Pagi
itu ketika bangun tidur aku merasa ada yang aneh pada diriki karena sebelah
kakiku sangat sakit ketika digerakan atai ditekuk. Kemudian baru aku ingat
kalau kemarin aku sempat terjatuh ketika sedang asik bemain futsal dengan teman
temanku hingga kini baru terasa memarnya.
Semakin
hari rasa sakit dikakiku semakin menjadi hingga aku tak dapat pergi kuliah
seperti biasanya. Untung saja nenekku waktu itu datang kerumah dan memberikan
obat ramuan herbal dari dedaunan yang sudah dikeringkan sehingga berangsur
angsur memar dikakiku mulai membaik.
Kenalkan
nama saya Andra tapi teman temanku biasa memanggilku Bapank. Umurku 22 tahun
dan sekarang sedang kuliah di sebuah PTS di Bandung. Aku termasuk cowok yang
populer di kampus (sekeren namaku). Tapi aku punya kelemahan, saat ini aku udah
nggak perjaka lagi (emang sekarang udah nggak jamannya keperjakaan diutamakan).
Nah, hilangnya perjakaku ini yang pengin aku ceritakan.
Aku
punya banyak cewek. Diantaranya banyak cewek itu yang paling aku sukai adalah
Rere. Tapi dalam kisah ini bukan Rere tokoh utamanya. sebab hilangnya perjakaku
nggak ada sangkut pautnya sama Rere. Malah waktu itu aku aku lagi marahan sama
doski.
Waktu
itu aku nganggap Rere nggak bener-bener sayang sama aku. Aku lagi jutek banget
sama dia. Habisnya udah lima bulan
pacaran, masak Rere hanya ngasih sun pipi doang. Ceritanya pas aku ngapel ke
tempat kostnya, aku ngajakin dia ML. Habis aku pengin banget sih. (keseringan
mantengin VCD parto kali yee…). Tapi si Rere menolak mentah-mentah. Malahan aku
diceramahin, busyet dah!
Maya |
Makanya malam
minggu itu aku nggak ngapel (ceritanya ngambek). Aku cuman duduk-duduk sambil
gitaran di teras kamar kostku. Semua teman kostku pada ngapel atau entah
nglayap kemana. Rumah induk yang kebetulan bersebelahan dengan rumah kost agak
sepi.
Sebab sejak tadi
sore ibu kost dan bapak pergi ke kondangan. Putri tertua mereka, Murni sudah
dijemput pacarnya sejam yang lalu. Sedang Maidy, adiknya Murni entah nglayap
kemana. Yang ada tinggal Maya, si bungsu dan Ersa, sepupunya yang kebetulan
lagi berkunjung ke rumah oomnya.
Terdengar irama
lagu India dari dalam rumah induk, pasti mereka lagi asyik menonton
Gala Bollywood. Nggak tahu, entah karena suaraku merdu atau mungkin karena
suaraku fals plus berisik, Maya datang menghampiriku.
“Lagi nggak ngapel
nih, Mas Andra?” sapanya ramah (perlu diketahui kalau Maya memang orangnya
ramah banget)
“Ngapel sama siapa,
May?” jawabku sambil terus memainkan Sialannya Cokelat.
“Ah… Mas Andra ini
pura-pura lupa sama pacarnya.”
Gadis itu duduk di
sampingku (ketika dia duduk sebagian paha mulusnya terlihat sebab Maya cuman
pakai kulot sebatas lutut). Aku cuman tersenyum kecut.
“Udah putus aku
sama dia.” jawabku kemudian.
Nggak tahu deh,
tapi aku menangkap ada yang aneh dari gelagat Maya. Gadis itu nampaknya senang
mendengar aku putus. Tapi dia berusaha menutup-nutupinya.
“Yah, kacian deh…
habis putus sama pacar ya?” godanya. “Kayaknya bete banget lagunya.”
Aku menghentikan
petikan gitarku.
“Yah, gimana ya…
kayaknya aku lebih suka sama Maya deh ketimbang sama dia.”
Nah lo! Kentara
benar perubahan wajahnya. Gadis berkulit langsep agak gelap itu merah mukanya.
aku segera berpikir, apa bener ya gosip yang beredar di tempat kost ini kalo si
Maya ada mau sama aku.
“May, kok diam aja?
Malu yah…”
Maya melirik ke
arahku dengan manja. Tiba-tiba saja batinku ngrasani, gadis yang duduk di
sampingku ini manis juga yah. Masih duduk di kelas dua SMA tapi kok
perawakannya udah kayak anak kuliah aja. Tinggi langsing semampai, bodinya
bibit-bibit peragawati, payudaranya… waduh kok besar juga ya.
Tiba-tiba saja
jantungku berdebar memandangi tubuh Maya yang cuman pakai kaos ketat tanpa
lengan itu. Belahan dadanya sedikit tampak diantara kancing-kancing manisnya.
Ih, ereksiku naik waktu melirik pahanya yang makin kelihatan. Kulit paha itu
ditumbuhi bulu-bulu halus tapi cukup lebat seukuran cewek.
“Mas, daripada
nganggur gimana kalo Mas Andra bantu aku ngerjain peer bahasa inggris?”
“Yah Maya, malam
minggu kok ngerjain peer? Mendingan pacaran sama Mas Andra, iya nggak?”
pancingku.
“Ah, Mas Andra ini
bisa aja godain Maya..”
Maya mencubit
pahaku sekilas. Siir.. Wuih, kok rasanya begini. Gimana nih, aku kok
kayak-kayak nafsu sama ini bocah. Waduh, penisku kok bangun yah?
“Mau nggak Mas,
tolongin Maya?”
“Ada upahnya
nggak?”
“Iiih, dimintai
tolong kok minta upah sih…”
Cubitan kecil Maya
kembali memburu di pahaku. Siiiir… kok malah tambah merinding begini ya?
“Kalau diupah sun
sih Mas Andra mau loh.” pancingku sekali lagi.
“Aah… Mas Andra
nakal deh…”
Sekali lagi Maya
mencubit pahaku. Kali ini aku menahan tangan Maya biar tetap di pahaku. Busyet,
gadis itu nggak nolak loh. Dia cuman diam sambil menahan malu.
“Ya udah, Maya
ambil bukunya trus ngerjain peernya di kamar Mas Andra aja. Nanti tak bantu
ngerjain peer, tak kasih bonus pelajaran pacaran mau?”
Gadis itu cuman
senyum saja kemudian masuk rumah induk. Asyik… pasti deh dia mau. Benar saja,
nggak sampai dua menit aku sudah bisa menggiringnya ke kamar kostku. Kami
terpaksa duduk di ranjang yang cuman satu-satunya di kamar itu. Pintu sudah aku
tutup, tapi nggak aku kunci. Aku sengaja nggak segera membantunya ngerjain
peer, aku ajak aja dia ngobrol.
“Sudah bilang sama
Ersa kalo kamu kemari?”
“Iya sudah, aku
bilang ke tempat Mas Andra.”
“Trus si Ersa
gimana? Nggak marah?”
“Ya enggak, ngapain
marah.”
“Sendirian dong
dia?”
“Mas Andra kok
nanyain Ersa mulu sih? Sukanya sama Ersa ya?” ujar Maya merajuk.
“Yee… Maya marah.
Cemburu ya?”
Maya merengut, tapi
sebentar sudah tidak lagi. Dibuka-bukanya buku yang dia bawa dari rumah induk.
“Maya udah punya
pacar belum?”tanyaku memancing.
“Belum tuh.”
“Pacaran juga belum
pernah?”
“Katanya Mas Andra
mau ngajarin Maya pacaran.” balas Maya.
“Maya bener mau?”
Gayung bersambut nih, pikirku.
“Pacaran itu
dasarnya harus ada suka.” lanjutku ketika kulihar Maya tertunduk malu.
“Maya suka sama mas
Andra?”
Maya memandangku
penuh arti. Matanya seakan ingin bersorak mengiyakan pertanyaanku. tapi aku
butuh jawaban yang bisa didengar. Aku duduk merapat pada Maya.
“Maya suka sama Mas
Andra?” ulangku.
“Iya.” gumamnya
lirih.
Bener!! Dia suka
sama aku. Kalau gitu aku boleh…
“Mas Andra mau
ngesun Maya, Maya nurut aja yah…” bisikku ke telinga Maya
Tanganku mengusap
rambutnya dan wajah kami makin dekat. Maya menutup matanya lalu membasahi
bibirnya (aku bener-bener bersorak sorai). Kemudian bibirku menyentuh bibirnya
yang seksi itu, lembut banget. Kulumat bibir bawahnya perlahan tapi penuh
dengan hasrat, nafasnya mulai berat. Lumatanku semakin cepat sambil
sekali-sekali kugigit bibirnya.
Mmm..muah… kuhisap
bibir ranum itu.
“Engh.. emmh..”
Maya mulai melenguh.
Nafasnya mulai tak
beraturan. Matanya terpejam rapat seakan diantara hitam terbayang lidah-lidah
kami yang saling bertarung, dan saling menggigit. Tanganku tanpa harus diperintah
sudah menyusup masuk ke balik kaos ketatnya.
Kuperas-peras
payudara Maya penuh perasaan. ereksiku semakin menyala ketika gundukan hangat
itu terasa kenyal di ujung jari-jariku. Bibirku merayap menyapu leher jenjang
Maya. Aku cumbui leher wangi itu. Kupagut sambil kusedot perlahan sambil
kutahan beberapa saat. Gigitan kecilku merajang-rajang birahi Maya.
“Engh.. Masss…
jangan… aku uuuh…”
Ketika kulepaskan
maka nampaklah bekasnya memerah menghias di leher Maya.
“May… kaosnya
dilepas ya sayang…”
Gadis itu hanya
menggangguk. Matanya masih terpejam rapat tapi bibirnya menyunggingkan senyum.
Nafasnya memburu. Sambil menahan birahi, kubuka keempat kancing kaos Maya satu
persatu dengan tangan kananku. Sedang tangan kiriku masih terus meremas
payudara Maya bergantian dari balik kaos.
Tak tega rasanya
membiarkan Maya kehilangan kenikmatannya. Jemari Maya menggelitik di dada dan
perutku, membuka paksa hem lusuh yang aku kenakan. Aku menggeliat-geliat
menahan amukan asmara yang Maya ciptakan.
Kaos pink Maya
terjatuh di ranjang. Mataku melebar memandangi dua gundukan manis tertutup kain
pink tipis. Kupeluk tubuh Maya dan kembali kuciumi leher jenjang gadis manis
itu, aroma wangi dan keringatnya berbaur membuatku semakin bergairah untuk
membuat hiasan-hiasan merah di lehernya.Perlahan-lahan kutarik pengait BH-nya,
hingga sekali tarik saja BH itupun telah gugur ke ranjang. Dua gundukan daging
itupun menghangat di ulu hatiku.
Kubaringkan
perlahan-lahan tubuh semampai itu di ranjang. Wow… payudara Maya (yang
kira-kira ukuran 34) membengkak. Ujungnya yang merah kecoklatan menggairahkan
banget. Beberapa kali aku menelan ludah memandangi payudara Maya. Ketika
merasakan tak ada yang kuperbuat, Maya memicingkan mata.
“May… adekmu udah
gede banget May…”
“Udah waktunya
dipetik ya mass…”
“Ehem, biar aku
yang metik ya May…”
Aku berada di atas
Maya. Tanganku segera bekerja menciptakan kenikmatan demi kenikmatan di dada
Maya. Putar… putar.. kuusap memutar pentel bengkak itu.
“Auh…Mass.. Aku
nggak tahan Mass… kayak kebelet pipis mas..” rintih Maya.
Tak aku hiraukan
rintihan itu. Aku segera menyomot payudara Maya dengan mulutku.
“Mmmm… suuup… mmm…”
kukenyot-kenyot lalu aku sedot putingnya.
“Mass… sakiit…”
rintih Maya sambil memegangi vaginanya.
Sekali lagi tak aku
hiraukan rintihan itu. Bagiku menggilir payudara Maya sangat menyenangkan.
Justru rintihan-rintihan itu menambah rasa nikmat yang tercipta. Tapi lama
kelamaan aku tak tega juga membuat Maya menahan kencing. Jadi aku lorot saja
celananya. Dan ternyata CD pink yang dikenakan Maya telah basah.
“Maya kencing di
celana ya Mass?”
“Bukan sayang, ini
bukan kencing. Cuman lendir vaginamu yang cantik ini.”
Maya tertawa
mengikik ketika telapak tanganku kugosok-gogokkan di permukaan vaginanya yang
telah basah. Karena geli selakangnya membuka lebar. Vaginanya ditumbuhi bulu
lebat yang terawat. Lubang kawin itu mengkilap oleh lendir-lendir kenikmatan
Maya.
Merah merona,
vagina yang masih perawan. Tak tahan aku melihat ayunya lubang kawin itu.
Segera aku keluarkan penisku dari sangkarnya. Kemudian aku jejalkan ke pangkal
selakangan yang membuka itu.
“Tahan ya
sayang…engh..”
“Aduh… sakiiit
mass…”
“Egh… rileks aja….”
“Mas… aah!!!” Maya
menjambak rambutku dengan liar.
Slup… batang
penisku yang perkasa menembus goa perawan Maya yang masih sempit. Untung saja
vagina itu berair jadi nggak terlalu sulit memasukkannya. Perlahan-lahan, dua
centi lima centi masih sempit sekali.
“Aduuuh Masss…
sakiiit…” rintih Maya.
Aku hentakkan
batang penisku sekuat tenaga.
“Jruub…”
Langsung amblas
seketika sampai ujungnya menyentuh dinding rahim Maya. Batang penisku
berdenyut-denyut sedikit sakit bagai digencet dua tembok tebal. Ujungnya
tersentuh sesuatu cairan yang hangat. Aku tarik kembali penisku. Lalu masukkan
lagi, keluar lagi begitu berkali-kali. Rasa sakitnya berangsur-angsur hilang.
Aku tuntun penisku
bergoyang-goyang.
Ia pun ikut
mengggoyang-goyangkan pantatnya. Makin lama makin keras sampai-sampai ranjang
itu berdecit-decit. Sampai-sampai tubuh Maya berayun-ayun. Sampai-sampai kedua
gunung kembar Maya melonjak-lonjak. Segera aku tangkap kedua gunung itu dengan
tanganku.
“Enggh.. ahhh..”
desis Maya ketika tanganku mulai meremas-remasnya.
Lendir kemaluan
Maya keluar, spermaku juga ikut-ikutan muncrat. Kami telah sama-sama mencapai
orgasme.
Komentar
Posting Komentar