Langsung ke konten utama

Menemani Tanteku Yang Kesepian


Semenjak lulus kuliah aku memang sudah berusaha mencari pekerjaan yang sesuai namun belum juga mendapatkannya. Dulu aku berpikir jika sudah kuliah maka akan dengan mudah mendapat pekerjaan namun kenyataanya semua tak seindah yang kubayangkan selama ini.Daripada bosan dirumah terus maka selama aku masih menganggur, aku sering main ke rumah Tanteku Laras. Selama di sana aku membantu membersihkan halaman dan mengatur perkakas rumah. Maklum tanteku itu hidup sendirian karena sudah berpisah dengan suaminya beberapa tahun yang lalu. Sebenarnya aku cukup heran kenapa suaminya bisa pergi meninggalkannya begitu saja padahal sertahuku tante laras memang cukup telaten dalam mengurus rumah tangganya dan yang paling penting tubuhnya masih begitu molek diusianya yang sudah hampir 40 tahun.

Untuk urusan angkat-mengangkat ia memang tidak sanggup mengerjakannya sendiri sehingga aku sering membantunya mengerjakan berbagai hal berat dirumahnya. Suatu sore setelah aku selesai menggeser pot tanaman di halaman agar kelihatan rapi. Kulihat tanganku agak kotor dan aku mau ke kamar mandi untuk cuci tangan dan buang air di Toilet.
Kebetulan toilet dirumah sedang direnovasi karena sering mampet sehingga aku harus menggunakan toilet lain yang ada didalam kamar tante laras.
Tanpa ragu-ragu kubuka kamar yang tidak terkunci itu untuk menuju kamar mandi. Begitu kubuka pintu kamarnya aku kaget, kulihat Tante Laras baru saja selesai mengeringkan badannya dengan handuk sehabis mandi.

Saat kubuka pintu tadi, Tante Laras sedang dalam keadaan telanjang membelakangiku. Tante Laras rupanya tidak menyadari kalau aku sedang memperhatikan pinggul dan bokongnya dengan gemetar. Beberapa menit kemudian kututup kembali pintunya, dengan perasaan yang galau dan takut karena memasuki kamarnya tanpa mengetuk pintu terlebih dulu.

Malamnya aku tidak bisa tidur, kemaluanku berdiri terus. Aku keluar dari kamar, rupanya Tante Laras sedang nonton TV sendirian. Aku mau menyapanya tapi tunggu dulu, Tante Laras sedang memakai pakaian yang merangsang, pahanya yang putih tersingkap, sementara tangan kanannya rupanya sedang mengelus kemaluannya sendiri. Aku diam-diam duduk agak di belakang posisi duduknya sambil memperhatikan tingkahnya tersebut dengan sedikit was-was. Akhirnya dengan perasaan yang makin kacau aku kembali ke kamar. Kemaluanku yang makin tegang akhirnya kukeluarkan juga sambil kuelus-elus.

Beberapa menit kemudian kejantananku sudah sedemikian kencang dan terasa ingin keluar.
Tiba-tiba terdengar suara Tante Laras.
“Kenapa Tok, kepanasan ya?”
“Eh.. iya Tante,” jawabku terbata-bata.
“Kamu kenapa?” tanyanya tanpa melihat ke arah kemaluanku.
Aku penasaran dan dengan memberanikan diri, kubiarkan terus kemaluanku tergerai di luar celana dalamku.
“Nggak tahu nih Tante, ini tegang terus,” sambil kutunjukkan kemaluanku.

Tante Laras melihatnya sekilas dengan tenang. Tante Laras terus masuk ke kamarku tanpa mempedulikan lagi kejantananku yang menantang.
“Tok, tolongin Tante dong, kelilipan nih..” sambil mengucek-ngucek matanya.
Aku berdiri dan kuhampiri, instingku mengatakan bahwa ini adalah isyarat saja agar aku mendekatinya.

Pikiranku sudah sangat jorok. Kuhampiri Tante Laras, senjataku yang sudah siap tempur mengarah lurus ke depan menuju perutnya. Lalu kupeluk Tante Laras, batang kemaluanku terjepit di perutnya, tanganku meremas ke arah payudaranya. Rupanya Tante Laras tidak memakai BH.

Aku semakin berani, kusingkapkan dasternya, kugapai payudaranya dengan penuh nafsu. Tante Laras diam saja. Tenang saja dia. Kuciumi lehernya dari belakang, payudaranya masih kencang.

Beberapa saat kemudian payudaranya makin keras dan putingnya makin menantang. Nafas Tante Laras sudah mulai mendesah-desah tanda dia mulai terangsang. Kubuka dasternya, kulihat tubuhnya yang putih mulus. Kulepas celana dalamnya, bulu kemaluannya lebat di atas kulitnya yang putih.

Tanpa kusadari kami sudah saling berpelukan tanpa dibatasi selembar benangpun. Tante Laras sudah membalas ciumanku dengan buasnya. Tubuhku semuanya diciumi, sampai ke bawah, terus ke perut, terus ke bawah lagi dan sampailah ke arah kemaluanku yang sudah ia genggam sejak tadi, barangkali takut kusembunyikan. Aku mengambil posisi duduk di pinggir tempat tidur, sementara dengan gerakan yang berpengalaman ia mulai mengulum dan menjilati kejantananku sambil tangannya mengocok dengan lembut.

Aku merasa nikmat yang luar biasa, bersamaan dengan itu keluarlah maniku, sebagian menyemprot ke hidungnya yang mungil. Tante Laras masih mengocok-ngocok sambil meremas-remas kemaluanku, sehingga tuntas sudah sperma yang kukeluarkan tadi. Tante Laras kelihatan puas. Apalagi aku, seribu kali puas. Tante Laras masih terus mempermainkan kemaluanku yang sudah tidak sekeras tadi meskipun belum juga menyusut. Tante Laras terus mempermainkan kemaluanku. 
“burung kamu bagus To, besar lagi.” Aku tidak menjawab, hanya tersenyum manja. Oleh kelihaian tangannya, segera kurasakan kembali rasa nikmat seperti saat ngaceng tadi. 
“To, burungmu sudah ngaceng lagi. Masukin ke gawukku yuk.” Lalu Tante Laras mengambil posisi terlentang di sebelahku, mani yang menempel di wajahnya sudah dibersihkan dengan bantal.

Tanpa diperintah lagi, aku mengambil posisi sebaliknya. Kuarahkan kemaluanku ke liang senggamanya yang merah merekah, dibimbingnya batang kejantananku dengan tangannya, digosok-gosokkan kepala kemaluanku di atas liang senggamanya yang sudah basah ke arah atas dan bawah kemaluannya. Kemudian diarahkan tepat di depan gerbang kemaluannya. Sekali lagi tanpa diperintah dan hanya berdasarkan naluri saja kutusukkan seluruh batang kemaluanku ke dalam liang sorganya.

Liang senggamanya terasa sempit, dan dindingnya terus memijit-mijit kemaluanku yang semakin mengeras di dalam goa nikmatnya. Kudengar ia menjerit-jerit kecil menikmati gesekan kemaluanku dengan sempurna. Tanpa kusadari bokongku sudah naik turun yang mengakibatkan batang kemaluanku keluar masuk liang senggamanya. (Barangkali pembaca belum kuceritakan bahwa sakalipun aku belum pernah main perempuan, dengan Tante Laras ini, baru pertama kalinya aku melakukan sendiri apa yang dinamakan senggama, seperti yang pernah kulihat di film biru)


Tidak lama kemudian nafas Tante Laras semakin cepat, bersamaan dengan itu ia semakin kencang menaikkan pinggulnya sehingga liang kenikmatannya meremas-remas mesra batang kejantananku. Aku merasakan nikmat yang luar biasa. Dan kudengar Tante Laras berteriak, “Keluarkan sama-sama To..” Ia mendekap kuat-kuat punggungku, diciuminya bibirku dengan buasnya. Tubuhnya mengejang dan, “Ooohh.. Iihhh.. Oohh..” suaranya kali ini keras sekali, di malam yang sunyi.


Kami tidur bersama malam itu. Ia pulas sekali tertidur. Sedangkan aku tidak. Mataku terus melotot. Kejantananku tidak mau kompromi, tetap tegak sempurna. Sekali-kali kuremas payudaranya, ia tetap tidur lelap, kuelus goa kenikmatannya, ia juga diam saja. Kudekatkan lampu duduk di depan selangkangannya. Kupermainkan liang kewanitaannya, kuelus, kusibakkan kedua bibirnya dan kuperhatikan semuanya. Kuraba-raba klitorisnya yang tersembunyi di atas bibir kemaluannya. Oh, baru pertama aku melihat pemandangan ini. Sekali-kali Tante Laras bangun untuk kemudian tertidur lagi. “Aku ngantuk Tok,” katanya pelan. Melihat kemaluannya yang bebas tersebut, kumanfaatkan dengan sepuas-puasnya. Akhirnya kukecup juga bibir Tante Laras lalu kujilati, Tante Laras kulihat bergelinjang kegelian sebentar. Lama kuhisap-hisap, kujilati klitorisnya sampai basah. Basah oleh ludahku bercampur dengan lendir yang keluar dari liang senggamanya. Diangkat-angkatnya pinggul Tante Laras, menandakan ia keenakan, seakan ingin lidahku terus menjilatinya.

Melihat Tante Laras sudah memberikan tanggapan, segera kutiduri lagi Tante Laras untuk kedua kalinya. Tante Laras kali ini bersikap pasif mungkin masih kelelahan, kumasukkan kejantananku, kali ini terasa agak seret. Tante Laras merintih, “Pelan-pelan Tok, sakit..” Aku menurutinya. Pelan-pelan kumasukkan batang kejantananku ke dalam liang senggamanya yang seret itu, sampai semuanya habis tertelan oleh kemaluan Tante Laras. Kugoyang sebentar, keluarlah maniku dengan deras.


Begitulah, berkali-kali kusetubuhi Tante Laras, baik dalam keadaan sadar maupun tidak. Aku tidak bisa menghitung berapa kali air maniku muncrat ditubuhnya. Sampai akhirnya aku benar-benar kelelahan dan tertidur disana.

Sejak saat itu aku jadi makin sering ke rumah Tante Laras. Sampai akhirnya aku diterima kerja di kota lain. Saat ini usianya mungkin sudah 45 tahun. Kadang-kadang aku masih suka mengunjunginya, dan tidak lupa memberikan siraman air kenikmatan ke dalam kemaluannya hingga ia terlihat makin awet muda saja.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Draft Amarah Para Buruh 21

Draft Amarah Para Buruh 20

Lust in Broken Home 4

Akibat Kena Gendam Tetanggaku

Lust In Broken Home 5

Terjebak Didalam Kelas

Kisah Tragis Dikebun Karet

Amarah Para Buruh 17

Binalnya Ibu Tiriku 4

Lust in Broken Home 3