Pria paruh baya itu bernama Pak Warju, seorang kontraktor bangunan yang telah lama malang melintang di dunia konstruksi. Di usianya yang menginjak 55 tahun, ia dikenal sebagai sosok yang tegas, ulet, dan pandai bergaul. Dengan koneksi yang luas, terutama di kalangan pejabat daerah, Pak Warju jarang kesulitan mendapatkan proyek besar. Kehidupannya mapan: istri yang setia, dua anak lelaki yang sedang kuliah di kota besar, dan seorang putri remaja yang masih duduk di bangku SMA.
Namun, semuanya berubah ketika ia mendapatkan proyek pembangunan jalan di sebuah desa terpencil, jauh dari hiruk-pikuk kota. Desa itu bernama Dusun Jeruk, sebuah tempat kecil yang dihuni mayoritas masyarakat tionghoa miskin. Mereka hidup dari berkebun jeruk, dan sebagian besar tinggal di rumah-rumah sederhana dari kayu yang sudah lapuk dimakan usia.
Bertemu Aling
Setelah tiba di Dusun Jeruk, Pak Warju menyewa sebuah rumah kecil milik seorang warga. Setiap sore, ia rutin mengunjungi sebuah warung sederhana di sudut desa. Di sanalah ia pertama kali bertemu Aling, seorang gadis tionghoa berusia 17 tahun yang menjaga warung itu.
“Selamat sore pak. Mau beli apa ? tanya Aling sambil tersenyum ramah.
“Sore juga. Tolong buatkan saya kopi hitam. Jawab Pak Warju singkat sambil memperhatikan wajah Aling.
Gadis itu memiliki wajah oriental dengan kulit putih bersih khas gadis chinese yang tinggal didaerah terpencil, rambutnya yang hitam dan panjang nampak diikat sederhana, dan mata yang tampak sayu namun memancarkan ketegaran. Setiap kali Pak Warju datang, ia selalu melihat gadis itu sibuk melayani pembeli, menyapu lantai, atau menyusun barang-barang di rak warungnya yang terbuat dari kayu.
“Kamu sendirian saja jaga warungnya ? tanya Pak Warju pada suatu sore.
“Iya, Pak. Mama biasanya di rumah, mengurus adik-adik. Jawab Aling yang rumahnya tepat berada dibelakang warung tsb.
“Sekolahnya di mana ? Tanya Pak Warju lagi.
"Saya sudah tidak sekolah pak. Soalnya harus bantu mama jaga warung. Kata Aling sambil tersenyum kecil.
Pak Warju tertegun mendengar jawaban itu. Dalam hatinya, ia merasa kasihan pada Aling. Namun ada sesuatu yang lain juga. Entah kenapa setiap kali melihat gadis itu, jantungnya berdegup sedikit lebih cepat padahal selama ini dia tak pernah memiliki riwayat penyakit jantung.
Ketertarikan yang Berbahaya
Seiring berjalannya waktu, Pak Warju semakin sering datang ke warung itu. Ia bolak balik membeli kopi, rokok, atau sekadar berbasa-basi dengan Aling. Namun di balik alasan-alasan itu, ia mulai merasakan ketertarikan yang tak bisa ia jelaskan.
“Semenjak ada proyek pembangunan jalan itu. Warung kami jadi lebih ramai loh pak. Ujar Aling suatu hari karena para pekerja proyek banyak yang berbelanja disana.
"Selain karena ada proyek. Kopi disini juga lumayan nikmat kok. Udah gitu yang jualannya juga ramah. Kata Pak Warju sambil tersenyum.
Mendengar hal itu Aling hanya tertawa kecil dan tidak menyadari kalau ternyata ada makna tersirat di balik ucapan lelaki tsb.
Selama tinggal disana Pak Warju pun mulai menggali informasi tentang Aling dari penduduk desa. Ia mendengar kisah tentang ayah Aling yang meninggal akibat dipatuk ular di kebun, dan bagaimana ibunya harus bekerja keras menghidupi empat anak seorang diri. Kisah itu semakin membuat Pak Warju merasa tergerak dan bersemangat.
Namun ia juga sadar bahwa perasaannya ini akan sangat berbahaya jika dibiarkan begitu saja. Ia adalah seorang suami dan ayah, dan hubungan spesial dengan gadis muda seperti Aling tentu tak pantas. Meski begitu, rasa penasaran dan ketertarikannya terus tumbuh.
Pertolongan di Tengah Malam
Suatu malam, hujan deras mengguyur Dusun Jeruk. Pak Warju sedang duduk di teras rumah sewanya ketika terdengar suara ketukan pintu. Ketika ia membuka pintu, ia terkejut melihat Aling berdiri di sana dengan wajah cemas.
“Pak.. Pak Warju. saya mau minta tolong. Kata Aling dengan suara bergetar karena panik.
“Ada apa ling ? Sini masuk dulu biar nggak kehujanan.
“Ibuku sakitnya kambuh lagi pak. Aku butuh obat sekarang tapi obatnya mahal dan harus dibeli di kota. Saya nggak punya uang dan nggak bisa pergi sendiri ke sana.
Pak Warju tidak berpikir dua kali. Dengan cepat diapun segera mengambil jaket dan kunci mobil pickupnya yang biasa dipakai untuk mengawasi proyek.
Pak Warju tidak berpikir dua kali. Dengan cepat diapun segera mengambil jaket dan kunci mobil pickupnya yang biasa dipakai untuk mengawasi proyek.
“Ayo kita ke kota sekarang aja. Pasti ibumu sangat memerlukan obat itu. Kalau soal uang mah kamu gak usah pikirin. Kata Pak Warju meyakinkan gadis itu dan berupaya mengambil simpatinya.
Dengan terburu buru pak Warju mengendarai mobilnya, kendaraan itu melaju dengan cepat menembus derasnya hujan sementara Aling yang duduk disampingnya terlihat gelisah dan cemas.
Perjalanan ke kota membutuhkan waktu hampir dua jam melewati jalan berlumpur yang gelap dan sepi. Di dalam mobil, Aling duduk diam sambil memeluk tas kecilnya. Pak Warju meliriknya sesekali, melihat wajah lugu gadis itu yang tampak lelah namun tetap cantik.
“Aling.. Kata Pak Warju memecah keheningan.
“Iya Pak ? Sahut gadis itu.
“Emangnya kamu nggak takut malam malam seperti ini pergi sama saya ?
Aling menoleh dan tersenyum kecil. “Bapak orangnya baik. Saya percaya sama bapak.
Pak Warju tertegun mendengar jawaban itu. Kepercayaan yang diberikan Aling justru membuatnya merasa bersalah atas perasaan yang selama ini ia pendam.
Malam yang Menggoda
Selama perjalanan menuju kota terdekat, hujan pun turun semakin deras. Lampu mobil Pak Warju menyinari jalan berlumpur yang sepi, sementara suara derasnya hujan terdengar seperti irama yang tak henti menghantam kaca depan.
Di dalam mobil, suasana nampak canggung. Aling duduk dengan tenang, menggenggam tas kecil di pangkuannya. Wajahnya tampak lelah tapi matanya masih memancarkan kesungguhan. Pak Warju sesekali melirik gadis itu. Kecantikan Aling begitu memikat, dan di bawah cahaya redup dari dashboard mobil, kulit putihnya yang halus dan lembut terlihat bercahaya dan mengundang siapapun untuk menyentuhnya.
"Pakai seatbeltnya ling. Soalnya jalannya licin. Ujar Pak Warju mencoba memecah kesunyian.
"Oh baik pak. Aling dengan cepat memasang seatbelt lalu kembali diam.
Pak Warju menggenggam setir dengan erat, tapi pikirannya bergejolak. Ada bisikan-bisikan di dalam hatinya yang membuat ia merasa bersalah tapi juga menggodanya. Pandangannya melirik Aling lagi yang saat itu sedang menatap keluar jendela.
"Aling," panggil Pak Warju pelan.
"Iya, Pak?" jawab Aling sambil menoleh.
"Kamu ini cantik sekali loh. kata Pak Warju, dengan suara yang lebih pelan dari biasanya.
Aling tersenyum kecil tanpa menaruh curiga. "Ah, Bapak bercanda. Banyak orang yang bilang kalau saya ini biasa aja.
Pak Warju terkekeh. "Tidak, saya serius. Kamu memang cantik dan kelihatan pekerja keras. Gadis seperti kamu itu jarang ditemui.
Aling hanya tersenyum tanpa berkata apa-apa. Ia tak tahu kalau kata-kata Pak Warju itu mengandung sesuatu yang lebih dalam.
Namun Pak Warju tiba-tiba merasa pikirannya melanggar batas. Ia mengguncang kepalanya sendiri, mencoba menepis godaan itu. Bagaimanapun, ia sadar bahwa gadis ini jauh lebih muda darinya dan ia seorang pria berkeluarga.
Membeli Obat
Setibanya di kota terdekat, hujan pun mulai reda. Pak Warju memarkir mobil tepat di depan sebuah apotek yang masih buka. Tanpa menggunakan payung pria itu segera turun dan meminta Aling tetap di dalam mobil.
"Pak saya ikut saja. Nanti saya bisa pilih obatnya. Kata Aling yang memaksa untuk turun.
"Enggak usah kan saya udah pegang contoh obatnya. Mending kamu di sini saja ling biar bisa cepat pulang kerumah. Jawab Pak Warju tegas.
Dengan terburu buru pak Warju mengendarai mobilnya, kendaraan itu melaju dengan cepat menembus derasnya hujan sementara Aling yang duduk disampingnya terlihat gelisah dan cemas.
Perjalanan ke kota membutuhkan waktu hampir dua jam melewati jalan berlumpur yang gelap dan sepi. Di dalam mobil, Aling duduk diam sambil memeluk tas kecilnya. Pak Warju meliriknya sesekali, melihat wajah lugu gadis itu yang tampak lelah namun tetap cantik.
“Aling.. Kata Pak Warju memecah keheningan.
“Iya Pak ? Sahut gadis itu.
“Emangnya kamu nggak takut malam malam seperti ini pergi sama saya ?
Aling menoleh dan tersenyum kecil. “Bapak orangnya baik. Saya percaya sama bapak.
Pak Warju tertegun mendengar jawaban itu. Kepercayaan yang diberikan Aling justru membuatnya merasa bersalah atas perasaan yang selama ini ia pendam.
Malam yang Menggoda
Selama perjalanan menuju kota terdekat, hujan pun turun semakin deras. Lampu mobil Pak Warju menyinari jalan berlumpur yang sepi, sementara suara derasnya hujan terdengar seperti irama yang tak henti menghantam kaca depan.
Di dalam mobil, suasana nampak canggung. Aling duduk dengan tenang, menggenggam tas kecil di pangkuannya. Wajahnya tampak lelah tapi matanya masih memancarkan kesungguhan. Pak Warju sesekali melirik gadis itu. Kecantikan Aling begitu memikat, dan di bawah cahaya redup dari dashboard mobil, kulit putihnya yang halus dan lembut terlihat bercahaya dan mengundang siapapun untuk menyentuhnya.
"Pakai seatbeltnya ling. Soalnya jalannya licin. Ujar Pak Warju mencoba memecah kesunyian.
"Oh baik pak. Aling dengan cepat memasang seatbelt lalu kembali diam.
Pak Warju menggenggam setir dengan erat, tapi pikirannya bergejolak. Ada bisikan-bisikan di dalam hatinya yang membuat ia merasa bersalah tapi juga menggodanya. Pandangannya melirik Aling lagi yang saat itu sedang menatap keluar jendela.
"Aling," panggil Pak Warju pelan.
"Iya, Pak?" jawab Aling sambil menoleh.
"Kamu ini cantik sekali loh. kata Pak Warju, dengan suara yang lebih pelan dari biasanya.
Aling tersenyum kecil tanpa menaruh curiga. "Ah, Bapak bercanda. Banyak orang yang bilang kalau saya ini biasa aja.
Pak Warju terkekeh. "Tidak, saya serius. Kamu memang cantik dan kelihatan pekerja keras. Gadis seperti kamu itu jarang ditemui.
Aling hanya tersenyum tanpa berkata apa-apa. Ia tak tahu kalau kata-kata Pak Warju itu mengandung sesuatu yang lebih dalam.
Namun Pak Warju tiba-tiba merasa pikirannya melanggar batas. Ia mengguncang kepalanya sendiri, mencoba menepis godaan itu. Bagaimanapun, ia sadar bahwa gadis ini jauh lebih muda darinya dan ia seorang pria berkeluarga.
Membeli Obat
Setibanya di kota terdekat, hujan pun mulai reda. Pak Warju memarkir mobil tepat di depan sebuah apotek yang masih buka. Tanpa menggunakan payung pria itu segera turun dan meminta Aling tetap di dalam mobil.
"Pak saya ikut saja. Nanti saya bisa pilih obatnya. Kata Aling yang memaksa untuk turun.
"Enggak usah kan saya udah pegang contoh obatnya. Mending kamu di sini saja ling biar bisa cepat pulang kerumah. Jawab Pak Warju tegas.
Pak Warju masuk ke apotek dan membeli obat racikan sesuai permintaan Aling. Sambil menunggu apoteker menyiapkan obat, pikirannya kembali melayang ke wajah gadis itu. Ada keinginan kuat dalam dirinya untuk memiliki sesuatu yang seharusnya tak ia miliki.
"Pak ini obatnya. Jangan lupa aturan pakainya ya. Kata apoteker menyadarkan Pak Warju dari lamunannya.
"Oh, iya. Terima kasih. Jawab Pak Warju sambil mengambil obat dan segera kembali ke dalam mobil.
Mengantar Pulang.
"Ling pasti kamu belum makan ya daritadi ? Nih kebetulan tadi apoteknya jualan roti dan air minum juga. Kata Pak Warju sambil menyodorkan sebungkus roti dan sebotol air mineral.
"Iya terimakasih banyak pak. Maafin Aling udah ngerepotin bapak.
"Gapapa kok. Bapak emang paling gak tega kalau ngeliat orang lagi kesusahan. Ohhya.. Kalau air minumnya kurang kamu ambil lagi aja ling didalam kantong plastiknya.
"Gak usah pak udah cukup kok. Sahut Aling sambil meneguk air yang ada didalam botolnya.
Perjalanan pulang terasa lebih sunyi karena hari sudah hampir larut malam. Aling tampak lega karena sudah mendapatkan obat untuk ibunya, tapi ia juga tampak lelah dan mulai mengantuk setelah meminum air yang diberikan kepadanya.
Sambil terus mengemudi pak Warju sesekali mengarahkan pandangannya kepada gadis chinese itu. Suasana jalan yang sepi dan gelap malam itu membuat dirinya semakin blingsatan dan mulai berpikir yang tidak tidak.
Ditengah jalanan yang sepi kemudian pak Warju menepikan mobilnya sebentar. Dia berupaya memanggil gadis itu namun tak ada reaksi apapun darinya.
"Tokcer juga tuh obat tidurnya. Padahal baru diminum setengah airnya tapi nih amoy udah teler aja. Batin Pak Warju kegirangan.
Setelah merasa aman maka Pak Warju pun memberanikan dirinya untuk menyentuh lengan gadis itu sambil sesekali memanggil namanya. Lingg.. alingg.. kamu ketiduran ya.. Katanya mencoba meyakinkan kalau gadis itu bener benar sudah tertidur pulas.
Menyadari kondisi ini maka Pak Warju mencoba untuk menyentuh paha Aling yang saat itu tengah duduk disebelahnya dan memakai celana pendek berwarna putih.
"Mulus bener nih paha. Akhirnya kesampean juga gue pegang pegang paha amoy. Batinnya bergejolak.
Merasa belum puas dan situasi masih terkendali maka Pak Warju melanjutkan niatnya busuknya dengan cara menyingkap kaos putih gadis itu keatas dan juga bhnya. Tanpa pikir panjang tangannya langsung meremas buah dada Aling yang tidak terlalu besar namun terasa begitu kencang.
Tak berhenti sampai disitu kemudian pak Warju memilin milin puting susu gadis itu dengan kedua jari tangannya, dia pilin pilin secara lembut dan perlahan agar gadis itu tak terbangun dari tidurnya.
"Iya terimakasih banyak pak. Maafin Aling udah ngerepotin bapak.
"Gapapa kok. Bapak emang paling gak tega kalau ngeliat orang lagi kesusahan. Ohhya.. Kalau air minumnya kurang kamu ambil lagi aja ling didalam kantong plastiknya.
"Gak usah pak udah cukup kok. Sahut Aling sambil meneguk air yang ada didalam botolnya.
Perjalanan pulang terasa lebih sunyi karena hari sudah hampir larut malam. Aling tampak lega karena sudah mendapatkan obat untuk ibunya, tapi ia juga tampak lelah dan mulai mengantuk setelah meminum air yang diberikan kepadanya.
Sambil terus mengemudi pak Warju sesekali mengarahkan pandangannya kepada gadis chinese itu. Suasana jalan yang sepi dan gelap malam itu membuat dirinya semakin blingsatan dan mulai berpikir yang tidak tidak.
Ditengah jalanan yang sepi kemudian pak Warju menepikan mobilnya sebentar. Dia berupaya memanggil gadis itu namun tak ada reaksi apapun darinya.
"Tokcer juga tuh obat tidurnya. Padahal baru diminum setengah airnya tapi nih amoy udah teler aja. Batin Pak Warju kegirangan.
Setelah merasa aman maka Pak Warju pun memberanikan dirinya untuk menyentuh lengan gadis itu sambil sesekali memanggil namanya. Lingg.. alingg.. kamu ketiduran ya.. Katanya mencoba meyakinkan kalau gadis itu bener benar sudah tertidur pulas.
Menyadari kondisi ini maka Pak Warju mencoba untuk menyentuh paha Aling yang saat itu tengah duduk disebelahnya dan memakai celana pendek berwarna putih.
"Mulus bener nih paha. Akhirnya kesampean juga gue pegang pegang paha amoy. Batinnya bergejolak.
Merasa belum puas dan situasi masih terkendali maka Pak Warju melanjutkan niatnya busuknya dengan cara menyingkap kaos putih gadis itu keatas dan juga bhnya. Tanpa pikir panjang tangannya langsung meremas buah dada Aling yang tidak terlalu besar namun terasa begitu kencang.
Tak berhenti sampai disitu kemudian pak Warju memilin milin puting susu gadis itu dengan kedua jari tangannya, dia pilin pilin secara lembut dan perlahan agar gadis itu tak terbangun dari tidurnya.
"Hehe.. kena juga lu gua kerjain. Pikirnya lagi.
Pak Warju kemudian mendekatkan wajahnya kebuah dada gadis itu yang kaos putihnya masih tersingkap keatas. Kemudian tanpa basa basi diapun langsung melumat puting susu Aling dengan mulutnya yang besar seperti ikan mujair. Srottt.. Pak Warju hanya berani mengulum dan mengenyot pelan puting susu Aling karena kuatir gadis itu akan terbangun dari tidurnya.
"Tangan selembut ini kalau dipake buat ngocokin kontol pasti enak banget nih. Pikirnya sambil mengelus elus telapak tangan gadis itu lalu membuka resleting celananya sendiri.
Karena suasana masih kondusif maka Pak Warju pun meraih tangan kanan Aling dan digunakan untuk menggenggam batang penisnya yang sudah dikeluarkan dari balik resleting celananya.
Uuuh.. darahnya langsung berdesir kencang ketika tangan lembut gadis chinese itu menyentuh penisnya yang sangat sensitif. Sambil menggenggam tangan gadis itu kemudian pak Warju mulai menggerak gerakan tangan Aling keatas dan kebawah seperti sedang mengocok kemaluannya.
Dalam posisi menyandar dibangku kemudi mobil pickupnya pak Warju pun melenguh sambil merem melek keenakan tatkala penisnya dikocok kocok oleh tangan seorang gadis amoy yang selama ini diidam didamkan olehnya.
Semakin lama penis pak Warju semakin mengeras saja, batangnya yang begitu kokoh kini mulai berkedut kedut dibagian kepalanya.
Uuhh. Uugghhh.. nikmatnya dikocokin sama tangan amoy. Erangnya sambil mendengakkan kepalanya kebelakang dan tak lama kemudian Crott.. spermanya yang yang hangat dan kental pun membasahi telapak tangan Aling yang begitu halus dan lembut.
Sebenarnya pak Warju ingin sekali berlama lama memainkan tubuh Aling yang masih dalam kondisi tak sadarkan diri tsb namun tiba tiba naluri kemanusiaannya bekerja ketika teringat akan ibunya Aling yang sedang menunggu obat dirumahnya.
Karena alasan inilah maka Pak Warju pun terpaksa menghentikan perbuatannya bejadnya pada gadis muda itu dan berjanji akan mengulangi lagi suatu hari nanti.
Setelah puas mempermainkan dan mencumbui tubuh gadis muda itu kemudian pak Warju pun merapikan kembali pakaian Aling yang sempat acak acakan, membersihkan tangannya dengan kain lap dan melanjutkan perjalanannya pulang kedesa.
Sesampainya disana Aling masih tertidur lelap sehingga pak Warju pun terpaksa harus membangunkannya.
"Bangun Ling.. kita sudah sampai nih. Kata Pak Warju sambil memanggil manggil namanya dan juga menepuk nepuk lengannya agar gadis itu terbangun dari tidur lelapnya.
Ketika tersadar Aling merasa tubuhnya sangat lelah sekali namun dia langsung teringat akan kondisi kesehatan ibunya yang sedang membutuhkan obat sehingga diapun menguatkan diri untuk membuka pintu mobil tsb.
"Terima kasih, Pak. Kalau tidak ada Bapak, saya tidak tahu harus bagaimana," kata Aling ketika turun dari mobil.
"Sudah tugas saya membantu, Aling. Apalagi kalau orang seperti kamu yang meminta," jawab Pak Warju sambil tersenyum kecil.
Setelah tiba di rumah Aling, ibunya menyambut dengan wajah cemas. "Aling, kamu lama sekali. Ibu khawatir!"
"Maaf, Bu. Tapi ini ada Pak Pak Warju yang bantu. Ini obatnya," kata Aling sambil menyerahkan obat itu.
Ibunya memandang Pak Warju dengan mata berkaca-kaca. "Terima kasih banyak, Pak. Kami tidak tahu harus bagaimana tanpa bantuan Bapak."
"Ah, tidak usah berterima kasih bu. Semoga cepat sembuh ya. Jawab Pak Warju dengan sopan.
Pak Warju pamit dan kembali ke rumah sewanya. Namun malam itu pikirannya terus dipenuhi oleh wajah Aling.
Rencana yang Berbahaya
Di rumah, Pak Warju duduk di kursi malasnya sambil menyalakan rokok. Asap rokok membumbung di udara, seiring dengan pikirannya yang melayang-layang. Bayangan wajah Aling muncul dalam benaknya, membuat hatinya berdebar-debar.
"Dia terlalu cantik untuk dibiarkan begitu saja," gumam Pak Warju.
Namun, ia juga tahu bahwa keinginan ini tidak benar. Ia sudah memiliki keluarga yang harmonis. Tapi semakin ia mencoba melupakan, semakin kuat godaan itu muncul.
Keesokan harinya, Pak Warju mulai memutar otak. Ia mendekati beberapa penduduk desa untuk mencari tahu lebih banyak tentang keluarga Aling. Ia menawarkan bantuan keuangan untuk warung mereka, berharap bisa mendekati gadis itu dengan dalih membantu.
"Pak Pak Warju, kok baik sekali sama keluarga itu?" tanya seorang warga dengan heran.
"Ah, mereka butuh bantuan. Apalagi, anak gadisnya kerja keras sekali," jawab Pak Warju sambil tersenyum penuh arti.
Setiap kali ia ke warung, ia selalu membawa alasan untuk berbicara lebih lama dengan Aling. Ia membelikan kebutuhan warung, menawarkan bantuan untuk merenovasi rumah, bahkan memberi uang secara cuma-cuma.
"Pak Pak Warju, saya tidak tahu bagaimana membalas semua ini," kata Aling suatu hari.
"Kamu tidak perlu membalas, Aling. Lihat saja saya sebagai teman yang ingin membantu."
Namun, niat tersembunyi Pak Warju semakin jelas dalam hatinya. Ia ingin menjadikan Aling miliknya, meski ia tahu risikonya besar.
Kesepakatan yang Berat
Beberapa hari setelah membantu keluarga Aling, Pak Warju kembali mengunjungi warung sederhana itu. Kali ini ia datang dengan niat yang sudah ia pertimbangkan matang-matang. Ia tahu bahwa ini adalah langkah yang salah, tetapi ia sudah terlalu jauh untuk mundur.
“Selamat sore Pak Warju. Sapa Aling dengan ramah seperti biasa.
“Sore Aling. Apa kamu punya waktu sebentar ? Saya mau bicara serius ? Ujar Pak Warju sambil duduk di kursi kayu di sudut warung.
Aling tampak sedikit ragu tetapi ia mengangguk. “Boleh pak. Memangnya ada apa ?
Pak Warju menarik napas panjang, mencoba menata kata-katanya. “Aling, kamu tahu kan, saya sangat peduli pada kamu dan keluargamu. Saya ingin membantu lebih banyak. Tidak hanya untuk pengobatan ibumu, tapi juga untuk sekolah adik-adikmu. Bahkan, kalau kamu mau, saya juga bisa biayai kamu untuk sekolah lagi sampai kuliah.”
Aling menatap Pak Warju dengan mata berbinar. “Benarkah, Pak? Saya tidak tahu harus berkata apa… itu terlalu baik.
“Tapi, Aling…” Pak Warju menghentikan kalimatnya sejenak, membuat suasana menjadi tegang. “Saya punya satu syarat.”
Wajah Aling berubah. Senyumnya menghilang, digantikan oleh kerutan di keningnya. “Syarat apa, Pak?” tanyanya hati-hati.
“Syaratnya, kamu harus bersedia menjadi kekasih saya selama saya di sini, sampai proyek saya selesai.
Hening. Kata-kata itu jatuh seperti petir di siang bolong bagi Aling. Ia memandang Pak Warju dengan mata lebar, tidak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya.
“Pak… apa maksud Bapak?” suaranya bergetar.
Pak Warju tetap tenang, mencoba menjaga nada suaranya. “Saya tidak memaksa ling. Saya hanya menawarkan ini sebagai kesepakatan. Saya akan memastikan keluargamu tidak kekurangan apa-apa, tapi saya juga ingin kamu ada di sisi saya.
Aling berdiri, menundukkan kepala, merasa hatinya seperti diremas. Ia tahu keluarganya sangat membutuhkan bantuan itu, terutama untuk biaya pengobatan ibunya dan pendidikan adik-adiknya. Tapi ia juga merasa berat hati menerima syarat yang diberikan Pak Warju.
“Pak, saya…” suaranya tercekat. “Saya tidak tahu harus bagaimana. Bapak sudah banyak membantu saya dan keluarga. Saya merasa sangat berutang budi.”
“Jangan pikirkan itu sebagai hutang budi. Anggap saja ini kesepakatan. Kamu masih muda, Aling. Masa depanmu bisa jauh lebih baik kalau ada yang membantumu. Dan saya bisa jadi orang itu,” kata Pak Warju dengan suara meyakinkan.
Air mata mulai menggenang di mata Aling. Ia merasa terjebak. Satu sisi, ia ingin menolak, tetapi di sisi lain, ia tidak ingin mengecewakan ibunya yang sangat bergantung padanya.
“Pak, bolehkah saya berpikir dulu?” tanya Aling akhirnya.
“Tentu saja,” jawab Pak Warju sambil tersenyum tipis. “Tapi jangan terlalu lama, Aling. Keluargamu tidak punya banyak waktu untuk menunggu.
Keputusan yang Mengubah Hidup
Malam itu, Aling tidak bisa tidur. Ia duduk di tepi ranjang, memandang ibunya yang terlelap. Pikirannya bercampur aduk antara rasa bersalah, tekanan, dan pengorbanan yang harus ia pilih.
Keesokan harinya, ketika Pak Warju datang lagi ke warung, Aling sudah mengambil keputusan. Dengan suara pelan dan mata yang tak berani menatap Pak Warju, ia berkata, “Pak, saya setuju. Saya akan menjadi kekasih Bapak, asalkan Bapak benar-benar menepati janji untuk membantu keluarga saya.”
Pak Warju tersenyum puas. “Kamu tidak akan menyesal, Aling. Saya akan memastikan kamu dan keluargamu hidup lebih baik.”
Namun, dalam hatinya, Aling merasa seperti kehilangan sebagian dari dirinya. Keputusan ini mungkin akan membahagiakan keluarganya, tetapi ia tahu, ini adalah pengorbanan besar yang harus ia tanggung sendiri.
Sesampainya disana Aling masih tertidur lelap sehingga pak Warju pun terpaksa harus membangunkannya.
"Bangun Ling.. kita sudah sampai nih. Kata Pak Warju sambil memanggil manggil namanya dan juga menepuk nepuk lengannya agar gadis itu terbangun dari tidur lelapnya.
Ketika tersadar Aling merasa tubuhnya sangat lelah sekali namun dia langsung teringat akan kondisi kesehatan ibunya yang sedang membutuhkan obat sehingga diapun menguatkan diri untuk membuka pintu mobil tsb.
"Terima kasih, Pak. Kalau tidak ada Bapak, saya tidak tahu harus bagaimana," kata Aling ketika turun dari mobil.
"Sudah tugas saya membantu, Aling. Apalagi kalau orang seperti kamu yang meminta," jawab Pak Warju sambil tersenyum kecil.
Setelah tiba di rumah Aling, ibunya menyambut dengan wajah cemas. "Aling, kamu lama sekali. Ibu khawatir!"
"Maaf, Bu. Tapi ini ada Pak Pak Warju yang bantu. Ini obatnya," kata Aling sambil menyerahkan obat itu.
Ibunya memandang Pak Warju dengan mata berkaca-kaca. "Terima kasih banyak, Pak. Kami tidak tahu harus bagaimana tanpa bantuan Bapak."
"Ah, tidak usah berterima kasih bu. Semoga cepat sembuh ya. Jawab Pak Warju dengan sopan.
Pak Warju pamit dan kembali ke rumah sewanya. Namun malam itu pikirannya terus dipenuhi oleh wajah Aling.
Rencana yang Berbahaya
Di rumah, Pak Warju duduk di kursi malasnya sambil menyalakan rokok. Asap rokok membumbung di udara, seiring dengan pikirannya yang melayang-layang. Bayangan wajah Aling muncul dalam benaknya, membuat hatinya berdebar-debar.
"Dia terlalu cantik untuk dibiarkan begitu saja," gumam Pak Warju.
Namun, ia juga tahu bahwa keinginan ini tidak benar. Ia sudah memiliki keluarga yang harmonis. Tapi semakin ia mencoba melupakan, semakin kuat godaan itu muncul.
Keesokan harinya, Pak Warju mulai memutar otak. Ia mendekati beberapa penduduk desa untuk mencari tahu lebih banyak tentang keluarga Aling. Ia menawarkan bantuan keuangan untuk warung mereka, berharap bisa mendekati gadis itu dengan dalih membantu.
"Pak Pak Warju, kok baik sekali sama keluarga itu?" tanya seorang warga dengan heran.
"Ah, mereka butuh bantuan. Apalagi, anak gadisnya kerja keras sekali," jawab Pak Warju sambil tersenyum penuh arti.
Setiap kali ia ke warung, ia selalu membawa alasan untuk berbicara lebih lama dengan Aling. Ia membelikan kebutuhan warung, menawarkan bantuan untuk merenovasi rumah, bahkan memberi uang secara cuma-cuma.
"Pak Pak Warju, saya tidak tahu bagaimana membalas semua ini," kata Aling suatu hari.
"Kamu tidak perlu membalas, Aling. Lihat saja saya sebagai teman yang ingin membantu."
Namun, niat tersembunyi Pak Warju semakin jelas dalam hatinya. Ia ingin menjadikan Aling miliknya, meski ia tahu risikonya besar.
Kesepakatan yang Berat
Beberapa hari setelah membantu keluarga Aling, Pak Warju kembali mengunjungi warung sederhana itu. Kali ini ia datang dengan niat yang sudah ia pertimbangkan matang-matang. Ia tahu bahwa ini adalah langkah yang salah, tetapi ia sudah terlalu jauh untuk mundur.
“Selamat sore Pak Warju. Sapa Aling dengan ramah seperti biasa.
“Sore Aling. Apa kamu punya waktu sebentar ? Saya mau bicara serius ? Ujar Pak Warju sambil duduk di kursi kayu di sudut warung.
Aling tampak sedikit ragu tetapi ia mengangguk. “Boleh pak. Memangnya ada apa ?
Pak Warju menarik napas panjang, mencoba menata kata-katanya. “Aling, kamu tahu kan, saya sangat peduli pada kamu dan keluargamu. Saya ingin membantu lebih banyak. Tidak hanya untuk pengobatan ibumu, tapi juga untuk sekolah adik-adikmu. Bahkan, kalau kamu mau, saya juga bisa biayai kamu untuk sekolah lagi sampai kuliah.”
Aling menatap Pak Warju dengan mata berbinar. “Benarkah, Pak? Saya tidak tahu harus berkata apa… itu terlalu baik.
“Tapi, Aling…” Pak Warju menghentikan kalimatnya sejenak, membuat suasana menjadi tegang. “Saya punya satu syarat.”
Wajah Aling berubah. Senyumnya menghilang, digantikan oleh kerutan di keningnya. “Syarat apa, Pak?” tanyanya hati-hati.
“Syaratnya, kamu harus bersedia menjadi kekasih saya selama saya di sini, sampai proyek saya selesai.
Hening. Kata-kata itu jatuh seperti petir di siang bolong bagi Aling. Ia memandang Pak Warju dengan mata lebar, tidak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya.
“Pak… apa maksud Bapak?” suaranya bergetar.
Pak Warju tetap tenang, mencoba menjaga nada suaranya. “Saya tidak memaksa ling. Saya hanya menawarkan ini sebagai kesepakatan. Saya akan memastikan keluargamu tidak kekurangan apa-apa, tapi saya juga ingin kamu ada di sisi saya.
Aling berdiri, menundukkan kepala, merasa hatinya seperti diremas. Ia tahu keluarganya sangat membutuhkan bantuan itu, terutama untuk biaya pengobatan ibunya dan pendidikan adik-adiknya. Tapi ia juga merasa berat hati menerima syarat yang diberikan Pak Warju.
“Pak, saya…” suaranya tercekat. “Saya tidak tahu harus bagaimana. Bapak sudah banyak membantu saya dan keluarga. Saya merasa sangat berutang budi.”
“Jangan pikirkan itu sebagai hutang budi. Anggap saja ini kesepakatan. Kamu masih muda, Aling. Masa depanmu bisa jauh lebih baik kalau ada yang membantumu. Dan saya bisa jadi orang itu,” kata Pak Warju dengan suara meyakinkan.
Air mata mulai menggenang di mata Aling. Ia merasa terjebak. Satu sisi, ia ingin menolak, tetapi di sisi lain, ia tidak ingin mengecewakan ibunya yang sangat bergantung padanya.
“Pak, bolehkah saya berpikir dulu?” tanya Aling akhirnya.
“Tentu saja,” jawab Pak Warju sambil tersenyum tipis. “Tapi jangan terlalu lama, Aling. Keluargamu tidak punya banyak waktu untuk menunggu.
Keputusan yang Mengubah Hidup
Malam itu, Aling tidak bisa tidur. Ia duduk di tepi ranjang, memandang ibunya yang terlelap. Pikirannya bercampur aduk antara rasa bersalah, tekanan, dan pengorbanan yang harus ia pilih.
Keesokan harinya, ketika Pak Warju datang lagi ke warung, Aling sudah mengambil keputusan. Dengan suara pelan dan mata yang tak berani menatap Pak Warju, ia berkata, “Pak, saya setuju. Saya akan menjadi kekasih Bapak, asalkan Bapak benar-benar menepati janji untuk membantu keluarga saya.”
Pak Warju tersenyum puas. “Kamu tidak akan menyesal, Aling. Saya akan memastikan kamu dan keluargamu hidup lebih baik.”
Namun, dalam hatinya, Aling merasa seperti kehilangan sebagian dari dirinya. Keputusan ini mungkin akan membahagiakan keluarganya, tetapi ia tahu, ini adalah pengorbanan besar yang harus ia tanggung sendiri.
Awal dari Kejatuhan
Pagi itu, dengan senyuman penuh kepura-puraan, Pak Warju mendatangi warung Aling. Ia berbicara ramah kepada ibu Aling, mengatakan bahwa ia akan membawa gadis itu ke kota untuk berbelanja kebutuhan.
“Bu, saya pikir Aling butuh waktu untuk bersantai. Lagipula, sekalian saya ingin membelikannya beberapa barang untuk membantu di warung ini. Kata Pak Warju dengan nada meyakinkan.
“Oh tentu Pak Warju. Terima kasih banyak sudah peduli pada kami. Jawab ibu Aling, tersenyum penuh rasa terima kasih.
Aling hanya diam sambil menunduk. Ia tahu alasan sebenarnya di balik perhatian Pak Warju. Ketika mereka melangkah ke mobil, gadis itu mencoba menenangkan dirinya, meyakinkan bahwa ini demi keluarganya.
Selama perjalanan, Pak Warju berbicara panjang lebar tentang peluang hidup yang lebih baik. Aling hanya merespon seadanya, merasa canggung dengan situasi itu. Mereka berhenti di pusat perbelanjaan di kota kecil terdekat.
“Aling, sekarang giliran kamu. Pilih pakaian apa pun yang kamu suka. Ujar Pak Warju sambil tersenyum lebar.
“Pak, saya tidak butuh pakaian baru. Kata Aling dengan lembut tapi ragu.
“Ah, jangan begitu. Kamu harus mulai memikirkan dirimu sendiri juga. Kamu pantas mendapatkan yang terbaik. Jawab Pak Warju sambil memaksanya masuk ke sebuah butik.
Di dalam butik, Pak Warju membimbingnya memilih pakaian namun anehnya, ia lebih sering menunjuk baju-baju yang terlihat seksi—rok pendek, gaun ketat, hingga blus berpotongan rendah. Aling merasa tak nyaman, tapi ia tak punya keberanian untuk menolak.
“Coba ini,” kata Pak Warju sambil menyerahkan sebuah gaun merah. “Pasti cocok untukmu.”
Dengan berat hati, Aling mencoba pakaian itu. Ketika ia keluar dari ruang ganti, wajah Pak Warju tampak puas. “Lihat, kan? Kamu terlihat cantik sekali. Jangan takut menunjukkan kecantikanmu.
Setelah selesai berbelanja, Pak Warju membawa Aling ke sebuah salon. Ia memintanya melakukan perawatan lengkap: facial, manicure, pedicure, hingga styling rambut.
“Pak, semua ini tidak perlu,” kata Aling, suaranya penuh kegelisahan.
“Aling, kamu harus percaya padaku. Ini bukan hanya soal penampilan. Ini soal bagaimana kamu memandang dirimu sendiri. Jawab Pak Warju dengan suara tenang tapi penuh kendali.
Kembali ke Desa
Setelah hampir seharian di kota, mereka kembali ke Dusun Jeruk. Di perjalanan, Aling duduk diam dengan tangan mengepal di pangkuannya. Ia merasa seperti boneka yang diatur sesuai kehendak orang lain.
“Aling,” kata Pak Warju, memecah kesunyian.
“Iya, Pak?” jawab Aling tanpa menoleh.
“Kamu tahu, saya melakukan semua ini karena saya peduli padamu. Kamu adalah gadis yang istimewa, dan saya ingin kamu merasa istimewa juga.”
Aling tidak menjawab. Dalam hatinya, ia merasa semakin jauh dari kehidupannya yang sederhana.
Setelah Aling turun dari dalam mobil dan berjalan menuju warungnya sambil membawa barang belanjaan, ibu Aling tampak terkejut melihat perubahan pada anaknya. “Aling, kamu cantik sekali! Apa saja yang kalian beli di kota?” tanya ibunya dengan antusias.
“Tidak banyak bu. Hanya baju dan perawatan. Jawab Aling singkat sambil masuk ke kamar.
Di dalam kamar, ia menatap dirinya di cermin. Bayangan dirinya yang kini terlihat berbeda membuatnya merasa asing. Ia bertanya-tanya, apakah semua ini benar-benar sepadan dengan pengorbanannya?
Hubungan yang Semakin Dalam
Pak Warju semakin sering menghabiskan waktu bersama Aling. Ia mengajaknya makan di luar, berjalan-jalan di kebun jeruk, atau sekadar duduk berbincang di warung. Namun, hubungan mereka mulai menjadi bahan pembicaraan di desa.
“Pak Warju kok sering sekali ke warung Aling, ya?” bisik seorang warga kepada tetangganya.
“Iya, aneh. Apalagi, dia sudah punya keluarga di kota. Apa mungkin ada maksud lain?
Desas-desus itu akhirnya sampai ke telinga ibu Aling. Namun, ketika ia menanyakan hal itu kepada anaknya, Aling hanya menjawab dengan lirih, “Pak Warju sudah banyak membantu kita bu. Jangan pikir yang aneh-aneh.
Di sisi lain, Pak Warju merasa semakin percaya diri. Ia tahu Aling berada di bawah kendalinya, dan ia menggunakan kekuasaan itu untuk semakin mendekatinya. Namun, ia tidak menyadari bahwa semakin lama, semakin banyak orang yang memperhatikan tingkah lakunya.
Konfrontasi Tak Terduga
Pada suatu malam, saat Pak Warju dan Aling sedang berbincang di warung, seorang lelaki tua dari desa mendatangi mereka. Namanya Pak Lim, tetua desa yang dihormati.
“Pak Pak Warju,” katanya dengan nada tegas, “saya perlu bicara dengan Anda.”
“Oh, tentu, Pak Lim. Ada apa?” jawab Pak Warju sambil berdiri.
Pak Lim menatapnya tajam. “Saya tahu apa yang sedang Anda lakukan dengan Aling. Ini tidak benar. Anda orang luar, dan Anda sudah berkeluarga. Jangan merusak kehidupan gadis ini.”
Pak Warju tertegun. Namun, ia segera menyembunyikan keterkejutannya dengan senyum tipis. “Pak Lim, saya hanya membantu keluarganya. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan.
Namun, Pak Lim tidak terpengaruh. “Saya sudah hidup lebih lama dari Anda, Pak Warju. Saya tahu niat Anda. Jika Anda terus seperti ini, jangan salahkan kami jika desa ini menolak kehadiran Anda.”
Pak Warju tahu bahwa ini adalah peringatan serius. Namun, dalam hatinya, ia tidak ingin melepaskan Aling begitu saja. Ia mulai merencanakan langkah berikutnya, meski ia tahu bahwa taruhannya semakin besar.
Pak Warju yang Tak Bergeming
Setelah teguran dari Pak Lim, Pak Warju hanya tertawa kecil saat kembali ke rumah sewanya. Ia menganggap itu hanyalah peringatan kosong dari seorang pria tua yang terlalu mencampuri urusan orang lain. Tekadnya untuk mendapatkan Aling tidak goyah, bahkan semakin kuat.
“Pak Lim itu hanya sok tahu,” gumam Pak Warju sambil menyulut rokoknya. “Dia tidak mengerti apa yang saya rasakan.”
Keesokan harinya, Pak Warju kembali mendatangi warung Aling dengan niat lain. Kali ini, ia ingin membawa gadis itu ke tempat yang jauh dari pandangan penduduk desa.
“Sore Aling. Sapa Pak Warju seperti biasa.
“Sore pak. Jawab Aling sambil tersenyum kecil meski dalam hatinya masih ada rasa gelisah sejak pertemuan mereka terakhir.
“Saya ada rencana hari ini. Kamu suka memancing ? Tanya Pak Warju memasang wajah santai.
"Memancing ? Hmm… belum pernah pak. Tapi kenapa ? Jawab Aling bingung.
"Bagus !! Saya mau ajak kamu ke tempat pemancingan di pinggir hutan. Sepi dan nyaman. Kita bisa santai di sana. Kamu mau ?
Aling ragu sejenak. "Tapi pak… kalau saya pergi lama nanti ibu khawatir.
“Jangan khawatir. Saya sudah bilang ke ibumu. Saya bilang, saya mau ajak kamu belajar memancing. Kamu juga kan perlu hiburan.
Pak Warju berkata dengan sangat meyakinkan sehingga Aling tidak bisa menolak. Akhirnya karena terus didesak maka gadis itu pun setuju.
Keheningan di Pemancingan
Pak Warju membawa Aling ke sebuah tempat pemancingan yang tersembunyi di pinggir desa dan letaknya berdekatan dengan sebuah hutan kecil. Meskipun siang hari tempat itu sangat sepi dan disana hanya ada satu pondok kayu di tepi kolam yang dikelilingi pohon-pohon tinggi.
“Kok disini sepi sekali pak. Kata Aling sambil melihat sekeliling.
“Ya, itu yang saya suka dari tempat ini. Tidak ada yang mengganggu. Jawab Pak Warju sambil membawa alat pancing dari belakang mobil pickupnya.
Tak lama kemudian mereka berdua duduk di tepi kolam, Pak Warju mulai memancing sementara Aling duduk di sebelahnya.
“Aling, kamu tahu tidak, memancing itu butuh kesabaran. Kata Pak Warju sambil melempar kail ke air.
“Oh, begitu, Pak? Kalau begitu saya tidak terlalu cocok, saya tidak sabar orangnya,” jawab Aling sambil tersenyum kecil.
Pak Warju tertawa kecil. “Ah, kamu pasti bisa belajar. Tapi yang lebih penting, di sini kita bisa ngobrol bebas. Tidak ada yang menguping dan tidak ada yang ganggu.
Aling merasa sedikit tidak nyaman dengan nada suara Pak Warju tetapi ia tidak berkata apa-apa. Sambil menunggu dipinggiran kolam Aling hanya bisa terdiam sambil pikirannya menerawang kemana mana, sesekali terlintas dipikirannya raut wajah sedih ketiga orang adiknya yang sedang menangis karena tak diperbolehkan sekolah setelah hampir tiga bulan menunggak sppnya. Pikiran Aling pun terus melayang memikirkan biaya pengobatan ibunya dirumah yang memerlukan biaya tak sedikit jumlahnya.
Malam itu, saat ibunya tertidur, Aling duduk di tepi ranjang sambil menangis pelan. Ia merasa terjebak dalam situasi yang tidak bisa ia hindari.
Pagi itu, dengan senyuman penuh kepura-puraan, Pak Warju mendatangi warung Aling. Ia berbicara ramah kepada ibu Aling, mengatakan bahwa ia akan membawa gadis itu ke kota untuk berbelanja kebutuhan.
“Bu, saya pikir Aling butuh waktu untuk bersantai. Lagipula, sekalian saya ingin membelikannya beberapa barang untuk membantu di warung ini. Kata Pak Warju dengan nada meyakinkan.
“Oh tentu Pak Warju. Terima kasih banyak sudah peduli pada kami. Jawab ibu Aling, tersenyum penuh rasa terima kasih.
Aling hanya diam sambil menunduk. Ia tahu alasan sebenarnya di balik perhatian Pak Warju. Ketika mereka melangkah ke mobil, gadis itu mencoba menenangkan dirinya, meyakinkan bahwa ini demi keluarganya.
Selama perjalanan, Pak Warju berbicara panjang lebar tentang peluang hidup yang lebih baik. Aling hanya merespon seadanya, merasa canggung dengan situasi itu. Mereka berhenti di pusat perbelanjaan di kota kecil terdekat.
“Aling, sekarang giliran kamu. Pilih pakaian apa pun yang kamu suka. Ujar Pak Warju sambil tersenyum lebar.
“Pak, saya tidak butuh pakaian baru. Kata Aling dengan lembut tapi ragu.
“Ah, jangan begitu. Kamu harus mulai memikirkan dirimu sendiri juga. Kamu pantas mendapatkan yang terbaik. Jawab Pak Warju sambil memaksanya masuk ke sebuah butik.
Di dalam butik, Pak Warju membimbingnya memilih pakaian namun anehnya, ia lebih sering menunjuk baju-baju yang terlihat seksi—rok pendek, gaun ketat, hingga blus berpotongan rendah. Aling merasa tak nyaman, tapi ia tak punya keberanian untuk menolak.
“Coba ini,” kata Pak Warju sambil menyerahkan sebuah gaun merah. “Pasti cocok untukmu.”
Dengan berat hati, Aling mencoba pakaian itu. Ketika ia keluar dari ruang ganti, wajah Pak Warju tampak puas. “Lihat, kan? Kamu terlihat cantik sekali. Jangan takut menunjukkan kecantikanmu.
Setelah selesai berbelanja, Pak Warju membawa Aling ke sebuah salon. Ia memintanya melakukan perawatan lengkap: facial, manicure, pedicure, hingga styling rambut.
“Pak, semua ini tidak perlu,” kata Aling, suaranya penuh kegelisahan.
“Aling, kamu harus percaya padaku. Ini bukan hanya soal penampilan. Ini soal bagaimana kamu memandang dirimu sendiri. Jawab Pak Warju dengan suara tenang tapi penuh kendali.
Kembali ke Desa
Setelah hampir seharian di kota, mereka kembali ke Dusun Jeruk. Di perjalanan, Aling duduk diam dengan tangan mengepal di pangkuannya. Ia merasa seperti boneka yang diatur sesuai kehendak orang lain.
“Aling,” kata Pak Warju, memecah kesunyian.
“Iya, Pak?” jawab Aling tanpa menoleh.
“Kamu tahu, saya melakukan semua ini karena saya peduli padamu. Kamu adalah gadis yang istimewa, dan saya ingin kamu merasa istimewa juga.”
Aling tidak menjawab. Dalam hatinya, ia merasa semakin jauh dari kehidupannya yang sederhana.
Setelah menempuh perjalanan yang cukup lama akhirnya mereka pun tiba didepan rumah Aling. Disana ibunya nampak sedang melayani beberapa orang pembeli yang sedang berbelanja diwarungnya.
Lihat Aling. Ibu dan adik adikmu pasti akan senang sekali jika kamu membawakan pakaian ini untuk mereka. Kata Pak Warju yang saat itu masih ada didalam mobilnya namun kendaraan itu sengaja diparkir agak jauh dari warung.
Terima kasih banyak pak atas semuanya. Kata Aling sambil berupaya membuka pintu mobil pickupnya.
Eehh.. tunggu seperti Ling. Sepertinya kamu melupakan sesuatu. Kata Pak Warju sambil memegang pergelangan tangannya berusaha menahan gadis itu agar tak segera turun dari mobil.
"Maksud bapak apa ? Tanya Aling keheranan.
"Kita ini sepasang kekasih. Saya ingin mencium kamu sebelum berpisah. Kata Pak Warju sambil menyeringai mesum dan mencoba mengambil kesempatan.
"Tapi pak.. aku takut nanti terlihat oleh ibuku. Kata Aling berusaha menolak dengan halus karena biar bagaimanapun pria itu sudah sering menolongnya dari berbagai kesulitan hidup.
"Akhh.. tidak akan. Ibumu sedang sibuk melayani pembeli diwarungnya. Dia tidak melihat hal ini. Bujuk Pak Warju dengan nada memaksa.
Dengan sangat terpaksa dan demi kebahagiaan keluarganya akhirnya Aling pun menuruti permintaan pria itu dan tak lama kemudian Pak Warju pun langsung menyosor bibirnya.
Didalam mobil pickup itu keduanya pun berciuman, meskipun awalnya terpaksa namun karena ini adalah pertama kalinya Aling dicium oleh seorang lelaki maka tak heran kalau didalam dirinya langsung muncul sensasi yang tak biasa.
"Kamu cantik sekali Aling. Gadis sepertimu memang layak untuk hidup bahagia. Kata Pak Warju.
Setelah Aling turun dari dalam mobil dan berjalan menuju warungnya sambil membawa barang belanjaan, ibu Aling tampak terkejut melihat perubahan pada anaknya. “Aling, kamu cantik sekali! Apa saja yang kalian beli di kota?” tanya ibunya dengan antusias.
“Tidak banyak bu. Hanya baju dan perawatan. Jawab Aling singkat sambil masuk ke kamar.
Di dalam kamar, ia menatap dirinya di cermin. Bayangan dirinya yang kini terlihat berbeda membuatnya merasa asing. Ia bertanya-tanya, apakah semua ini benar-benar sepadan dengan pengorbanannya?
Hubungan yang Semakin Dalam
Pak Warju semakin sering menghabiskan waktu bersama Aling. Ia mengajaknya makan di luar, berjalan-jalan di kebun jeruk, atau sekadar duduk berbincang di warung. Namun, hubungan mereka mulai menjadi bahan pembicaraan di desa.
“Pak Warju kok sering sekali ke warung Aling, ya?” bisik seorang warga kepada tetangganya.
“Iya, aneh. Apalagi, dia sudah punya keluarga di kota. Apa mungkin ada maksud lain?
Desas-desus itu akhirnya sampai ke telinga ibu Aling. Namun, ketika ia menanyakan hal itu kepada anaknya, Aling hanya menjawab dengan lirih, “Pak Warju sudah banyak membantu kita bu. Jangan pikir yang aneh-aneh.
Di sisi lain, Pak Warju merasa semakin percaya diri. Ia tahu Aling berada di bawah kendalinya, dan ia menggunakan kekuasaan itu untuk semakin mendekatinya. Namun, ia tidak menyadari bahwa semakin lama, semakin banyak orang yang memperhatikan tingkah lakunya.
Konfrontasi Tak Terduga
Pada suatu malam, saat Pak Warju dan Aling sedang berbincang di warung, seorang lelaki tua dari desa mendatangi mereka. Namanya Pak Lim, tetua desa yang dihormati.
“Pak Pak Warju,” katanya dengan nada tegas, “saya perlu bicara dengan Anda.”
“Oh, tentu, Pak Lim. Ada apa?” jawab Pak Warju sambil berdiri.
Pak Lim menatapnya tajam. “Saya tahu apa yang sedang Anda lakukan dengan Aling. Ini tidak benar. Anda orang luar, dan Anda sudah berkeluarga. Jangan merusak kehidupan gadis ini.”
Pak Warju tertegun. Namun, ia segera menyembunyikan keterkejutannya dengan senyum tipis. “Pak Lim, saya hanya membantu keluarganya. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan.
Namun, Pak Lim tidak terpengaruh. “Saya sudah hidup lebih lama dari Anda, Pak Warju. Saya tahu niat Anda. Jika Anda terus seperti ini, jangan salahkan kami jika desa ini menolak kehadiran Anda.”
Pak Warju tahu bahwa ini adalah peringatan serius. Namun, dalam hatinya, ia tidak ingin melepaskan Aling begitu saja. Ia mulai merencanakan langkah berikutnya, meski ia tahu bahwa taruhannya semakin besar.
Pak Warju yang Tak Bergeming
Setelah teguran dari Pak Lim, Pak Warju hanya tertawa kecil saat kembali ke rumah sewanya. Ia menganggap itu hanyalah peringatan kosong dari seorang pria tua yang terlalu mencampuri urusan orang lain. Tekadnya untuk mendapatkan Aling tidak goyah, bahkan semakin kuat.
“Pak Lim itu hanya sok tahu,” gumam Pak Warju sambil menyulut rokoknya. “Dia tidak mengerti apa yang saya rasakan.”
Keesokan harinya, Pak Warju kembali mendatangi warung Aling dengan niat lain. Kali ini, ia ingin membawa gadis itu ke tempat yang jauh dari pandangan penduduk desa.
“Sore Aling. Sapa Pak Warju seperti biasa.
“Sore pak. Jawab Aling sambil tersenyum kecil meski dalam hatinya masih ada rasa gelisah sejak pertemuan mereka terakhir.
“Saya ada rencana hari ini. Kamu suka memancing ? Tanya Pak Warju memasang wajah santai.
"Memancing ? Hmm… belum pernah pak. Tapi kenapa ? Jawab Aling bingung.
"Bagus !! Saya mau ajak kamu ke tempat pemancingan di pinggir hutan. Sepi dan nyaman. Kita bisa santai di sana. Kamu mau ?
Aling ragu sejenak. "Tapi pak… kalau saya pergi lama nanti ibu khawatir.
“Jangan khawatir. Saya sudah bilang ke ibumu. Saya bilang, saya mau ajak kamu belajar memancing. Kamu juga kan perlu hiburan.
Pak Warju berkata dengan sangat meyakinkan sehingga Aling tidak bisa menolak. Akhirnya karena terus didesak maka gadis itu pun setuju.
Keheningan di Pemancingan
Pak Warju membawa Aling ke sebuah tempat pemancingan yang tersembunyi di pinggir desa dan letaknya berdekatan dengan sebuah hutan kecil. Meskipun siang hari tempat itu sangat sepi dan disana hanya ada satu pondok kayu di tepi kolam yang dikelilingi pohon-pohon tinggi.
“Kok disini sepi sekali pak. Kata Aling sambil melihat sekeliling.
“Ya, itu yang saya suka dari tempat ini. Tidak ada yang mengganggu. Jawab Pak Warju sambil membawa alat pancing dari belakang mobil pickupnya.
Tak lama kemudian mereka berdua duduk di tepi kolam, Pak Warju mulai memancing sementara Aling duduk di sebelahnya.
“Aling, kamu tahu tidak, memancing itu butuh kesabaran. Kata Pak Warju sambil melempar kail ke air.
“Oh, begitu, Pak? Kalau begitu saya tidak terlalu cocok, saya tidak sabar orangnya,” jawab Aling sambil tersenyum kecil.
Pak Warju tertawa kecil. “Ah, kamu pasti bisa belajar. Tapi yang lebih penting, di sini kita bisa ngobrol bebas. Tidak ada yang menguping dan tidak ada yang ganggu.
Aling merasa sedikit tidak nyaman dengan nada suara Pak Warju tetapi ia tidak berkata apa-apa. Sambil menunggu dipinggiran kolam Aling hanya bisa terdiam sambil pikirannya menerawang kemana mana, sesekali terlintas dipikirannya raut wajah sedih ketiga orang adiknya yang sedang menangis karena tak diperbolehkan sekolah setelah hampir tiga bulan menunggak sppnya. Pikiran Aling pun terus melayang memikirkan biaya pengobatan ibunya dirumah yang memerlukan biaya tak sedikit jumlahnya.
Pak Warju Menunjukkan Maksudnya
Setelah beberapa waktu Pak Warju meletakkan pancingannya di tanah dan menoleh ke arah Aling.
"Aling sepertinya kamu sedang banyak masalah. Apakah kamu sedang memikirkan biaya sekolah adik adikmu dirumah ?
Setelah beberapa waktu Pak Warju meletakkan pancingannya di tanah dan menoleh ke arah Aling.
"Aling sepertinya kamu sedang banyak masalah. Apakah kamu sedang memikirkan biaya sekolah adik adikmu dirumah ?
"Iya pak.. biaya sekolah mereka terasa berat bagi saya. Tapi saya tidak mau kalau mereka sampai putus sekolah.
“Aling. Saya tau kamu sangat sayang dengan keluargamu. Kamu tentu ingin melihat mereka semua bahagia bukan ?
"Iya pak. Saya ingin melihat mereka semua bahagia tapi saya tidak sanggup untuk mewujudkannya sekarang.
"Kenapa tidak bisa. Kalau kamu mau tentu kamu bisa mewujudkannya dengan bantuan saya. Kata Pak Warju.
"Maksud bapak ? Bapak mau bantu biaya sekolah adik saya ?
"Saya tidak keberatan dengan hal itu. Asal kamu mau sedikit berkorban maka mereka akan mendapatkan kebahagiaannya. Kata Pak Warju.
"Berkorban gimana maksudnya pak ?
Pak Warju tersenyum tipis lalu memindahkan duduknya lebih dekat ke arah Aling.
"Kamu tau kan betapa kesepiannya saya selama kerja merantau ditempat terpencil ini. Saya ini pria yang sudah berkeluarga yang butuh kehangatan seorang wanita dan kamu bisa menjadi wanita itu.
Aling langsung membeku dan tidak tahu harus berkata apa. Wajahnya memerah tapi bukan karena senang melainkan karena gugup dan takut.
“Pak, saya… saya tidak bisa melakukan hal seperti itu. Gumamnya pelan.
“Pak, saya… saya tidak bisa melakukan hal seperti itu. Gumamnya pelan.
"Kenapa tidak bisa. Kamu seorang wanita yang sudah beranjak dewasa dan saya seorang pria yang matang tentu kita bisa menjadi pasangan yang saling melengkapi.
Pak Warju menatapnya dalam-dalam. "Aling saya hanya ingin kamu berperan sebagai seorang istri yang bisa mengisi rasa kesepian saya selama bekerja disini.
Aling merasa dadanya sesak dengan perkataan tak masuk akal itu. Ia mencoba berdiri secara tiba-tiba dan berjalan menjauh ke tepi kolam. “Pak, saya rasa… kita harus pulang. Sudah terlalu lama di sini.
"Tak perlu menyiksa perasaanmu seperti itu Aling. Bukannya kamu pernah mengatakan rela melakukan apa saja demi kebahagiaan keluargamu. Sekarang saat yang tepat untuk mewujudkan semua impianmu. Saya pasti akan membantu mengatasi semua masalah hidupmu asalkan kamu menuruti semua perintah saya.
Disaat hatinya tengah gundah akibat desakan pria itu Aling pun kembali teringat akan tangisan adik adiknya dirumah sehingga diapun memilih untuk menyerah demi kebahagiaan mereka semua.
"Berapa banyak yang kamu butuhkan untuk membayar biaya sekolah adikmu ? Katakan saja pasti saya akan membantumu.
"Emm.. kurang lebih tiga ratus ribu pak. Adik saya sudah hampir tiga bulan menunggak uang sekolahnya.
"Baiklah kalau begitu. Kamu akan mendapatkan uang tiga ratus ribu jika kamu mau melakukan apa yang saya minta. Kata Pak Warju sambil merogoh saku celananya.
"Apa yang harus kulakukan pak? Tolong jangan minta yang aneh aneh pak. Kata Aling kuatir karena tatapan pria itu terlihat begitu mesum.
"Permintaan saya sederhana Aling. Saya mau kamu melayani saya di tempat ini. Bila kamu bisa memberikan kepuasan untuk saya maka uang ini akan menjadi milikmu. Bujuk Pak Warju sambil memamerkan sejumlah uang pada gadis itu.
Karena terdesak akan kebutuhan ekonomi keluarganya maka Aling pun mengiyakan permintaan lelaki itu, dengan berat hati gadis chindo yang wajahnya terlihat polos dan lugu itu segera berlutut dihadapan pak Warju yang menyeringai mesum penuh kemenangan.
"Ayo tunggu apalagi. Kerjakan perintah saya !! Kata Pak Warju yang wajahnya terlihat tak sabar sementara burung dalam celananya sudah mulai meronta.
Dalam posisi berlutut diatas rumput yang ada dipinggiran kolam pemancingan kemudian Aling membuka resleting celana pak Warju dan matanya terbelalak ketika melihat penis lelaki itu sudah mengacung tegak kearahnya.
"Pak.. tolong kasih saya perintah yang lain saja.. saya gak bisa melakukan hal seperti ini. Kata Aling yang merasa jijik dengan benda tsb.
"Ayolah sebentar saja Aling. Semua ini gak akan lama kok. Pinta Pak Warju yang terus mendesaknya.
Karena terus didesak dan teringat akan kesulitan keluarganya maka gadis itu pun meraih penis pak Warju dengan tangan kanannya. Digenggamnya penis itu dengan mantap lalu mulai mengocoknya pelan-pelan.
Sshhh.. ooughhh.. nikmat sekali Aling.. kocok lebih cepat lagi sayaaanng.. Kata Pak Warju sambil membelai rambut hitamnya yang panjang dan tergerai.
Aling pun berusaha menuruti perintah pak Warju dan semakin mempercepat kocokan tangannya.
Ooughh.. nikmaaatnya.. ssshhhh... sudah cukup Aling... Uuhh.. sekarang kocokin kontol saya pakai mulut kamu !! Pintanya sedikit memaksa.
Awalnya gadis chindo itu menolak namun karena terus didesak maka Aling pun membuka mulutnya dan memasukan kejantanan pria itu kedalam rongga mulutnya.
"Uuhh.. gadis pintar.. adik adikmu pasti bangga punya kakak yang rela berkorban seperti kamu. Kata Pak Warju sambil merem melek keenakan ketika penisnya sedang dijilat dan dikulum kulum oleh seorang gadis chinese yang usianya seumuran dengan putrinya tsb.
Sebagai seorang lelaki tulen tentu saja pak Warju tak puas hanya dilayani seperti itu maka diapun mengajak Aling kesebuah pondok kayu yang letaknya tak jauh dari tempat itu.
"Sekarang cepat buka bajumu Aling. Kalau keluargamu ingin bahagia kamu harus bisa memuaskan saya.
"Tolong Jangan paksa saya berbuat seperti ini pak. Saya gak mau kehilangan kegadisan saya dengan cara seperti ini.
"Sudahlah Aling tak perlu berpikiran seperti itu. Semua gadis seperti kamu pada akhirnya juga akan kehilangan keperawanannya. Ini hanya masalah waktu saja. Kata Pak Warju yang sudah tak memakai celana namun masih mengenakan kaos oblongnya.
"Akkhh.. jangan pak.. lepasin saya.. Kata Aling sambil meronta ketika pakaiannya hendak dibuka paksa oleh pria tsb. Dibekas tempat pemancingan yang sudah terbengkalai itu pak Warju berusaha melampiaskan semua hasrat terpendam yang ada dalam dirinya. Setelah melucuti paksa kaos putih dan juga celana pendeknya kemudian pak Warju mendekap kuat kuat tubuh telanjang gadis itu dan melumat bibirnya.
Mmmpm.. Aling hanya bisa menggumam ketika bibirnya diserbu dan payudaranya diremas remas kasar secara bergantian oleh pria itu. Aling berusaha menolak semua perlakuan yang ada tapi tubuhnya malah berkata lain, perlahan lahan cumbuan dan rangsangan yang diterimanya membuat gadis itu mabuk kepayang, gairah asing memenuhi dadanya dan degub jantungnya bertambah kencang.
"Liat Aling !! Pentil tetekmu sudah mengacung seperti ini. Kamu sangat menikmatinya bukan ? Ledek Pak Warju yang terus meremasi buah dadanya secara bergantian baik yang kiri maupun yang kanan.
Ooughh.. tiba tiba Aling melenguh panjang ketika badannya dibaringkan paksa diatas dipan gubuk kayu yang lembab dan payudaranya yang sekal dikenyot dengan buas oleh pak Warju.
Sambil menindih tubuh putihnya kemudian pak Warju kembali mencumbui badan gadis itu mulai dari ujung rambut hingga ke ujung kakinya. Seluruh bagian tubuh Aling tak ada yang lepas dari serbuan mulut dan kedua tangannya, dia remas remas buah dada gadis itu sambil tetap melumat mulutnya, kemudian terus turun kebawah mencumbui lehernya sambil memberikan cupangan yang sangat kuat hingga memerah.
"Aling.. Gadis cina seperti kamu memang sudah kodratnya untuk menjadi pemuas napsu pribumi seperti saya. Bisik Pak Warju ditelinganya yang membuat Aling semakin gemetar ketakutan.
Cumbuan tanpa henti dan umpatan kata kata rasis dari mulu Pak Warju ternyata sangat berdampak kuat pada diri gadis itu. Aling merasa dirinya sudah berada didalam kendali penuh pria itu dan hanya bisa pasrah membiarkan tubuhnya dipermainkan sedemikian rupa.
Pak Warju terus turun ke arah bawah dan mulai membuka paksa kedua paha Aling yang semula sedang dirapatkan. Paha gadis itu yang begitu putih dan mulus membuat gairah pak Warju semakin meledak ledak, tak pelak lagi pengusaha mesum itu pun langsung meraba raba dan mencumbui kedua paha Aling seperti seekor kucing liar yang baru saja mendapatkan ikan segar.
Slurpp.. eenghh.. tiba tiba terdengar suara lenguhan panjang dari mulut Aling ketika pada Warju dengan seenaknya menjilati kemaluannya dan menyentil nyentilkan lidahnya kedalam vagina gadis chindo itu.
Ssshh.. udaah paakk.. tolong jangan lakukan ini pada saya... Lenguh Aling ketika pak Warju semakin buas memainkan lidahnya, menjilat dan menusuk nusukannya hingga berulang kali. Sebagai seorang gadis remaja yang masih perawan tentu saja perlakuan tak senonoh ini membuat Aling semakin blingsatan, tubuh putihnya yang sudah telanjang menggeliat geliat diatas dipan kayu yang sudah lapuk sementara mulutnya terus mengeluarkan suara rintihan kenikmatan. Oouhh.. oooghh.. suddaaah paaakk cukuuup...
Pak Warju rupanya sudah tak tahan lagi kemudian diapun segera berlutut sambil memegang penisnya. Dengan tatapan yang buas dan dipenuhi napsu diarahkannya penis itu ke vagina Aling yang kondisinya masih terbaring diatas dipan kayu dengan kedua kakinya yang dipaksa mengangkang lebar.
"Aling !! Benda ini bukan hanya akan memberikan kepuasan padamu tapi juga kebahagiaan untuk keluargamu kelak. Hehe.. Kata Pak Warju sambil menekan kepala penisnya yang licin dan bulat seperti jamur.
Slebb.. penis yang sudah menegang hebat itu ditusukan dengan sedemikian rupa ke sasarannya namun menjebol pertahanan seorang gadis perawan memang tak semudah yang dibayangkan. Berkali kali tusukan penis itu meleset keluar namun pak Warju tak menyerah dan semakin penasaran.
Pak Warju kembali menekan kejantanannya
dengan sedikit paksaan membuat Aling menjerit. Aaarrgh !! Sakittt!! Udaah pak jangan diterusin lagi.
Hal ini membuat pak Warju menghentikan sejenak serangannya sampai dia lihat Aling sudah siap kembali, barulah secara perlahan lahan dia kembali memasukan batang rudalnya yang membuat Aling langsung menggeliat.
"Tahan sebentar Ling. Saya jamin nanti kamu bakal keenakan deh. Bujuknya.
Setelah melewati perjuangan yang melelahkan akhirnya pak Warju pun berhasil memasukkan setengah batang kejantanannya didalam sana. Dia mendiamkan penis itu sejenak dan tak melakukan apa apa sambil memandangi wajah Aling yang sedang meringis kesakitan.
Beberapa saat kemudian pengusaha mesum itu merasakan dari kemaluan Aling keluar darah segar yang menandakan keperawanannya sudah hilang. Dinding vagina gadis chinese itu yang lembut dan hangat terasa seperti sedang memijat-mijat batang penisnya didalam sana.
Pak Warju memang tidak terlalu memaksa untuk membenamkan seluruh rudal ke dalam kemaluan Aling karena dia tau ukuran penisnya lumayan panjang sehingga membuat sakit vagina Aling yang baru pertama kali melakukan hubungan intim seperti ini.
Tak lama kemudian Pak Warju mulai menaik-turunkan pantatnya secara perlahan dan beraturan. Dan secara perlahan-lahan dia membenamkan rudalnya sedalam-dalamnya, hingga akhirnya seluruh batang kemaluannya amblas ke dalam vagina gadis itu. Setelah melewati waktu yang cukup lama Aling sepertinya mulai bisa menyesuaikan diri dengan ukuran kontol pak Warju yang lumayan besar sehingga suara erangan kesakitan kini mulai tergantikan dengan suara lenguhan kenikmatan.
Pak Warju semakin bersemangat untuk memainkan penisnya dengan cepat. Tak disangka permainan itu juga diimbangi oleh Aling yang sudah terbakar napsu dengan menjepit pantat pria itu dengan kedua kakinya.
Karena diperlakukan seperti itu maka Pak Warju pun merasakan penisnya semakin mentok saja mengenai ujung rahimnya. Mereka berganti posisi dengan cara sambil duduk. Aling yang awalnya menolak kini semakin terlena, karena posisi tersebut membuat kontol pak Warju semakin bergesekan dengan klitorisnya, sehingga hal itu membuatnya semakin terbakar birahinya
Kedua sempat beristirahat sejenak, karena posisi tersebut banyak menguras tenaga keduanya. Sambil istirahat pak Warju meremas-remas dan menjilati serta menghisap puting susunya secara bergantian. Setelah tenaga pak Warju kembali terkumpul, maka diapun melanjutkan kembali pompaannya dengan lebih menggebu-gebu.
Setelah hampir setengah jam mereka bergumul bergumul hebat, pak Warju mulai merasakan spermanya akan segera keluar, begitupun dengan Aling. Gadis itu mulai mendekati orgasmenya. Pak Warju merasakan dinding vaginanya yang berdenyut kencang dan semakin basah.
Setelah hampir setengah jam mereka bergumul bergumul hebat, pak Warju mulai merasakan spermanya akan segera keluar, begitupun dengan Aling. Gadis itu mulai mendekati orgasmenya. Pak Warju merasakan dinding vaginanya yang berdenyut kencang dan semakin basah.
Pak Warju berkata setengah berbisik,
"Ling. Saya sudah mau keluar nih, saya buang didalem aja ya biar lebih nikmat.
"Ling. Saya sudah mau keluar nih, saya buang didalem aja ya biar lebih nikmat.
Jangan didalem pak.. aku takut hamil nanti aku akan jadi omongan warga desa.
"Ya udah kalau gitu saya keluarin diluar aja. Tapi saya mau keluarin diwajah kamu aja ya. Katanya sambil mempercepat pompaan penisnya sehingga tubuh putih Aling kembali tersentak sentak dengan hebat diatas dipan kayunya.
Sleebb.. Sleebb.. rasa nikmat kembali memenuhi diri pak Warju ketika penisnya menghujam hujam tanpa ampun dan menggesek gesek dinding vagina gadis cina perawan itu, yang kenikmatannya tak bisa diungkapkan dengan kata kata.
Karena dikocok kocok dengan sangat cepat maka kepala penis pak Warju pun semakin terasa panas, cairan kentalnya yang hangat naik keatas dan terasa ingin membuncah keluar.
Uuughh.. saya udah gak tahan lagi Ling.. aarggghh.. Erangnya sambil menarik keluar penis itu dari kemaluan Aling lalu dikocoknya dengan sangat cepat menggunakan tangannya sendiri kedekat wajah gadis itu. Crottt.. Crett.. berkali kali air maninya yang kental dan hangat memuncrat keluar membasahi wajah Aling yang sedang dalam posisi berbaring telentang diatas dipan kayunya.
Dalam posisi mengangkangi tubuh gadis itu perasaan bangga langsung menyelimuti diri pak Warju, dia merasa bangga karena sebagai seorang pria pribumi dia sudah berhasil menunjukkan superioritasnya terhadap gadis cina seperti Aling, seorang gadis muda yang bisa direndahkan semaunya demi mendapatkan segelintir uang.
Pak Warju yang posisinya sedang mengangkangi gadis itu tersenyum puas lalu berkata kata dengan sangat kurang ajar.
"Dasar lonte cina murahan !! Ambil nih uang bayaranmu. Haha.. Ledek Pak Warju sambil melemparkan begitu saja uang sejumlah tiga ratus ribu kearah wajah gadis itu.
Aling Dalam Kebimbangan
Di rumah, Aling merasa hatinya semakin berat. Ia memikirkan kejadian tak terduga di tempat pemancingan tadi. Gadis itu tahu bahwa Pak Warju memiliki kekuasaan untuk mengubah hidup keluarganya, tapi ia juga merasa takut dan jijik dengan niat tersembunyi pria itu.
Di rumah, Aling merasa hatinya semakin berat. Ia memikirkan kejadian tak terduga di tempat pemancingan tadi. Gadis itu tahu bahwa Pak Warju memiliki kekuasaan untuk mengubah hidup keluarganya, tapi ia juga merasa takut dan jijik dengan niat tersembunyi pria itu.
Malam itu, saat ibunya tertidur, Aling duduk di tepi ranjang sambil menangis pelan. Ia merasa terjebak dalam situasi yang tidak bisa ia hindari.
Tenang ya Aling...Pak Warju ngak pasti kuat ya haha
BalasHapus