Langsung ke konten utama

Mengerjai Anak Tetanggaku

Aku ingat Riska waktu dia masih kecil dan sering main kerumahku. Dia anak tetanggaku yang sangat lucu dan menggemaskan. Tak terasa waktu berlalu dengan cepat dan ia kini tumbuh menjadi gadis remaja yang sangat imut dan cantik hingga membuat hatiku menjadi tidak karuan. Ia sangat lincah dan pandai bergaul dengan rambutnya yang panjang sebahu dan cukup tebal membuatnya sangat mempesona tiap laki laki yang memandangnya.

Setahuku umurnya saat ini sekitar 15 atau 16 tahun sekarang, dan wajahnya yang baby face membuatnya seperti tak berdosa. Ketika melihat Riska untuk yang kesekian kalinya, aku bersumpah kalau aku harus berhasil tidur bersamanya sebelum aku pergi dari kota ini untuk bekerja sebagai TKI di luar negeri.

Diam diam aku mulai menyusun rencana busuk untuk dapat menikmati tubuhnya dengan cara apapun. Belakangan ini aku memang sering mengajaknya bermain kerumahku namun kesempatanku untuk mengerjainya selalu terhambat karena dirumahku tak pernah sepi padahal aku sudah menyediakan sebungkus obat perangsang untuk diberikan pada minumannya. Sejak dulu aku memang berusaha mendekatinya namun ia hanya menganggapku sebagai kakak laki lakinya saja hingga membuatku kecewa berat. Hal ini diperparah dengan adanya seorang laki laki teman sekolahnya yang sering mengatarnya pulang ke rumah hingga membuatku semakin cemburu. 

Setiap melihat laki laki itu ingin rasanya kuperingatkan agar menjauhi Riska namun aku kuatir kalau dia akan sakit hati dan membalas perlakuanku. Pasalnya pemuda itu merupakan salah satu anggota geng motor yang cukup tekenal didaerah tempat tinggalku hingga membuat nyaliku sedikit ciut.

Dalam keadaan putus asa karena sulit untuk mendapatkannya maka aku pun mulai berpikir nekat untuk memperkosa Riska kalau ada kesempatan. Akhirnya pada suatu malam setelah hujan deras berhenti maka aku pun segera beraksi dan menyusup kedalam halaman rumahnya dengan cara melompati pagar belakang rumahnya yang tidak terlalu tinggi.


Riska

Saat itu sekitar pukul 1 malam dan kupastikan kedua orangtuanya sudah tertidur lelap sehingga aku dapat beraksi dengan leluasa. Aku tahu benar kalau Riska tidur sendirian dikamar belakang karena dulu aku memang sering kerumahnya.

Tubuhku kaku karena tegang, waktu aku buka jendela belakang rumahnya pakai linggis. Suara jendela yang terdongkel terdengar seperti letusan membuatku harus diam tidak bergerak selama setengah jam menunggu apakah ada penghuni rumah yang terbangun. Untung saja semuanya masih dalam keadaan sunyi senyap, dan aku memutuskan untuk masuk. Tubuhku sekarang gemetar. Setiap langkahku seperti membuat seluruh rumah berderit dan aku siap meloncat melarikan diri.

Tapi waktu aku sampai di depan kamar tidur Riska rumah itu masih gelap dan sunyi senyap. Aku buka pintu dan masuk sambil menutupnya kembali. Aku seperti bisa mendengar jantungku yang berdetak keras sekali. Aku belum pernah setakut ini seumur hidupku. Tapi bagian yang paling susah sudah berhasil aku lampaui. Kamar tidur orang tua Riska ada di bagian depan dan sepertinya tidak mengetahui kedatanganku sebagai tamu tak diundang.

Aku berdiri di samping ranjang Riska memilih langkah selanjutnya. Kulihat Riska tengah tertidur lelap dengan memakai pakain daster berwaran biru cerah dengan tali kecil melintang diatas pundaknya hingga membuatnya terliaht seksi sekali. Kuamati Riska mulai dari wajahnya hingga kebagian bawah tubuhnya yang tampak mempesona terutam bagian pahanya yang mulus itu. Aku menelan air liurku saat sedang memperhatikan kemolekan tubuhnya yang sedang tidur diatas ranjang berukuran kecil itu.

Perlahan penisku mulai menegang sampai akhirnya besar dan tegang sampai ngilu sekali. aku berusaha meremas payudaranya yang masih tertutup oleh dasternya secara perlahan dan berharap ia tak terbangun dari tidurnya. Kini perhatianku tertuju pada wajahnya yang imut dan manis sehingga aku pun mulai memberanikan diri untuk mengecup bibirnya yang mungil itu. Saat itu tubuh riska sedikit bergerak karena ia sedang membalikan posisi tidurnya hingga membuatku sedikit terkejut. Karena ia masih terlelap maka kulanjutkan aksiku dengan menyingkap bagian bawah dasternya dan mulai meraba salah satu pahanya dengan tanganku.
“wow paha riska benar benar halus dan mulus. Pikriku dalam hati sambil terus merabanya.
Memang sudah lama aku menunggu saat saat seperti ini dimana aku punya kesempatan untuk mencabuli tubuh riska ketika ia sedang tertidur pulas.

Saat sedang asik menggerayangi tubuhnya lalu mata Riska terbuka dan langsung menatapku. Aku yang ada disebelah ranjangnya terkejut bukan main dan langsung mencekik lehernya. sementara tangan kiriku mengacungkan belati di depan wajahnya.

“Diem. Jangan bergerak, jangan bersuara, atau lo mati.” aku dengar nada suaraku yang lain sekali dari biasa. Kedengarannya bengis dan kejam.
Riska tetap terlihat cantik. Umurnya lima belas tahun. Dia terbatuk-batuk.
“Kalau gua lepasin tangan, lo cepat berguling tengkurap dan jangan berisik atau gua potong leher lo.” Aku tentu tidak bermaksud akan membunuh dia, tapi paling tidak itu berhasil bikin Riska ketakutan. Riska langsung menurut dan segera kuikat tubuhnya, menutup mulutnya dengan plester, dan mengikat pergelangan tangannya di belakang.

Selimut yang menutupi tubuh Riska sekarang sudah ada di lantai, dan aku bisa melihat jelas gadis yang lagi tengkurap di depanku. Tubuh Riska langsing dan mungil, dan baju tidur yang dipakainya terangkat ke tas membuatku bisa melihat kakinya yang putih dan mulus. Ereksiku sudah maksimal dan aku sudah tidak tahan sakitnya, celanaku menyembul didorong oleh penisku yang besar, dan bersentuhan dengan pantat Riska yang mungil. Aku menindih Riska dan bergoyang-goyang membuat penisku bergesekan dengan pantat Riska dan dengan tanganku yang bebas kuraba bagian dada Riska yang masih ditutup oleh dasternya. Buah dada Riska masih kecil, yang membuatku makin birahi. Mulutku bersentuhan dengan telinga Riska.
“Lo benar-benar sempurna. Tetap diam dan aku akan pergi sebentar segera.”

Mata Riska terpejam seakan-akan telah tertidur kembali. Aku lepaskan celana trainingku dan celana dalamku sampai ke kakiku tapi belum aku melepaskannya dari badanku, sambil menatap bagian belakang tubuh Riska yang indah. Kakinya yang telanjang membuat nafasku berat, dan dasternya tidak bisa lagi menutupi pantatnya yang ditutupi celana dalam putih. Dan tangannya yang terikat erat benar-benar membuat Riska sempurna buatku. Aku buka kaki Riska tanpa perlawanan yang berarti, dan membenamkan wajahku, yang membuat Riska mengeluarkan erangan untuk pertama kalinya. Aku benamkan wajahku ke selangkangan Riska, menikmati wangi tubuh Riska, yang terus mengerang ketakutan.

Selanjutnya aku raba-raba vaginanya yang tertutup celana dalam dari belakang, meraba, dan akhirnya menusuk-nusuk dengan jariku. Ini membuat erangan Riska makin keras sehingga aku harus mengancamnya lagi dengan belatiku. Kemudian kulihat dia gemetar dan kelihatannya mulai menangis. Celana dalamnya lembab, dan aku jadi berpikir mungkin Riska mulai terangsang oleh jariku.
“Lo suka Riska? Hei, lao suka tidak?” Riska hanya menangis. Aku terus meraba vaginanya, sampai aku tidak tahan lagi, dan langsung kutarik celana dalam Riska sampai lepas.
Aku makin mencium bau tubuh Riska. Dan aku mulai gila. Aku balik lagi badannya, karena aku tahu aku lebih mudah ngerjain Riska lewat depan. Riska berbaring tidak nyaman, berbaring telentang dengan tangan terikat ke belakang, dan telanjang mulai pinggang ke bawah, rambut kemaluannya yang masih tipis terlihat jelas. Ia menatap mataku, air mata membuat pipi Riska berkilat tertimpa cahaya lampu kamarnya. Aku tidak begitu suka lihat tatap mata Riska, aku jadi berpikir untuk bikin dia tengkurap lagi begitu penisku sudah masuk ke vaginanya. Aku menempatkan tubuhku, aku harus memnyuruhnya beberapa kali untuk membuka kakinya lebih lebar, seperti dokter gigi, “Ayo lebih lebar sayang, lho kok segitu, lebih lebar lagi, bagus anak manis..”, Aku ingin tahu dia masih perawan atau tidak. Riska tidak meronta-ronta, soalnya aku masih pegang belatiku, tapi terus menangis tersedu-sedu, dan mengerang-erang, berusaha berkata sesuatu.
“Lo masih perawan tidak Riska? Masih? Masih apa tidak.”

Riska terus menangis. Aku angkat dasternya ke atas lagi. Di depan Riska agak rata, buah dadanya hanya sekepal dengan puting susu yang mengeras. Aku pikir itu karena udara dingin, tapi mungkin juga bagian dari tubuh Riska yang emang terangsang.
“Bukan gitu sayang, lo musti buka lebih lebar lagi..”

Aku tekan penisku di belahan vaginanya yang masih mungil. Terasa basah. Kutarik lagi penisku dan kumasukkan jariku, dan merasakan jepitan vagina Riska yang hangat yang membuat penisku ingin merasakannya juga. Aku gerakkan penisku maju mundur beberapa kali dan mengarahkan penisku lagi, tegang seperti tongkat kayu.
“Buka lagi manis. Lo benar-benar cantik. Aku cuma mau perkosa kamu terus pergi.”

Aku harus mendorong, bergoyang, berputar, dan akhirnya mengangkat kedua kaki Riska ke atas sebelum aku berhasil mendorong kepala penisku masuk ke vagina Riska. Aku lihat lagi buah dada Riska dengan putingnya yang mencuat ke atas, mata yang memohon dan meratap dengan air mata dan aku dorong penisku masuk ke vagina mungil milik gadis berumur lima belas tahun itu dengan seluruh tenagaku. Riska menjerit, diredam oleh plester, membuatku makin semangat. Vaginanya sempit sekali seperti menggenggam penisku. Dia ternyata tidak basah sama sekali. Aku perkosa dia dengan kasar, seakan-akan aku ingin membuatnya mati dengan penisku, berusaha membuat Riska menjerit serta aku menghentak masuk. Riska semakin histeris sekarang.

Keadaanku sudah 100 persen dikuasai birahi, dan sekarang aku memusatkan perhatian untuk menyakiti Riska, dan aku tidak punya lagi rasa kasihan buat Riska. Aku terus menghentak-hentak di atas tubuh Riska, dengan kecepatan yang brutal, dan tubuhnya yang mungil terbanting-banting karena gerakanku. Aku merasa aku seperti merobek vagina Riska dengan penisku, dan membuatku makin terangsang, mendorongku bergerak makin brutal. Di sela-sela gerakanku, aku jatuhkan belatiku dan kulepaskan celanaku yang membuat tanganku bebas menggunakan tubuh Riska. Aku kesetanan merasakan tubuh Riska, aku meremas setiap bagian tubuh Riska, meremas buah dadanya, menjepit puting susunya, dan menggunakan bahunya yang kecil buat menopang tubuhku.

Aku hampir tidak ingat apa aja yang aku kerjakan sama Riska. Riska beberapa kali meronta pada awalnya, berusaha membebaskan tangannya, berusaha berguling, berusaha mengeluarkan penisku dari vaginanya. Wajah Riska memancarkan rasa panik dan takut, dan aku terus memperkosanya sekuat tenagaku, seakan-akan itu masalah hidup dan matiku. Seaat sebelum aku mengalami orgasme aku menarik penisku keluar dan Riska langsung berusaha untuk berguling. Aku jambak rambutnya dan menariknya.
“Brengsek, tidur ke lantai.”

Aku tarik kepalanya sampai menempel ke lantai. Sementara dia jatuh berlutut, tapi Riska sama sekali tidak bisa mengangkat wajahnya dengan tangan masih terikat ke belakang. Kepala Riska terbenam ke lantai. Riska masih menangis dan gemetar. Aku masukkan lagi penisku ke vagina Riska tanpa kesulitan, karena penisku sudah seluruhnya dilumuri darah perawan Riska. Aku masukkan dari belakang sebelum Riska sempat meronta, aku pegangin pinggulnya sementara aku terus mendorong sekuat tenaga. Dengan pantat masih nungging ke atas aku tekan punggung Riska dengan tanganku sehingga kepala dan dada Riska makin terhimpit ke lantai, dan aku terus memperkosa dia dengan gaya seperti anjing. Dan Riska sendiri sekarang mendengking-dengking seperti anak anjing yang ketakutan. Sekarang kutarik lagi rambutnya, membuat kepala Riska terangkat.

Riska benar-benar cantik dan tak berdaya, tangannya terikat di punggung. Aku terus menyetubuhinya dengan keras dan tidak berirama, kadang brutal berhenti sedetik dan mulai lagi dengan keras, dan bergatin menekan punggungnya ke lantai lalu menarik rambutnya hingga ia mendongak lagi, sampai aku merasakan tanda-tanda ejkulasi lagi. Aku ingin sekali melepas plesternya dan memasukan penisku ke mulutnya yang mungil, tapi untung saja aku masih sadar kalau itu bisa bikin aku ketahuan, jadi aku tetap metahan penisku di liang kenikmatan Riska sedalam-dalamnya dan melepaskan ejakulasiku. Aku pegangin belahan pantat Riska dekat dengan selangkanganku waktu aku menyemburkan spermaku ke rahim Riska yang menerimanya dengan tatapan mata panik.
“Oh Riska, sayangku, oh, oh..”

Penisku bekerja keras memompa, berdenyut, menyemburkan sperma ke tubuh Riska, dan aku belum pernah mengeluarkan sperma sebanyak ini selama hidupku. Riska tetap diam tidak bergerak, terengah-engah. Nafasku juga terputus-putus, dan bergidik sedikit ketika aku mengejang lagi dan menyemprotkan sisa spermaku ke rahim Riska. Aku menghentak dia beberapa kali lagi, sekarang dengan penuh perasaan seperti sepasang kekasih. Riska sadar bahwa aku sudah selesai, dan menerima gerakanku yang terakhir ini masih tak bergerak, dengan kepala terbenam ke dalam karpet kamarnya yang tebal.

Aku tarik penisku keluar. Dan aku langsung merasa cemas lagi. Aku langsung mengenakan pakaianku, dan secara ajaib masih ingat untuk mengambil belatiku dan memikirkan sesuatu untuk aku ucapkan pada Riska.
“.. Makasih sayang”, aku berbisik lirih, dan langsung melarikan diri.

Dan biarpun aku sempat cemas ketika aku sudah dalam perjalanan ke luar negri untuk bekerja, beberapa saat kemudian aku kembali dipenuhi hasrat baru. Aku berpikir suatu haru nanti akan kembali meniklmati tubuhnya dengan mengajak beberapa orang temanku untuk mencicipinya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Draft Amarah Para Buruh 21

Draft Amarah Para Buruh 20

Lust in Broken Home 4

Lust In Broken Home 5

Terjebak Didalam Kelas

Akibat Kena Gendam Tetanggaku

Kisah Tragis Dikebun Karet

Amarah Para Buruh 10

Amarah Para Buruh 17

Binalnya Ibu Tiriku 4