Langsung ke konten utama

Ketika Pintu Dikunci Dari Dalam

Halo namaku Cyntia. Aku perempuan Tionghoa asal Medan. Saat ini usiaku 23 tahun dan tinggiku sekitar 160 cm. Aku ingin menceritakan pengalaman yang sampai sekarang masih sulit aku percaya… karena semuanya terjadi begitu saja, tanpa rencana, dan dengan orang-orang yang bahkan tak terlalu aku kenal.

Waktu itu sore hari. Mama dan cici sedang bersiap untuk menginap di rumah tante yang jaraknya lumayan jauh—sekitar satu jam perjalanan dari rumah. Awalnya aku diajak ikut, tapi karena sudah janji bertemu teman sejak jauh-jauh hari, aku menolak. Untungnya mama tidak memaksa. Akhirnya mereka pergi dan meninggalkan rumah hanya untukku seorang.

Aku pikir malam itu akan jadi malam yang biasa. Tapi ternyata, malam itu jadi titik awal dari pengalaman pertamaku yang tak pernah aku bayangkan sebelumnya…

Aku sudah siap-siap dari tadi. Dress biru favoritku yang lumayan pendek sudah melekat di tubuhku. Rambut sengaja aku biarkan tergerai, dan sedikit makeup aku poleskan biar tampak segar. Sore itu cuacanya cukup adem, jadi aku semangat banget buat keluar rumah.

Begitu pintu rumah kututup, aku langsung berdiri di depan pagar dan membuka aplikasi ojol di ponselku. Tapi belum sempat pesan, tiba-tiba layar HP ku bergetar—panggilan masuk dari temanku.

"Eh bentar, aku angkat dulu," gumamku pelan sambil agak menjauh dari jalan.

Ternyata dia telepon buat kasih kabar kalau rencana ketemuan kami harus dibatalin. Adik laki-lakinya mendadak sakit, dan kedua orang tuanya juga harus lembur karena ada perintah dari kantor. Nggak ada yang bisa jagain adiknya di rumah.

Aku sempat terdiam. Kaget, iya. Kecewa, pasti. Tapi aku juga ngerti, kondisinya memang nggak memungkinkan.

"Ya udah, gapapa. Semoga adikmu cepat sembuh ya," ucapku sebelum menutup telepon.

Baru aja aku mau balik ke rumah, tiba-tiba suara laki-laki dari arah pos satpam memanggilku.

"Non, mau kemana? Rapi banget," tanya si Abang Satpam, Agus namanya. Usianya mungkin sekitar akhir 30-an, kulitnya agak gelap karena sering di luar, dan badannya tegap. Sehari-hari dia memang jaga komplek ini, jadi aku udah cukup sering lihat dia.

Aku tersenyum kecil dan menjawab sambil sedikit mengangkat bahu, "Nggak jadi pergi, Pak. Tadi mau ketemu temen, tapi dia batalin."

"Oh gitu… ya udah, sayang ya udah dandan cantik-cantik gitu," katanya sambil tersenyum dan matanya sekilas melirik ke arah kakiku.

Aku cuma ketawa kecil, agak kikuk juga sih, tapi tetap sopan. “Iya, namanya juga udah niat.

Pak Agus. begitu semua orang memanggilnya. Kalau kata orang sih belum menikah, tapi dari penampilannya, dia terlihat seperti pria paruh baya yang sudah punya anak dua. Usianya mungkin sekitar awal atau pertengahan 40-an. Wajahnya bulat, dengan garis-garis halus di sekitar mata dan dahi, memberi kesan seperti "om-om genit yang sok ramah tapi selalu menyimpan sesuatu di balik tatapannya.

Kulitnya gelap kecoklatan, mungkin karena terlalu sering terpapar matahari. Posturnya tidak terlalu tinggi, tapi bahunya lebar dan tubuhnya cukup besar. Perutnya buncit, menonjol jelas di balik seragam satpam yang mulai pudar warnanya. Tapi justru itu yang membuatnya terlihat semakin seperti pria yang terbiasa hidup di luar, kasar, dan sedikit liar.

Setiap kali aku duduk-duduk di teras rumah bersama mama dan cici, entah kenapa aku selalu merasa tatapannya menempel di tubuhku. Pandangannya seperti diam-diam mengikuti setiap gerak-gerikku. Kadang saat aku tertawa atau berdiri dari kursi, aku bisa menangkap sekilas matanya yang menyorot tajam ke arah kakiku, atau ke lekuk pinggangku. Tapi aku selalu bersikap cuek, pura-pura tidak tahu. Aku tidak mau ambil pusing soal itu.

Kupikir, dia hanya iseng melihat. Toh dia juga cuma satpam, pikirku waktu itu. Tapi sekarang, aku sadar... tatapan itu bukan cuma iseng. Tatapan itu menyimpan sesuatu yang sejak awal seharusnya membuatku lebih waspada.

Aku langsung masuk ke dalam rumah setelah membalas si Agus. Aku langsung rebahan di kursi dan membuka aplikasi untuk beli makan. Setelah itu, aku agak sedikit ngantuk dan berencana tidur sebentar. Ada sekitar 55 menit tidur dan aku buka hp ku rupanya 23 menit makanan ku sudah datang. Sampai di hubungi berkali-kali sama drivernya.

Aku langsung telepon balik untuk ambil makanan ku dan mau minta maaf ke drivernya. Tapi makanan ku rupanya sudah dititipin ke Agus si satpam yang ada di dekat rumah ku. Aku keluar rumah dan ke pos satpam.

"Ini non makanannya", makanan ku disodorin oleh si Agus

"Ok makasih ya pak", balas ku dengan senyum

Setelah itu aku langsung balik badan dan menuju ke rumah. Sewaktu aku sudah deket dengan pintu rumah, badan ku langsung dicengkram dari belakang dengan kuat dan mulut ku disumpal dengan kain yang lumayan tebal sehingga aku menjatuhkan makanan ku dan memberontak dengan sekuat tenaga. Akan tetapi tidak ada gunanya karena tenaganya lebih kuat dari aku.

Tangannya begitu kekar, mencengkeram pinggang dan mulutku nyaris bersamaan, membuatku tak sempat berteriak. Aku meronta, panik, mencoba melepaskan diri, tapi kekuatannya jauh di atas tenagaku. Dalam sekejap aku sudah diseret masuk ke dalam rumah.

Tubuhku dijatuhkan ke kursi di ruang tengah. Dengan kasar, kedua tanganku ditarik ke belakang dan diikat kuat-kuat. aku bisa merasakan tali atau semacam kain yang dililit beberapa kali, menahan pergelangan tanganku hingga tak bisa bergerak sedikit pun. Kaki-kakiku pun diikat ke kaki kursi, membuatku tak bisa berdiri atau melarikan diri. Lalu, sesuatu yang lembut tapi padat dibungkuskan ke mulutku, seperti sebuah kain yang membuatku tak bisa bersuara, hanya mengeluarkan gumaman tertahan.

Aku sempat menjerit dalam hati saat pandanganku gelap mendadak. Sebuah kain lain dililitkan ke mataku dan diikat dari belakang kepala, menutup seluruh penglihatanku.

Aku hanya bisa diam di sana, terikat, bisu, dan buta.

Beberapa detik berlalu dalam kesunyian yang menyiksa. Lalu, aku mendengar suara pelan... klik!—itu suara pintu ditutup... lalu klek!—suara kunci diputar. Jantungku berdegup keras, nafasku mulai tak beraturan. Aku bisa mendengar suara langkah kaki. Satu... dua... tiga langkah. Pelan. Mendekat.

Aku tidak tahu siapa orang ini. Apa yang dia mau. Dan apa yang akan terjadi padaku malam ini. Aku menggigil, bukan hanya karena takut, tapi karena rasa tidak berdaya yang begitu nyata menusuk sampai ke tulang.

Aku merasakan ada orang di belakang kepala ku dan kedua paha ku dielus".

"mmmmhhhhhh uuugmmgmmgh", aku bergumam tidak jelas gara" mulut ku yang masih disumpal dengan kain.

Tiba" ada yang nempel ke kepala ku dan mengeluarkan suara menghirup dengan kuat. Aku merasa tambah geli dan menggerakkan badan ku kiri-kanan agar bisa dari perlakuan orang ini. Tapi usaha ku sia" karena tangan dan kaki ku diikat di kursi.

Tangan yang lagi melebar paha ku semakin naik menuju ke selangkangan ku dan tangan yang satunya lagi meremas payudara kanan ku sambil menghirup rambut ku. Lalu aku mulai merasakan orangnya tidak menghirup rambut lagi meskipun tangannya masih mengelus paha dan meremas payudara ku.


Tiba" pipi ku dicium" dengan lembut. Aku langsung menoleh pipi ku kiri-kanan. Aku langsung merasakan paha ku tidak di elus lagi tapi dagu ku langsung ditahan dan pipi ku di cium lagi.

"Mmmmgghh nnnmhhgggh emmmmmhh" , suara ku yang berusaha meneriak

Aku masih dalam posisi terikat dengan napas yang terus memburu dan tubuh yang semakin sulit dikendalikan. Tak ada suara lain selain detak jantungku sendiri yang menggema di telinga.

Seseorang entah siapa, bergerak mendekat. Aku tak bisa melihat apa-apa karena mataku masih tertutup, tapi aku bisa merasakan kehadirannya... dekat sekali. Nafasnya terasa di kulitku. Hangat, berat, dan tak sabar.

Lalu aku merasakan lidahnya menyentuh leherku. Basah. Gerakannya pelan, menjalar dari bawah telinga hingga ke pangkal bahu. Aku menggeliat tanpa sadar, tak bisa menghindar, tak bisa melawan. Sensasi geli dan asing itu membuat tubuhku kaku sesaat, lalu melemas perlahan.

Liur dari mulutnya menempel di kulitku, membuat bagian itu terasa dingin setelah ia menjauh sebentar, lalu kembali mengulanginya lagi tapi kali ini lebih dalam, dan lebih liar.

Tangan kasar itu mulai bergerak, menyusuri bagian depan tubuhku. Rabaannya pelan, penuh tekanan, menyentuh sisi-sisi yang membuat nafasku tercekat. Aku tahu arah tujuannya, dan ketika telapak tangannya mulai meremas payudaraku dengan perlahan, aku hanya bisa mendesah tertahan dari balik kain yang membungkam mulutku.

Tubuhku menegang, bukan karena takut semata, tapi karena campuran rasa yang sulit dijelaskan. Aku tidak tahu apakah ini rasa sakit... atau sesuatu yang lebih rumit dari itu. Aku hanya bisa pasrah, tertahan oleh ikatan, dikuasai oleh sensasi yang datang tanpa bisa kuhindari.
Setelah itu, dress bagian atas ku diturunin sampai kelihatan payudara ku masih ditutupi oleh BH putih ku. Lalu kain yang menyumpal mulutku di lepas dan aku berusaha untuk langsung berteriak minta tolong.


Tubuhku menegang, bukan karena takut semata, tapi karena campuran rasa yang sulit dijelaskan. Aku tidak tahu apakah ini rasa sakit... atau sesuatu yang lebih rumit dari itu. Aku hanya bisa pasrah, tertahan oleh ikatan, dikuasai oleh sensasi yang datang tanpa bisa kuhindari.
Setelah itu, dress bagian atas ku diturunin sampai kelihatan payudara ku masih ditutupi oleh BH putih ku. Lalu kain yang menyumpal mulutku di lepas dan aku berusaha untuk langsung berteriak minta tolong.

Napasnya semakin dekat, dan sebelum aku sempat menarik diri, mulutnya sudah menempel di bibirku. Lidahnya memaksa masuk, mencari-cari celah. Aku tak bisa menolaknya—ikatannya masih kuat, dan aku nyaris tak bisa bergerak. Hanya bisa mengerang pelan dari balik tenggorokanku, menahan rasa tak nyaman yang menyeruak.

Lidahnya menari kasar di dalam mulutku, menabrak lidahku, memaksa bercampur. Aku mencoba menoleh, tapi daguku ditekan dan tangannya mencengkeram wajahku agar tetap menghadap ke arahnya. Rasanya menjijikkan. Air liurnya kental, terasa hangat dan asing. Setiap gerakannya membuat perutku melilit, dan dorongan untuk muntah mulai naik ke tenggorokan.

Aku menahan napas sebisa mungkin. Tapi dia terus saja mencumbuiku seolah tak menyadari aku nyaris kehabisan udara. Desahannya memenuhi rongga antara kami, dan setiap desakan napasnya mengaburkan pikiranku, membuatku merasa seperti terjebak di dalam tubuh sendiri.

Cumbuan itu berlangsung cukup lama—terlalu lama. Sampai akhirnya dadaku mulai sesak, dan tubuhku memberontak dengan sisa tenaga yang ada. Aku menggerakkan kepala sedikit, mencoba menjauh, tapi genggamannya di wajahku semakin menguat, seakan tak ingin membiarkanku pergi satu inci pun.

Aku tersentak pelan, mataku terpejam erat di balik kain penutup. Rasa tidak nyaman menyebar dari kerongkongan ke dada, mengaduk-aduk pikiranku. Aku ingin berteriak… tapi suara itu tertelan di dalam diriku sendiri.

Untung orangnya ngerti dan melepaskan cumbuannya. Nafas ku terengah" dan waktu aku mau teriak lagi orangnya langsung melanjutkan cumbuannya lagi. Ditambah lagi kedua tangannya meremas payudara ku dan mengusap" puting ku. Birahi ku jadi naik dan aku mulai mengeluarkan sedikit desahan.

Orangnya melepaskan cumbuannya lagi biar aku bisa ambil nafas lagi. Tapi tiap kali aku mau teriak minta tolong, bibir ku langsung disumpal dengan mulutnya sambil memainkan payudara ku hingga lama kelamaan payudara ku menjadi sensitif.

Setelah itu, orangnya menghentikan cumbuannya lagi dan aku tidak ada usaha untuk teriak karena rasanya percuma saja dan malah akan membuat ku semakin tersiksa. Tangannya juga berhenti memainin payudara ku dan kain yang menutup mata ku juga semakin longgar. Waktu dilepas, aku terkejut bahwa orang yang melakukan aksi bejat ini adalah....

•Rupanya yang sedang memerkosa aku ada satpam di dekat rumah ku yang namanya Agus. "Jangann perkosaa aku pakk..... Hiks", mohon ku sambil nangis.

Pak Agus masukkin tangannya ke dalam mulut ku dan mainin lidah ku. Lalu dia jilat air mata ku dan bisik ke telinga ku, "salahnya Cynthia tiap hari godain bapak".

"A...ku....mmngghh... Ma...naa... ada... go...dain...baaa...pakk", suara ku terpatah" gara" Pak Agus mainin lidah ku.

Pak Agus mengeluarkan jarinya dari mulutku dan memasukkan jarinya ke ketekku yang lagi kujepit. Setelah itu, ketek ku di elus" dan dagu ku di tahan lagi.

"ketek mu lembut banget Cynthia pengen ku jilat", bisik si Agus habis itu jilatin telinga kiri ku.

"nghhhh udahh pakk jangann", aku merasa geli dan jijik

"udahan? Kalau mau gua berhenti tunjukkin gua kamar lu atau ga gua sobek dress lu terus gua fotoin", kata Pak Agus dengan mengancam.

Aku jadi takut dengan ancamanya dan mengangguk kepala ku dengan pasrah dan turuti keinginan bapaknya. Tali yang di kaki ku langsung di lepasin dan aku bawa Pak Agus ke kamar ku. Sesampai di kamar, Pak Agus langsung meluk aku dari belakang dan tangannya langsung elus paha ku sambil hirup rambut ku lagi.

Aku mencoba untuk melepaskan diri meskipun ada sedikit nikmat.Tapi Pak Agus melucuti dress ku dengan paksa hingga aku tinggal bra dan CD. Setelah itu, aku didorong ke ranjang dan badan ku langsung ditindah dari belakang. Kedua tangan dirapatin dan ditarik ke atas lalu diikat lagi dengan erat.

Setelah diikat, badan ku di putar balik menghadap bapaknya dan tali yang diikat di tangan ku di kaitin di ranjang ku. Pak Agus melucuti pakaiannya hingga bugil dan penisnya keliatan panjang dan gemuk terus berurat. Setelah itu, Pak Agus menjilat lengan tangan ku dan perlahan" menuju ketek ku.

Lengan ku usahakan ku tutup tapi ga ada gunanya. Lengan tangan ku ditahan oleh Pak Agus dan ketekku dihirup dengan kuat. "Wangi banget ketek lu Cynthia", kata Pak Agus. Aku hanya cuekin saja dan masih berusaha untuk lepas. Pak Agus jilat ketekku dan sekitarnya sampai basah banget. Selain dijilat, ketekku juga diisep terus menerus sampai aku ini merasa nikmat dan geli terus.

Setelah itu, lidahnya Pak Agus perlahan" menuju ke payudara ku. Payudara ku yang masih ditutupi oleh bra akhirnya dilucuti oleh Pak Agus. Akhirnya tidak ada yang menutupi payudara ku. Pak Agus langsung menjilat payudara ku dan puting ku dimainin.

"Mmmphhhhh ahhhh nnnghhhh mmmmhhhhh shhhhh ahhhhh", aku mendesah terus gara" kenikmatan dan sempat lupa kalau aku sedang diperkosa.

Pak Agus terus memainkan lidahnya di puting ku dan mengisapnya dengan kuat sampai pinggang ku terangkat. Tangannya mulai mengelus" paha kiri dan vagina ku yang masih ditutupi oleh celana dalam. Aku jadi sangat terangsang dan menerima dengan aksi bejatnya Pak Agus sampai suara yang aku keluarkan hanyalah desahan.

Pak Agus berhenti menjilat puting ku dan dia jilat ketiak ku lagi sambil mengusap" bibir vagina ku dengan cepat. " Ahhhhhhhh mmnghhh ahhhh ahhhhh ahhhhhh", aku mendesah dengan keras meskipun sempat ku tahan gara" aku sudah mau orgasme sampai pinggang ku terangkat.

"AHhhhhhhhh", aku mengalami orgasme sampai mendesah dengan panjang. Betis ku mengalami kejang-kejang, nafas ku sampai terengah-engah dan Pak Agus berhenti menjilat ketiak ku.

"Ketiak sama tetek mu enak kali Cynthia", bisik Pak Agus di telinga ku. Vagina ku masih sangat terangsang dan ingin menggerakkan kaki ku untuk bisa mengurangi rasa nikmat ini. Tapi tidak bisa karena kaki ku masih dalam posisi di iket dengan erat.

"tolong berhenti pakk...jangan perkosa saya", kata ku dengan kesadaran ku yang sudah balik untuk tidak ingin diperkosa dengan nafas yang terengah-engah.

Namun Pak Agus menghiraukannya dan dia menuju ke vagina ku. Pak Agus menurunkan celana dalam ku dan mukanya mendekati vagina ku.

Dia meniup" vagina ku terus-menerus sampai aku merasa risih dan tersiksa dengan kenikmatan ini. Setelah itu, Pak Agus langsung menjilat" vagina ku dan terkadang mengisap klitoris ku. Birahi ku mulai naik lagi dan rasa nikmat yang kurasakan di vagina ku ini tidak sebanding dengan puting ku yang dijilat tadi.

"Mmmhhh nngghhh emmmhhh uhgghhhhh mmmmgghhhh ", suara aku yang sedang berusaha menahan desahan. Tapi tetap saja rangsangan yang kuterima ini tidak bisa di tahan dan badan ku lebih jujur daripada pikiran ku sendiri.

Kemudian Pak Agus memasukkan jarinya ke dalam vagina ku dan mengaduknya dengan cepat sambil mengisap klitoris ku. Aku langsung mengalami orgasme yang hebat sampai cairan vagina ku menyembur ke mukanya Pak Agus. Aku sampai memohon ke Pak Agus untuk berhenti tapi tidak dipedulikannya dan terus mengaduk liang vagina ku lagi.

"Ah ah ah ah ah ah ah ah", aku mendesah terus dan merasa mau orgasme lagi. Pinggang ku mulai terangkat dan Pak Agus kembali menjilat klitoris dan mengisapnya lagi. "Ahhhhh mmnghhhh enakkk ahhhh", aku mengalami orgasme sampai badan ku mengalami kejang" hingga pinggang ku terangkat secara alami.

Setelah dibuat orgasme lagi, Pak Agus mengaduknya lagi dan kali ini dia sambil mencumbui aku. Aku merasakan ada rasa aneh ketika Pak Agus memainkan lidah ku dengan lidahnya. Aku tidak menyadari bahwa rasa aneh itu adalah cairan vagina ku yang sudah tercampur dengan mulutnya Pak Agus. Sembari Pak Agus mencumbui aku, vagina ku tidak biarkan istirahat dan dia terus mengaduk vagina ku lagi hingga orgasme.

Aku tidak tahu sudah dibuat orgasme berapa kali. Akan tetapi tiap kali orgasme, Pak Agus akan merangsang bagian tubuh ku yang lain setelah orgasme. Setelah aku orgasme ketika sedang dicumbui, Pak Agus kembali menjilati ketiak ku dan terkadang mengisapnya. Aku hanya merasakan pasrah dan harus menahan rangsangan pada liang vaginaku yang di permainkan lagi.

Di kamar ku saat ini hanya lah ditutupi oleh desahan ku yang keras ketika vagina ku dimainin dan dibuat orgasme. Setelah ketiak ku, Pak Agus pindah jilat pentil ku sambil mengaduk liang vagina ku lagi. Aku dibuat orgasme sampai kiri dan kanan payudara serta ketiak ku sudah di jilat. Setelah itu, rupanya pusar serta perut ku juga dijilat sambil mengaduk liang vagina ku sampai orgasme.

"Sudahh pakkk ampun.... Aku dah ga kuattt", aku sampai minta tolong untuk berhenti dan kasih aku istirahat gara" dibuat orgasme berkali-kali.

Pak Agus berhenti dan dia kelihatannya capek juga. Pak Agus keluar dari kamar ku dan aku memanfaatkan kesempatan ini untuk istirahat bentar. Tidak lama Pak Agus keluar dan dia balik ke kamar dengan secangkir gelas yang berisi air putih. Pak Agus kasih aku minum dengan menaikkan kepala ku dikit karena aku tidak bisa menggerakkan badan ku dengan bebas.

Setelah selesai minum, Pak Agus melepaskan tali yang sedang mengikat kaki ku. Setelah lepas, Pak Agus mengangkat pinggang ku dan menopang paha ku di pundaknya lalu mendekatkan wajahnya ke vagina ku. Pak Agus langsung menjilat dan mengecup bibir vagina ku. Birahi ku kembali naik lagi dan harus tersiksa dalam kenikmatan lagi meskipun badan ku masih belum bergerak secara bebas.

"ahhhhhh ahhhhh Ahhhhh ahhhhhhhh", aku mengalami orgasme lagi dan Pak Agus tetap menjilat bibir vagina ku. Bahkan cairan yang keluar dari vagina ku di isep dan dijilat tanpa berhenti meskipun aku sudah orgasme. Setelah aku sudah dibuat orgasme berkali-kali, Pak Agus berdiri dan menodong penisnya ke mulut ku. Aku melihat penisnya Pak Agus jadi merinding dengan ukurannya. Ukuran penisnya Pak Agus panjangnya ada sekitar 15 cm dan lebarnya ada sekitar 5-7 cm.

"Cynthia sudah pernah rasain kontol belum?", tanya Pak Agus sambil elus" bibir ku pakai penisnya. Aku hanya menggeleng kepala ku dengan pelan gara" kecapekan.

"Berarti Cynthia masih perawan ya hahahaha. Berarti saya beruntung ya bisa mencoba memek Cynthia yang masih sempit ini", kata Pak Agus sambil ketawa.

"Tolong pakk jangan merengut keperawanan ku", balas ku dengan suara tangis

"Kalau gitu aku siksa kau kayak tadi ya hahaha... Sampai memek lu rusak", kata Pak Agus

"Aku mohon jangann pak.. aku udah capek banget", balas ku

"Kalau ga mau kasih aku perawan lo", kata Pak Agus sambil memukul penisnya ke pipi dan bibir ku.

Aku menyerah saja dan mengangguk kepala ku daripada aku dibuat orgasme terus. Pak Agus langsung menuju ke selangkangan ku dan melebarkan kaki ku lalu menodong penisnya di depan vagina ku. Habis itu Pak Agus mengelus bibir vagina ku pakai penisnya dan ini membuat aku semakin terangsang dan jantung ku berdetak kencang. Aku jadi sangat takut sakit karena ukurannya penis Pak Agus sangat besar dan panjang. Habis itu Pak Agus langsung menghujam penisnya ke dalam vagina ku.

"Aduhhhh arghhhh sakitt banget pakkk", teriak aku. Aku merasa vagina ku sobek dan sesak karena Pak Agus memasukkan seluruh penisnya langsung ke dalam vagina ku. Aku meronta" agar berharap sakit bisa berkurang. Tapi untungnya Pak Agus diam sebentar dan membiarkan aku adaptasi dengan ukuran penisnya dulu. Sembari nunggu, Pak Agus meraba" klitoris ku dan meremes serta memainin puting ku.

Rasa sakit tadi yang melanda pada vagina ku perlahan" mulai berkurang dan kali ini birahi ku yang bermain. ketika Pak Agus melihat aku sudah mulai terasa nyaman dan enak, dia mulai menggerakkan pinggulnya.

"Mmmhh ahhh ahhh ahh ahhhh ahhhh ahhhh ahhhh", aku mendesah dan tenggelam dalam kenikmatan ini. Setiap genjotan membuat aku tidak bisa berpikir jernih dan hanya ingin menikmati penisnya Pak Agus yang ukurannya sangat mengagahi dan merangsang aku tanpa henti.

Pak Agus mengangkat kedua betis ku lalu di tekan sampai ke kepala ku. Terus dia menggenjot penisnya sampai kena rahim ku. "AHhhh enakkk AHHHHHH Ahhhhhh ahhhhh ahhhhh", teriak aku.

Pak Agus mempercepat genjotannya dan ini membuat aku hampir gila. Di sela-sela genjotannya aku mengalami orgasme lagi dan Pak Agus pun mengetahuinya. "Crott terus ya sayangg... Memeknya tambah sempit nih", kata Pak Agus sambil genjotin memek ku.

Aku hanya bisa mendesah dan menikmati genjotan demi genjotan yang dilakukan Pak Agus. Genjotannya Pak Agus tambah cepat lagi dan dia mengerang enak. Genjotannya yang cepat ini membuat aku mau orgasme lagi.

"Sayanggg aku mau crott nihh", kata Pak Agus sambil mendesah.

"JANGAN DI DALAM PAKK... AKU GAMAU HAMIL", teriak ku dan memukul Pak Agus.

Erangannya Pak Agus bertambah panjang dan dia lepasin penisnya dari vagina ku. Setelah itu dia mengarahkan penisnya ke wajah ku habis itu dia menembakkan pejuhnya ke wajah ku. Aku langsung tutup mata dan tidak bisa membukanya karena pejuhnya ada di sekitar mata ku. Aku juga merasakan ada pejuhnya Pak Agus mengalir sampai ke bibir ku dan sedikit masuk ke dalam mulut ku.

Habis itu Pak Agus memaksa buka mulut ku dan memasukkan penisnya ke dalam mulut terus suruh aku jilat penisnya sampai bersih. Penisnya dipenuhi dengan cairan vagina ku dan rasa amis di ujung penisnya. Tapi aku hanya nurutin kemauannya karena aku menganggap ini sudah berakhir.

Setelah selesai dijilat, Pak Agus mengeluarkan penisnya dari mulut ku dan duduk sebentar. Aku yang masih posisi diiket, capek dan mata tertutup tidak tahu apa yang sedang dilakukan oleh Pak Agus. "SUDAH PUAS KAN PAK?? LEPASIN AKU SEKARANG", bentak aku dengan nada marah.

Tapi Pak Agus tidak menjawab dan tiba" bilang, "halo dit". Aku merasa heran dia lagi ngomong sama siapa.

"Kau masih ingat amoy mulus yang gua ceritain waktu itu?", tanya Pak Agus

"Ini gua lagi dirumahnya hahahaha .. sini kalau lu mau mainin amoynya juga", kata Pak Agus

"Ngajak anggota dalam grup kita juga biar si amoy suka.. kalau cuman berdua amoynya ga mau hahahha", kata pak Agus.

Aku yang mendengarkan itu jadi mau marah tapi energi ku sudah habis dan badan ku terasa mau copot semua tulangnya. Setelah Pak Agus selesai telepon, dia lalu berbisik di telinga ku. "Pigi mandi ya sayangg, habis ini banyak yang mau cicipin memek lo" Kata Pak Agus. Pak Agus melepas tali yang mengikat tangan ku dan aku kemudian di angkat dari ranjang lalu menuju ke kamar mandi.

Sampai di kamar mandi, Pak Agus masih 
​Setelah aku diperkosa di kamar ku sendiri, Pak Agus bawa aku ke kamar mandi mau mandiin aku. Setelah tiba di kamar mandi, Pak Agus langsung menyiram badan ku dari atas hingga bawah. Lalu muka ku di bilas sama dia hingga pejuh yang nempel di muka juga ikut dibersihkan.

Setelah sisa pejuhnya sudah tIdak ada di wajah ku sehingga aku bisa membuka mata ku kembali. "Sana Mandi sendiri.. apa perlu aku yang mandiin? Hahaha", kata Pak Agus sambil ketawa dan duduk di lantai melihat aku mandi

Aku langsung ambil sampo dan keramas rambut ku. Ketika aku lagi keramas, Pak Agus langsung berdiri lalu dekatin aku dah menghirup rambut ku dengan kuat sambil memilin puting ku. Aku mendesah dengan pelan dan langsung memegang tangan Pak Agus.

"Jangan berhenti... Lu berhenti akan ku siksa lagi loh haha", kata Pak Agus dengan senang.

Aku terpaksa kembali menyabunin rambut ku dan menahan rasa nikmat pada puting ku. Lalu Pak Agus mengambil sabun cair yang biasa aku gunakan, terus dituangnya sabun itu ke badan ku.

Pak Agus dari belakang menyabunin badan ku dan meremas kedua payudara ku. Tangan aku yang tadi lagi menyabunin rambut jadi berhenti dan mendorong tangannya Pak Agus untuk menghentikan remasannya.

*Uhhh mmngghh nngghhh", aku mulai mendesah lagi.

Pak Agus mulai memilin puting ku lagi dan badan ku menggeliat terus. Vagina ku juga ikut terangsang sampai kaki ku juga ku rapetin. Pak Agus berhenti mainin puting ku dan mengangkat kedua tangan. Lalu dia ambil sabun ku lagi dan dituangkan ke ketekku. Kedua ketiak ku di raba" terus dan kadang payudara ku juga ikut di raba.

Aku sangat terangsang sampai kedua kaki ku jadi lemas dan tidak punya tenaga untuk berdiri lagi sambil menahan kenikmatan ini. Pak Agus langsung mengangkat aku lagi dan menggunakan bak air untuk menopang tubuh ku terus lanjut meraba ketiak dan payudara ku terus. Habis itu, Pak Agus mengangkat badan ku lagi dan kedua tangan ku diangkat lagi lalu kedua kaki ku di nyenderin ke tembok.

Setelah itu, Pak Agus menuangkan sabun di anus dan vagina ku lalu diraba. Pinggul ku menggeliat terus seperti cacing kepanasan gara" vagina ku di raba terus. "Mmnhhh ahhhh nnggghhhh mmngghhh ahhhh ahhhhh ahhh", birahi ku mulai naik hingga ke puncak lagi dan rasanya ingin orgasme lagi. Pak Agus meraba" dengan cepat dan membuat badan ku membungkuk serta kaki ku rapetin dengan kuat.

*Mmmnnghhhhh ahhhhh ahhhhh ahhhhh ahhhhh ahhhhh ahhhhhh", aku melolong dengan panjang saat aku mengalami orgasme. Pak Agus melepaskan tangan ku dan aku tergeletak di lantai dengan kaki yang sangat lemas. Setelah itu Pak Agus lanjut menyabunin badan ku yang belum di sabunin lalu badan ku disiram hingga tidak ada sabun yang menempel di badan ku.

Setelah itu, tubuhku dilap perlahan. Aku hanya bisa diam, membiarkan semuanya terjadi. Lalu, Pak Agus membawaku kembali ke kamar.

Aku didudukkan di atas meja rias. Tanpa banyak bicara, dia menyuruhku untuk berdandan. “Pakai make-up, semprot parfum,” katanya datar, seperti sedang memberi perintah yang biasa saja.

Tanganku gemetar saat mengambil kuas dan bedak. Aku hanya menatap wajahku sendiri di cermin. Terlihat kusut, kacau, dan jauh dari diriku yang biasa. Tapi aku tetap mencoba menuruti apa yang dia minta, meski dalam hati rasanya makin hancur.

Sementara itu, Pak Agus berdiri tak jauh dariku, memperhatikan layar ponselnya. Entah apa yang sedang dia lihat atau dengan siapa dia bicara. Tapi firasatku tidak enak. Sangat tidak enak.

Aku masih duduk diam di depan cermin. Air mataku mengalir pelan. Rasa takut makin menyesakkan dada. Aku tak tahu akan ada berapa orang lagi setelah ini. Aku bahkan tak tahu apakah semuanya akan berhenti malam ini... atau justru baru saja dimulai.

Dari bayangan cermin, aku melihat Pak Agus perlahan mendekat. Tanpa berkata apa pun, dia menunduk dan menjilat air mata yang masih menetes di pipiku. Aku terdiam, tubuhku kaku, dan rasa dingin menjalar ke seluruh tubuhku.

"Nnnghhh cukupp pakkk jangann", mohon ku sambil terisak nangis.

"Hmmm jangan apanya... Slurpp", tanya Pak Agus sambil menjilat sekitar pipi ku. Suara ku tidak bisa keluar dan badan ku gemetaran. Pak Agus lalu memegang dagu ku dengan kuat dan bisik di telinga ku, "kalau gamau makeup, kau aku perkosa sampai teman" ku datang terus ga ku kasih istirahat mau ga?"

"Ayok cepat", kata Pak Agus terus dagu ku tidak ditahan lagi. Pak Agus kembali duduk di ranjang ku dan melihat Hp lagi

Aku ambil tisu yang ada di dekat meja dan mengelap pipi ku. Terus aku pakai parfum dan dandan. Pak Agus mendekati aku dan menghirup rambut ku lagi. "Wangi kali cynthiaaaa", teriak Pak Agus lalu mencumbui bibir ku lagi meraba paha ku.

Aku hanya pasrah dan membiarkan Pak Agus melakukan aksinya daripada aku diperlakukan lebih parah lagi. Kemudian Pak Agus berhenti mencumbui aku dan menyuruh aku pakai dress yang tadi kupakai. Waktu aku berdiri mau ambil dress ku, Pak Agus keluar dari kamar ku.

Aku berpikir dia mau buka pintu untuk temannya, tapi aku pasrah saja dan lanjut memakai BH dan celana dalam ku. Terus suara pintu dibuka dan rupanya Pak Agus hanya ambil makanan ku.

"Celana dalam sama BHnya dilepas. Pakai dress yang tadi aja... Atau ga ku robek itu pakaian dalam lo", kata Pak Agus

Aku yang tadi sudah sempat berganti pakaian, terpaksa melepasnya kembali. Dengan enggan, aku langsung mengenakan dress yang tadi kupakai. Dress biru yang cukup pendek dan tipis. Rasanya tidak nyaman, tapi aku hanya bisa menurut.

Pak Agus menepuk pahanya pelan sambil memberi isyarat padaku. “Sini duduk.”

Aku menurut, perlahan duduk di pangkuannya. Begitu aku duduk, tubuhku langsung ditarik lebih dekat. Pinggulku kini bersentuhan langsung dengan penisnya yang kembali berdiri tegang. Aku hanya bisa diam, jantungku berdetak kencang. Ada rasa canggung yang sulit dijelaskan.

Dia kemudian mengambil kotak makananku dan menyodorkannya ke arahku. “Makan dulu. Biar ada tenaga.”

Aku menerima kotak itu dengan tangan sedikit gemetar. Sambil makan, Pak Agus tetap memelukku dari belakang. Tangannya bergerak perlahan, menyusuri pahaku dengan gerakan yang lembut namun membuatku gelisah. Sesekali, jari-jarinya menyentuh kemaluanku yang membuatku terkejut dan refleks menggigit bibir.

Aku menunduk, pura-pura fokus pada makanan, tapi pikiranku kemana-mana. Suasana kamar terasa sunyi, tapi justru itulah yang membuat segalanya terasa semakin menegangkan.

Aku masih mencoba makan, tapi rasanya sulit untuk tenang. Tubuhku terasa aneh, dan sesekali aku merasa geli sendiri. entah karena sisa-sisa kejadian tadi atau karena suasana yang terus membuatku tak nyaman.

Tiba-tiba, HP Pak Agus berdering. Ia langsung menghentikan gerakan tangannya di pahaku dan mengambil ponselnya dari saku. Wajahnya berubah menjadi serius sebelum akhirnya mengangkat panggilan itu.

“Hallo… Iya, udah siap. ucapnya singkat, nadanya pelan namun terdengar jelas di kamar yang sunyi.
Dia mendengarkan sebentar, lalu tertawa kecil. “Tenang aja… barang bagus. Amoy, mulus, masih muda.”
Hening sebentar.
“Iya, iya… tunggu di depan aja nanti gua bukain.”

Setelah menutup telepon, ia menoleh ke arahku dan berkata singkat, “Berdiri dulu, Non.”

Aku berdiri perlahan tanpa bicara. Dia segera keluar dari kamar dan membiarkan pintu tertutup di belakangnya. Jantungku berdegup semakin kencang. Kata-katanya barusan terngiang jelas di kepala.

Barang bagus... amoy...
Aku tahu, apa pun yang terjadi selanjutnya... ini belum selesai.

Aku menduga itu tadi telepon dari temannya. Tapi aku pura-pura tidak peduli dan kembali fokus pada makananku. Meski sulit, aku mencoba menelan sisa-sisa makanan sambil menenangkan diri.

Sekitar lima menit kemudian, aku mendengar suara langkah kaki. Banyak. Berirama. Cepat dan pasti. Mereka mendekat ke arah kamar. Degup jantungku langsung terasa di telinga.

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Jebakan Minimarket

Pengantin Brutal

Amoy Diatas Dongkrak

Jebakan Minimarket 2

Pemulung Sadis

Pengakuan Cici Pik

Tragedi Pasar Pecinan

Chindo Seksi Jadi Rebutan 6

Chindo Seksi Jadi Rebutan

Draft amarah para buruh 22