Buah
dadanya besar sesuai dengan pinggulnya. Demikian juga pantatnya juga bahenol
banget. Aku sering membayangkan ibu mertua kk-ku itu kalau sedang telentang
pasti kemaluannya membusung ke atas terganjal pantatnya yang besar itu. Hemm,
sungguh menggairahkan. Peristiwa itu terjadi waktu malam dua hari sebelum hari
perkawinan kk-ku dengan Riris. Waktu itu aku duduk berdua di kamar keluarga
sambil membicarakan persiapan perkawinan kk-ku. Dan mendadak lampu mati.
Dalam
kegelapan itu, ibu mertua kk-ku (waktu itu masih calon) berdiri, saya pikir
akan mencari lilin tetapi justru ibu mertua kk-ku memeluk dan menciumi pipi dan
bibirku dengan lembut dan mesra. Aku kaget dan melongo karena aku tidak mengira
sama sekali diciumi oleh calon ibu mertua kk-ku yang cantik itu.
Hari-hari
berikutnya aku bersikap seperti biasa, demikian juga ibu mertua kk-ku. Pada
saat-saat aku duduk berdua dengan dia, aku sering memberanikan diri memandang
ibu mertuakk-ku lama-lama, dan dia biasanya tersenyum manis dan berkata,
“Apaa..?,
sudah-sudah, ibu jadi malu”.
Terus
terang saja aku sebenarnya merindukan untuk dapat bermesraan dengan ibu mertua
kk-ku itu. Aku kadang-kadang sangat merasa bersalah dengan kk-ku, dan juga kaka
ipar-ku yang baik hati.
Kadang-kadang
aku demikian kurang ajar membayangkan ibu mertua kk-ku disetubuhi ayah mertua
kk-ku, aku bayangkan kemaluan ayah mertua kk-ku keluar masuk vagina ibu mertua
kk-ku, Ooh alangkah…! Tetapi aku selalu menaruh hormat kepada ayah dan ibu
mertua kk-ku. Ibu mertua kk-ku juga sayang sama kami.
Pagi-pagi
hari berikutnya, aku ditelepon ibu mertuakk-ku, minta agar sore harinya aku
dapat mengantarkan ibu menengok famili yang sedang berada di rumah sakit,
karena ayah mertua kk-ku sedang pergi ke kota lain untuk urusan bisnis. Aku sih
setuju saja. Sore harinya kami jadi pergi ke rumah sakit, dan pulang sudah
sehabis maghrib. Seperti biasa aku selalu bersikap sopan dan hormat pada ibu
mertuakk-ku.
Dalam perjalan pulang itu, aku memberanikan diri bertanya, “tante, ngapain sih dulu tante kok cium iwan ?”.
Dalam perjalan pulang itu, aku memberanikan diri bertanya, “tante, ngapain sih dulu tante kok cium iwan ?”.
“Aah,
kamu ini kok masih diingat-ingat juga siih”, jawab ibu mertua kk-ku sambil
memandangku.
“Jelas
dong buu…, Kan asyiik”, kataku menggoda.
“Naah,
tambah kurang ajar thoo, Ingat kk-mu lho iwan…, Nanti kedengaran juga bisa
geger lho iwan “.
“Tapii,
sebenarnya kenapa siih tante…, iwan jadi penasaran lho”.
“Aah,
ini anak kok nggak mau diem siih, Tapi eeh…, anu…, iwan , sebenarnya waktu itu,
waktu kita jagongan itu, ibu lihat tampangmu itu kok ganteng banget. Hidungmu,
bibirmu, matamu yang agak kurang ajar itu kok membuat ibu jadi gemes banget
deeh sama kamu.
Makanya
waktu lampu mati itu, entah setan dari mana, ibu jadi pengin banget menciummu
dan merangkulmu. Ibu sebenarnya jadi malu sekali. Ibu macam apa aku ini,
“Mungkin,
setannya ya Tomy ini Bu…, Saat ini setannya itu juga deg-degan kalau lihat ibu
mertua kk-ku. Ibu boleh percaya boleh tidak, kadang-kadang kalau saya lagi sama
sendiri, malah bayangin tante lho. Bener-bener nih.
Sumpah
deh. Kalau tante pernah bayangin saya nggak kalau lagi sama om”, aku semakin
berani.
“aah
nggak tahu ah…, udaah…, udaah…, nanti kalau keterusan kan nggak baik. Hati-hati
setirnya. Nanti kalau nabrak-nabrak dikiranya nyetir sambil pacaran ama tante.
Pasti tante yang disalahin orang, Dikiranya yang tua niih yang ngebet”, katanya.
“Padahal
dua-duanya ngebet lo tante. tante, maafin iwan deeh. iwan jadi pengiin banget
sama tante lho…, Gimana niih, punya iwan sakit kejepit celana nihh”, aku makin
berani.
“Aduuh
Toom, jangan gitu dong. tante jadi susah nih. Tapi terus terang aja iwan ..,
tante jadi kayak orang jatuh cinta sama kamu.., Kalau udah begini, udah naik
begini, tante jadi pengin ngeloni kamu iwan …, iwan kita cepat pulang saja
yaa…, Nanti diterusin dirumah…, Kita pulang ke rumahmu saja sekarang…, Toh lagi
kosong khan…, Tapi iwan menggir sebentar iwan, tante pengen cium kamu di sini”,
kata tante dengan suara bergetar.
Ooh
aku jadi berdebar-debar sekali. Aku jadi nafsu banget. Aku minggir di tempat
yang agak gelap.
Sebenarnya
kaca mobilku juga sudah gelap, sehingga tidak takut ketahuan orang. Aku dan ibu
mertuakk-ku berangkulan, berciuman dengan lembut penuh kerinduan. Benar-benar,
selama ini kami saling merindukan.
“eehhm…,
iwan, ibu kangen banget ma kamu”, bisik ibu mertua kk-ku.
“aku
juga bu”, bisikku.
“iwan…,
udah dulu iwan…, eehmm udah dulu”, napas kami memburu.
“Ayo
jalan lagi…, Hati-hati yaa”, kata ibu mertua kk-ku.
“ibu
penisku kejepit niih…, Sakit”, kataku.
“iich
anak nakal”, Pahaku dicubitnya.
“Okey…,
buka dulu ritsluitingnya”, katanya.
Cepat-cepat
aku buka celanaku, aku turuni celana dalamku. Woo, langsung berdiri tegang
banget. Tangan kiri ibu mertua kk-ku, aku tuntun untuk memegang penisku.
“Aduuh
kamu. Gede banget pelirmu…, Biar ibu pegangin, Ayo jalan. Hati-hati setirnya”.
Aku
masukkan persneling satu, dan mobil melaju pulang. Penisku dipegangi ibu,
jempolnya mengelus-elus kepala penisku dengan lembut. Aduuh, gelii… nikmat
sekali. Mobil berjalan tenang, kami berdiam diri, tetapi tangan ibu terus
memijat dan mengelus-elus penisku dengan lembut.
Sampai
di rumah, aku turun membuka pintu, dan langsung masuk garasi. Garasi aku tutup
kembali. Kami bergandengan tangan masuk ke ruang tamu. Kami duduk di sofa dan
berpandangan dengan penuh kerinduan.
Suasana
begitu hening dan romantis, kami berpelukan lagi, berciuman lagi, makin
menggelora. Kami tumpahkan kerinduan kami. Aku ciumi ibu mertuakk-ku dengan
penuh nafsu. Aku rogoh buah dadanya yang selalu aku bayangkan, aduuh
benar-benar besar dan lembut.
“Buu,
aku kangen banget buu…, aku kangen banget”.
“Aduuh
iwan, ibu juga…, Peluklah ibu iwan, peluklah ibu” nafasnya semakin memburu.
Matanya
terpejam, aku ciumi matanya, pipinya, aku lumat bibirnya, dan lidahku aku
masukkan ke mulutnya. Ibu agak kaget dan membuka matanya. Kemudian dengan
serta-merta lidahku disedotnya dengan penuh nafsu.
“Eehhmm..,
iwan, ibu belum pernah ciuman seperti ini…, Lagi iwan masukkan lidahmu ke mulut
ibu”
Ibu
mendorongku pelan, memandangku dengan mesra. Dirangkulnya lagi diriku dan
berbisik, ” bawalah Ibu ke kamar…, Enakan di kamar, jangan disini”.
Dengan
berangkulan kami masuk ke kamar tengah yang kosong. Aku merasa tidak enak di
tempat tidur aku. “Bu kita pakai kamar tengah saja yaa”.
“Okey,
Lebih bebas di kamar ini”, kata ibu mertuakk-ku penuh pengertian. Aku remas
pantatnya yang bahenol.
“iich..,
dasar anak nakal”, ibu mertuakk-ku merengut manja.
Kami
duduk di tempat tidur, sambil beciuman aku buka pakaian ibu mertuaku. Aku
sungguh terpesona dengan kulit ibuku yang putih bersih dan mulus dengan buah
dadanya yang besar menggantung indah. Ibu aku rebahkan di tempat tidur. Celana
dalamnya aku pelorotkan dan aku pelorotkan dari kakinya yang indah.
Sekali
lagi aku kagum melihat vagina ibu mertuakk-ku yang tebal dengan bulunya yang
tebal keriting.
Seperti
aku membayangkan selama ini, vagina ibu mertua kk ku benar menonjol ke atas
terganjal pantatnya yang besar. Aku tidak tahan lagi memandang keindahan ibu
mertua kk-ku telentang di depanku.
Aku
buka pakaianku dan penisku sudah benar-benar tegak sempurna. Ibu mertua kk-ku
memandangku dengan tanpa berkedip. Kami saling merindukan kebersamaan ini. Aku
berbaring miring di samping ibu mertua kk-ku. Aku ciumi, kuraba, kuelus
semuanya, dari bibirnya sampai pahanya yang mulus.
Aku
remas lembut buah dadanya, kuelus perutnya, vaginanya, klitorisnya aku
main-mainkan. Liangnya vaginanya sudah basah. Jariku aku basahi dengan cairan
vagina ibu mertua kk-ku, dan aku usapkan lembut di clitorisnya. Ibu
menggelinjang keenakan dan mendesis-desis. Sementara pelirku dipegang ibu dan
dielus-elusnya.
Kerinduan
kami selama ini sudah mendesak untuk ditumpahkan dan dituntaskan malam ini. Ibu
menggeliat-geliat, meremas-remas kepalaku dan rambutku, mengelus punggungku,
pantatku, dan akhirnya memegang penisku yang sudah siap sedia masuk ke liang
vagina ibu mertua kk-ku.
“Buu,
aku kaangen banget buu…, aku kangen banget…, aku anak nakal buu..”, bisikku.
”
…, ibu juga. sshh…, masukin …, masukin sekarang…, Ibu sudah pengiin banget …”,
bisik ibu mertua kk-ku tersengal-sengal. Aku naik ke atas ibu mertuakk-ku bertelakn
pada siku dan lututku.
Tangan
kananku mengelus wajahnya, pipinya, hidungnya dan bibir ibu mertua kk-ku. Kami
berpandangan. Berpandangan sangat mesra.
Penisku
dituntunnya masuk ke liang vaginanya yang sudah basah. Ditempelkannya dan
digesek-gesekan di bibir vaginanya, di clitorisnya. Tangan kirinya memegang
pantatku, menekan turun sedikit dan melepaskan tekanannya memberi komando
penisku.
Kaki
ibu mertua kk-ku dikangkangnya lebar-lebar, dan aku sudah tidak sabar lagi
untuk masuk ke vagina ibu mertua kk-ku. Kepala penisku mulai masuk, makin dalam,
makin dalam dan akhirnya masuk semuanya sampai ke pangkalnya. Aku mulai turun
naik dengan teratur, keluar masuk, keluar masuk dalam vagina yang basah dan licin.
Aduuh enaak, enaak sekali.
“Masukkan
separo saja . Keluar-masukkan kepalanya yang besar ini…, Aduuh garis kepalanya
enaak sekali”.
Nafsu
kami semakin menggelora. Aku semakin cepat, semakin memompa penisku ke vagina
ibu mertua kk-ku. “Buu, aaku masuk semua, masuk semua buu”
“Iyaa
, enaak banget. Pelirmu ngganjel banget. Gede banget rasane. Ibu marem banget”
kami mendesis-desis, menggeliat-geliat, melenguh penuh kenikmatan. Sementara
itu kakinya yang tadi mengangkang sekarang dirapatkan.
Aduuh,
vaginanya tebal banget. Aku paling tidak tahan lagi kalau sudah begini.
Aku
semakin ngotot menyetubuhi ibu mertua kk-ku, mencoblos vagina ibu mertua kk-ku
yang licin, yang tebal, yang sempit (karena sudah kontraksi mau puncak).
Bunyinya kecepak-kecepok membuat aku semakin bernafsu. Aduuh, aku sudah tidak
tahan lagi.
“Buu
aku mau keluaar buu…, Aduuh buu.., enaak bangeet”.
“ssh…,
hiiya iwan, keluariin iwan iwan, keluarin”.
“Ibu
juga mau muncaak, mau muncaak…, Teruss Kami berpagutan kuat-kuat. Napas kami
terhenti. Penisku aku tekan kuat-kuat ke dalam vagina ibu mertua kk-ku.
Pangkal
penisku berdenyut-denyut.
Menyemprotlah
sudah spermaku ke vagina ibu mertua kk-ku. Kami bersama-sama menikmati puncak
persetubuhan kami. Kerinduan, ketegangan kami tumpah sudah. Rasanya lemas
sekali. Napas yang tadi hampir terputus semakin menurun. Aku angkat badanku.
Akan aku cabut penisku yang sudah menancap dari dalam liang vaginanya, tetapi
ditahan ibu mertua kk-ku.
“Biar
di dalam dulu Ayo miring, kamu berat sekali. Kamu nekad saja…, masa’ orang
ditindih sekuatnya”, katanya sambil memencet hidungku.
Kami
miring, berhadapan dan Ibu mertua kk-ku memencet hidungku lagi.
“Dasar
anak kurang ajar. Berani sama ibu mertua kk mu ya. Masa ibunya dinaikin, Tapi ibu
nikmat banget, ‘marem’ banget. Ibu belum pernah merasakan seperti ini. Katanya.
“Buu,
aku juga buu. Mungkin karena curian ini ya buu, bukan miliknya. Punya bapaknya
kok dimakan. Ibu juga, punya anak ya kok ya dimakan, diminum”, kataku
menggodanya.
“Huush,
dasar anak nakal.., Ayo dilepas .., Aduuh berantakan niih Spermamu pada tumpah
di sprei, Keringatmu juga basahi tetek ibu niih”.
“Buu,
malam ini ibu nggak usah pulang. Aku pengin dikelonin ibu malam ini. Aku pengin
diteteki sampai pagi”, kataku.
“Ooh
jangan cah bagus…, kalau dituruti Ibu juga penginnya begitu. Tapi tidak boleh
begitu. Kalau ketahuan orang bisa geger deeh”, jawab ibuku.
“Tapi
buu, aku rasanya emoh pisah sama ibu”.
“Hiyya,
ibu tahu, tapi kita harus pakai otak dong. Toh, ibu tidak akan kabur.., justru
kalau kita tidak hati-hati, semuanya akan bubar deh”.
Kami
saling berpegangan tangan, berpandangan dengan mesra, berciuman lagi penuh
kelembutan. Tiada kata-kata yang keluar, tidak dapat diwujudkan dalam
kata-kata. Kami saling mengasihi, antara hubungan ibu dan anak, antara hubungan
seorang pria dan seorang wanita, kami tulus mengasihi satu sama lain.
Malam
itu kami mandi bersama, saling menyabuni, menggosok, meraba dan membelai.
Penisku dicuci oleh ibu mertua kk-ku, sampai tegak lagi.
“Sudaah,
sudaah, jangan nekad saja. Ayo nanti keburu malam”.
Hubungan
malam itu sungguh sangat berkesan dalam hidupku. Hari-hari selanjutnya hubungan
berjalan normal seperti biasanya. Kami saling menjaga hubungan baik. Kami
menumpahkan kerinduan kami hanya apabila benar-benar aman. Tetapi kami banyak
kesempatan untuk sekedar hubungan berciuman dan membelai. Kadang-kadang dengan
berpandangan mata saja kami sudah menyalurkan kerinduan kami. Kami semakin
sabar, semakin dewasa dalam menjaga hubungan cinta-kasih kami.
Komentar
Posting Komentar