Aku
adalah seorang mahasiswi semester akhir di salah satu perguruan tinggi swasta
terkemuka yang berada di daerah Jakarta barat.
Secara fisik aku adalah gadis yang menarik dengan tinggi tubuh sekitar 165 cm
langsing dan sexy (karena rajin ikut senam dan fitness) berwajah cantik dan
berparas oriental dengan rambut hitam legam panjang lurus sebahu (khas wanita
chinese) serta berkulit putih mulus.
Kejadian
ini bermula ketika aku baru saja usai pulang dari ruang baca skripsi (tempat
kumpulan skripsi alumni) perpustakaan setelah selesai menyusun beberapa bab
skripsi yang harus kuperbaiki tatkala siang tadi usai menghadap dosen
pembimbing skripsi ku.
Saat
itu keadaan sudah gelap (pukul 19.00) dan kantin pun sudah tutup, praktis tidak
ada lagi mahasiswa yang nongkrong di kantin dan kalaupun ada hanya sebagian
kecil saja sehingga akupun memutuskan untuk langsung menuju ke lapangan
parkiran khusus milik warga yang berada di samping kampus.
Saat
itu suasana parkiran sudah agak sepi hanya tersisa beberapa mobil saja milik
mahasiswa yang kebetulan ada jadwal kuliah malam. Kebetulan mobil ku tadi siang
mendapat tempat parkir agak jauh ke sudut lapangan parkir hingga aku harus
berjalan cukup jauh kedalam.
Lapangan
parkir itu sendiri sebenarnya adalah tanah kosong yang di timbun oleh batu dan
pasir dan di kelilingi oleh pagar seng tertutup rapat sehingga tidak dapat di
lihat oleh orang dari luar. Lapangan itu sengaja dimanfaatkan oleh sekelompok
warga untuk disewakan menjadi lahan parkir liar bagi mahasiswa yang tidak
mendapat jatah parkir didalam halaman kampus.
Saat
sampai didepan mobil aku pun berusaha membuka pintunya dan kulihat dua orang
pemuda yang memakai jaket berjalan kearahku. Aku mengenali salah satu dari
mereka yang merupakan penjaga parkir dilahan kosong tsb yang sepertinya akan
meminta bayaran uang parkir padaku.
“wah tumben nih pulangnya malam neng. Ujar
Anto yang sepertinya sudah mengenaliku.
“iya bang. Soalnya lagi ada urusan penting
sama dosen tadi. Jawabku sambil membuka pintu mobil dan menaruh tasku didalam.
Ketika aku mengambil uang dari dalam tas
untuk membayar uang parkir tanpa kusadari tiba tiba salah satu dari mereka
memeluk tubuhku dari belakang sambil berusaha meremas payudaraku. Dekapannya
terasa sangat kuat sehingga aku hampir tak bisa bergerak. Menyadari hal itu
maka aku pun berusaha meronta dan berteriak namun Anto
Malah ikut membekap mulutku dengan
tangannya hingga suaraku tak terdengar jelas.
“hmpmmm… lepaskann… tolong !! ujarku
dengan suara tertahan
“diem luh. Jangan melawan kalau masih
pengen idup !! ujar Anto sambil menempelkan sebilah pisau kecil pada leherku
yang membuatku ketakutan dan berhenti berteriak
Aku tak tahu apa yang mereka inginkan
karena tubuhku mulai diseret oleh mereka menuju kesebuah warung tenda pedagang
jamu dipinggir lapangan yang tampak sedang ramai tsb.
“woii gua udah dapet nih amoynya !! kalian
mau ikutan kagak. Ujar Anto
“wuihh bening amat nih cewek. Bikin kontol
gua langsung berdiri aja. Ujar salah satu dari mereka.
“lo emang pinter cari mangsa to !! ini sih
lebih cantik dari yang kemarin kemaren. Ujar bowo
Kini tubuhku didorong dengan kasar hingga
terjatuh diatas sebuah tikar butut yang berada dibelakang warung tenda itu.
Belum sempat aku bergerak beberapa diantara mereka langsung memegangi kedua
pergelangan tanganku yang dibentangkan lebar kearah yang berlawanan. Dalam
keadaan dipegangi lalu para pemuda yang sepertinya sedang mabuk itu beramai
ramai mulai menjarah seluruh tubuhku dan melucuti kaos ketat yang sedang
kukenakan.Tangan tangan kasar itu sebagian meremasi payudaraku dan sebagian
lagi meraba bagian bawah tubuhku hingga membuatku semakin ketakutan.
Aku hanya bisa pasrah dan tak berani
melawan apalagi berteriak karena kuatir mereka akan berbuat lebih nekat
terhadap diriku. Kini kurasakan kedua pahaku tengah digerayangi oleh mereka
karena saat itu aku sedang mengenakan sebuah rok span yang cukup pendek
sehingga memudahkan bagi mereka untuk menjamah pahaku yang putih dan mulus.
Tak terasa air mataku mulai mengalir
karena membayangkan tubuhku tengah dijarah dan dilecehkan sesuka hati mereka.
“lepasin saya bang. Jangan perkosa saya..
pintaku dengan suara memelas
Namun permitaanku itu sepertinya hanya sia
sia belaka karena para pemuda mabuk yang berjumlah delapan orang itu malah
semakin bringas menjarah seluruh tubuhku.
Kulihat mereka mulai membuka celananya
masing masing hingga batang kemaluan mereka yang besar dan berurat itu terlihat
jelas dihadapanku yang tengah terbaring tak berdaya karena sedang dipegangi
oleh mereka. Posisiku kini masih terbaring diatas tikar dengan kedua tangan dan
kakiku direntangkan cukup lebar dan dipegangi oleh 4 orang pemuda hingga
membuatku tak dapat berkutik saat dilecehkan oleh mereka.
Salah satu dari mereka mendekatkan
wajahnya pada wajahku dan berusaha untuk melumat bibirku dengan ganas hingga
membuatku gelagapan menghadapinya.
“cantik banget lu moy !! pokoknya hari ini
lo harus puasin gua. ujarnya dengan suara seperti orang mabuk.
“hehe menang banyak kita kali ini dapat
amoy cantik mana mulus lagi. Ujar salah satu dari mereka
“iya dir !! kalau bisa nyicip amoy kayak
gini. gua rela deh seandainya sampe dipenjara lagi kayak dulu. Ujar Pendi
Aku tak sempat lagi mendengarkan omongan
kotor mereka karena mulutku kini tengah dijejali sebatang penis berukuran cukup
besar yang membuatku merasa jijik sekali. aku berusaha menggelengkan kepalaku
ke kanan dan kiri guna menghindari penis pemuda itu namun ia tak menyerah dan
mencoba memegangi kepalaku agar tak bisa digerakan lagi.
“ayo cepat buka mulut lo !! jangan sampe
gua emosi ya !! kata Pendi sambil
menamparku
Salah satu dari mereka pun ikut membantu
dan membuka paksa mulutku dengan kedua tangannya yang kasar sehingga Pendi
dapat dengan mudah memasukan batangnya yang sudah memnegang itu. Lagi lagi
perlawanan ku nampak sia sia karena batang itu sudah berhasil amblas dalam
mulutku dan mulai bergerak maju mundur seraya menggenjot mulutku hingga
membuatku merasa mual sekali. Secara bergiliran pemuda itu mengangkangi wajahku
lalu mengaduk aduk mulutku dengan batang kemaluan mereka yang panjang dan besar
tsb dan membuatku kehabisan nafas.
Aku berusaha meronta sebisaku namun dengan
kondisi kedua pergelangan tangan dan kaki yang dipegangi membuatku tak dapat
bergerak bebas lagi.
Pendi mengambil posisi di tengah
selangkanganku, sementara yang lain masih memegangi kedua pergelangan tangan
dan kakiku. Pendi menarik lepas celana dalamku. Kini aku sudah hampir telanjang
bulat dan tubuhku yang putih mulus terpampang di depan mereka yang terlihat
semakin bernafsu.
“Indah sekali tubuhmu, memeknya non.
Rambutnya jarang, halus, tapi indah sekali”, puji Pendi.
Memang rambut yang tumbuh di atas vaginaku
amat jarang dan halus. Semakin jelas aku melihat penis Pendi, dengan diameter
sekitar 5 cm dan panjang yang sekitar 16 cm.
“ampun bang, jangan perkosa saya…” aku
mencoba mengingatkan Pendi.
Ia yang hanya terdiam sambil tersenyum
memandangi diriku, membuatku merasa jengah dan memalingkan mukaku, tak ingin
memandang orang yang akan merenggut keperawananku ini. Pendi menggesek
gesekkannya kepala penisnya yang sudah menempel pada bibir vaginaku, membuatku semakin
terangsang.
Aku menyadari bahwa mereka sudah tidak dapat
menahan nafsunya lagi mungkin karena saat ini dihadapan mereka sudah tersaji
tubuh seorang gadis berkulit putih mulus yang siap untuk dinikmati sepuasnya
oleh mereka.
Sepertinya mereka sudah yakin, aku yang
telah mereka taklukkan ini tak akan melawan atau mencoba melarikan diri, dan
memang aku tak berani melakukan hal itu. Kini mereka sudah mengerubutiku
kembali, seperti segerombolan serigala memperebutkan seekor kelinci putih yang
manis.
Kedua payudaraku kembali diremas remas
oleh mereka, sementara yang lainnya bergantian melumat bibirku dengan buas
hingga membuat tubuhku kelojotan dan kakiku melejang lejang akibat rangsangan
bertubi tubi yang kurasakan saat itu. Perlakuan kasar mereka seperti
membangkitkan birahi dalam diriku hingga membuatku sedikit lupa kalau aku
sedang akan diperkosa oleh mereka.
“aduhh sakit bang..ampun… uajrku sambil
menggeliat
Kemudian Pendi menarik penisnya sedikit,
dan melesakkannya sedikit lebih dalam dari yang tadi. Rasa pedih yang amat
sangat melanda vaginaku yang masih sempit karena penis itu terlalu besar, Pendi
kesulitan untuk menancapkan penisnya ke vaginaku. Namun dengan penuh kesabaran,
Ia terus memompa masuk penisnya dengan kasar hingga membuatku kesakitan.
Lambat laun, ternyata memang rasa sakit di
vaginaku mulai bercampur sediki rasa nikmat. Dan Pendi terus melakukannya,
menarik sedikit, dan menusukkan lebih dalam lagi, sementara yang lain terus
melanjutkan aktivitasnya sambil menikmati tontonan proses penetrasi penis Pendi
ke dalam vaginaku.
Dua orang diantara mereka mulai menyusu
pada kedua puting payudaraku yang kurasakan sudah mengeras karena terus menerus
dirangsang sejak tadi.
Tak lama kemudian, aku merasakan selangkanganku sakit sekali dan menghapus semua nikmat yang sempat kuterima tadi. Entahlah, rupanya akhirnya selaput daraku robek.
“Ooh… aauugggh… hngggkk… aaaaagh…”, aku
menjerit kesakitan, seluruh tubuhku mengejang, dan air mataku kembali mengalir
tanpa bisa kutahan. Keringatku juga mengucur deras.
Aku ingin meronta, tapi rasa sesak dan
sakit di liang vaginaku membatalkan niatku. Aku hanya bisa mengerang, dan
gairahku pun padam dihempas rasa sakit yang nyaris tak tertahankan ini.
“Aduh… sakit bang… ampun”, aku mengerang
dan memohon pada Pendi.
Namun Pendi hanya tertawa tawa, mungkin
karena ia puas telah berhasil memperawaniku, dan yang lain malah bersorak,
“terus… terus…”.
Aku menggeleng gelengkan kepalaku ke kanan
dan ke kiri menahan sakit, sementara bagian bawah tubuhku mengejang hebat, tapi
aku tak berani terlalu banyak bergerak, dan berusaha menahan lejangan tubuhku
supaya vaginaku yang penuh sesak itu tak semakin didera rasa sakit. Lumatan
penuh nafsu pada bibirku oleh mereka berhasil menahan gerakan kepalaku, dan
ditambah belaian pada rambutku serta dua orang lelaki yang menyusu seperti anak
kecil pada kedua payudaraku ini membuat gairahku yang sempat dipadamkan oleh
rasa sakit tadi kembali menyala.
Tanpa sadar, dalam kepasrahan aku mulai
membalas lumatan pada bibirku. Pendi terus memperdalam tusukannya penisnya yang
sudah menancap setengahnya pada vaginaku. Dan Pendi memang pandai memainkan
vaginaku, kini rasa sakit itu sudah tak begitu kurasakan lagi, yang lebih
kurasakan adalah rasa ngilu yang amat nikmat yang melanda selangkanganku. Penis
itu begitu sesaknya walaupun baru menancap setengahnya, dan urat urat yang
berdenyut di penis itu menambah sensasi yang kurasakan.
“Oh sempitnya non. Enaknya… ah…”, Pendi
mulai meracau sambil terus memompa penisnya sampai akhirnya amblas sepenuhnya.
Penis itu terasa seperti sedang menyodok
bagian terdalam dari vaginaku, mungkin itu rahimku. Aku hanya bisa mengerang
tanpa berani menggeliat, walaupun aku merasakan sakit yang bercampur nikmat.
Mulutku ternganga, kedua tanganku
mencengkeram tikar berusaha mencari sesuatu yang bisa kupegang, sementara
kakiku terasa mengejang tapi kutahan. Aku benar benar tak berani banyak
bergerak dengan penis raksasa yang sedang menancap begitu dalam di vaginaku.
Dan setelah diam untuk memberiku
kesempatan beradaptasi, akhirnya Pendi memulai pompaanya. Aku mengerang dan
mengerang, mengikuti irama pompaan si Pendi. Dan erangangku kembali tertahan
ketika kali ini dengan gemas Usalah satu dari mereka memasukkan penisnya ke
dalam mulutku yang sedang ternganga ini.
Aku gelagapan, dan kudengar Ia berkata,
“Isep non. Awas, jangan digigit ya!”.
Aku hanya pasrah, dan mulai mengulum penis
yang baunya tidak enak ini, tapi lama kelamaan aku jadi terbiasa juga dengan
bau itu. Penis itu panjang juga, tapi diameternya tak terlalu besar dibanding
dengan penisnya Pendi. Tapi mulutku terasa penuh, dan ketika aku mengulum
ngulum penis itu, Pemuda mabuk itu memompa penisnya dalam mulutku, sampai
berulang kali melesak ke dalam tenggorokanku. Aku berusaha supaya tidak muntah,
meskupun berulang kali aku tersedak.
Selagi aku berjuang beradaptasi terhadap
sodokan penis si pemuda ini, laki laki yang lainnya meraih tangan kananku,
menggengamkan tanganku ke penisnya.
“Non, ayo dikocok!”, perintahnya.
Penis itu tak hampir tak muat di genggaman
telapak tanganku yang mungil, dan aku tak sempat memperhatikan seberapa panjang
penis itu, walaupun dari kocokan tanganku, aku sadar penis itu panjang.
Dalam kelelahan ini, aku harus melayani 8
orang sekaligus. Sodokan sodokan brutal yang dilakukan Pendi membuat
penderitaanku semakin bertambah. Tapi aku tak tahu, kapan Pendi akan orgasme,
ia begitu perkasa. Sudah 15 menit berlalu, dan ia masih menyiksaku, memompa
liang vaginaku dengan garangnya.
Desahan kami bersahut sahutan memenuhi
lapangan parkir yang sudah sangat sepi ini. Kedua tanganku mengocok penis dari
mereka dan salah satunya adalah Anto, tukang parkir berbadan kurus yang
ternyata bejat itu.
Kali ini kami berganti posisi dan aku
menelungkup diatas tubuh Pendi yang sedang berbaring diatas tikar dengan
batangnya yang menancap dalam liang kemaluanku. Berikutnya pemuda yang berambut
gondrong segera ke belakangku, dan kurasakan ia sedang meludahi anusku.
Kengerian kembali melandaku, membayangkan aku akan dijadikan sandwich oleh
kedua pemuda mabuk itu.
“Jangan…. jangan di situ…” desisku
ketakutan.
Namun seperti yang aku duga, Pemuda
berambut gondrong itu sama sekali tidak perduli. Aku memejamkan mata ketika ia
menempelkan kepala penisnya ke anusku, dan yang lain bersorak kegirangan dan
beberapa dari mereka memuji ide pemuda itu.
“Aaaaaagh…” aku mengerang ketika penisnya
mulai melesak ke dalam liang anusku.
Mataku terbeliak, tanganku menggenggam
erat tikar butut tempat aku aku diperkosa ramai ramai ini. Tubuhku terutama
pahaku bergetar hebat menahan sakit yang luar biasa. Ludah pemuda itu yang
bercampur dengan air ludahku di penis temannya yang baru kukulum tadi harusnya
sudah membuat penis itu cukup licin, tapi ternyata itu tak membantu sama
sekali.
“Aaaaaagh… sakiiiiiit… Jangaaaaan…”,
erangku tanpa daya ketika akhirnya penis itu amblas seluruhnya dalam liang
anusku.
Selagi aku mengerang dan mulutku
ternganga, pemuda yang berambut ikal mengambil kesempatan itu untuk membenamkan
penisnya dalam mulutku, hingga eranganku teredam. Sial, ternyata penis pemuda
ini agak mirip punya laki laki yang sedang menyodomiku. Begitu panjang,
walaupun diameternya tidak terlalu besar, tapi penis itu cukup panjang untuk
menyodok nyodok tenggorokanku.
Kini tubuhku benar benar bukan milikku
lagi, dijarah habis oleh mereka semua. Rasa sakit yang hampir tak tertahankan
melandaku saat si gondrong mulai memompa liang anusku. Setiap ia mendorongkan
penisnya, penis temannya menancap semakin dalam ke tenggorokanku, sementara penis
Pendi sedikit tertarik keluar.
Tapi sebaliknya, saat si gondrong memundurkan
penisnya, penis temannya juga sedikit tertarik keluar dari kerongkonganku.
Akibatnya tubuhku yang turun membuat penis Pendi kembali menancap dalam dalam
pada liang vaginaku, ditambah lagi Pendi sedikit menambah tenaga tusukannnya,
hingga rasanya penisnya seperti menggedor rahimku.
Rasanya tubuhku seperti sedang dirobek
robek ke berbagai arah. Belum lagi liang anusku yang kemasukan benda asing ini
membuatku jadi ingin mengejan, perutku mulas sekali.
Setelah beberapa saat aku harus berjuang
menahan keinginanku untuk mengejan, semakin lama rasa sakit itu semakin menjadi
dan membuatku melejang lejang. Dan ketika rasa sakit itu tak tertahankan lagi
maka kesadaranku pun mulai hilang hingga tak sadarkan diri.
Setelah tersadar aku menemukan diirku
masih tergeletak diatas tikar namun para pemuda itu sudah pergi entah kemana
hanya tinggal si pedagang jamu yang masih berada disana. Sepertinya sewaktu aku
pingsan ia pun ikut mencicipi tubuhku bersama para pemuda mabuk tsb.
Hampir dua jam mereka bergiliran
memperkosaku dilapangan parkir tsb dan setelah puas mereka pun meninggalkanku
begitu saja dalam keadaan tergeletak lemas diatas tikar dibelakang warung tenda
tsb. Setelah memulihkan tenagaku maka aku pun segera memunguti pakaianku yang
berceceran disana lalu pulang kerumahku.
Komentar
Posting Komentar