Pada malam berikutnya, Widodo dengan sabar menunggu. Begitu anak tirinya memasuki kamar mandi, Widodo membarenginya dengan memasuki kamar Dinda. Widodo menunggu dengan jantung berdebar keras, begitu Dinda masuk kembali ke dalam kamarnya dan mengunci pintu, Widodo muncul dari balik lemari, Dinda terbelalak, mulutnya menganga, buru-buru Widodo meletakkan telunjuk ke mulutnya, isyarat agar Dinda jangan berteriak, Dinda mundur beberapa langkah dengan ketakutan.
Widodo maju dan tiba-tiba menyergapnya Dinda siap menjerit, tetapi Widodo dengan cepat menutup mulutnya. Jangan menjerit!, Widodo mengancam. Dinda semakin ketakutan,badannya gemetar. Widodo memeluk gadis yang masih murni itu, menciumi bibirnya bertubi-tubi. Dinda terengah-engah. Jangan takut, nanti kuberi uang, kata Widodo dengan nafas menggebu-gebu. Bibir Dinda terus diciumi, gadis itu memejamkan matanya, merasakan nikmat, dengan mulut terbuka. Tanpa sadar, rontaan Dinda mulai melemah, bahkan kedua lengannya memanggut bahu Widodo. Sekilas terbayang adegan di buku porno yang pernah dilihatnya. Alangkah gembiranya Widodo ketika anak tirinya mulai membalas ciuman-ciumanya dengan tak kalah gencarnya. Pak, Pak jangan!,Walaupun mulutnya berkata jangan, tetapi Dinda tidak mengadakan perlawanan ketika gaunnya di lepas. Dalam sekejap, Dinda hanya mengenakan beha dan celana dalam saja, itupun tidak bertahan lama. Widodo mencopoti bajunya sendiri.
Dinda menghambur ke tempat tidur dan menutupi tubuhnya dengan selimut, Dinda menghadap tembok, menunggu dengan dada bergetar, di hatinya terjadi pertentangan antara nafsu dan keinginan untuk mempertahankan kehormatannya, namun nafsulah yang menang. Selimut yang menutupi tubuh ditarik, Dinda dipeluk daribelakang dan dirasakannya hangatnya pisang ambon Widodo mengganjal dan menggesek-gesek di belahan pantatnya, Dinda menggigil.
Dengan bernafsu Widodo menciumi kuduk Dinda, gadis itu menggelinjang-gelinjang, rasa nikmat menyelusup ke pori-porinya. Widodo membalikkan tubuh Dinda hingga telentang, gadis itu meronta hendak melepaskan diri, Widodo menindihnya, tangannya meraba-raba bongkahan buah dada Dinda.
Dada yang ranum dan sehat, yang selama beberapa hari ini mengisi khayalan Widodo. Kembali rontaan-rontaan Dinda melemah, dirasakannya kenikmatan pada buah dadanya yang diciumi Widodo dengan berganti-gantian. Dada yang kenyal dan masih segar itu bergetar-getar,Widodo membuka mulutnya dan melahap putingnya yang merah jambu. Dinda menjerit lirih, tetapi segera tenggelam dalam erangan kenikmatan.
“Pak,mm.., mm.., ja..ngan ssshh mmphh, sshh...
Akhirnya Dinda tidak lagi memberontak, dibiarkannya payudara kiridan kanannya dijilati dan dihisap oleh Widodo. Aroma harum yang terpancar dari tubuh perawan itu benar-benar menyegarkan, membuat rangsangan birahi Widodo semakin naik. Kedua bukit indah Dinda semakin mengeras dan membesar, puting yang belum pernah dihisap mulut bayi itu kian indahmenawan, Widodo terus mengulum dan mengulumnya terus. Pak, Saya.., takuut, Suara Dinda mendesah lembut. Jangan takut, tidak apa-apa nanti kuberi uang.., dengan napas memburu. Ibu, pak. Nanti ibu bangun.., sshh.., aah... aakh.., ibumu tidak akan bangun sampai besok pagi, ia sudah kuberi obat tidur. Dinda mulai mendesah lebih bergairah ketika tangan Widodo mulai bermain di bukit kemaluannya yang membengkak. Widodo menekan-nekan bukit indah itu. Kue apemmu hebat sekali, bisik Widodo sambil berkali-kalimeneguk air liurnya, tangan Widodo menguak belahan kue apem itu. Dinda yang semula mengatupkan pahanya rapat-rapat kini mulai mengendurkannya,bagaimana tidak? Sentuhan-sentuhan tangan Widodo yang romantis mendatangkan rasa nikmat bukan kepalang apalagi batang kemaluan lelaki yang tegak itu, menggesek-gesek hangat di paha Dinda dan berdenyut-denyut. Sebenarnya Dinda ingin sekali menggenggam batang kemaluan yang besarnya luar biasa itu.
Sementara itu Widodo menggosok-gosokkan tangannya ke bukit kemaluan yang ditumbuhi rambut halus yang baru merintis indah menghiasi bukit itu. Sssssh, mmh, sssh, aakh.., Mata Dinda membeliak-beliak dan pahanya pun membuka. Widodo menggesek-gesekkan kepala penisnya di bibirvagina Dinda yang masih rapat walau sudah dikangkangkan. Secara naluriah Dinda menggenggam batang penis Widodo, ia merasa jengah,keduanya saling berpandangan, Dinda malu sekali dan akan menarik kembali tangannya tetapi dicegah oleh Widodo, sambil tersenyum, lelaki yang cukup ganteng itu berkata, Tidak apa-apa, Dinda! Genggamlahsayang, berbuatlah sesuka hatimu!.
Dan dengan dada berdegup Dinda tetap menggenggam batang penis yang keras itu. Widodo merem-melek menikmati belaian dan remasan lembut pada batang penisnya. Sementara itu tangan Widodo mulai menjelajahi bagian dalam kemaluan Dinda, gadis itu menjerit kecil berkali-kali. Bagian dalam kemaluannya telah basah dan licin, ujung jari Widodo menyentuh-nyentuh clitoris Dinda. Dinda menggelinjang-gelinjang.
“Bagaimana Mar?, tanya Widodo. Enaakh, Paak!, Jawab Dinda. Widodo semakin gencar menggempur vagina Dinda dengan jari tangannya. Lalu Widodo menundukkan kepalanya ke arah selangkangan Dinda.Dipandanginya belahan vagina yang begitu indahnya, menampakkan bagian dalamnya yang kemerahan dan licin. Widodo menguakkan bibir-bibir kemaluan itu, maka kelihatanlah clitorisnya, mengintip dari balik bibir-bibir kemaluan Dinda, Widodo tidak dapat menahan dirinya lagi, diciumnya clitoris Dinda dengan penuh nafsu. Dinda menjerit kecil. Kenapa Dinda? Sakit?, tanya Widodo di sela kesibukannya.
Dinda menggelengkan kepalanya sambil mengangkat kakinya. Dengan bernafsu Widodo menjilati vagina Dinda dan lidahnya menerobos menjilati bagian dalam dari kemaluan Dinda, melilit dan membelai clitorisnya.Dinda semakin tidak tahan menerima gempuran lidah Widodo, tiba-tiba dirasakannya dinding bagian dalam kemaluannya berdenyut-denyut serta seluruh tubuhnya terasa menegang dan bersamaan dengan itu ia merasakan sesuatu seperti akan menyembur dari bagian kemaluannya yang paling dalam.
“aakh, uuggh, Paakk.., Dinda mendesah seiring menyemburnya air mani dari dasar lubuk kemaluannya. Sementara Widodo tetap menjilati kemaluan Dinda bahkan Widodo menghisap cairan yang licin dan kental yang menyembur dari kemaluan Dinda yang masih suci itu, dan menelannya. Sungguh nikmat air manimu Mar, bisik Widodo mesra di telinga Dinda. Sementara Dinda memandang memelas ke arah Widodo, dan Widodo mengerti apa yang diingini gadis itu, karena iapun sudah tidak tahan seperti Dinda.Batang kemaluan Widodo sudah keras sekali. Besar dan sangat panjang.
Sedangkan bukit kemaluan Dinda sudah berdenyut-denyut ingin sekali dimasuki penis Widodo yang besar. Maka Widodo pun mengatur posisinya di atas tubuh Dinda. Mata Dinda terpejam, menantikan saat-saat mendebarkan itu. Batang penis Widodo mulai menggesek dari sudut ke sudut, menyentuh clitoris Dinda. Dinda memeluk dan membalas mencium bibir ayah tirinya bertubi-tubi. Dan akhirnya topi baja Widodo mulai mencapai mulut lubang kemaluan Dinda yang masih liat dan sempit. Dan Widodo pun menekan pantatnya. Dinda menjerit. Bagaikan kesetanan ia memeluk dengan kuat.Tubuhnya menggigil.
“Paak, oukh.., akh, aakh, ooough, sakit Pak.., Dinda merintih-rintih, pecahlah sudah selaput daranya.
Sedangkan Widodo tidak menghiraukannya ia terus saja menyodokkan seluruh batang kemaluannya dengan perlahan dan menariknya dengan perlahan pula, ini dilakukannya berulang kali. Sementara Dinda mulai merasakan kenikmatan yang tiada duanya yang pernah dirasakannya. Goyangkan pinggulmu ke kanan dan ke kiri sayang!, bisik Widodo sambil tetap menurun-naikkan pantatnya. Eeegh, yaa, aakkhh, oough.., jawab Dinda dengan mendesah. Kini Dinda menggoyangkan pinggulnya menuruti perintah ayahnya. Dirasakannya kenikmatan yang luar biasa pada dinding-dinding kemaluannya ketika batang penis Widodo mengaduk-aduk lubang vaginanya.
“Teee, russ, Paak, eeggh, nikmat, ooough..!, erang Dinda. Widodo semakin gencar menyodok-nyodok vagina Dinda, semakin cepat pula goyangan pinggul Dinda mengimbanginya hingga, Ouuuughh, sa.., saya,mmaau, keluar.., Paak... Tahan, sebentar, sayang, ooouggh... Widodo mulai mengejang, dia pun hampir mencapai klimaksmya. aaGhh,jerit Dinda sambil menekan pantat Widodo dengan kedua kakinya ketika ia mencapai puncak kenikmatannya. Bersamaan dengan tekanan kaki Dinda, Widodo menyodokkan penisnya sedalam-dalamnya sambil menggeram kenikmatan.
"Eeegghh, Ooouugh... Creeeet, creeet, creeeeeeeet... Mengalirlah air mani Widodo membasahi lubang kemaluan Dinda yang sudah dibanjiri oleh air mani Dinda.
Mereka pun mencapai puncak kenikmatannya. Keduanya terkulai lemas tak berdaya dalam kenikmatan yang luar biasa dengan posisi tubuh Widodo masih menindih Dinda dan batang penisnya masih menancap dalam lubang kemaluan gadis tsb. Keduanya saling berangkulan dengan erat menikmati puncak permainan mereka yang sungguh hebat. Dinda berdiri mengeluarkan penis ayah tirinya yang besar itu dari lubang vaginanya lalu berpakaian dan kembali lunglai hingga terlelap. Semuanya sunyi dan tenang. Tak ada lagi erangan-erangan atau desahan, mereka tertidur dengan penuh kepuasan,tanpa memikirkan apa yang akan terjadi pada mereka nanti.
Komentar
Posting Komentar