Keponakanku yang baru menikah tinggal bersamaku karena
mereka belum memiliki rumah sendiri. Tidak menjadi masalah bagiku karena aku
tinggal sendiri setelah lama bercerai dan aku tidak memiliki anak dari
perkawinan yang gagal itu. Sebagai pengantin baru, tentunya keponakanku dan
istrinya, Ines, lebih sering menghabiskan waktunya di kamar. Pernah satu malam,
aku mendengar erangan Ines dari kamar mereka.
Aku mendekat ke pintu, terdengar Ines mengerang2,
“Terus mas, enak mas, terus ……, yah udah keluar ya mas, Ines
belum apa2. Sepertinya Ines tidak terpuaskan dalam ‘pertempuran” itu karena
suaminya keok duluan.
Beberapa kali aku mendengar lenguhan dan diakhiri dengan
keluhan senada. Kasihan juga Ines. Suatu sore, sepulang dari kantor, aku lupa
membawa kunci rumah. Aku mengetok pintu cukup lama sampai Ines yang membukakan
pintu. Aku sudah lama terpesona dengan kecantikan dan bentuk tubuhnya.
Tinggi tubuhnya sekitar 167 cm. Rambutnya tergerai
sebahu. Wajahnya cantik dengan bentuk mata, alis, hidung, dan bibir yang indah.
Ines hanya mengenakan baju kimono yang terbuat dari bahan handuk sepanjang
hanya 15cm di atas lutut. Paha dan betis yang tidak ditutupi daster itu tampak
amat mulus. Kulitnya kelihatan licin, dihiasi oleh rambut-rambut halus yang
pendek. Pinggulnya yang besar melebar. Pinggangnya kelihatan ramping.
Sementara kimono yang menutupi dada atasnya belum sempat
diikat secara sempurna, menyebabkan belahan toket yang montok itu menyembul di
belahan baju, pentilnya membayang di kimononya. Rupanya Ines belum sempat
mengenakan bra. Lehernya jenjang dengan beberapa helai rambut terjuntai. Sementara
bau harum sabun mandi terpancar dari tubuhnya. Agaknya Ines sedang mandi, atau
baru saja selesai mandi.
Tanpa sengaja, sebagai laki-laki normal, batangku berdiri
melihat tubuhnya. Dari samping kulihat toketnya begitu menonjol dari balik
kimononya. Melihat Ines sewaktu membelakangiku, aku terbayang betapa nikmatnya
bila tubuh tersebut digeluti dari arah belakang.
Aku berjalan mengikutinya menuju ruang makan. Kuperhatikan
gerak tubuhnya dari belakang. Pinggul yang besar itu meliuk ke kiri-kanan
mengimbangi langkah-langkah kakinya. Ingin rasanya kudekap tubuh itu dari
belakang erat-erat. Ingin kutempelkan batangku di gundukan pantatnya. Dan ingin
rasanya kuremas-remas toket montoknya habis-habisan.
“Sori Nes, om lupa bawa kunci. Kamu terganggu mandinya
ya”, kataku. “Udah selesai kok om”, jawabnya.
Aku duduk di meja makan. Ines mengambilkan teh buatku dan
kemudian masuk ke kamarnya.
Tak lama kemudian Ines keluar hanya mengenakan daster
tipis berbahan licin, mempertontonkan tonjolan toket yang membusung. Ines tidak
mengenakan bra, sehingga kedua pentilnya tampak jelas sekali tercetak di
dasternya. Ines beranjak dari duduknya dan mengambil toples berisi kue dari
lemari makan.
Pada posisi membelakangiku, aku menatap tubuhnya dari belakang
yang sangat merangsang. Kita ngobrol ngalor ngidul soal macem2. kesempatan
bagiku untuk menatapnya dari dekat tanpa rasa risih. Ines tidak menyadari bahwa
belahan daster di dadanya mempertontonkan toket yang montok kala agak merunduk.
batangku pun menegang.
Akhirnya pembicaraan menyerempet soal sex. “Nes, kamu gak
puas ya sama suami kamu”, kataku to the point. Ines tertunduk malu, mukanya
semu kemerahan. “Kok om tau sih”, jawabnya lirih. “Om kan pernah denger kamu
melenguh awalnya, cuma akhirnya mengeluh. Suami kamu cepet ngecretnya ya”,
kataku lagi.
“Iya om, si mas cepet banget keluarnya.
Ines baru mulai ngerasa enak, dia udah keluar. Kesel deh
jadinya, kaya Ines cuma jadi pemuas napsunya aja”, Ines mulai curhat. Aku hanya
mendengarkan curhatannya saja.
“Om, mandi dulu deh, udah waktunya makan. Ines nyiapin
makan dulu ya”, katanya mengakhiri pembicaraan seru.
“Kirain Ines nawarin mau mandiin”, godaku. “Ih si om,
genit”, jawabnya tersipu. “Kalo Ines mau, om gak keberatan lo”, jawabku lagi.
Ines tidak menjawab hanya berlalu ke dapur, menyiapkan makan.
Sementara itu aku masuk kamarku dan mandi. batangku
tegang gak karuan karena pembicaraan seru tadi.
Selesai mandi, aku hanya memakai celana pendek dan kaos,
sengaja aku tidak memakai CD. Pengen rasanya malem ini aku ngentotin Ines.
Apalagi suaminya sedang tugas keluar kota untuk beberapa
hari. batangku masih ngaceng berat sehingga kelihatan jelas tercetak di celana
pendekku.
Ines diam saja melihat ngacengnya batangku dari luar
celana pendekku. Ketika makan malem, kita ngobrol soal yang lain, Ines berusaha
tidak mengarahkan pembicaraan kearah yang tadi.
Kalo Ines tertawa, ingin rasanya kulumat habis-habisan
bibirnya. Ingin rasanya kusedot-sedot toket nya dan ingin rasanya kuremas-remas
pantat kenyal Ines itu sampai dia menggial-gial keenakan.
Selesai makan, Ines membereskan piring dan gelas.
Sekembalinya dari dapur, Ines terpeleset sehingga terjatuh. Rupanya ada air
yang tumpah ketika Ines membawa peralatan makan ke dapur.
Betis kanan Ines membentur rak kayu. “Aduh”, Ines
mengerang kesakitan. Aku segera menolongnya. Punggung dan pinggulnya kuraih.
Kubopong Ines kekamarnya.
Kuletakkan Ines di ranjang. Tercium bau harum sabun mandi
memancar dari tubuhnya. Belahan daster terbuka lebih lebar sehingga aku dapat
dengan leluasa melihat kemontokan toketnya. Nafsuku pun naik.
batangku semakin tegang. ketika aku menarik tangan dari
pinggulnya, tanganku tanpa sengaja mengusap pahanya yang tersingkap. Ines
berusaha meraih betisnya yang terbentur rak tadi. Kulihat bekas benturan tadi
membuat sedikit memar di betis nya. Aku pun berusaha membantunya.
Kuraih betis tersebut seraya kuraba dan kuurut bagian
betis yang memar tersebut. “Pelan om, sakit”, erangnya lagi. Lama-lama suaranya
hilang. Sambil terus memijit betis Ines, kupandang wajahnya. Matanya sekarang
terpejam. Nafasnya jadi teratur. Ines sudah tertidur. Mungkin karena lelah
seharian membereskan rumah. Aku semakin melemahkan pijitanku, dan akhirnya
kuhentikan sama sekali.
Kupandangi Ines yang tengah tertidur. Alangkah cantiknya
wajahnya. Lehernya jenjang. Toketnya yang montok bergerak naik-turun dengan
teratur mengiringi nafas tidurnya. pentilnya menyembul dari balik dasternya. Pinggangnya
ramping, dan pinggulnya yang besar melebar. Daster tersebut tidak mampu
menyembunyikan garis segitiga CD yang kecil.
Terbayang dengan apa yang ada di balik CDya, kon tolku
menjadi semakin tegang
Apalagi paha yang putih terbuka karena daster yang
tersingkap. Kuelus betisnya. Kusingkapkan bagian bawah dasternya sampai sebatas
perut. Kini paha mulus itu terhampar di hadapanku.
Di atas paha, beberapa helai bulu jembut keluar dari CD
yang minim. Sungguh kontras warnanya. Jembutnya berwarna hitam, sedang tubuhnya
berwarna putih.
Kueluskan tanganku menuju pangkal pahanya sambil kuamati
wajah Ines. Kueluskan perlahan ibu jariku di belahan bibir nonoknya.
kuciumi paha mulus tersebut berganti-ganti, kiri dan
kanan, sambil tanganku mengusap dan meremasnya perlahan-lahan. Kedua paha
tersebut secara otomatis bergerak membuka agak lebar.
Kemudian aku melepas celana pendekku. Kembali kuciumi dan
kujilati paha dan betis nya. Kutempelkan kepala batangku yang sudah ngaceng
berat di pahanya.
Rasa hangat mengalir dari paha Ines ke kepala batangku.
kugesek-gesekkan kepala batang di sepanjang pahanya. batangku terus
kugesek-gesekkan di paha sambil agak kutekan. Semakin terasa nikmat. Nafsuku
semakin tinggi.
Aku semakin nekad. Kulepaskan daster Ines, Ines terbangun
karena ulahku. “Om, Ines mau diapain”, katanya lirih.
Aku terkejut dan segera menghentikan aksiku. Aku
memandangi tubuh mulus Ines tanpa daster menghalanginya.
Tubuh moleknya sungguh membangkitkan birahi. toket yang
besar membusung, pinggang yang ramping, dan pinggul yang besar melebar.
pentilnya berdiri tegak.
“Nes, om mau ngasi kenikmatan sama kamu, mau enggak”,
kataku perlahan sambil mencium toket nya yang montok. Ines diam saja, matanya
terpejam.
Hidungku mengendus-endus kedua toket yang berbau harum
sambil sesekali mengecupkan bibir dan menjilatkan lidahku.pentil toket kanannya
kulahap ke dalam mulutku.
Badannya sedikit tersentak ketika pentil itu kugencet
perlahan dengan menggunakan lidah dan gigi atasku.
“Om…”, rintihnya, rupanya tindakanku membangkitkan
napsunya juga. Karena sangat ingin merasakan kenikmatan dientot, Ines diam saja
membiarkan aku menjelajahi tubuhnya.
kusedot-sedot pentil toketnya secara berirama. Mula-mula
lemah, lama-lama agak kuperkuat sedotanku. Kuperbesar daerah lahapan bibirku.
Kini pentil dan toket sekitarnya yang berwarna kecoklatan
itu semua masuk ke dalam mulutku.
Kembali kusedot daerah tersebut dari lemah-lembut menjadi
agak kuat. Mimik wajah Ines tampak sedikit berubah, seolah menahan suatu
kenikmatan.
Kedua toket harum itu kuciumi dan kusedot-sedot secara
berirama. batangku bertambah tegang.
Sambil terus menggumuli toket dengan bibir, lidah, dan
wajahnya, aku terus menggesek-gesekkan batang di kulit pahanya yang halus dan
licin. Kubenamkan wajahku di antara kedua belah gumpalan dada Ines.
perlahan-lahan bergerak ke arah bawah. Kugesek-gesekkan
wajahku di lekukan tubuh yang merupakan batas antara gumpalan toket dan kulit
perutnya. Kiri dan kanan kuciumi dan kujilati secara bergantian.
Kecupan-kecupan bibirku, jilatan-jilatan lidahku, dan
endusan-endusan hidungku pun beralih ke perut dan pinggang Ines. Sementara
gesekan-gesekan kepala kon tolku kupindahkan ke betisnya.
Bibir dan lidahku menyusuri perut sekeliling pusarnya
yang putih mulus. wajahku bergerak lebih ke bawah.
Dengan nafsu yang menggelora kupeluk pinggulnya secara
perlahan-lahan. Kecupanku pun berpindah ke CD tipis yang membungkus pinggulnya
tersebut.
Kususuri pertemuan antara kulit perut dan CD, ke arah
pangkal paha.
Kujilat helaian-helaian rambut jembutnya yang keluar dari
CDnya.
Lalu kuendus dan kujilat CD pink itu di bagian belahan
bibir kemaluannya. Ines makin terengah menahan napsunya, sesekali terdengar
lenguhannya menahan kenikmatan yang dirasakannya.
Aku bangkit. Dengan posisi berdiri di atas lutut
kukangkangi tubuhnya. batangku yang tegang kutempelkan di kulit toket Ines.
Kepala batang kugesek-gesekkan di toket yang montok itu.
Sambil kukocok batangnya dengan tangan kananku, kepala batang terus kugesekkan
di toketnya, kiri dan kanan.
Setelah sekitar dua menit aku melakukan hal itu. Kuraih
kedua belah gumpalan toket Ines yang montok itu.
Aku berdiri di atas lutut dengan mengangkangi pinggang
ramping Ines dengan posisi badan sedikit membungkuk. Batang batangku kujepit
dengan kedua gumpalan toketnya.
Kini rasa hangat toket Ines terasa mengalir ke seluruh
batang batangku. Perlahan-lahan kugerakkan maju-mundur batangku di cekikan
kedua toket Ines.
Kekenyalan payudaranya tersebut serasa memijit-mijit
batang batangku, memberi rasa nikmat yang luar biasa.
Di kala maju, kepala batangku terlihat mencapai pangkal
lehernya yang jenjang. Di kala mundur, kepala batangku tersembunyi di jepitan
toketnya.
Lama-lama gerak maju-mundur batangku bertambah cepat, dan
kedua toket nya kutekan semakin keras dengan telapak tanganku agar jepitan di
batang batangku semakin kuat.
Aku pun merem melek menikmati enaknya jepitan toketnya.
Ines pun mendesah-desah tertahan, “Ah… hhh… hhh… ah…”.
Batangku pun mulai melelehkan sedikit cairan. Cairan
tersebut membasahi belahan toket Ines.
Oleh gerakan maju-mundur batangku di dadanya yang diimbangi
dengan tekanan-tekanan dan remasan-remasan tanganku di kedua toketnya, cairan
itu menjadi teroles rata di sepanjang belahan dadanya yang menjepit batang batangku.
Cairan tersebut menjadi pelumas yang memperlancar
maju-mundurnya batangku di dalam jepitan toketnya.
Dengan adanya sedikit cairan dari batangku tersebut aku
merasakan keenakan dan kehangatan yang luar biasa pada gesekan-gesekan batang
dan kepala batangku dengan toketnya.
“Hih… hhh… … Luar biasa enaknya…,” aku tak kuasa menahan
rasa enak yang tak terperi.
Nafas Ines menjadi tidak teratur. Desahan-desahan keluar
dari bibirnya , yang kadang diseling desahan lewat hidungnya, “Ngh… ngh… hhh…
heh… eh… ngh…” Desahan-desahan Ines semakin membuat nafsuku makin memuncak.
Gesekan-gesekan maju-mundurnya batangku di jepitan
toketnya semakin cepat. kon tolku semakin tegang dan keras.
Kurasakan pembuluh darah yang melalui batang batangku
berdenyut-denyut, menambah rasa hangat dan nikmat yang luar biasa.
“Enak sekali, Nes”, erangku tak tertahankan.. Aku menggerakkan
maju-mundur batangku di jepitan toket Ines dengan semakin cepatnya.
Rasa enak yang luar biasa mengalir dari batang ke
syaraf-syaraf otakku.
Kulihat wajah Ines. Alis matanya bergerak naik turun
seiring dengan desah-desah perlahan bibirnya akibat tekanan-tekanan,
remasan-remasan, dan kocokan-kocokan di toketnya. Ada sekitar lima menit aku
menikmati rasa keenakan luar biasa di jepitan toketnya itu. Toket sebelah
kanannya kulepas dari telapak tanganku.
Tangan kananku lalu membimbing batang dan menggesek-gesekkan
kepala batang dengan gerakan memutar di kulit toketnya yang halus mulus. Sambil
jari-jari tangan kiriku terus meremas toket kiri Ines, batangku kugerakkan
memutar-mutar menuju ke bawah. Ke arah perut. Dan di sekitar pusarnya, kepala batangku
kugesekkan memutar di kulit perutnya yang putih mulus, sambil sesekali kusodokkan
perlahan di lobang pusarnya.
kucopot CD minimnya. Pinggul yang melebar itu tidak
berpenutup lagi. Kulit perut yang semula tertutup CD tampak jelas sekali.
Licin, putih, dan amat mulus. Di bawah perutnya, jembut yang hitam lebat
menutupi daerah sekitar lobang nonoknya. Kedua paha mulus Ines kurenggangkan
lebih lebar. Kini hutan lebat di bawah perut tadi terkuak, mempertontonkan
nonoknya. Aku pun mengambil posisi agar batangku dapat mencapai nonok Ines
dengan mudahnya. Dengan tangan kanan memegang batang batang, kepalanya
kugesek-gesekkan ke jembut Ines.
Rasa geli menggelitik kepala batangku. kepala batangku
bergerak menyusuri jembut menuju ke nonoknya.
Kugesek-gesekkan kepala batang ke sekeliling bibir
nonoknya. Terasa geli dan nikmat. kepala batang kugesekkan agak ke arah lobang.
Dan menusuk sedikit ke dalam. Lama-lama dinding mulut
lobang nonok itu menjadi basah. Kugetarkan perlahan-lahan batangku sambil terus
memasuki lobang nonok.
Kini seluruh kepala batangku yang berhelm pink terbenam
dalam jepitan mulut nonok Ines. Jepitan mulut nonok itu terasa hangat dan enak
sekali.
Kembali dari mulut Ines keluar desisan kecil tanda nikmat
tak terperi.
batangku semakin tegang. Sementara dinding mulut nonok
Ines terasa semakin basah.
Semprotan awal hanya sampai pangkal lehernya, sedang yang
terakhir hanya jatuh di atas belahan toketnya. Aku menikmati akhir-akhir
kenikmatan. “Luar biasa… nes, nikmat sekali tubuhmu…,” aku bergumam. “Kok gak
dikeluarin di dalem aja om”, kata Ines lirih. “Gak apa kalo om ngecret didalem
Nes”, jawabku. “
Gak apa om, Ines pengen ngerasain kesemprot peju anget.
Tapi Ines ngerasa nikmat sekali om, belum pernah Ines
ngerasain kenikmatan seperti ini”, katanya lagi. “Ini baru ronde pertama Nes,
mau lagi kan ronde kedua”, kataku. “Mau om, tapi ngecretnya didalem ya”, jawabnya.
“Kok tadi kamu diem aja Nes”, kataku lagi. “Bingung om,
tapi nikmat”, jawabnya sambil tersenyum. “Engh…” Ines menggeliatkan badannya.
Aku segera mengelap batang dengan tissue yang ada di atas
meja, dan memakai celana pendek. beberapa lembar tissue kuambil untuk mengelap
pejuku yang berleleran di rahang, leher, dan toket Ines.
Ada yang tidak dapat dilap, yakni cairan pejuku yang
sudah terlajur jatuh di rambut kepalanya. “Mo kemana om”, tanyanya.
“Mo ambil minum dulu”, jawabku. “Kok celananya dipake,
katanya mau ronde kedua”, katanya. Rupanya Ines sudah pengen aku menggelutinya
sekali lagi.
Aku kembali membawa gelas berisi air putih, kuberikan
kepada Ines yang langsung menenggaknya sampe habis.
Aku keluar lagi untuk mengisi gelas dengan air dan
kembali lagi ke kekamar. Masih tidak puas aku memandangi toket indah yang terhampar
di depan mataku tersebut.
mataku memandang ke arah pinggangnya yang ramping dan
pinggulnya yang melebar indah.
Terus tatapanku jatuh ke nonoknya yang dikelilingi oleh
bulu jembut hitam jang lebat. Betapa enaknya ngentotin Ines.
Aku ingin mengulangi permainan tadi, menggeluti dan
mendekap kuat tubuhnya. Mengocok nonoknya dengan batangku dengan irama yang
menghentak-hentak kuat.
Dan aku dapat menyemprotkan pejuku di dalam nonoknya
sambil merengkuh kuat-kuat tubuhnya saat aku nyampe. Nafsuku terbakar.
“Ines…,” desahku penuh nafsu. Bibirku pun menggeluti
bibirnya. Bibir sensual yang menantang itu kulumat-lumat dengan ganasnya. Sementara
Ines pun tidak mau kalah.
Bibirnya pun menyerang bibirku dengan dahsyatnya, seakan
tidak mau kedahuluan oleh lumatan bibirku.
Kedua tangankupun menyusup diantara lengan tangannya.
Tubuhnya sekarang berada dalam dekapanku.
Aku mempererat dekapanku, sementara Ines pun mempererat
pelukannya pada diriku. Kehangatan tubuhnya terasa merembes ke badanku,
toketnya yang membusung terasa semakin menekan dadaku.
Jari-jari tangan Ines mulai meremas-remas kulit punggungku.
Ines mencopot celanaku.Ines pun merangkul punggungku lagi.
Aku kembali mendekap erat tubuh Ines sambil melumat
kembali bibirnya.
Aku terus mendekap tubuhnya sambil saling melumat bibir.
Sementara tangan kami saling meremas-remas kulit punggung.
Kehangatan menyertai tubuh bagian depan kami yang saling
menempel. Kini kurasakan toketnya yang montok menekan ke dadaku.
Dan ketika saling sedikit bergeseran, pentilnya
seolah-olah menggelitiki dadaku. batangku terasa hangat dan mengeras.
Tangan kiriku pun turun ke arah perbatasan pinggang
ramping dan pinggul besar Ines, menekannya kuat-kuat dari belakang ke arah
perutku.
batangku tergencet perut bawahku dan perut bawah Ines
dengan enaknya.
Sementara bibirku bergerak ke arah lehernya.kuciumi,
kuhisap-hisap dengan hidungku, dan kujilati dengan lidahku. “Ah… geli… geli…,”
desah Ines sambil menengadahkan kepala, agar seluruh leher sampai dagunya
terbuka dengan luasnya.
Ines pun membusungkan dadanya dan melenturkan pinggangnya
ke depan. Dengan posisi begitu, walaupun wajahku dalam keadaan menggeluti
lehernya, tubuh kami dari dada hingga bawah perut tetap dapat menyatu dengan
rapatnya.
Tangan kananku lalu bergerak ke dadanya yang montok, dan
meremas-remas toket tersebut dengan perasaan gemas.
Setelah puas menggeluti lehernya, wajahku turun ke arah
belahan dadanya. Aku berdiri dengan agak merunduk.
Tangan kiriku pun menyusul tangan kanan, yakni bergerak
memegangi toket. Kugeluti belahan toket Ines, sementara kedua tanganku
meremas-remas kedua belah toketnya sambil menekan-nekankannya ke arah wajahku.
Kugesek-gesekkan memutar wajahku di belahan toket itu.
bibirku bergerak ke atas bukit toket sebelah kiri. Kuciumi bukit toket nya, dan
kumasukkan pentil toket di atasnya ke dalam mulutku. Kini aku menyedot-sedot
pentil toket kiri Ines.
Kumainkan pentil di dalam mulutku itu dengan lidahku.
Sedotan kadang kuperbesar ke puncak bukit toket di sekitar pentil yang berwarna
coklat.
“Ah… ah… om… geli…,” Ines mendesis-desis sambil
menggeliatkan tubuh ke kiri-kanan. Aku memperkuat sedotanku.
Sementara tanganku meremas kuat toket sebelah kanan.
Kadang remasan kuperkuat dan kuperkecil menuju puncak
bukitnya, dan kuakhiri dengan tekanan-tekanan kecil jari telunjuk dan ibu
jariku pada pentilnya.
“Om… hhh… geli… geli… enak… enak… ngilu… ngilu…”
Aku semakin gemas. toket Ines itu kumainkan secara
bergantian, antara sebelah kiri dan sebelah kanan.
Bukit toket kadang kusedot sebesar-besarnya dengan tenaga
isap sekuat-kuatnya, kadang yang kusedot hanya pentilnya dan kucepit dengan
gigi atas dan lidah.
Belahan lain kadang kuremas dengan daerah tangkap
sebesar-besarnya dengan remasan sekuat-kuatnya, kadang hanya kupijit-pijit dan
kupelintir-pelintir kecil pentil yang mencuat gagah di puncaknya.
“Ah…om… terus… hzzz… ngilu… ngilu…” Ines mendesis-desis
keenakan. Matanya kadang terbeliak-beliak. Geliatan tubuhnya ke kanan-kiri
semakin sering frekuensinya.
Sampai akhirnya Ines tidak kuat melayani
serangan-serangan awalku. Jari-jari tangan kanan Ines yang mulus dan lembut
menangkap batangku yang sudah berdiri dengan gagahnya. “Om.. Batang batangnya
besar ya”, ucapnya.
Sambil membiarkan mulut, wajah, dan tanganku terus
memainkan dan menggeluti kedua belah toketnya, jari-jari lentik tangan kanannya
meremas-remas perlahan batangku secara berirama. Remasannya itu memberi rasa
hangat dan nikmat pada batang batangku.
kurengkuh tubuhnya dengan gemasnya. Kukecup kembali
daerah antara telinga dan lehernya. Kadang daun telinga sebelah bawahnya
kukulum dalam mulutku dan kumainkan dengan lidahku.
Kadang ciumanku berpindah ke punggung lehernya yang
jenjang. Kujilati pangkal helaian rambutnya yang terjatuh di kulit lehernya.
Sementara tanganku mendekap dadanya dengan eratnya.
Telapak dan jari-jari tanganku meremas-remas kedua belah
toketnya. Remasanku kadang sangat kuat, kadang melemah.
Sambil telunjuk dan ibu jari tangan kananku menggencet
dan memelintir perlahan pentil toket kirinya, sementara tangan kiriku meremas
kuat bukit toket kanannya dan bibirku menyedot kulit mulus pangkal lehernya
yang berbau harum, batangku kugesek-gesekkan dan kutekan-tekankan ke perutnya.
Ines pun menggelinjang ke kiri-kanan.
“Ah… om… ngilu… terus om… terus… ah… geli… geli…terus…
hhh… enak… enaknya… enak…,” Ines merintih-rintih sambil terus berusaha
menggeliat ke kiri-kanan dengan berirama sejalan dengan permainan tanganku di
toketnya.
Akibatnya pinggulnya menggial ke kanan-kiri. Goyang
gialan pinggul itu membuat batangku yang sedang menggesek-gesek dan
menekan-nekan perutnya merasa semakin keenakan.
“Ines… enak sekali Ines… sssh… luar biasa… enak sekali…,”
aku pun mendesis-desis keenakan.
“Om keenakan ya? Batang batang om terasa besar dan keras
sekali menekan perut Ines. Wow… batang om terasa hangat di kulit perut Ines.
tangan om nakal sekali … ngilu,…,” rintih Ines. “Jangan mainkan hanya pentilnya
saja… geli… remas seluruhnya saja…” Ines semakin menggelinjang-gelinjang dalam
dekapan eratku.
Dia sudah makin liar saja desahannya, rupanya dia sangat
menikmati gelutannya, lupa bahwa aku ini om dari suaminya. “om.. remasannya
kuat sekali… Tangan om nakal sekali… Sssh… sssh… ngilu… ngilu…Ak… batang om …
besar sekali… kuat sekali…”
Ines menarik wajahku mendekat ke wajahnya. bibirnya
melumat bibirku dengan ganasnya. Aku pun tidak mau kalah.
Kulumat bibirnya dengan penuh nafsu yang menggelora,
sementara tanganku mendekap tubuhnya dengan kuatnya. Kulit punggungnya yang
teraih oleh telapak tanganku kuremas-remas dengan gemasnya.
Kemudian aku menindihi tubuh Ines. batangku terjepit di
antara pangkal pahanya dan perutku bagian bawah sendiri.
Rasa hangat mengalir ke batang batangku yang tegang dan
keras. Akhirnya aku tidak sabar lagi. Bibirku kini berpindah menciumi dagu dan
lehernya, sementara tanganku membimbing batangku untuk mencari liang nonoknya.
Kuputar-putarkan dulu kepala batangku di kelebatan jembut
disekitar bibir nonok Ines. Ines meraih batang batangku yang sudah amat tegang.
Pahanya yang mulus itu terbuka agak lebar. “Om batangnya
besar dan keras sekali” katanya sambil mengarahkan kepala batangku ke lobang
nonoknya.
kepala batangku menyentuh bibir nonoknya yang sudah
basah. dengan perlahan-lahan dan sambil kugetarkan, batang kutekankan masuk ke
liang nonok.
Kini seluruh kepala batangku pun terbenam di dalam
nonoknya. Aku menghentikan gerak masuk batangku.
“Om… teruskan masuk… Sssh… enak… jangan berhenti sampai
situ saja…,” Ines protes atas tindakanku.
Namun aku tidak perduli. Kubiarkan batangku hanya masuk
ke lobang nonoknya hanya sebatas kepalanya saja, namun batangku kugetarkan
dengan amplituda kecil.
Sementara bibir dan hidungku dengan ganasnya menggeluti
lehernya yang jenjang, lengan tangannya yang harum dan mulus, dan ketiaknya
yang bersih dari bulu ketiak.
Ines menggelinjang-gelinjang dengan tidak karuan. “Sssh…
sssh… enak… enak… geli… geli, om. Geli… Terus masuk, om..” Bibirku mengulum
kulit lengan tangannya dengan kuat-kuat.
Sementara tenaga kukonsentrasikan pada pinggulku. Dan…
satu… dua… tiga! batangku kutusukkan sedalam-dalamnya ke dalam nonok Ines
dengan sangat cepat dan kuatnya. Plak! Pangkal pahaku beradu dengan pangkal
pahanya yang sedang dalam posisi agak membuka dengan kerasnya.
Sementara kulit batang batangku bagaikan diplirid oleh
bibir nonoknya yang sudah basah dengan kuatnya sampai menimbulkan bunyi: srrrt!
“Auwww!” pekik Ines. Aku diam sesaat, membiarkan batangku tertanam seluruhnya
di dalam nonok Ines tanpa bergerak sedikit pun.
“Sakit om… ” kata Ines sambil tangannya meremas
punggungku dengan kerasnya. Aku pun mulai menggerakkan batangku keluar-masuk
nonok Ines.
Aku tidak tahu, apakah batangku yang berukuran panjang
dan besar ataukah lubang nonok Ines yang berukuran kecil. Yang saya tahu,
seluruh bagian batangku yang masuk nonoknya serasa dipijit-pijit dinding lobang
nonoknya dengan agak kuatnya.
“Bagaimana Nes, sakit?” tanyaku. “Sssh… enak sekali… enak
sekali… batang om besar dan panjang sekali… sampai-sampai menyumpal penuh
seluruh penjuru lobang nonok Ines..,” jawabnya.
Aku terus memompa nonok Ines dengan batangku
perlahan-lahan. toketnya yang menempel di dadaku ikut terpilin-pilin oleh
dadaku akibat gerakan memompa tadi.
Kedua pentilnya yang sudah mengeras seakan-akan
mengkilik-kilik dadaku.
batangku serasa diremas-remas dengan berirama oleh
otot-otot nonoknya sejalan dengan genjotanku tersebut.
Terasa hangat dan enak sekali.
Sementara setiap kali menusuk masuk kepala batangku
menyentuh suatu daging hangat di dalam nonok Ines.
Sentuhan tersebut serasa menggelitiki kepala batang
sehingga aku merasa sedikit kegelian. Geli-geli nikmat.
aku mengambil kedua kakinya dan mengangkatnya. Sambil
menjaga agar batangku tidak tercabut dari lobang nonoknya, aku mengambil posisi
agak jongkok.
Betis kanan Ines kutumpangkan di atas bahuku, sementara
betis kirinya kudekatkan ke wajahku.
Sambil terus mengocok nonoknya perlahan dengan batangku,
betis kirinya yang amat indah itu kuciumi dan kukecupi dengan gemasnya.
Setelah puas dengan betis kiri, ganti betis kanannya yang
kuciumi dan kugeluti, sementara betis kirinya kutumpangkan ke atas bahuku.
Begitu hal tersebut kulakukan beberapa kali secara
bergantian, sambil mempertahankan gerakan batangku maju-mundur perlahan di
nonok Ines.
Setelah puas dengan cara tersebut, aku meletakkan kedua
betisnya di bahuku, sementara kedua telapak tanganku meraup kedua belah
toketnya.
Masih dengan kocokan batang perlahan di nonoknya,
tanganku meremas-remas toket montok Ines.
Kedua gumpalan daging kenyal itu kuremas kuat-kuat secara
berirama. Kadang kedua pentilnya kugencet dan kupelintir-pelintir secara
perlahan.
pentil itu semakin mengeras, dan bukit toket itu semakin
terasa kenyal di telapak tanganku. Ines pun merintih-rintih keenakan.
Matanya merem-melek, dan alisnya mengimbanginya dengan
sedikit gerakan tarikan ke atas dan ke bawah. “Ah… om, geli… geli… … Ngilu om,
ngilu… Sssh… sssh… terus om, terus…. batang om membuat nonok Ines merasa enak
sekali… Nanti jangan dingecretinkan di luar nonok, ya om.
Ngecret di dalam saja… ” Aku mulai mempercepat gerakan
masuk-keluar batangku di nonok Ines. “Ah-ah-ah… bener, om. Bener… yang cepat…
Terus om, terus… ” Aku bagaikan diberi spirit oleh rintihan-rintihan Ines.
Tenagaku menjadi berlipat ganda. Kutingkatkan kecepatan
keluar-masuk batangku di nonok Ines. Terus dan terus.
Seluruh bagian batangku serasa diremas-remas dengan
cepatnya oleh nonok Ines. Mata Ines menjadi merem-melek.
Begitu juga diriku, mataku pun merem-melek dan mendesis-desis
karena merasa keenakan yang luar biasa.
“Sssh… sssh… Ines… enak sekali… enak sekali nonokmu… enak
sekali nonokmu…” “Ya om, Ines juga merasa enak sekali… terusss… terus om,
terusss…” Aku meningkatkan lagi kecepatan keluar-masuk batangku pada nonoknya.
“Om… sssh… sssh… Terus… terus… Ines hampir nyampe…
sedikit lagi… sama-sama ya om…,” Ines jadi mengoceh tanpa
kendali. Aku mengayuh terus. Aku belum merasa mau ngecret.
Namun aku harus membuatnya nyampe duluan. Sementara batangku
merasakan nonok Ines bagaikan berdenyut dengan hebatnya.
“Om… Ah-ah-ah-ah-ah… Mau keluar om… mau
keluar..ah-ah-ah-ah-ah… sekarang ke-ke-ke…” Tiba-tiba kurasakan batangku
dijepit oleh dinding nonok Ines dengan sangat kuatnya.
Di dalam nonok, batangku merasa disemprot oleh cairan
yang keluar dari nonok Ines dengan cukup derasnya.
Dan telapak tangan Ines meremas lengan tanganku dengan
sangat kuatnya. Ines pun berteriak tanpa kendali: “…keluarrr…!” Mata Ines
membeliak-beliak. Sekejap tubuh Ines kurasakan mengejang.
Aku pun menghentikan genjotanku. batangku yang tegang
luar biasa kubiarkan tertanam dalam nonok Ines. batangku merasa hangat luar
biasa karena terkena semprotan cairan nonok Ines. Kulihat mata Ines memejam
beberapa saat dalam menikmati puncaknya. Setelah sekitar satu menit
berlangsung, remasan tangannya pada lenganku perlahan-lahan mengendur. Kelopak
matanya pun membuka, memandangi wajahku. Sementara jepitan dinding nonoknya
pada batangku berangsur-angsur melemah, walaupun batangku masih tegang dan
keras. Kedua kaki Ines lalu kuletakkan kembali di atas ranjang dengan posisi
agak membuka. Aku kembali menindih tubuh telanjang Ines dengan mempertahankan
agar batangku yang tertanam di dalam nonoknya tidak tercabut.
“Om… luar biasa… rasanya seperti ke langit ke tujuh,”
kata Ines dengan mimik wajah penuh kepuasan.
batangku masih tegang di dalam nonoknya. batangku masih
besar dan keras. Aku kembali mendekap tubuh Ines. batangku mulai bergerak
keluar-masuk lagi di nonok Ines, namun masih dengan gerakan perlahan. Dinding
nonok Ines secara berangsur-angsur terasa mulai meremas-remas batangku. Terasa
hangat dan enak. Namun sekarang gerakan batangku lebih lancar dibandingkan
dengan tadi.
Pasti karena adanya cairan yang disemprotkan oleh nonok
Ines beberapa saat yang lalu.”Ahhh… om… langsung mulai lagi…
Sekarang giliran om.. semprotkan peju om di nonok Ines..
Sssh…,” Ines mulai mendesis-desis lagi.
Bibirku mulai memagut bibir Ines dan melumat-lumatnya
dengan gemasnya. Sementara tangan kiriku ikut menyangga berat badanku, tangan
kananku meremas-remas toket Ines serta memijit-mijit pentilnya, sesuai dengan
irama gerak maju-mundur batangku di nonoknya.
“Sssh… sssh… sssh… enak om, enak… Terus… teruss…
terusss…,” desis Ines. Sambil kembali melumat bibir Ines dengan kuatnya, aku
mempercepat genjotan batangku di nonoknya.
Pengaruh adanya cairan di dalam nonok Ines,
keluar-masuknya batang pun diiringi oleh suara, “srrt-srret srrrt-srrret
srrt-srret…” Ines tidak henti-hentinya merintih kenikmatan, “Om… ah… ”
batangku semakin tegang. Kulepaskan tangan kananku dari
toketnya. Kedua tanganku kini dari ketiak Ines menyusup ke bawah dan memeluk
punggungnya. Tangan Ines pun memeluk punggungku dan mengusap-usapnya. Aku pun
memulai serangan dahsyatku. Keluar-masuknya batangku ke dalam nonok Ines
sekarang berlangsung dengan cepat dan bertenaga. Setiap kali masuk, batang
kuhunjamkan keras-keras agar menusuk nonok Ines sedalam-dalamnya.
batangku bagai diremas dan dihentakkan kuat-kuat oleh
dinding nonok Ines. Sampai di langkah terdalam, mata Ines membeliak sambil
bibirnya mengeluarkan seruan tertahan, “Ak!” Sementara daging pangkal pahaku
bagaikan menampar daging pangkal pahanya sampai berbunyi: plak! Di saat
bergerak keluar nonok, batang kujaga agar kepalanya tetap tertanam di lobang
nonok. Remasan dinding nonok pada batang batangku pada gerak keluar ini sedikit
lebih lemah diba
nding dengan gerak masuknya. Bibir nonok yang mengulum
batang batangku pun sedikit ikut tertarik keluar. Pada gerak keluar ini Ines
mendesah, “Hhh…”
Aku terus menggenjot nonok Ines dengan gerakan cepat dan
menghentak-hentak. Tangan Ines meremas punggungku kuat-kuat di saat batangku
kuhunjam masuk sejauh-jauhnya ke lobang nonoknya. Beradunya daging pangkal paha
menimbulkan suara: Plak! Plak! Plak!
Plak! Pergeseran antara batangku dan nonok Ines
menimbulkan bunyi srottt-srrrt… srottt-srrrt… srottt-srrrt… Kedua nada tersebut
diperdahsyat oleh pekikan-pekikan kecil Ines:
“Ak! Hhh… Ak! Hhh… Ak! Hhh…” batangku terasa
empot-empotan luar biasa. “Nes… Enak sekali Nes… nonokmu enak sekali… nonokmu
hangat sekali… jepitan nonokmu enak sekali…”
“Om… terus om…,” rintih Ines, “enak om… enaaak… Ak! Hhh…”
Tiba-tiba rasa gatal menyelimuti segenap penjuru batangku. Gatal yang enak
sekali. Aku pun mengocokkan batangku ke nonoknya dengan semakin cepat dan kerasnya.
Setiap masuk ke dalam, batangku berusaha menusuk lebih
dalam lagi dan lebih cepat lagi dibandingkan langkah masuk sebelumnya.
Rasa gatal dan rasa enak yang luar biasa di batang pun
semakin menghebat. “Ines… aku… aku…”
Karena menahan rasa nikmat dan gatal yang luar biasa aku
tidak mampu menyelesaikan ucapanku yang memang sudah terbata-bata itu. “Om,
Ines… mau nyamper lagi… Ak-ak-ak… aku nyam…”
Tiba-tiba batangku mengejang dan berdenyut dengan amat
dahsyatnya. Aku tidak mampu lagi menahan rasa gatal yang sudah mencapai
puncaknya.
Namun pada saat itu juga tiba-tiba dinding nonok Ines
mencekik kuat sekali. Dengan cekikan yang kuat dan enak sekali itu, aku tidak
mampu lagi menahan jebolnya bendungan dalam alat kelaminku. Pruttt! Pruttt!
Pruttt! Kepala batangku terasa disemprot cairan nonok
Ines, bersamaan dengan pekikan Ines, “…nyampee…!” Tubuh Ines mengejang dengan
mata membeliak-beliak. “Ines…!” aku melenguh keras-keras sambil merengkuh tubuh
Ines sekuat-kuatnya.
Wajahku kubenamkan kuat-kuat di lehernya yang jenjang.
Pejuku pun tak terbendung lagi. Crottt! Crottt! Crottt!
Pejuku bersemburan dengan derasnya, menyemprot dinding nonok Ines yang
terdalam.
batangku yang terbenam semua di dalam nonok Ines terasa
berdenyut-denyut.
Beberapa saat lamanya aku dan Ines terdiam dalam keadaan
berpelukan erat sekali. Aku menghabiskan sisa-sisa peju dalam batangku.
Cret! Cret! Cret! batangku menyemprotkan lagi peju yang
masih tersisa ke dalam kemaluan Ines. Kali ini semprotannya lebih lemah.
Perlahan-lahan baik tubuh Ines maupun tubuhku tidak
mengejang lagi.
Aku menciumi leher mulus Ines dengan lembutnya, sementara
tangan Ines mengusap-usap punggungku dan mengelus-elus rambut kepalaku. Aku
merasa puas sekali berhasil ngentotin keponakanku ini.
Komentar
Posting Komentar