawabku dengan suara terputus putus di antara desahan nafasku.

Pak Tatang lalu keluar entah kemana, aku juga sudah tak perduli. Gila, stamina Sapri benar benar luar biasa, aku dibuatnya kewalahan. Sodokan demi sodokan seolah memompa gairahku meuju orgasme, dan luar biasa, aku sudah orgasme yang ketiga saat ini, dua kali akibat dipompa Sapri dengan ganas.

Jam sudah menunjuk waktu 19:35, sudah setengah jam aku dipompa Sapri, dan ia belum menunjukkan tanda tanda akan orgasme. Bahkan milik Pardi sudah berkedut, ia buru buru memasukkan penisnya ke dalam mulutku yang langsung mengulum rapat dan menyedot nyedot penisnya.
“Eerrghh… huoooh…”, Pardi mengerang dan melolong, spermanya menyemprot deras ke dalam kerongkonganku.

Rasanya sedikt lebih gurih dari 6 orang kemarin, atau aku yang sudah mulai menikmati minum sperma, aku juga tak tahu pasti. Penis Pardi terus kusedot sampai mengecil dan tak ada sisa sperma yang menempel sedikitpun.
Kini sementara aku tinggal menghadapi Sapri satu lawan satu. Tiba tiba Sapri dengan perkasa menarikku bangun, dan ia turun dari ranjang berdiri, dengan tetap memeluk pinggangku dan penis yang masih terus menancap erat dalam vaginaku, membuat aku takut terjatuh hingga melingkarkan betisku ke pinggangnya dan merangkul lehernya erat.

Sapri menggunakan kesempatan itu untuk melumat bibirku, sementara sodokan penisnya yang begitu kokoh bagaikan sebatang besi, terasa makin dalam menancap di vaginaku, membuatku semakin melayang layang, mengantarku mengalami multi orgasme di pelukan Sapri.
“Oooooh…. Waaaaan…. aaaa…duuuuh… e….naaaaak”, erangku, tanpa terkendali aku mengejang ngejang susul menyusul di pelukan Sapri.

Kepalaku menengadah, pantatku terasa kejang tersentak sentak ke depan, cairan cintaku membanjir membasahi lantai kamarku, nafasku seperti orang yang habis lari berkilo kilo. Nikmat yang melandaku ini entahlah, mungkin setara dengan nikmat kemarin saat aku digangbang Girno, Urip dan Soleh. Namun Sapri melakukannya sendirian, dan sudah mampu memaksaku orgasme tak karuan seperti tadi. Maka kini penilaianku pada Sapri menjadi lain.

Wajahnya memang tak karuan, penisnya juga tak terlalu besar dan tak terlalu panjang, tapi, penisnya memang luar biasa keras, dan kalo staminanya seperti ini, aku berpikir bisa bisa kelak aku yang mencarinya untuk memuaskanku.
Aku benar benar sudah larut dalam pesta seks ini, rasanya aku sudah berubah dari cewek yang alim dan terpelajar, menjadi cewek bispak!
Lamunanku buyar saat Sapri tiba tiba memelukku makin erat, sodokannya makin bertenaga, sementara tubuhnya terasa bergetar getar.
Oh.. apakah akhirnya ia akan orgasme?
“Heeegh.. non Reeenaa   lolong Sapri.

Sapri menjepit tubuhku dengan pelukan yang menyesakkan dadaku, namun membuatku kembali orgasme kecil, menngiringi semprotan spermanya yang amat banyak di dalam vaginaku. Dan aku sangat kesal ketika Sapri melepaskanku begitu saja hingga aku agak terbanting, untungnya aku terbanting di ranjangku empuk.

Ia kembali menanamkan penisnya yang masih cukup keras di dalam liang vaginaku, lalu menindih tubuhku hingga kakiku makin terkangkang lebar. Ia memagut bibirku dengan buas, membuat aku megap megap. Untungnya penisnya semakin mengecil, dan dengan posisi tubuhku yang terlipat ini penisnya dengan cepat terlepas dari vaginaku.


 
Cairan cintaku menghambur keluar cukup banyak bercampur spermanya dan membasahi kedua pahaku ketika aku ditariknya berdiri. Ia memelukku dengan erat dan kembali memagut bibirku seolah aku ini kekasih yang sudah lama dirindukannya.
Saat itu aku melihat jam sudah menunjuk pukul 20:10. Edan. Ini berarti Sapri menggenjotku selama satu jam. Benar benar lelaki yang perkasa. Tiba tiba entah sejak kapan, aku melihat pak Tatang sudah ada di kamarku, kelihatannya sejak lama, cukup lama untuk melihat aku menyerah dalam pelukan Sapri.

Pak Tatang mendekat mengambil giliran. Aku masih tersengal sengal, ketika pak Tatang yang biasanya kalem ini dengan buas penisnya yang berukuran raksasa langsung diterjangkan ke vaginaku yang untungnya masih basah kuyup oleh campuran sperma Sapri dan cairan cintaku tadi, sehingga masih sangat licin.
“Aaagh…aduh…oooh… heeegh…auuuh…nngggh…”, erangku berulang ulang tanpa daya ketika pak Tatang dengan bersemangat sekali memompa vaginaku yang langsung terasa amat sakit seperti saat pertama Girno memompa vaginaku.

Urat urat itu terasa begitu menggerinjal mengaduk aduk vaginaku. Rasa sakit yang nyaris tak tertahankan ini membuatku menderita. Tapi Sapri malah menyodorkanku sebotol minuman.
Non haus ya? Minum ini non biar lebih joss. 
Aku meminta pak Tatang berhenti sebentar,

Lalu kuteguk minuman itu hingga hampir habis karena aku merasa haus sekali. Dan akhirnya kuketahui kalau ternyata botol minuman itu berisi obat perangsang.
 

Aku sempat melihat sekelilingku, Sapri duduk di sofa kamarku, sementara Pardi tiduran di lantai. Lalu aku mempersilakan pak Tatang untuk mulai memompa vaginaku begitu aku mulai merasa panas yang tak wajar menjalari tubuhku.
Ya, obat perangsang itu mulai bekerja. Tanpa mampu mengendalikan diri, aku melayani pak Tatang dengan penuh nafsu, sakit yang tadinya melanda vaginaku sudah lenyap sama sekali berganti kenikmatan yang luar biasa dahsyat. Lenguhan, desahan dan erangan kami berdua memenuhi kamarku, membuat siapa saja yang mendengar pasti bangkit gairahnya.

Aku menarik leher pak Tatang untuk kemudian kupagut bibirnya dengan ganas.
Sudah 15 menit pak Tatang memompaku, entah aku sudah berapa kali melayang dalam orgasme, akhirnya pak Arifin melenguh panjang, menyemprotkan spermanya dalam liang vaginaku. Semprotan itu terasa begitu banyak dan kencang, rasanya mengenai bagian terdalam di liang vaginaku, mungkin menembus rahimku. Aku tergolek lemas dalam keadaan penuh nafsu, memandang Pardi yang harusnya sudah pulih karena ia yang pertama keluar tadi.

Pardi langsung tanggap dan mendekatiku. Ia segera menusukkan penisnya ke dalam vaginaku, dan mulai memompa vagina yang sudah kehausan penis lelaki.
Obat perangsang itu benar benar dahsyat, aku mencumbu Pardi dengan buas, membuat Sapri yang sudah bergairah tak tahan lagi dan mendekatiku. Pardi mengerti dan mendekapku erat lalu berbaring telentang hingga aku kini menindihnya.
Dan Sapri menjilati anusku, mendatangkan sensasi aneh dan luar biasa bagiku. Lidahnya terus mengorek ngorek anusku yang semakin lebar, kemudian ia menyuruhku meludahi penisnya yang disodorkan ke wajahku. Dalam kepasrahan kuturuti kemauannya, aku tahu ia akan segera membobol anusku.

Tapi aku yang sudah terangsang hebat ini tak perduli. Dengan beberapa kali dorongan, akhirnya penis Sapri yang sudah amat licin itu menembus anusku, membuatku melolong panjang karena kesakitan. Bagaimanapun, aku belum terbiasa anusku dibobol. Kini dalam keadaan disandwich, aku disodok sodok bergantian dari atas dan bawah, hingga akhirnya tak sampai 10 menit kemudian aku sudah orgasme, bersamaan dengan menyemprotnya sperma Pardi dalam liang vaginaku.


Kemudian hampir setengah jam Sapri menyodomiku, rasanya sampai aku harus berjuang menahan reflek tubuhku yang ingin mengejan. Dalam keadaan liang anusku masih tertancap penis Sapri, tiba tiba pak Tatang yang sudah pulih itu ingin. menggantikan posisi Pardi. Penisnya yang raksasa itu sudah menegang tegak, siap untuk kembali menyodok vaginaku dengan buas. Pardi menyodorkan penisnya ke wajahku dan aku tak perlu disuruh, segera kubersihkan sperma yang tertinggal di penis itu dengan mengulum ngulum dan menyedot nyedot penis itu hingga bersih, sementara pemiliknya melenguh lenguh keenakan, lalu roboh di depanku.

Birahiku yang semakin tinggi membuatku antara sadar dan tidak, dengan penuh nafsu melayani sodokan dua penis sekaligus di selangkanganku. Kugerakkan tubuhku mengikuti irama sodokan itu, berulang ulang aku mencapai klimaks, sampai akhirnya pak Tatang orgasme duluan. Kini tinggal Sapri yang menyodomi aku dengan gencar, memang Sapri yang paling luar biasa.

Pak Tatang menyodorkan penisnya untuk kubersihkan, dan aku dengan semangat mulai mengulum dan menyedot nyedot penis itu sampai mengecil, sementara Pardi sudah berada di bawahku, namun bukan untuk menikmati vaginaku, melainkan menyedot susuku yang tergantung karena kini aku dalam keadaan doggie style. Pak Tatang duduk dan melumat bibirku dengan bernafsu. Sulikah kulihat mulai bermasturbasi dengan mengaduk vaginanya dengan jarinya sendiri. Ia pasti terangsang hebat melihatku begitu pasrah dikeroyok oleh 2 orang rekannya ditambah sopirku. setengah jam kemudian Pardi sudah pulih, dan menusukkan penisnya ke vaginaku, membuat selangkanganku kembali terasa sesak membangkitkan gairahku, dan tak lama kemudian aku langsung orgasme hebat.

Seolah bekerja sama dengan Sapri, mereka menusukkan senjatanya dalam dalam bersamaan dan berlama lama menahan penis mereka di sana, membuat aku melenguh lenguh tak kuasa menahan nikmat. Aku sudah setengah sadar saat jam menunjuk pukul 21.15 Entah sudah berapa puluh atau berapa ratus mili liter cairan cinta yang sudah diproduksi tubuhku selama 3 jam ini.
 

Mereka bertiga bergantian memuaskanku, sampai akhirnya ambruk satu per satu di sekelilingku. Kondisiku sendiri tak lebih baik, tenagaku terasa terkuras habis. Untungnya saat ini sedang kuliah online sehingga aku tak perlu berangkat kekampus.
Sebelum pergi mereka menyemprot tubuhku dengan peralatan yang mereka gunakan tadi hingga tubuhku basah kuyup.
"Loh kenapa badanku disemprot bang..
"Biar peju yang ada dibadan non bersih semua haha..
"iya non tenang aja. Lagian ini cuma air ledeng biasa koq. Semua ini cuma akal akalan kita supaya bisa ngentotin non Rena.
Mereka pun pergi meninggalkanku dalam keadaan lemas didalam kamar. Aku baru sadar kalau mereka memang sudah mengatur semua ini guna mengerjai diriku.

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Draft Amarah Para Buruh 21

Draft Amarah Para Buruh 20

Lust in Broken Home 4

Lust In Broken Home 5

Terjebak Didalam Kelas

Akibat Kena Gendam Tetanggaku

Kisah Tragis Dikebun Karet

Amarah Para Buruh 10

Amarah Para Buruh 17

Binalnya Ibu Tiriku 4