Matahari sudah mulai condong ke barat ketika suara ketukan pintu terdengar di rumah keluarga Hartanto. Di ruang tamu yang nyaman, Bima Hartanto duduk santai membaca buku sambil menyeruput kopi hitamnya. Ia adalah pria paruh baya, tampak gagah dengan rambut mulai memutih di pelipis namun matanya memancarkan ketenangan yang tak biasa.
Putrinya yang bernama Anya bergegas membuka pintu. "Halo Nat ! Masuk yuk !! serunya ceria.
Nathalie, gadis cantik keturunan tionghoa berusia 20 tahun, masuk dengan senyum ramah. Rambut hitam panjangnya tergerai, dan ia mengenakan gaun musim panas berwarna pastel. Dia adalah sahabat Anya sejak SMA.
Putrinya yang bernama Anya bergegas membuka pintu. "Halo Nat ! Masuk yuk !! serunya ceria.
Nathalie, gadis cantik keturunan tionghoa berusia 20 tahun, masuk dengan senyum ramah. Rambut hitam panjangnya tergerai, dan ia mengenakan gaun musim panas berwarna pastel. Dia adalah sahabat Anya sejak SMA.
"Selamat sore om !! sapanya sopan kepada Bima.
"Sore, Nathalie. Silakan duduk. Ujar Bima dengan senyum hangat sambil melipat bukunya dan meletakkannya di meja.
Setelah beberapa saat mengobrol ringan dengan sahabat lamanya kemudian Anya pamit ke dapur untuk menyiapkan camilan, meninggalkan Nathalie dan Bima di ruang tamu.
"Apa kabar Nathalie ? Tanya Bima memecah keheningan.
"Baik om. Cuma akhir-akhir ini saya sering susah tidur. Jawab Nathalie sambil tersenyum kaku.
Bima mengangguk, tampak berpikir sejenak. "Susah tidur, ya? Itu bisa bikin badan cepat lelah kalau dibiarkan."
"Iya, Om. Kadang saya sampai jam tiga pagi masih terjaga, padahal besoknya harus kuliah pagi," Nathalie mengeluh sambil menghela napas.
"Ada alasan tertentu kenapa susah tidur? Stres, mungkin?"
"Entahlah, Om. Saya tidak merasa stres. Tapi kepala saya selalu penuh dengan pikiran acak. Rasanya seperti tidak bisa mematikan otak saya. Jelas Nathalie.
Bima tersenyum tipis. "Hmm, menarik. Tahukah kamu, Om sebenarnya punya kemampuan membantu orang yang susah tidur?"
Nathalie menatap Bima dengan penuh rasa ingin tahu. "Maksudnya bagaimana, Om?"
"Om bisa menghipnotis. Jawab Bima santai.
"Serius, Om? Wah, seperti di film-film?" Nathalie terkekeh namun sorot matanya menunjukkan ketertarikan yang tulus.
"Bukan seperti di film yang sering dilebih-lebihkan. Hipnosis itu ilmu yang sebenarnya sederhana, tapi bermanfaat, terutama untuk masalah seperti susah tidur."
Nathalie terdiam sejenak, lalu bertanya, "Om pernah membantu orang lain dengan hipnosis?"
"Sering. Awalnya Om belajar untuk membantu diri sendiri mengatasi insomnia. Tapi setelah berhasil, Om mulai membantu teman-teman dan keluarga."
"Om bisa coba ke saya?" Nathalie bertanya ragu, tapi matanya berbinar penuh harap.
"Kalau kamu nyaman, tentu saja," jawab Bima dengan tenang.
Tak lama, Anya kembali dengan sepiring kue dan minuman dingin. Ia heran melihat wajah Nathalie yang tampak antusias. "Eh, ada apa nih?" tanyanya.
"Papamu bilang bisa menghipnotis! Aku mau coba, An!"
Anya melirik ayahnya. "Ah, iya. Papa memang sering bantu orang dengan hipnosis. Tapi kamu yakin, Nat?"
"Sangat yakin. Aku benar-benar butuh tidur nyenyak, An," ujar Nathalie dengan nada serius.
Bima tersenyum kecil. "Baiklah, kalau begitu. Tapi ini hanya untuk relaksasi, ya. Kita tidak akan melakukan hal-hal aneh seperti di film."
Nathalie mengangguk. "Siap, Om."
Bima memindahkan kursi ke tengah ruangan agar Nathalie bisa duduk lebih nyaman. Ia mengambil kursi lain, duduk di depannya, dan berkata, "Duduk tegak, rilekskan bahu, dan tarik napas dalam-dalam. Ikuti suara Om, ya."
Nathalie mengikuti instruksinya, tampak fokus. Bima melanjutkan dengan nada suara yang lembut dan menenangkan.
"Bayangkan kamu berada di tempat yang paling nyaman. Tempat itu bisa apa saja... pantai, hutan, atau bahkan kamarmu sendiri. Sekarang, perhatikan napasmu. Perlahan, dan biarkan tubuhmu semakin rileks."
Mata Nathalie perlahan terpejam, dan tubuhnya tampak semakin lemas. Anya duduk di sofa, menonton dengan penuh rasa takjub.
"Bayangkan setiap napas yang kamu ambil, membuang semua rasa gelisah dan kekhawatiranmu. Kepalamu semakin ringan, dan pikiranmu semakin tenang," lanjut Bima.
Setelah beberapa menit, Nathalie tampak benar-benar terlelap di kursinya.
"Dia tidur, Pa?" bisik Anya.
Bima mengangguk sambil tersenyum. "Ya, dia masuk ke dalam kondisi relaksasi mendalam. Ini yang dia butuhkan untuk melatih tubuh dan pikirannya agar mudah tidur."
Setelah sekitar 15 menit, Bima perlahan membimbing Nathalie kembali ke kesadaran.
"Nathalie, sekarang kamu akan kembali. Perlahan buka matamu. Kamu merasa segar dan rileks," katanya.
Mata Nathalie perlahan terbuka. Ia mengerjap-ngerjapkan matanya dan tersenyum lebar. "Om... rasanya luar biasa! Untuk pertama kalinya dalam waktu lama, kepala saya terasa benar-benar kosong. Terima kasih, Om!"
"Sama-sama, Nathalie. Kalau kamu mau, kita bisa ulangi lagi beberapa kali sampai kamu terbiasa melakukannya sendiri," ujar Bima.
Sejak hari itu, Nathalie rutin datang ke rumah keluarga Hartanto untuk belajar teknik relaksasi dan hipnosis dari Bima. Lambat laun, ia berhasil mengatasi masalah tidurnya sendiri, berkat bantuan seorang pria dengan keahlian yang sederhana namun luar biasa.
Melepaskan Luka dan Melangkah Maju
Beberapa bukan sejak kejadian dirumah temannya. Nathalie nampak duduk di kamarnya dengan pandangan kosong menatap jendela. Hujan deras turun, menciptakan irama monoton di atap. Ponselnya tergeletak di meja, notifikasi terakhir dari kekasihnya masih terbuka:
“Maaf, aku nggak bisa lanjut. Aku sudah bersama orang lain sekarang. Tolong jangan hubungi aku lagi.
Air mata kembali mengalir di pipinya. Ini sudah malam ketiga Nathalie tak bisa tidur. Pikiran tentang hubungan yang ia bangun dengan penuh cinta dan pengorbanan hancur dalam sekejap. Kekasihnya, yang ia percaya adalah belahan jiwa, pergi begitu saja untuk wanita lain tanpa alasan jelas.
Nathalie merasa terjebak dalam pusaran emosi: marah, kecewa, dan sedih bercampur jadi satu. Ia mencoba mengalihkan perhatian dengan menonton film atau mendengarkan musik, tapi pikirannya terus kembali ke luka itu.
Dalam keheningan malam, tiba-tiba ia teringat seseorang. Bima Hartanto, ayah sahabatnya Anya. Ia adalah pria yang pernah membantunya melalui masalah insomnia dengan keahlian hipnosisnya. Mungkin kali ini ia bisa membantu Nathalie menghadapi luka hatinya.
Kunjungan ke Rumah Hartanto
Keesokan harinya, Nathalie memberanikan diri mengunjungi rumah keluarga Hartanto. Ia tiba di sore hari, saat matahari mulai tenggelam di balik awan. Ketika Anya membuka pintu, ia langsung tahu ada sesuatu yang salah.
"Nat, kamu kelihatan pucat. Ada apa?" tanya Anya khawatir.
"Aku... aku butuh bicara dengan papamu, An. Aku nggak tahu harus cerita ke siapa lagi," jawab Nathalie dengan suara gemetar.
Anya menggenggam tangan Nathalie, membimbingnya masuk ke ruang tamu. "Tunggu di sini, ya. Aku panggil Papa."
Bima muncul tak lama kemudian, wajahnya menunjukkan perhatian yang mendalam. "Nathalie, kamu kelihatan tidak baik-baik saja. Ceritakan pada Om, ada apa?"
Nathalie menundukkan kepala, berusaha menahan tangis. Namun, ketika mulai bercerita, air matanya kembali mengalir. Ia menceritakan bagaimana kekasihnya mengkhianatinya, meninggalkannya tanpa penjelasan yang jelas, dan pergi dengan wanita lain.
Bima mendengarkan dengan sabar, tidak memotong cerita Nathalie. Setelah selesai, ia berkata dengan tenang, "Om bisa merasakan betapa sakitnya ini untukmu, Nathalie. Tapi terus-menerus memikirkan luka itu hanya akan membuatnya semakin dalam. Apakah kamu ingin Om membantu kamu seperti sebelumnya?"
Mata Nathalie berkaca-kaca, tapi ada secercah harapan di sana. "Om, tolong bantu aku. Aku benar-benar tidak tahu harus bagaimana."
Proses Hipnosis
Bima mengatur ruang tamu agar Nathalie merasa nyaman. Ia memindahkan kursi ke tengah ruangan, sama seperti saat pertama kali ia membantu Nathalie. Anya duduk di sofa, menyaksikan dengan cemas namun percaya penuh pada ayahnya.
"Nathalie, kita akan fokus untuk membantu kamu melepaskan perasaan negatif ini. Kamu tidak bisa mengubah apa yang sudah terjadi, tapi kamu bisa mengubah cara kamu melihatnya," kata Bima dengan nada lembut.
Nathalie mengangguk pelan dan duduk di kursi. Bima memulai dengan suara menenangkan, memintanya untuk memejamkan mata dan menarik napas dalam-dalam.
"Bayangkan dirimu berada di tempat yang damai. Mungkin itu pantai favoritmu, atau taman yang tenang. Di sana, kamu aman. Semua rasa sakit dan kecewa ada di luar tempat ini," ujar Bima.
Nathalie mulai rileks, napasnya melambat, dan wajahnya tampak lebih tenang.
"Beban yang kamu rasakan, bayangkan itu seperti bola yang berat di tanganmu. Bola itu penuh dengan semua rasa sakit, marah, dan kecewa. Sekarang, lihat sebuah sungai di depanmu. Airnya jernih dan mengalir perlahan. Letakkan bola itu di air, dan biarkan arus membawanya pergi, semakin jauh, hingga kamu tak bisa melihatnya lagi."
Air mata mengalir di pipi Nathalie, tetapi tubuhnya tetap rileks. Bima melanjutkan, "Buka hatimu untuk menerima bahwa tidak semua hal bisa kamu kendalikan. Kamu berharga, Nathalie, dan luka ini tidak mendefinisikan siapa kamu. Lepaskan rasa bersalah, lepaskan semua amarah. Dan beri dirimu izin untuk bahagia."
Setelah beberapa menit, Bima membimbing Nathalie kembali ke kesadaran. "Sekarang, ketika kamu membuka matamu, kamu akan merasa lebih ringan, lebih damai, dan lebih siap untuk melangkah maju."
Mata Nathalie perlahan terbuka. Ia menghela napas panjang, lalu tersenyum kecil. "Om... rasanya berbeda. Beban di dada saya terasa hilang. Saya merasa... lebih damai."
Pelajaran Baru
Setelah sesi itu, Bima berbicara lagi dengan Nathalie. "Nat, ini baru langkah pertama. Hipnosis bukan sihir yang langsung menyembuhkan semua luka. Tapi ini membantu kamu untuk mengambil kendali atas perasaanmu. Selanjutnya, kamu harus memberi dirimu waktu untuk sembuh. Fokuslah pada hal-hal yang membuatmu bahagia."
Anya menggenggam tangan Nathalie. "Aku selalu ada buat kamu, Nat. Kita bisa jalan-jalan, nonton film, atau apa pun yang bisa bikin kamu lebih baik."
Hari itu menjadi awal baru bagi Nathalie. Meski luka itu belum sepenuhnya sembuh, ia merasa lebih ringan dan mampu melihat masa depan dengan harapan. Kepercayaan yang ia dapatkan dari keluarga Hartanto memberinya kekuatan untuk melepaskan masa lalu dan membuka lembaran baru dalam hidupnya.
Menemukan Rasa Nyaman dalam Kebersamaan
Waktu berlalu sejak Bima membantu Nathalie melalui luka hatinya. Nathalie kini tampak lebih ceria. Ia sering datang ke rumah keluarga Hartanto, bukan hanya untuk bertemu Anya, tetapi juga untuk berbincang dengan Bima. Hubungan mereka semakin akrab, meski awalnya hanya sebatas rasa hormat dan terima kasih Nathalie kepada pria yang telah membantunya.
Bima sendiri, yang sejak lama hidup sebagai duda, menemukan kehangatan dalam kehadiran Nathalie. Meski ia sadar ada jarak usia yang cukup jauh di antara mereka, ia menghargai kebersamaan yang mulai terjalin.
Ajakan Nathalie
Suatu pagi, Nathalie memberanikan diri mengirim pesan kepada Bima.
“Om Bima, apa Om ada waktu sore ini? Aku ingin traktir Om sebagai ucapan terima kasih atas semua bantuan Om selama ini.”
Bima yang sedang menyiapkan sarapan membalas pesan itu dengan senyuman kecil.
“Wah, Nathalie mau traktir Om? Baiklah, Om ada waktu. Jam berapa dan di mana?”
Nathalie langsung membalas, “Jam lima di Cafe Serene, Om. Aku yang atur semuanya.”
Bima mengiyakan, meski hatinya sempat bertanya-tanya apa alasan sebenarnya Nathalie. Namun, ia tak ingin berprasangka, hanya berjanji pada dirinya sendiri untuk menikmati pertemuan itu.
Pertemuan di Kafe
Cafe Serene adalah tempat yang elegan namun sederhana. Saat Bima tiba, ia menemukan Nathalie sudah menunggu di salah satu meja di pojok ruangan. Nathalie mengenakan minidress berwarna krem, rambutnya tergerai indah. Ia tampak berbeda, anggun namun tetap bersahaja.
"Om Bima!" Nathalie melambaikan tangan sambil tersenyum lebar.
Bima menghampirinya dengan senyum hangat. "Wah, kamu kelihatan cantik sekali hari ini, Nathalie. Om sampai kagum.
Nathalie tersipu, tapi ia hanya tertawa kecil. "Om bisa saja. Silakan duduk, Om. Aku sudah pesan minuman untuk kita."
Percakapan mereka dimulai dengan topik ringan—tentang pekerjaan Nathalie, kegiatan sehari-hari Bima, hingga pengalaman lucu di masa lalu. Namun, lama-kelamaan, obrolan itu semakin mendalam.
"Om," Nathalie tiba-tiba berkata dengan suara lebih serius, "aku nggak tahu bagaimana hidupku sekarang kalau Om nggak ada waktu itu. Aku benar-benar belajar banyak dari Om, bukan cuma soal hipnosis, tapi juga cara menghadapi hidup."
Bima tersenyum. "Om hanya membantu sedikit, Nathalie. Semua kekuatan itu sebenarnya ada di dalam dirimu. Kamu yang memilih untuk bangkit.
"Tapi tetap saja, Om. Om adalah orang pertama yang benar-benar mendengarkan dan membuat aku merasa dimengerti. Ujar Nathalie.
Percakapan itu terus berlanjut dan semakin lama keduanya merasa nyaman berbagi cerita. Nathalie kagum dengan cara pandang Bima tentang hidup, sementara Bima terpesona dengan semangat Nathalie yang mulai bangkit dari masa lalunya.
Langkah Bima untuk Mendekat
Setelah pertemuan itu, Bima mulai merasa ada sesuatu yang berbeda. Meski ia mencoba menyangkal, ia tahu bahwa ia mulai memiliki perasaan khusus terhadap Nathalie. Namun, sebagai pria yang lebih tua, ia takut melangkah terlalu jauh.
Beberapa hari kemudian, Bima memberanikan diri menghubungi Nathalie.
“Nathalie, Om mau ngajak kamu jalan-jalan ke mall. Kalau kamu ada waktu, kita bisa ngobrol sambil santai di sana.”
Nathalie langsung membalas. “Tentu, Om. Aku senang Om ngajak aku. Kapan kita pergi?”
Pertemuan di Mall
Di hari yang sudah disepakati, Nathalie kembali tampil cantik dengan dress simpel berwarna biru. Mereka bertemu di sebuah mall yang tak terlalu ramai, memilih tempat makan sederhana sebelum berkeliling.
"Jadi, Nathalie, gimana kuliahmu sekarang? Masih sibuk dengan tugas-tugas?" tanya Bima sambil menyeruput kopinya.
"Masih, Om. Tapi aku menikmatinya. Aku juga sedang belajar mengatur waktu lebih baik, jadi nggak terlalu stres," jawab Nathalie sambil tersenyum.
Bima mengangguk. "Bagus kalau begitu. Kalau ada apa-apa, jangan ragu untuk cerita. Om selalu ada kalau kamu butuh bantuan."
Nathalie menatap Bima dengan penuh rasa syukur. "Om Bima, kenapa Om selalu baik sekali? Aku kadang merasa nggak pantas menerima semua ini."
Bima tersenyum hangat. "Nathalie, kebaikan itu nggak butuh alasan. Om senang bisa membantu orang yang Om pedulikan."
Percakapan mereka berlanjut ke topik-topik yang lebih personal. Nathalie bercerita tentang keluarganya, mimpinya, dan harapan-harapannya. Bima, di sisi lain, membuka diri tentang masa lalunya sebagai duda, kehilangan istrinya, dan bagaimana ia mencoba membangun hidupnya kembali.
"Om Bima, aku kagum sama cara Om menjalani hidup. Om kehilangan orang yang Om cintai, tapi Om tetap bisa berdiri tegak," ujar Nathalie penuh kekaguman.
"Setiap orang punya caranya masing-masing untuk bertahan, Nathalie. Om hanya percaya bahwa hidup harus terus berjalan, meskipun sulit," jawab Bima dengan nada bijak.
Sebuah Awal Baru
Hari itu, mereka menghabiskan waktu berjam-jam berbincang dan berkeliling. Nathalie merasa semakin nyaman dengan Bima, sementara Bima merasa ada kehangatan yang selama ini hilang mulai kembali mengisi hatinya.
Ketika mereka berpisah, Nathalie berkata pelan, "Om, aku senang sekali hari ini. Terima kasih sudah meluangkan waktu."
Bima menatap Nathalie dengan senyum tulus. "Om juga senang, Nathalie. Kamu adalah teman bicara yang menyenangkan."
Hari itu menjadi awal dari hubungan yang lebih dalam antara Nathalie dan Bima. Keduanya menyadari bahwa ada kenyamanan yang tidak biasa ketika mereka bersama, dan mungkin, di balik perbedaan usia dan latar belakang, mereka saling menemukan sesuatu yang telah lama hilang dalam hidup masing-masing.
Cinta yang Menemukan Jalannya
Waktu terus berjalan, dan hubungan antara Bima dan Nathalie semakin dekat. Percakapan-percakapan hangat yang awalnya terasa biasa kini berisi candaan, perhatian, dan dukungan yang tulus. Nathalie merasa nyaman berada di dekat Bima—pria matang yang selalu memberinya ketenangan. Di sisi lain, Bima mulai merasa bahwa Nathalie adalah sosok yang mengisi ruang kosong di hatinya setelah bertahun-tahun hidup sendiri.
Namun, ada keraguan di hati Bima. Nathalie adalah teman putrinya, Anya. Bagaimana jika hubungannya dengan Nathalie merusak hubungan ayah-anak yang selama ini baik? Tapi ia tahu, ia tidak bisa terus menghindar dari perasaannya.
Bima Menyatakan Cinta
Suatu malam, Bima memutuskan untuk berbicara jujur kepada Nathalie. Ia mengundang Nathalie makan malam di sebuah restoran yang tenang dan elegan. Nathalie datang dengan penampilan yang sederhana namun anggun, mengenakan blouse putih dan rok panjang yang membuatnya tampak dewasa.
Mereka berbincang seperti biasa, menikmati hidangan, hingga akhirnya Bima menarik napas panjang dan berkata, "Nathalie, ada sesuatu yang ingin Om bicarakan."
Nathalie mengerutkan kening, tapi ia tersenyum kecil. "Ada apa, Om? Kok serius sekali?"
Bima menatap Nathalie dengan lembut. "Nathalie, Om sadar ini mungkin terdengar aneh, bahkan tidak pantas. Tapi Om tidak bisa terus menyimpan ini sendiri. Om... Om merasa nyaman sekali dengan kamu. Kamu membawa kebahagiaan yang sudah lama hilang dari hidup Om."
Nathalie terdiam, namun wajahnya mulai memerah.
"Om tahu, kamu adalah teman anak Om, dan ini mungkin terlihat salah. Tapi perasaan ini nyata, Nathalie. Om jatuh cinta pada kamu," lanjut Bima dengan nada tulus.
Nathalie menatap mata Bima, matanya berkaca-kaca. "Om Bima... Aku juga merasa ada sesuatu yang berbeda sejak aku sering menghabiskan waktu dengan Om. Om adalah orang yang membuatku merasa aman, dihargai, dan didengar. Aku tidak pernah berpikir akan menemukan kenyamanan seperti ini."
Dengan suara pelan, Nathalie melanjutkan, "Aku menerima perasaan Om. Aku juga mencintai Om."
Bima tersenyum lega, dan untuk pertama kalinya dalam waktu yang lama, ia merasa bahwa hidupnya kembali utuh.
Rencana Liburan ke Villa
Beberapa minggu setelah pengakuan itu, saat liburan kuliah Nathalie tiba, Bima mengusulkan ide untuk liburan ke sebuah villa di pegunungan. Ia mengajak Anya dan Nathalie agar mereka bisa menghabiskan waktu bersama sebagai sebuah keluarga kecil.
"Anya, bagaimana kalau kita ke villa yang dulu sering kita kunjungi waktu kamu kecil?" tanya Bima suatu sore.
"Wah, itu ide bagus, Pa! Udah lama banget kita nggak ke sana. Tapi... Nathalie diajak juga, kan? Biar seru," kata Anya sambil tersenyum jahil.
Bima hanya tertawa kecil. "Iya, Papa sudah ajak Nathalie. Dia juga butuh istirahat dari semua kesibukan kuliah."
Liburan di Villa
Villa itu terletak di sebuah lembah yang dikelilingi hutan pinus. Udara dingin dan suasana tenang membuat tempat itu terasa sempurna untuk melepaskan penat. Nathalie tiba lebih dulu bersama Bima dengan mobilnya, sementara Anya menyusul dengan temannya.
"Tempat ini indah sekali. Ujar Nathalie sambil memandangi pemandangan dari balkon. Angin dingin menyapu rambutnya yang terurai.
"Iya, dulu Papa sering ke sini sama Anya waktu dia masih kecil. Tempat ini penuh kenangan. Jawab Bima sambil tersenyum.
Hari-hari di villa diisi dengan kegiatan santai. Mereka memasak bersama, bermain kartu, dan berjalan-jalan di sekitar hutan pinus. Namun, di malam hari saat Anya sudah tidur, Nathalie dan Bima sering duduk berdua di teras, menikmati teh hangat sambil berbicara dari hati ke hati.
"Nathalie," kata Bima suatu malam, "kamu tahu, Om awalnya ragu tentang hubungan kita. Om takut ini akan merusak hubungan Om dengan Anya."
Nathalie menggenggam tangan Bima. "Om Bima, Anya adalah teman terbaikku. Aku yakin dia cukup dewasa untuk mengerti. Yang penting, kita jujur padanya."
Bima tersenyum kecil. "Kamu benar. Anya sudah dewasa. Mungkin saat kita kembali dari liburan ini, Om akan bicara dengannya.
Momen Manis di Pegunungan
Keesokan paginya, mereka memutuskan untuk mendaki bukit kecil di dekat villa. Dari puncak bukit yang udaranya cukup dingin, mereka bisa melihat hamparan lembah yang luas dengan kabut tipis yang menambah kesan magis.
"Indah sekali," kata Nathalie sambil memejamkan mata, merasakan angin dingin di wajahnya.
Bima berdiri di sampingnya, menatap Nathalie dengan perasaan yang tak bisa disembunyikan. "Kamu lebih indah," gumamnya.
Nathalie membuka mata dan menatap Bima dengan senyum malu-malu. "Om bisa saja."
Mereka tertawa bersama, namun tawa itu menghilang saat Bima perlahan menggenggam tangan Nathalie. "Terima kasih, Nathalie. Kamu membawa kebahagiaan yang om pikir sudah tidak mungkin lagi om temukan.
Nathalie tersenyum, wajahnya memerah. "Aku juga berterima kasih om. Kamu mengajarkanku arti ketenangan dan cinta sejati.
"Indah sekali," kata Nathalie sambil memejamkan mata, merasakan angin dingin di wajahnya.
Bima berdiri di sampingnya, menatap Nathalie dengan perasaan yang tak bisa disembunyikan. "Kamu lebih indah," gumamnya.
Nathalie membuka mata dan menatap Bima dengan senyum malu-malu. "Om bisa saja."
Mereka tertawa bersama, namun tawa itu menghilang saat Bima perlahan menggenggam tangan Nathalie. "Terima kasih, Nathalie. Kamu membawa kebahagiaan yang om pikir sudah tidak mungkin lagi om temukan.
Nathalie tersenyum, wajahnya memerah. "Aku juga berterima kasih om. Kamu mengajarkanku arti ketenangan dan cinta sejati.
Beberapa saat kemudian keduanya berdiri saling menatap, mencoba mengagumi satu sama lainnya. Hembusan angin dingin dipuncak bukit itu membuat tubuh Nathalie sedikit menggigil.
Sepertinya udara disini kurang bersahabat denganku. Kata Nathalie sambil menunjukan ketidak nyamanan nya akibat udara dingin dipagi hari itu.
Kamu tidak perlu kuatir Nathalie. Aku akan berusaha untuk memberimu kenyamanan. Kata Bima yang kemudian memeluk tubuh gadis itu mencoba memberikan kehangatan padanya.
"Kamu sudah merasa nyaman sekarang? Tanya Bima sambil membelai rambutnya.
"Iya om. Aku merasa hangat dalam dekapan om. Om bener bener membuatku merasa nyaman. Tak hanya tubuhku tapi juga pikiranku.
Mendengar hal itu Bima kemudian memberanikan diri untuk mengecup bibir Nathalie dan gadis muda itu hanya terdiam sambil memejam kedua matanya.
Bima yang sudah sekian lama tak merasakan hangatnya tubuh wanita tentu tak mau menyia nyiakan kesempatan langka tersebut, rasa cintanya pada gadis muda itu kini mulai diselimuti napsu. Selama beberapa saat Bima terus melumat bibir Nathalie sambil tangan kanannya membelai rambut gadis itu dari belakang, sementara tangan kirinya yang semula diposisikan dipunggung Nathalie kini turun kebawah dan mulai meremasi pantat gadis itu.
Dengan memakai celana pendek yang ketat dan seksi seperti itu tentu saja membuat gundukan pantat sekal Nathalie jadi semakin menggoda, bentuknya yang padat dan menggunung membuat Bima penasaran dan tak ingin berhenti meremasnya.
"Ooohh Nathalie. Saya suka liat kamu berpakaian seksi seperti ini. Kamu sangat menggairahkan, tubuhmu juga terlihat begitu seksi sssshhh…aaahh.. Racau Bima ditelinga wanita itu yang vibrasi suaranya seperti sedang menghipnotis Nathalie.
Melihat Nathalie yang begitu pasrah dicumbui olehnya maka Bima pun semakin berani melancarkan serangannya.
Beberapa saat kemudian tangan Bima mulai menurunkan tali tanktop putih yang ada dipundak Nathalie lalu menyingkap bhnya turun kebawah.
Penampilan Nathalie kian menggoda dengan buah dadanya yang montok itu mencuat keluar dari balik bhnya, membuat Bima semakin tak sabar untuk segera mencaplok
dan mengenyoti puting susunya dengan penuh nafsu.
"Ssssshhh… Nathalie mulai mendesis menerima kenyotan mulut bapak sahabatnya itu.
Buah dada Nathalie yang masih kencang itu membuat Bima lupa diri. Wajahnya yang biasa terlihat tenang dan kalem kini jadi beringas seperti seekor kucing kelaparan yang menemukan bakpau berisi daging impor. Srott.. buah dada gadis itu dikenyotin secara bergantian baik yang sebelah kiri maupun kanan menimbulkan rangsangan hebat bagi diri Nathalie yang mengingatkan gadis itu terhadap mantan kekasihnya.
Meskipun perlakuan yang diberikan hampir sama namun Nathalie merasa kenyotan dan remasan yang dilakukan oleh Bima menghasilkan sensasi kepuasan yang jauh lebih nikmat daripada yang dulu dilakukan oleh mantan pacarnya. Pria paruh baya itu sungguh pandai merangsang tubuhnya, memancing dan membangkitkan semua hasrat seksual yang terpendam dalam dirinya hingga sampai pada titik maksimum.
"Kamu suka Nat.. diginiin sama saya ? Tanya Bima sambil menatap wajahnya.
"Sukaa om.. Sahut Nathalie dengan tatapan yang sayu dan suaranya terdengar lirih seakan meminta pria itu untuk melanjutkannya.
"Tapi sekarang gantian ya. Kamu yang isepin punya om. Kata Bima sambil menurunkan celana pendeknya kebawah sehingga penisnya yang sudah mengeras itu jadi mengacung tegak.
Mata Nathalie pun langsung membelalak ketika melihat ukuran penis Bima yang sangat besar bahkan hampir dua kali lipat ukuran mantan pacarnya dulu.
"Punya om gede banget. Kata Nathalie seolah tak percaya dengan apa yang dilihatnya.
"Gak usah kaget Nat. Penis laki laki pribumi memang rata rata sebesar ini kok. Katanya berusaha menenangkan gadis itu karena Bima sudah menduga kalau kejantanan mantan kekasih Nathalie tak bisa dibandingkan dengan miliknya.
Dengan sedikit ngeri Nathalie mulai meraih penis itu dan mengocoknya pelan. Oough.. Gesekan tangan Nathalie yang begitu halus dan lembut membuat Bima melenguh keenakan. Sambil berlutut diatas rumput yang ada diatas bukit kecil itu Nathalie terus mengocok ngocok penis kekasih barunya, tangannya yang putih dan lembut bergerak naik turun menelusuri batang kejantanan Bima yang ukurannya semakin lama semakin besar saja.
"Coba sekarang kocokin pakai mulut kamu Nat. Saya denger katanya gadis cina seperti kamu itu pada pinter nyepong ya. Kata Bima yang semakin keterlaluan dan agak menyerempet ke hal yang berbau rasis tapi herannya kata kata tsb malah membuat gairah Nathalie semakin bergejolak.
Karena sudah terbakar gairah maka Nathalie pun menurut saja. Perlahan lahan dia memajukan wajahnya kearah selangkangan Bima sambil menyapukan lidahnya dikepala penis pria itu. Slurp... lidahnya yang lembut dan basah menari nari menyusuri batang penis Bima mulai dari ujung kepala penis hingga turun sampai kebuah pelirnya.
"Nat.. kamu sudah sering disuruh begini sama mantan pacarmu ya. Tanya Bima
Eengghg.. gak pernah kok om. Kami cuma pacaran biasa aja. Kata Nathalie sedikit panik.
"Udahlah Nat. Kamu jujur saja sama om. Kamu pasti sudah pernah melakukannya kan. Om tau kok gaya berpacaran anak muda jaman sekarang. Kata Bima yang terus menekan agar gadis itu mau berkata jujur.
Perkataan Bima memang bukan tak berdasar karena bila dilihat dari keadaan Nathalie yang sempat terpuruk saat ditinggalkan oleh kekasihnya maka diapun menduga kalau pria itu pasti sudah mengambil banyak keuntungan dari Nathalie.
"Kamu jujur aja Nat sama saya. Saya gak akan marah kok seandainya hal itu benar. Kata Bima.
"I-iya om. Aku emang udah beberapa kali melakukannya. Terkahir kami melakukannya didalam toilet kampus selesai pulang kuliah. Sahut Nathalie sambil mendengakan wajahnya guna menatap wajah Bima yang sedang berdiri didepannya.
"Oohh pantes aja. Kamu keliatan kayak udah biasa gitu. Emang mantan pacarmu dulu cuma minta disepongin aja.
"Nggak om. Biasanya abis disepongin dia minta lanjut.
"Terus kalian lanjut ngewe didalam toilet kampus gitu ya. Emang gak takut ketahuan orang apa. Kata Bima.
"Ya sebenarnya sih ada perasaan was was gitu om. Tapi pas lagi digenjot aku coba tutupin mulut aku pakai tangan supaya gak kedengaran suara apa apa. Kata Nathalie yang mengenang kenakalan dimasa lalunya.
"Kedengarannya pengalaman kamu menarik juga ya Nat. Nanti kapan kapan kamu mau kan saya ajakin ngewe didalam toilet kampus kayak gitu. Soalnya saya belum pernah punya pengalaman seperti itu.
"Ya terserah om aja deh. Aku sih nurut aja sama om. Bukannya sekarang aku sudah jadi milik om sepenuhnya. Kata Nathalie yang kemudian melanjutkan sepongannya.
Setelah puas dilayani oleh mulut kekasihnya kemudian Bima membaringkan Nathalie diatas tikar yang mereka bawa dari penginapan. Dalam hembusan angin sejuk pegunungan Bima menindih tubuh Nathalie yang berbaring telentang dibawahnya, mulutnya kembali melumat bibir gadis itu sementara kedua tangannya tak henti henti meremas buah dada Nathalie.
Mahasiswi itu hanya bisa pasrah ketika Bima mulai membuka celana pendeknya yang ketat, sampai akhirnya Bima menuntun batang penis yang terlihat kokoh itu kearah liang kewanitaannya.
Kemaluan Nathalie yang sudah basah itu dengan mudah dapat dimasuki penis Bima,
Sesaat kemudian Bima mulai menggoyangkan pinggulnya, berusaha memompa penisnya secara perlahan lahan dan dengan penuh perasaan. Slebb.. Sleebb..
Ooughh.. Setelah melihat ekspresi wajah Nathalie yang didera kenikmatan maka diapun semakin mempercepat pompaan penisnya.
Nathalie benar-benar tidak kuasa menahan erangan setiap kali batang penis Bima yang keras seperti kayu sedang menghujam vaginanya. Gadis itu terus merintih rintih menahan nikmat sambil berharap tidak ada orang lewat yang mendengar suara persenggamaan mereka.
"Aaaahh…ooohhh…ssshhh.. punyamu legit sekali sayang !! Racaunya.
Gesekan demi gesekan yang timbul dari pergumulan alat kelamin mereka menimbulkan rasa nikmat yang menjalari seluruh tubuh Nathalie sehingga matanya yang sipit jadi membeliak-beliak seperti ingin keluar dan mulutnya yang mungil mengap-mengap mengeluarkan suara rintihan kenikmatan.
Remasan dan cumbuan lembut disekujur tubuhnya yang dilakukan secara perlahan lahan membuat gairah Nathalie semakin bergejolak, dia merasakan ada suatu kehangatan cinta ketika Bima sedang menyetubuhinya, kelembutan dan kesabaran yang tak pernah didapat dari mantan kekasihnya, karena selama ini mantan kekasihnya selalu melakukannya dengan tergesa gesa.
Di ambang klimaknya, Nathalie langsung memeluk badan Bima yang sedang menindihnya dan dibalas dengan pagutan di mulutnya. Mereka berpagutan sampai Nathalie mendesis panjang dengan tubuh mengejang, tangannya mencengkram erat-erat lengan kokoh kekasihnya. Sungguh dahsyat orgasme yang didapatnya kali ini, meskipun selama ini Nathalie sudah sering melakukan bersama mantan kekasihnya, namun lelaki itu tak pernah memberikan kepuasan senikmat ini.
Di tengah keheningan bukit itu, dengan angin dan suara dedaunan yang bergemerisik, Bima dan Nathalie merasa bahwa mereka telah menemukan tempat di mana hati mereka saling bertautan. Liburan itu menjadi awal bagi mereka untuk melangkah lebih jauh dalam hubungan yang tidak hanya didasari cinta, tetapi juga rasa saling menghormati dan pengertian.
Indahnya kalau dapat daun muda...
BalasHapus