Kisah ini berawal dari jaman
aku masih sekolah SMU. Dulu waktu masih sekolah aku memang selalu pilih-pilih
dalam mencintai wanita. Aku tak pernah mendekati seorang cewek pun di sekolah.
Padahal boleh dibilang aku ini bukan orang yang jelek-jelek amat. Para gadis
sering histeris ketika melihat aku beraksi dibidang olahraga, seperti basket,
lari dan sebagainya. Dan banyak surat cinta cewek yang tidak kubalas. Sebab aku
tidak suka mereka.
Setelah lulus sekolah maka aku
pun masuk kuliah di salah satu perguruan tinggi di kota besar. Di sini aku memang
numpang di rumah Tanteku untuk menghemat biaya selama kuliah. Tanteku itu namanya
Dewi dan Aku biasa memanggilnya dengan sebutan mbak Dewi, kebiasaan dari kecil
mungkin. Ia tinggal sendirian bersama kedua anaknya, semenjak suaminya
meninggal ketika aku masih SMP Tanteku mendirikan usaha sendiri di kota ini.
Yaitu berupa rumah makan yang lumayan laris dengan bekal itu ia bisa menghidupi
kedua anaknya yang masih sekolah.
Ketika datang pertama kali
di Malang, aku sudah dijemput pakai mobilnya. Lumayanlah, perjalanan dengan
menggunakan kereta cukup melelahkan. Pertamanya aku tak tahu kalau itu adalah
mbak Dewi. Sebab ia kelihatan muda. Aku baru sadar ketika aku menelpon hp-nya
dan dia mengangkatnya. Lalu kami bertegur sapa. Hari itu juga jantungku
berdebar. Usianya masih 32 tapi dia sangat cantik. Rambutnya masih panjang
terurai dan wajahnya sangat halus dan terlihat masih seperti gadis. Dan di
dalam mobil itu aku benar-benar berdebar-debar.
“Capek Dek Iwan?”, tanyanya.
“Iyalah mbak, di kereta
duduk terus dari pagi. jawabku.
“udah lama kita gak bertemu
tapi mbak Dewi kelihatan masih cantik ya? ujarku
“Ada-ada saja kamu. jawabnya
sambil tertawa.
Selama tinggal di rumahnya
mbak Dewi. Aku sedikit demi sedikit mencoba akrab dan mengenalnya. Banyak
sekali hal-hal yang bisa aku ketahui dari mbak Dewi. Dari kesukaannya, dari
pengalaman hidupnya. Aku pun jadi dekat dengan anak-anaknya. Aku sering
mengajari mereka pelajaran sekolah.
Tak terasa sudah satu
semester lebih aku tinggal di rumah ini. Dan mbak Dewi sepertinya adalah
satu-satunya wanita yang menggerakkan hatiku. Aku benar-benar jatuh cinta
padanya. Tapi aku tak yakin apakah ia cinta juga kepadaku. Apalagi ia adalah
Tanteku sendiri.
Malam itu sepi dan hujan deras
di luar sana dan Mbak Dewi sedang nonton televise diruang tengah sedangkan Aku
lihat kedua anaknya sudah tidur. Aku keluar dari kamar dan ke ruang tengah.
Tampak mbak Dewi masih asyik menonton tv karena saat itu sedang ada sinetron
yang cukup bagus.
“Nggak tidur Wan?”,
tanyanya.
“Masih belum ngantuk mbak”,
jawabku.
Aku duduk di sebelahnya.
Entah kenapa lagi-lagi dadaku berdebar kencang. Aku bersandar di sofa, aku
tidak melihat tv tapi melihat mbak Dewi. Ia tak menyadarinya. Lama kami
terdiam.
“Kamu banyak diam ya.
katanya.
“Eh..oh, iya. kataku kaget.
“Mau ngobrolin sesuatu? tanyanya.
“Ah, enggak, pingin nemeni
mbak Dewi aja. jawabku.
“Ah kamu, ada-ada aja.
ucapnya.
“Serius mbak. jawabku
“Makasih deh kalau gitu. Ujarnya.
“Restorannya gimana mbak?
Sukses? Tanyaku lagi.
“Lumayanlah, sekarang bisa
waralaba. Banyak karyawannya, urusan kerjaan semuanya tak serahin ke general
managernya. Mbak sewaktu-waktu saja ke sana”, katanya.
“terus gimana kuliahmu ?
tanyanya
“Ya, begitulah mbak, lancar
saja. jawabku.
Aku memberanikan diri
memegang pundaknya untuk memijat.
“Saya pijetin ya mbak,
sepertinya mbak capek. Kataku.
“Makasih, nggak usah ah. Jawabnya
singkat.
“Nggak papa koq mbak, cuma
dipijit aja, emangnya mau yang lain ? ujarku lagi.
“Ya udah, pijitin saja. Ucapnya
sambil tersenyum.
Aku memijiti pundaknya,
punggungnya, dengan pijatan yang halus, sesekali aku meraba ke bahunya. Ia
memakai tshirt ketat. Sehingga aku bisa melihat lekukan tubuh dan juga tali
bh-nya. Ternyata dadanya mbak Dewi besar juga dan tercium bau harum parfumnya
yang cukup lembut.
“Kamu sudah punya pacar
Wan?”, tanya mbak Dewi.
“Nggak punya mbak. ujarku
“Koq bisa nggak punya, emang
nggak ada yang tertarik ama kamu?”
“Saya aja yang nggak
tertarik ama mereka. jawabku.
“Lha koq aneh? Denger dari
mama kamu katanya kamu itu sering dikirimi surat cinta”
“Iya, waktu masih sekolah kalau
sekarang aku menemukan cinta tapi sulit mengatakannya. jawabku
“Masa sih ? ujarnya
“Iya mbak, orangnya cantik
tapi sudah janda sih. aku mencoba memancing.
“Siapa? Ujarnya penasaran.
“Mbak Dewi”.
“Ada-ada saja kamu ini. Hehe
ujarnya sambil tertawa.
“Aku serius mbak, nggak
bohong, pernah mbak tahu aku bohong?”,
Dan Ia langsung terdiam.
“Semenjak aku bertemu mbak
Dewi, jantungku berdetak kencang. Aku tak tahu apa itu. Sebab aku tidak pernah
jatuh cinta sebelumnya. Semenjak itu pula aku menyimpan perasaanku, dan merasa
nyaman ketika berada di samping mbak Dewi. Aku tak tahu apakah itu cinta tapi,
kian hari dadaku makin sesak. Sesak hingga aku tak bisa berpikir lagi mbak,
rasanya sakit sekali ketika aku harus membohongi diri kalau aku cinta ama
mbak”, kataku.
“Wan, aku ini bibimu.
katanya.
“Aku tahu, tapi perasaanku
tak pernah berbohong mbak, aku mau jujur kalau aku cinta ama mbak”, kataku
sambil memeluknya dari belakang.
Lama kami terdiam. Mungkin
hubungan yang kami rasa sekarang mulai canggung. Mbak Dewi mencoba melepaskan
pelukanku.
“Maaf wan, mbak perlu
berpikir”, kata mbak Dewi beranjak. Aku pun ditinggal sendirian di ruangan itu
sedangkan tv masih menyala. Cukup lama aku ada di ruangan tengah, hingga tengah
malam kira-kira. Aku pun mematikan tv dan menuju kamarku. Sayup-sayup aku
terdengar suara isak tangis di kamar mbak Dewi. Aku pun mencoba menguping.
“Apa yang harus aku
lakukan?….Apa…”
Aku menunduk, mungkin mbak
Dewi kaget setelah pengakuanku tadi. Aku pun masuk kamarku dan tertidur. Malam
itu aku bermimpi basah dengan mbak Dewi. Aku bermimpi bercinta dengannya dan
paginya aku dapati celana dalamku basah. Wah, mimpi yang indah.
Paginya, mbak Dewi selesai
menyiapkan sarapan. Anak-anaknya sarapan. Aku baru keluar dari kamar mandi.
Melihat mereka dari kejauhan. Mbak Dewi tampak mencoba untuk menghindari
pandanganku. Kami benar-benar canggung pagi itu. Hari ini nggak ada kuliah. Aku
bisa habiskan waktu seharian di rumah. Setelah ganti baju aku keluar kamar.
Tampak mbak Dewi melihat-lihat isi kulkas.
“Waduh, wan, bisa minta
tolong bantu mbak? tanyanya.
“Apa mbak?”
“Mbak mau belanja, bisa bantu
mbak belanja? Sepertinya isi kulkas udah mau habis”,katanya.
“OK mbak. Jawabku.
“Untuk yang tadi malam,
tolong jangan diungkit-ungkit lagi, aku maafin kamu tapi jangan dibicarakan di
depan anak-anak. katanya.
Aku mengangguk lalu kami
naik mobil mengantarkan anak-anak mbak Dewi sekolah. Lalu kami pergi belanja.
Lumayan banyak belanjaan kami. Dan aku menggandeng tangan mbak Dewi. Kami mirip
sepasang suami istri dan sepertinya mbak Dewi rasanya nggak menolak ketika
tangannya aku gandeng. Mungkin karena barang bawaannya banyak. Di mobil pun
kami diam dan setelah belanja banyak itu kami tak mengucapkan sepatah kata pun.
Namun setiap kali aku bilang ke mbak Dewi bahwa perasaanku serius.
Hari-hari berlalu. Aku terus
bilang ke mbak Dewi bahwa aku cinta dia. Dan hari ini adalah hari ulang tahunnya.
Aku membelikan sebuah gaun. Aku memang menyembunyikannya. Gaun ini sangat
mahal, hampir dua bulan uang sakuku habis. Terpaksa nanti aku minta ortu kalau
lagi butuh buat kuliah.
Saat itu anak-anak mbak Dewi
sedang sekolah dan Mbak Dewi merenung di sofa. Aku lalu datang kepadanya dan
memberikan sebuah kotak hadiah.
“Apa ini?”, tanyanya.
“Kado, mbak Dewikan ulang
tahun hari ini”,
Ia tertawa. Tampak senyumnya
indah hari itu. Matanya berkaca-kaca ia mencoba menahan air matanya. Ia buka
kadonya dan mengambil isinya. Aku memberinya sebuah gaun berwarna hitam yang
mewan.
“Indah sekali, berapa
harganya?”, tanyanya.
“Ah nggak usah dipikirkan
mbak”, kataku sambil tersenyum.
“Ini kulakukan sebagai
pembuktian cintaku pada mbak”
“Sebentar ya”, katanya. Ia
buru-buru masuk kamar sambil membawa gaunnya.
Tak perlu lama, ia sudah
keluar dengan memakai baju itu. Ia benar-benar cantik.
“Bagaimana wan?”, tanyanya.
“Cantik mbak, Superb!!”,
kataku sambil mengacungkan jempol.
Ia tiba-tiba berlari dan
memelukku. Erat sekali, sampai aku bisa merasakan dadanya. “Terima kasih”
“Aku cinta kamu mbak”,
kataku.
Mbak Dewi menatapku. “Aku
tahu”
Aku memajukan bibirku, dan
dalam sekejap bibirku sudah bersentuhan dengan bibirnya. Inilah first kiss
kita. Aku menciumi bibirnya, melumatnya, dan menghisap ludahnya. Lidahku
bermain di dalam mulutnya, kami berpanggutan lama sekali. Mbak Dewi mengangkat
paha kirinya ke pinggangku, aku menahannya dengan tangan kananku. Ia jatuh ke
sofa, aku lalu mengikutinya.
“Aku juga cinta kamu wan, dan
aku bingung”, katanya.
“Aku juga bingung mbak”
Kami berciuman lagi. Mbak
Dewi berusaha melepas bajuku, dan tanpa sadar, aku sudah hanya bercelana dalam
saja. Penisku yang menegang menyembul keluar dari CD. Aku membuka resleting
bajunya, kuturunkan gaunnya, saat itulah aku mendapati dua buah bukit yang
ranum. Dadanya benar-benar besar. Kuciumi putingnya, kulumat, kukunyah,
kujilati. Aku lalu menurunkan terus hingga ke bawah. Ha? Nggak ada CD? Jadi
tadi mbak Dewi ke kamar ganti baju sambil melepas CD-nya.
“Nggak perlu heran Wan, mbak
juga ingin ini koq, mungkin inilah saat yang tepat”, katanya.
Aku lalu benar-benar
menciumi kewanitaannya. Kulumat, kujilat, kuhisap. Aku baru pertama kali
melakukannya. Rasanya aneh, tapi aku suka. Aku cinta mbak Dewi. Mbak Dewi
meremas rambutku, menjambakku. Ia menggelinjang. Kuciumi pahanya, betisnya,
lalu ke jempol kakinya. Kuemut jempol kakinya. Ia terangsang sekali. Jempol
kaki adalah bagian paling sensitif bagi wanita.
“Tidak wan, jangan….AAAHH”,
mbak Dewi memiawik.
“Kenapa mbak?” kataku.
Tangannya mencengkram
lenganku. Vaginanya basah sekali. Ia memejamkan mata, tampak ia menikmatinya.
“Aku keluar wan”
Ia bangkit lalu menurunkan
CD-ku. Aku duduk di sofa sambil memperhatikan apa yang dilakukannya.
“Gantian sekarang”, katanya
sambil tersenyum.
Ia memegang penisku,
diremas-remas dan dipijat-pijatnya. Oh…aku baru saja merasakan penisku dipijat
wanita. Tangan mbak Dewi yang lembut, hangat lalu mengocok penisku. Penisku
makin lama makin panjang dan besar. Mbak Dewi menjulurkan lidahnya. Dia jilati
bagian pangkalnya, ujungnya, lalu ia masukkan ujung penisku ke dalam mulutnya.
Ia hisap, ia basahi dengan ludahnya. Ohh…sensasinya luar biasa.
“Kalau mau keluar, keluar
aja nggak apa-apa wan”, kata mbak Dewi.
“Nggak mbak, aku ingin
keluar di situ aja?”, kataku sambil memegang liang kewanitaannya.
Ia mengerti, lalu aku
didorongnya. Aku berbaring, dan ia ada di atasku. Pahanya membuka, dan ia
arahkan penisku masuk ke liang itu. Agak seret, mungkin karena memang ia tak
pernah bercinta selain dengan suaminya. Masuk, sedikit demi sedikit dan
bless….Masuk semuanya. Ia bertumpu dengan sofa, lalu ia gerakkan atas bawah.
“Ohh….wan…enak wan…”,
katanya.
“Ohhh…mbak…Mbak Dewi…ahhh…”,
kataku.
Dadanya naik turun. Montok
sekali, aku pun meremas-remas dadanya. Lama sekali ruangan ini dipenuhi suara
desahan kami dan suara dua daging beradu. Plok…plok..plok..cplok..!! “Waan…mbak
keluar lagi…AAAHHHH”
Mbak Dewi ambruk di atasku.
Dadanya menyentuh dadanku, aku memeluknya erat. Vaginanya benar-benar
menjepitku kencang sekali. Perlu sedikit waktu untuk ia bisa bangkit. Lalu ia
berbaring di sofa.
“Masukin wan, puaskan
dirimu, semprotkan cairanmu ke dalam rahimku. Mbak rela punya anak darimu wan”,
katanya.
Aku tak menyia-nyiakannya.
Aku pun memasukkannya. Kudorong maju mundur, posisi normal ini membuatku makin
keenakan. Aku menindih mbak Dewi, kupeluk ia, dan aku terus menggoyang
pinggulku. Rasanya udah sampai di ujung. Aku mau meledak. AAHHHH….
“Oh wan…wan…mbak keluar
lagi”, mbak Dewi mencengkram punggungku. Dan aku menembakkan spermaku ke
rahimnya, banyak sekali, sperma perjaka. Vaginanya mbak Dewi mencengkramku erat
sekali, aku keenakkan. Kami kelelahan dan tertidur di atas sofa, Aku memeluk
mbak Dewi.
Siang hari aku terbangun
oleh suara HP. Mbak Dewi masih di pelukanku. Mbak Dewi dan aku terbangun. Kami
tertawa melihat kejadian lucu ini. Waktu jamnya menjemput anak-anak mbak Dewi
sepertinya.
Mbak Dewi menyentuh penisku.
“Ini luar biasa, mbak Dewi sampe keluar berkali-kali, Wan, kamu mau jadi suami
mbak?”
“eh?”, aku kaget.
“Sebenarnya, aku dan ibumu
itu bukan saudara kandung. Tapi saudara tiri. Panjang ceritanya. Kalau kamu
mau, aku rela jadi istrimu, asal kau juga mencintai anak-anakku, dan menjadikan
mereka juga sebagai anakmu katanya.
Aku lalu memeluknya sambil
menjawab
“aku bersedia mbak”.
Setelah itu entah berapa
kali aku mengulanginya dengan mbak Dewi dan aku mulai mencoba berbagai gaya
yang pernah kulihat difilm dewasa. Mbak Dewi sedikit rakus setelah ia menemukan
partner sex baru. Ia suka sekali mengoral punyaku mungkin karena punyaku
terlalu tangguh untuk liang kewanitaannya. hehehe…tapi itulah cintaku, aku
cinta dia dan dia cinta kepadaku. Kami akhirnya hidup bahagia dan aku punya dua
anak darinya. Sampai kini pun ia masih seperti dulu dan tidak berubah sementara
wajahnya masih tetap terlihat cantik.
Komentar
Posting Komentar