Cerita
ini terjadi setahun yang lalu dan merupakan cerita nyata ketika sepupuku sedang
menginap dirumah.
Sepupuku
yang bernama Anita orangnya cukup cantik dan badannya tidak terlalu berisi.
tingginya sekitar 160 cm, dadanya masih kecil (tidak nampak montok seperti
sekarang). Tetapi dia itu akrab sekali dengan aku. Aku dianggapnya seperti
kakak sendiri. Nah kejadiannya itu waktu aku lagi liburan semester. Waktu
liburan itu aku banyak menghabiskan waktu untuk menunggu dagangan ibuku.
Otomatis
dong aku banyak menghabiskan waktu dengan Anita. Mula-mulanya sih biasa-biasa
saja, layaknya hubungan kami sebagai sepupu. Suatu malam, kami (aku, Anita, dan
adik-adikku ) sudah ingin tidur. Adikku masing-masing tidur di kamarnya
masing-masing. Sedang aku yang suka menonton TV, memilih tidur di depan TV.
Nah, ketika sedang menonton TV, datang Anita dan nonton bersamaku, rupanya
Anita belum tidur juga.
Sambil
nonton, kami berdua bercerita mengenai segala hal yang bisa kami ceritakan,
tentang diri kami masing-masing dan teman-teman kami. Nah, ketika kami sedang
nonton TV, dimana film di TV ada adegan ciuman antara laki-laki dan perempuan
(sorry udah lupa tuh judul filmnya). Eh, Anita itu merespon dan bicara padaku,
“Wah temenku sih biasa begituan (ciuman). ” Terus aku jawab, “Eh.. Kok tau..?”
Rupanya teman Anita yang pacaran itu suka cerita ke Anita kalau dia waktu
pacaran pernah ciuman bahkan sampai ‘anu’ teman Anita itu sering dimasuki jari
pacarnya. Tidak tanggung-tanggung, bahkan sampai dua jarinya masuk.
Setelah
kukomentari lebih lanjut, aku menebak bahwa Anita nih ingin juga kali. Terus
aku bertanya padanya, “Eh, kamu mau juga nggak..?” Tanpa kuduga, ternyata dia
mau. Wah kebetulan nih.
Dia
bahkan bertanya, “Sakit nggak sih..?”
Ya
kujawab saja, “Ya nggak tahu lah, wong belum pernah… Gimana.., mau nggak..?”
Anita
berkata, “Iya deh, tapi pelan-pelan ya..? Kata temenku kalo jarinya masuk
dengan kasar, ‘anunya’ jadi sakit. ” “Iya deh..!”, jawabku. Kami berdua masih
terus menonton film di TV.
Anita |
Waktu itu kami
tiduran di lantai. Kudekati dia dan langsung tanganku menuju selangkangannya
(to the point bok..!) . Kuselusupkan tangan kananku ke dalam CD-nya dan
kuelus-elus dengan lembutnya. Anita tidak menolak, bahkan dengan sengaja
merebahkan tubuhnya, dan kakinya agak diselonjorkan.
Saat merabanya, aku
seperti memegang pembalut, dan setelah kutanyakan ternyata memang sejak lima hari
lalu dia sedang menstruasi. Aku tidak mencoba membuka pakaian maupun CD-nya,
maklumlah takut kalau ketahuan sama adik-adikku. Dengan CD masih melekat di
tubuhnya, kuraba daerah di atas kemaluannya. Kurasakan bulu kemaluannya masih
lembut, tapi sudah agak banyak seperti bulu-bulu yang ada di tanganku. Kuraba
terus dengan lembut, tapi belum sampai menyentuh ‘anunya’, dan terdengar suara
desisan walau tidak keras. Kemudian kurasakan sekarang dia berusaha mengangkat
pantatnya agar jari-jariku segera menyentuh kemaluannya. Segera kupenuhi
keinginannya itu. Waktu pertama kusentuh kemaluannya, dia terjengat dan
mendesis. Kugosok-gosok bibir kewanitaannya sekitar lima menit,
dan akhirnya kumasukkan jari tengahku ke liang senggamanya. “Auw. .,” begitu
reaksinya setelah jariku masuk setengahnya dan tangannya memegangi tanganku.
Setelah itu dengan pelan kukeluarkan jariku, “Eeessshhh ..” , desisnya. Lalu
kutanya, “Gimana.. ? Sakit..?” Dia menggeleng dan tanpa kusadari tangannya kini
memegang telapak tangan kananku (yang berada di dalam CD-nya), seakan memberi
komando kepadaku untuk meneruskan kerjaku. Sambil terus kukeluar-masukkan
jariku, Anita juga tampak meram serta mendesis-desis keenakan.
Sementara terasa di
dalam CD-ku , batang kemaluanku juga bangun, tapi aku belum berani untuk
meminta Anita memegang rudalku (padahal aku sudah ingin sekali). Sekitar 10
menit peristiwa itu terjadi. Kulihat dia tambah keras desisannya dan kedua
kakinya dirapatkan ke kaki kiriku. Sepertinya dia telah mengalami klimaks, dan
kami akhirnya tidur di kamar masing-masing.
Hari berikutnya,
aku dan Anita siap-siap membuka warung, adikku pada berangkat sekolah, sehingga
hanya ada aku dan Anita di warung. Hari itu Anita jadi lebih berani padaku. Di
dalam warungku sambil duduk dia berani memegang tanganku dan menuntunnya untuk
memegang kemaluannya. Waktu itu dia memakai hem dan rok di atas lutut, hingga
aku langsung bisa memegang selangkangannya yang terhalang CD dan pembalut.
Kaget juga aku, soalnya ini kan lagi
ada di warung. “Nggak pa-pa Mas.., khan lagi sepi”, katanya dengan enteng
seakan mengerti yang kupikirkan. “Lha kalo ada pembeli gimana nanti.. ?”,
tanyaku. “Ya udahan dulu, baru setelah pembelinya balik, kita lanjutin lagi,
ok..?”, jawabnya. Dengan terpaksa kuraba-raba selangkangannya.
Hal tersebut
kulakukan sambil mengawasi di luar warung kalau-kalau nanti ada pembeli datang.
Sementara aku mengelus selangkangannya, Anita mencengkeram pahaku sambil
bibirnya digigit pelan tanda menikmati balaianku. Peristiwa itu kuakui sangat
membuatku terangsang sekali, sehingga celana pendekku langsung terlihat
menonjol yang bertanda batang kejantananku ingin berontak. “Lho Mas, anunya Mas
kok ngaceng..?” , katanya. Ternyata dia melihatku, kujawab, “Iya ini sih
tandanya aku masih normal…” Aku terus melanjuntukan pekerjaanku.
Tanpa kusadari dia
pun mengelus-elus celanaku, tepat di bagian batang kemaluanku.
Kadang dia juga
menggenggam kemaluanku sehingga aku juga merasa keenakan. Baru mau kumasukkan
tanganku ke CD-nya, tiba-tiba aku melihat di kejauhan ada anak yang sepertinya
mau membeli sesuatu di warungku. Kubisiki dia, “Heh ada orang tuh..! Stop dulu
ya..?” Aku menghentikan elusanku, dia berdiri dan berjalan ke depan warung.
Benar saja, untung kami segera menghentikan kegiatan kami, kalo tidak, wah bisa
berabe nanti. Sehabis melayani anak itu, dia balik lagi duduk di sebelahku dan
kami memulai lagi kegiatan kami yang terhenti. Seharian kami melakukannya, tapi
aku tidak membuka CD-nya, karena terlalu beresiko. Jadi kami seharian hanya
saling mengelus di bagian luar saja. Malam harinya kami melakukan lagi.
Aku sendirian
nonton TV, sementara adikku semua sudah tidur.
Tiba-tiba dia
mendatangiku dan ikut tiduran di lantai, di dekatku sambil nonton TV. Kemudian
tiba-tiba dia memegang tanganku dan dituntun ke selangkangannya. Aku yang
langsung diperlakukan demikian merasa mengerti dan langsung aku masuk ke dalam
CD-nya, dan langsung memasukkan jariku ke kemaluannya. Sedangkan dia juga
langsung memegang batang kejantananku. “Aku copot ya CD kamu, biar lebih enakan”,
kataku. Dia mengangguk dan aku langsung mencopot CD-nya. Saat itu dia memakai
rok mininya yang tadi, sehingga dengan mudah aku mencopotnya dan langsung
tanganku mengorek-ngorek lembah kewanitaannya dengan jari telunjukku. Aku juga
menyuruh mengeluarkan batang kejantananku dari CD-ku , sehingga dia kini bisa
melihat rudalku dengan jelas, dan dia kusuruh untuk menggenggamnya.
Kukorek-korek kemaluannya, kukeluar-masukkan jariku, tampaknya dia sangat
menikmatinya.
Kulihat batang
kemaluanku hanya digenggamnya saja, maka kusuruh dia untuk mengocoknya
pelan-pelan, namun karena dia tidak melumasi dulu batangku, maka kemaluanku
jadi agak sakit, tapi enak juga sih. “Eehhhsssttt… Eehhhsssttt… Ouw..,
eehhhsssttt… Eehhhsssttt… Eehhhssstt..” Begitu erangannya saat kukeluar
masukkan jariku. Kumasukkan jariku lebih dalam lagi ke liang kewanitaannya dan
dia mendesis lebih keras, aku suruh dia agar jangan keras-keras, takut nanti
adikku terbangun.
“Kocokkannya lebih
pelan dong.. !”, kataku yang merasa kocokkannya terhenti. Kupercepat gerakan
jariku di dalam liangnya, kurasakan dia mengimbanginya dengan menggerakkan
pantatnya ke depan dan ke belakang, seakan dia lagi menggauli jariku. Dan
akhirnya, “Oh. ., oohhh.. Oohhh. . Ohhh..” Rupanya dia mencapai klimaksnya yang
pertama, sambil kakinya mengapit dengan keras kaki kananku. Kucabut jariku dari
kemaluannya, kulihat masih ada noda merah di jariku. Karena aku belum puas, aku
langsung pergi ke kamar mandi dan kutuntun Anita. Di kamar mandi aku minta dia
untuk mengocok batang kejantananku dengan tangannya.
Aku lepaskan
celanaku, setelah itu CD-ku dan batang kejantananku langsung berdiri tegap.
Kusuruh dia mengambil sabun dan melumuri tangannya dengan sabun itu, lalu
kusuruh untuk segera mengocoknya. Karena belum terbiasa, sering tangannya
keluar dari batangku, terus kusuruh agar tangannya waktu mengocok itu jangan
sampai lepas dari batangku. Setelah lima menit,
akhirnya aku klimaks juga, dan kusuruh menghentikan kocokannya. Seperti pagi
hari sebelumnya, kami mengulangi perbuatan itu lagi. Tidak ada yang dapat
kuceritakan kejadian pagi itu karena hampir sama dengan yang terjadi di pagi
hari sebelumnya. Tapi pada malam harinya, seperti biasa, aku sendirian nonton
TV. Anita datang, sambil tiduran dia nonton TV. Tapi aku yakin tujuannya bukan
untuk nonton, dia sepertia ketagihan dengan perlakuanku padanya. Dia langsung
menuntun tanganku ke selangkangannya. Aku bisa menyentuh kewanitaannya, tapi
ada yang lain.
Kini dia tidak
memakai pembalut lagi. “Eh, kamu udah selesai mens-nya..?”, tanyaku. “Iya, tadi
sore khan aku udah kramas, masa nggak tau.. ?”, katanya. Aku memang tidak tahu.
Karena memang aku kurang peduli dengan hal-hal seperti itu. Aku jadi
membayangkan yang jorok, wah batang kejantananku bisa masuk nich. Kuraba-raba CD-nya.
Tepat di lubang kemaluannya, aku agak menusukkan jariku, dan dia tampak
mendesis perlahan. Tangannya kini sudah membuka restleting celana pendekku,
selanjutnya membukanya, dan CD-ku juga dilepaskankan ke bawah sebatas lutut.
Digenggamnya batang
kejantananku tanpa sungkan lagi (karena sudah sering kali ya..?). Aku juga
membuka CD-nya, tapi karena dia masih memakai rok mini lagi, jadi tidak
ketahuan kalau dia sekarang bugil di bagian bawahnya. Dia kini dalam keadaan
mengangkang dengan kaki agak ditekuk. Kuraba bibir kemaluannya dan dengan agak
keras, kumasukkan seluruh jari telunjukku ke lubang senggamanya. “Uhhh..
Essshhh.. Eessshhh.. Essshhh..” , begitu desisnya waktu kukeluar masukkan
jariku ke lubang senggamanya. Sementara dia kini juga berusaha mengocok batang
keperkasaanku, tapi terasa masih sakit.
Kukorek-korek
lubang kemaluannya. Lalu timbul keinginanku untuk melihat kemaluannya dari
dekat. Maklumlah, aku khan belum melihat langsung bentuk kemaluan wanita dari
dekat. Paling-paling dari film xxx yang pernah kutonton. Ku ubah posisiku,
kakiku kini kuletakkan di samping kepala Anita, sedangkan kepalaku berada di
depan kemaluannya, sehingga aku dengan leluasa dapat melihat liang
kewanitaannya.
Dengan kedua
tanganku, aku berusaha membuka bibir kemaluannya. Tapi, “Auw. . Diapaain Mas..?
Eshhh.. Uuhhh. ”, desisannya tambah mengeras. “Sorry.., sakit ya..? Aku mo
lihat bentuk anumu nih, wah bagus juga yach..!”, sambil terus kukocokkan
jariku. Kulihat daging di lubangnya itu berwarna merah muda dan terlihat
bergerak-gerak. “Wah, jariku aja susah kalo masuk kesini, apalagi anuku yang
kamu genggam itu ya..?” , pancingku. Dia diam saja tidak merespon, mungkin lagi
menikmati kocokan jariku karena kulihat dia memaju mundurkan pantatnya. “Eh,
sebenarnya yang enak ini mananya sich..?” , tanyaku.
Tangan kirinya
menunjuk sepotong daging kecil di atas lubang kemaluannya. “Ini nich.. , kalo
Mas kocokkan jarinya pas menyentuh ini rasanya kok gatel-gatel tapi enak gitu.”
“Mana.., mana.., oh ini ya..?” , kugosok daging itu (yang kemudian kuketahui
bernama klitoris) dan dia makin kuat menggenggam batang kemaluanku. “Ahhh.
Auu.. Enakkkk Maaasss… Eeehhh… Aaahhh.. Truusss Masss, terusiinn.. Ohhh..!”
Tangannya setengah tenaga ingin menahan tanganku, tapi setengahnya lagi ingin
membiarkan aku terus menggosok benda itu. Dan akhirnya, “Uhh.. Uhhh.. Uuhhh..
Ahhh.. Aahhh.” , dia mencapai klimaks. Aku terus menggosoknya, dan tubuhnya
terus menggelinjang seperti cacing kepanasan. Lalu kubertanya, “Eh, gimana kalo
anuku coba masuk ke sini…? Boleh nggak..? Pasti lebih enakan..!” Dia hanya
mengangguk pelan dan aku segera merubah posisiku menjadi tidur miring sejajar
dengan dia.
Kugerakkan batang
kejantananku menuju ke lubang kemaluannya. Kucoba memasukkan, tapi rasanya
tidak bisa masuk. Kurubah posisiku sehingga dia kini berada di bawahku. Kucoba
masukkan lagi batangku ke lubangnya. Terasa kepala anuku saja yang masuk, dia
sudah mendesis-desis. Kudorong lebih dalam lagi, tangannya berusaha
menghentikan gerakanku dengan memegang batangku. Namun rasanya nafsu lebih
mendominasi daripada nalarku, sehingga aku tidak mempedulikan erangannya lagi.
Kutekan lagi dan, “Auuuwww.. Ehhssaaakkkiittt..!” Aku berhasil memasukkan
batang anuku walau tidak seluruhnya. Aku diam sejenak dan bernapas. Terasa
anunya memeras batangku dengan keras. “Gimana, sakit ya.., mo diterusin
nggak..?” , tanyaku padanya sambil tanganku memegang pantatnya. Dia tidak
menjawab, hanya terdengar desah nafasnya. Kugerakkan lagi untuk masuk lebih
dalam. Mulutnya membuka lebar seperti orang menjerit, tapi tanpa suara.
Karena dia tetap
diam, maka kulanjuntukan dengan mengeluarkan batangku. Dan lagi-lagi dia
seperti menjerit tapi tanpa suara. Saat kukeluarkan, kulihat ada noda darah di
batangku. Aku jadi kaget, “Wah aku memperawaninya nih.” “Gimana.. , sakit
nggak.. , kalo nggak lanjut ya.. ?”, tanyaku. “Uhhh.. Tadi sakiiittt sich…
Uhhh. Geeelii.” Begitu katanya waktu anuku kugesek-gesekkan. Setelah itu
kumajukan lagi batang kejantananku, Anita tampak menutup matanya sambil berusaha
menikmatinya. Baru kali ini batangku masuk ke liangnya wanita, wah rasanya
sungguh nikmat. Aku belum mengerti, kenapa kok di film-film yang kulihat,
batang kejantanan si pria begitu mudahnya keluar masuk ke liang senggama
wanita, tapi aku disini kok sulit sekali untuk menggerakkan batang kejantananku
di liang keperawanannya.
Namun setelah
beberapa menit hal itu berlangsung, sepertinya anuku sudah lancar keluar masuk
di anunya, maka agak kupercepat gerakan maju mundurku di liangnya. Kurubah
posisiku hingga kini dia berada di bawahku. Sambil masih kugerakkan batangku,
tanganku berusaha mencapai buah dadanya. Kuremas-remas buah dadanya yang masih
kecil itu bergantian, lalu kukecup puting buah dadanya dengan muluntuku. Dia
semakin bergelinjang sambil mendesis agak keras.
Akhirnya setelah
berjalan kurang lebih 10 menitan, kaki Anita berada di pantatku dan menekan
dengan keras pantatku. Kurasa dia sudah orangasme, karena cengkeraman bibir
kemaluannya terhadap anuku bertambah kuat juga. Dan karena aku tidak tahan
dengan cengkeraman bibir kemaluannya, akhirnya, “Crot.. Crot.. Crot..” , air
maniku tumpah di vaginanya. Serasa aku puas dan juga letih.
Kami berdua
bersimbah keringat. Lalu segera kutuntun dia menuju kamar mandi dan kusuruh dia
untuk membersihkan liang kewanitaannya, sedangkan aku mencuci senjataku.
Setelah itu kami kembali ke tempat semula. Kulihat tidak ada noda darah di
karpet tempat kami melakukan kejadian itu. Dan untung adik-adikku tidak bangun,
sebab menuruntuku desisan dan suara dia agak keras. Lalu kumatikan TV-nya, dan
kami berdua tidur di kamar masing-masing.
Sebelum tidur aku
sempat berfikir, “Wah, aku telah memperawani sepupuku sendiri nich..!” Sewaktu
aku sudah kuliah lagi (dua hari setelah kejadian itu), dia masih suka
menelponku dan bercerita bahwa kejadian malam itu sangat diingatnya dan dia
ingin mengulanginya lagi. Aku jadi berpikir, wah gawat kalo gini. Aku jadi
ingat bahwa waktu itu aku keluarkan maniku di dalam liang keperawanannya.
“Wah, bisa hamil
nich anak..!”, pikirku. Hari-hariku jadi tidak tenang, karena kalau ketahuan
dia hamil dan yang menghamili itu aku, bisa mampus aku. Setelah sebulan lewat,
kutelpon dia di rumahnya. Setelah kutanya, ternyata dia dapat mens-nya lagi dua
hari yang lalu. Lega aku dan sekarang hari-hariku jadi balik ke semula.
Begitulah ceritaku saat menggauli sepupu sendiri, tapi dasar memang sepupuku
yang agak “horny” . Tapi sampai saat ini kami tidak pernah melakukan perbuatan
itu lagi.
Komentar
Posting Komentar