Lega rasanya aku melihat
pagar rumah kosku setelah terjebak dalam kemacetan jalan dari kampusku. Kulirik
jam tanganku yang menunjukkan pukul 21.05 yang berarti aku telah menghabiskan
waktu satu jam lebih terjebak dalam arus lalu-lintas kota yang begitu macet.
Setelah memarkir mobil, aku
bergegas menuju ke kamarku dan kemudian langsung menghempaskan tubuh penatku ke
ranjang tanpa sempat lagi menutup pintu kamar. Baru saja mataku tertutup,
tiba-tiba saja aku dikejutkan oleh ketukan pada pintu kamarku yang disertai
dengan teriakan nyaring dari suara yang sudah sangat aku kenal.
“Rik !! loe baru pulang
yah?” gelegar suara Viona memaksa mataku untuk menatap asal suara itu.
“iya, memangnya ada apa sih
teriak-teriak?” jawabku sewot sambil mengucek mataku.
“Ini gue mau kenalin sepupu gue
yang baru tiba dari Bandung. jawabnya sambil tangan kirinya menarik tangan
seorang cewek masuk ke kamarku.
Kuperhatikan cewek yang
disebut Viona sebagai sepupunya itu, sambil tersenyum aku menyodorkan tangan
kananku kearahnya
“Hai, namaku Riko”
“Lydia” jawabnya singkat
sambil tersenyum kepadaku.
Sambil membalas senyumannya
yang manis itu, mataku mendapati sesosok tubuh setinggi kira-kira 165 cm,
walaupun dengan perawakan sedikit montok namun kulitnya yang putih bersih seakan
menutupi bagian tersebut.
“Riko ini teman baik gue
yang sering gue ceritain ke kamu” celetuk Viona kepada Lydia.
“Oh..”
“Nah, sekarang kan loe
berdua udah tau nama masing-masing, lain kali kalo ketemu kan bisa saling
memanggil, gue mau mandi dulu yah, daag..” kata Viona sambil berjalan keluar
dari kamarku. Aku menanggapi perkataan Viona barusan dengan kembali tersenyum
ke Lydia.
“Cantik juga sepupu Viona
ini” pikirku dalam hati.
“Lydia ke Jakarta buat
liburan yah?” tanyaku kepadanya.
“Iya, soalnya bosen di
Bandung melulu” jawabnya.
“Loh, memangnya kamu nggak
kuliah?”
“Nggak, sehabis SMA aku cuma
bantu-bantu Papa aja, males sih kuliah.”
“Rencananya berapa lama di
Jakarta?”
“Yah.. sekitar 2 minggu deh”
“Riko aku ke kamar Viona
dulu yah, mau mandi juga ”
“Oke deh”
Sambil tersenyum lagi dia
berjalan keluar dari kamarku. Aku memandang punggung Lydia yang berjalan pelan
ke arah kamar Viona. Kutatap BH hitamnya yang terlihat jelas dari balik kaos
putih ketat yang membaluti tubuhnya yang agak bongsor itu sambil membayangkan
dadanya yang juga montok itu. Setelah menutup pintu kamarku, kembali kurebahkan
tubuhku ke ranjang dan hanya dalam sekejab saja aku sudah terlelap.
“Rik, bangun dong”
Aku membuka kembali mataku
dan mendapatkan Viona yang sedang duduk di tepi ranjangku sambil menggoyangkan
lututku.
“Ada apa sih?” tanyaku
dengan nada sewot setelah untuk kedua kalinya dibangunkan.
“Kok marah-marah sih, udah
bagus gue bangunin. Liat udah jam berapa masih belom mandi!”
Aku menoleh ke arah jam
dindingku sejenak.
“Jam 11, emang kenapa kalo
gue belum mandi?”
“Kan loe janji mau ngetikin
tugas gue kemaren”
“Aduh Viona.. kan bisa
besok..”
“Nggak bisa, kan kumpulnya
besok pagi-pagi”
Aku bergegas bangun dan mengambil
peralatan mandiku tanpa menghiraukan ocehan yang terus keluar dari mulut Viona.
“Ya udah, gue mandi dulu,
loe nyalain tuh komputer!”
Tulisan di layar komputerku
sepertinya mulai kabur di mataku.
“Gila, udah jam 1, tugas
sialan ini belum selesai juga” gerutuku dalam hati.
“Tok.. Tok.. Tok..” bunyi pintu
kamarku diketok dari luar.
“Masuk!” teriakku tanpa
menoleh ke arah sumber suara.
Terdengar suara pintu yang
dibuka dan kemudian ditutup lagi dengan keras sehingga membuatku akhirnya
menoleh juga. Kaget juga waktu kudapati ternyata yang masuk adalah Lydia.
“Eh maaf, tutupnya terlalu
keras” sambil tersenyum malu dia membuka percakapan.
“Loh, kok belum tidur?”
dengan heran aku memandangnya lagi.
“Iya nih, nggak tau kenapa
nggak bisa tidur”
“Viona mana?” tanyaku lagi.
“Dari tadi udah tidur kok”
“Gue dengar dari dia katanya
elo lagi buatin tugasnya yah?”
“Iya nih, tapi belum
selesai, sedikit lagi sih”
“Emang ngetikin apaan sih?”
sambil bertanya dia mendekatiku dan berdiri tepat disamping kursiku.
Aku tak menjawabnya karena
menyadari tubuhnya yang dekat sekali dengan mukaku dan posisiku yang duduk di
kursi membuat kepalaku berada tepat di samping dadanya. Dengan menolehkan
kepalaku sedikit ke kiri, aku dapat melihat lengannya yang mulus karena dia
hanya memakai baju tidur model tanpa lengan. Sewaktu dia mengangkat tangannya
untuk merapikan rambutnya, aku dapat melihat pula sedikit bagian dari BHnya yang
sekarang berwarna krem muda.
“Busyet.. loe harum amat,
pake parfum apa nih?”
“Bukan parfum, lotion gue
kali”
“Lotion apaan, bikin
terangsang nih” candaku.
“Body Shop White Musk, kok
bikin terangsang sih?” tanyanya sambil tersenyum kecil.
“Iya nih beneran, terangsang
gue nih jadinya”
“Masa sih? berarti sekarang
udah terangsang dong”
Agak terkejut juga aku
mendengar pertanyaan itu.
“Jangan-jangan dia lagi
memancing gue nih..” pikirku dalam hati.
“Emangnya loe nggak takut
kalo gue terangsang sama elo?” tanyaku iseng.
“Nggak, memangnya loe kalo
terangsang sama gue juga berani ngapain?”
“Gue cium loe ntar” kataku
memberanikan diri.
Tanpa kusangka dia melangkah
dari sebelah kiri ke arah depanku sehingga berada di tengah-tengah kursi tempat
aku duduk dengan meja komputerku.
“Beneran berani cium gue?”
tanyanya dengan senyum nakal di bibirnya yang mungil.
“Wah kesempatan nih” pikirku
lagi.
Aku bangkit berdiri dari
dudukku sambil mendorong kursiku sedikit ke belakang sehingga kini aku berdiri
persis di hadapannya.
Sambil mendekatkan mukaku ke
wajahnya aku bertanya ” Bener nih nggak marah kalo gue cium?”
Dia hanya tersenyum saja
tanpa menjawab pertanyaanku.
Tanpa pikir panjang lagi aku
segera mencium lembut bibirnya. Lydia memejamkan matanya ketika menerima
ciumanku. Kumainkan ujung lidahku pelan kedalam mulutnya untuk mencari lidahnya
yang segera bertaut dan saling memutar ketika bertemu. Sentuhan erotis yang
kudapat membuat aku semakin bergairah dan langsung menghujani bibir lembut itu
dengan lidahku.
Sambil terus menjajah
bibirnya aku menuntun pelan Lydia ke ranjang. Dengan mata masih terpejam dia
menurut ketika kubaringkan di ranjangku. Erangan halus yang didesahkan olehnya
membuatku semakin bernafsu dan segera saja lidahku berpindah tempat ke bagian
leher dan turun ke area dadanya.
Setelah menanggalkan
bajunya, kedua tanganku yang kususupkan ke punggungnya sibuk mencari kaitan
BH-nya dan segera saja kulepas begitu aku temukan. Dengan satu tarikan saja
terlepaslah penutup dadanya dan dua bukit putih mulus dengan pentil pink yang
kecil segera terpampang indah didepanku. Kuremas pelan dua susu montok nya yang
besar namun sayang tidak begitu kenyal sehingga terkesan sedikit lembek.
Puting susu montok nya yang
mungil tak luput dari serangan lidahku. Setiap aku jilati puting mungil
tersebut, Lydia mendesah pelan dan itu membuatku semakin terangsang saja. Entah
bagaimana kabar penisku yang sedari tadi telah tegak berdiri namun terjepit
diantara celanaku dan selangkangannya.
Putingnya yang kecil memang
sedikit menyusahkan buatku sewaktu menyedot bergantian dari toket kiri ke toket
kanannya, namun desahan serta gerakan-gerakan tubuhnya yang menandakan dia juga
terangsang membuatku tak tahan untuk segera bergerilya ke perutnya yang sedikit
berlemak.
Namun ketika aku hendak
melepas celananya, tiba-tiba saja dia menahan tanganku.
“Jangan Riko!”
“Kenapa?”
“Jangan terlalu jauh.”
“Wah, masa berhenti setengah-setengah,
nanggung nih..”
“Pokoknya nggak boleh”
setengah berteriak Lydia bangkit dan duduk di ranjang.
Kulihat dua susu montok nya
bergantung dengan anggunnya di hadapanku.
“Kasihan ama ini nih, udah
berdiri dari tadi, masa disuruh bobo lagi?” tanyaku sambil menunjuk ke arah
penisku yang membusung menonjol dari balik celana pendekku.
Tanpa kusangka lagi,
tiba-tiba saja Lydia meloroti celanaku plus celana dalamku sekalian. Aku hanya
diam ketika dia melakukan hal itu, pikirku mungkin saja dia berubah pikiran.
Tetapi ternyata dia kemudian menggenggam penisku dan dengan pelan mengocok
penisku naik turun dengan irama yang teratur. Aku menyandarkan tubuhku pada
dinding kamar dan masih dengan posisi jongkok dihadapanku Lydia tersenyum
sambil terus mengocok batang penisku tetapi semakin lama semakin cepat.
Nafasku memburu kencang dan
jantungku berdegub semakin tak beraturan dibuatnya, walaupun aku sangat sering
masturbasi, tapi pengalaman dikocok oleh seorang cewek adalah yang pertama
bagiku, apalagi ditambah pemandangan dua susu montok yang ikut bergoyang karena
gerakan pemiliknya yang sedang menocok penisku bergantian dengan tangan kiri
dan kanannya.
“Lyd.. mau keluar nih..”
lirih kataku sambil memejamkan mata meresapi kenikmatan ini.
“Bentar, tahan dulu
Ko..”jawabnya sambil melepaskan kocokannya.
“Loh kok dilepas?” tanyaku
kaget.
Tanpa menjawab pertanyaanku,
Lydia mendekatkan dadanya ke arah penisku dan tanpa sempat aku menebak maksudnya,
dia menjepit penisku dengan dua susu montok nya yang besar itu. Sensasi luar
biasa aku dapatkan dari penisku yang dijepit oleh dua gunung kembar itu
membuatku terkesiap menahan napas.
Sebelum aku sempat bertindak
apa-apa, dia kembali mengocok penisku yang terjepit diantara dua susu montok
nya yang kini ditahan dengan menggunakan kedua tangannya. Kali ini seluruh
urat-urat dan sendi-sendi di sekujur tubuhku pun turut merasakan kenikmatan
yang lebih besar daripada kocokan dengan tangannya tadi.
“Enak nggak Ko?” tanyanya
lirih kepadaku sambil menatap mataku.
“Gila.. enak banget Sayang..
terus kocok yang kencang..”
Tanganku yang masih bebas
kugerakkan kearah pahanya yang mulus. Sesekali memutar arah ke bagian belakang
untuk merasakan pantatnya yang lembut.
“Ahh.. ohh..” desahnya pelan
sambil kembali memejamkan matanya.
Kocokan serta jepitan susu
montok nya yang semakin keras semakin membuatku lupa daratan.
“Lyd.. aku keluar..”
Tanpa bisa kutahan lagi
semprotan lahar panasku yang kental segera menyembur keluar dan membasahi
lehernya dan sebagian area dadanya. Seluruh tubuhku lemas seketika dan hanya
bisa bersandar di dinding kamar. Aku memandang nanar ke Lydia yang saat itu bangkit
berdiri dan mencari tissue untuk membersihkan bekas spermaku. Ketika menemukan
apa yang dicari, sambil tersenyum lagi dia bertanya
“Kamu seneng nggak”
Aku mengangguk sambil
membalas senyumannya.
“Jangan bilang siapa-siapa
yah, apalagi sama Viona” katanya memperingatkanku sambil memakai kembali BH dan
bajunya yang tadi kulempar entah kemana.
“Iyalah.. masa gue
bilang-bilang, nanti kamu nggak mau lagi ngocokin gue”
Lydia kembali hanya
tersenyum padaku dan setelah menyisir rambut panjangnya dia pun beranjak menuju
pintu.
“Gue bersih-bersih dulu yah,
abis itu mau bobo” ujarnya sebelum membuka pintu.
“Thanks yah Lyd.. besok
kesini lagi yah” balasku sambil menatap pintu yang kemudian ditutup kembali
oleh Lydia.
Aku memejamkan mata sejenak
untuk mengingat kejadian yang barusan berlalu, mimpi apa aku semalam bisa
mendapat keberuntungan seperti ini. Tak sabar aku menunggu besok tiba, siapa
tahu ternyata bisa mendapatkan lebih dari ini.
Komentar
Posting Komentar