Waktu itu Ronald yg masih duduk di perkuliahan mempunyai teman akrab namanya Silvina dia berasal dari Sumatera dan katanya dia masih menumpang di rumah tantenya, kebetulan hobi kita sama yaitu naik gunung pecinta alam kita sering bersama kadang aku juga maen kerumahnya, dan bisa lebih karena aku juga naksir dgn adik sepupunya namanya Seshy. Seshy adalah anak dari tante yg rumahnya ditumpangi oleh Silvina, meskipun aku sudah akrab dgn keluarganya tante tapi aku tak langsung pacari si Seshy, tapi selama perjalanan waktu sudah berubah dimana ayah Seshy yg wakil rakyat meninggal dunia.
Jadi Sekarang Ibunya yg mengurus semua perusahaan yg dikendalikan ayah Seshy. Harapanku untuk memacari Seshy tetap ada, meskipun saat aku berkunjung kerumahnya jarang bertemu langsung dgn Seshy, malah Ibunya yg namanya Desta menemaniku, karena kesibukannya Seshy yg di Jakarta sedang belajar di sekolah presenter stasiun TV swasta.Tapi sebenarnya kalau mau jujur Seshy masih kalah dgn ibunya. Bu Desta lebih cantik.,kulitnya lebih putih bersih, dewasa dan tenang pembawaannya. Sementara Seshy agak sawo matang, nurun ayahnya kali? Seandainya Seshy seperti ibunya: tenang pembawaannya, keibuan dan penuh perhatian, baik juga. Sekarang, di rumah yg cukup mewah itu hanya ada bu Desta dan seorang pembantu. Silvina sudah tidak di situ, sementara Seshy sekolah di ibukota, paling-paling seminggu pulang.
Jadi Sekarang Ibunya yg mengurus semua perusahaan yg dikendalikan ayah Seshy. Harapanku untuk memacari Seshy tetap ada, meskipun saat aku berkunjung kerumahnya jarang bertemu langsung dgn Seshy, malah Ibunya yg namanya Desta menemaniku, karena kesibukannya Seshy yg di Jakarta sedang belajar di sekolah presenter stasiun TV swasta.Tapi sebenarnya kalau mau jujur Seshy masih kalah dgn ibunya. Bu Desta lebih cantik.,kulitnya lebih putih bersih, dewasa dan tenang pembawaannya. Sementara Seshy agak sawo matang, nurun ayahnya kali? Seandainya Seshy seperti ibunya: tenang pembawaannya, keibuan dan penuh perhatian, baik juga. Sekarang, di rumah yg cukup mewah itu hanya ada bu Desta dan seorang pembantu. Silvina sudah tidak di situ, sementara Seshy sekolah di ibukota, paling-paling seminggu pulang.
Desta |
Akhirnya aku di suruh bu Desta untuk membantunya
sebagai karyawan tidak tetap mengelola perusahaannya. Untungnya aku memiliki
kemampuan di bidang komputer dan manajemennya yang sempat aku tekuni sejak
masih sekolah.
Setelah mengetahui manajemen perusahaan bu Desta lalu aku
menawari program akuntansi dan keuangan dgn komputer dan bu Desta setuju bahkan
senang. guna merencanakan kalkulasi biaya proyek yg ditangani perusahaannya dsb.
Aku menyukai pekerjaan ini. Yg jelas bisa menambah uang
saku aku dan bisa untuk membantu kuliah yg saat itu baru semester dua. Bu Desta
memberi honor lebih dari cukup menurut ukuran aku. Pegawai bu Desta ada tiga
perempuan di kantor ditambah dengan aku dan itu belom termasuk yang di
lapangan.
Aku sering bekerja setelah kuliah, sore hingga malam
hari, datang menjelang pegawai yg lain pulang. Itupun kalau ada proyek yg harus
dikerjakan. Part time begitu. Bagi aku ini hanya kerja sambilan tapi bisa
menambah pengalaman.
Karena hubungan kerja antara majikan dan pegawai,
hubungan aku dgn bu Desta semakin akrab. Semula sih biasa saja, lambat-laun
seperti sahabat, curhat, dan sebagainya. Aku sering dinasehati, bahkan saking
akrabnya, bercanda, aku sering pegang tangannya, mencium tangan, tentu saja
tanpa diketahui rekan kerja yg lain. Dan rupanya dia senang. Tapi aku tetap menjaga
kesopanan. Pengalaman ini yg mendebarkan jantungku, betapapun dan siapapun bu
Desta, dia mampu menggetarkan dadaku. Meskipun sudah cukup umur perempuan ini
tetap jelita. Aku kira siapapun orangnya pasti mengatakan orang ini cantik
bahkan cantik sekali.
Dasar pandai merawat badan, karena ada dana untuk itu,
rajin fitnees, di rumah disediakan peralatannya. Kalau sedang fitnees memakai
pakaian fitnees ketat sangat sedap dipandang. Ini sudah aku ketahui sejak aku
SMU dulu, tapi karena aku kepingin mendekati Seshy, hal itu aku kesampingkan.
Data-data pribadi bu Desta aku tahu betul karena sering
mengerjakan biodata berkaitan dgn proyek- proyeknya. Tingginya 161 cm, usianya
saat kisah ini terjadi 37 tahun, lima bulan dan berat badannya52 kg sungguh cukup
ideal.
Pada suatu hari aku lembur, karena ada pekerjaan proyek
dan paginya harus didaftarkan untuk diikutkan tender. Pukul 22.00 pekerjaan
belom selesai, tapi aku agak terhibur bu Desta mau menemaniku, sambil mengecek
pekerjaanku.
Dia cukup teliti. Kalau kerja lembur begini ia malah
sering bercanda. Bahkan kalau minumanku habis dia tidak segan-segan yg menuang
kembali, aku malah menjadi kikuk. Dia tak enggan pegang tanganku, mencubit,
namun aku tak berani membalas. Apalagi bila sedang mencubit dadaku aku sama
sekali tidak akan membalas. Dan yg cukup surprise tanpa ragu memijit-pijit
bahuku dari belakang.
“Capek ya..? Aku pijit, nih”, katanya.
Aku hanya tersenyum, dalam hati senang juga, dipijit
janda cantik. Apalagi yg kurasakan dadanya, pasti teteknya menyenggol kepalaku
bagian belakang, aku rasakan nyaman juga. Lama-lama pipiku sengaja aku pepetkan
dgn tangannya yg mulus, dia diam saja.
Dia membalas membelai-belai daguku, yg tanpa rambut itu.
Aku menjadi cukup senang. Hampir pukul 23.00 baru selesai semua pekerjaan, aku
membersihkan kantor dan masih dibantu bu Desta. Wah perempuan ini betul-betul
seorang pekerja keras, gumanku dalam hati. Aku bersiap-siap untuk pulang, tapi
dibuatkan kopi, jadi kembali minum.
“Kamu sudah punya pacar Ron?”
“Belom Bu”, jawabku
“Masa.., pasti kamu sudah punya. Perempuan mana yg tak mau
dgn lelaki ganteng”, katanya
“Belom Bu, sungguh kok”, kataku lagi. Kami duduk
bersebelahan di sofa ruang tengah, dgn
penerangan yg agak redup. Entah siapa yg mendahului, kami
berdua saling berpegangan tangan saling meremas lembut. Yg jelas semula aku
sengaja menyenggol tangannya. Mungkin karena terbawa suasana malam yg dingin
dan suasana ruangan yg syahdu, dan terdengar suara mobil melintas di jalan raya
serta sayup-sayup suara binatang malam, aku dan bu Desta hanyut terbawa oleh
suasana romantis.
Bu Desta yg malam itu memakai gaun warna hDestam dan
sedikit motif bunga ungu. Sangat kontras dgn warna kulitnya yg putih bersih. Perempuan
pengusaha ini makin mendekatkan badannya ke arahku. Dalam kondisi yg baru aku alami
ini aku menjadi sangat kikuk dan canggung, tapi anehnya nafasku makin memburu,
kejar- kejaran dan bergelora seperti gemuruh ombak di Pelabuhan Ratu. Aku
menjadi bergemetaran, dan tak mampu berbuat banyak, meski tanganku tetap
memegang tangannya.
“Dingin ya Ron..?!”, katanya sendu.
Sementara tangan kiriku ditarik dan mendekap lengan
kirinya yg memang tanpa lengan baju itu.
“Ya, Bu dingin sekali”, jawabku.
Terasa dingin, sementara tangannya juga merangkul pinggangku.
Bau wewanginan semerbak di sekitar, aku duduk, menambah suasana romantis
“Kalau ketahuan Darti (pembantunya), gimana Bu?”, kataku
gemetar.
“Darti tidak akan masuk ke sini, pintunya terkunci”,
katanya.
Aku menjadi aman. Lalu aku mencoba mengecup kening
perempuan lincah ini, dia tersenyum lalu dia menengadahkan wajahnya. Tanpa
diajari atau diperintah oleh siapapun, kukecup bibir indahnya. Dia menyambut
dgn senyuman, kami saling berciuman bibir saling melumat bibir, lidah kami bertemu
berburu mencari kenikmatan di setiap sudut-sudut bibir dan rongga mulut
masing-masing. Tangankupun mulai meraba-raba badan sintal bu Desta, diapun tidak
kalah meraba-raba punggungku dan bahkan menyusup dibalik kaosku. Aku menjadi
semakin terangsang dalam permainan yg indah ini. Sejenak jeda, kami saling
berpandangan dia tersenyum manis bahkan amat manis, dibanding waktu-
waktu sebelomnya. Kami berangkulan kembali, seolah-olah
dua sejoli yg sedang mabuk asmara sedang bermesraan, padahal antara majikan dan
pegawainya. Dia mulai mencumi leherku dan menggigit lembut semantara tanganku
mulai meraba-raba badannya, pertama pantatnya, kemudian menjalar ke pinggulnya.
“Sejak kamu kesini dgn Silvina dulu, aku sudah berpikir:
“Ganteng banget ini anak!””, katanya
setengah berbisik.
“Ah ibu ada-ada saja”, kataku mengelak meskipun aku
senang mendapat sanjungan.
“Aku tidak merayu, sungguh”, katanya lagi.
Kami makin merangsek bercumbu, birahiku makin menanjak
naik, dadaku semakin bergetar, demikian juga dada bu Desta. Diapun nampak bergetaran
dan suaranya agak parau. Kemudian aku beranjak, berdiri dan menarik tangan bu
Desta yg supaya ikut berdiri. Dalam posisi ini dia aku dekap dgn hangatnya.
Hasrat kelakianku menjadi bertambah bangkit dan terasa seakan membelah celana
yg aku pakai. Lalu aku bimbing dia ke kamarnya, bagai kerbau dicocok hidungnya
bu Desta menurut saja. Kami berbaring bersama di spring bed, kembali kami
bergumul saling berciuman dan becumbu.
“Gimana kalau aku tidur di sini saja, Bu”, pintaku lirih.
Ia berpikir sejenak lalu mengangguk sambil tersenyum.
Kemudian dia beranjak menuju lemari dan mengambil pakaian sambil menyodorkan
kepada aku.
“Ini pakai punyaku”, dia menyodorkan pakaian tidur.
Lalu aku melorot celana panjangku dan kaos kemudian
memakai kimononya. Aku menjadi terlena. Dalam dekapannya aku tertidur. Baru
sekitar setengah jam aku terbangun lagi. Dalam kondisi begini, jelas aku susah
tidur.
Udara terasa dingin, aku mendekapnya makin kencang. Dia
menyusupkan kaki kanannya di selakangan aku. Kemaluanku makin bergerak-gerak,
sementara cumbuan berlangsung, kemaluanku semakin menjadi-jadi kencangnya, yg
sesungguhnya sejak tadi di sofa.
Aku berpikir kalau sudah begini bagaimana? Apakah aku
lanjutkan atau diam saja? Lama aku berfikir untuk mengatakan tidak! Tapi tidak
bisa ditutupi bahwa hasrat, nafsu birahiku kuat sekali yg mendorong
melonjak-lonjak dalam dadaku bercampur aduk sampai kepada ubun-ubunku.
Meskipun aku diamkan beberapa saat, tetap saja kejaran
libido yg terasa lebih kuat. Memang aku sadar, perempuan yg ada didekapanku
adalah majikanku, tantenya Silvina, mamanya Seshy, tapi sebagai lelaki normal
dan dewasa aku juga merasakan kenikmatan bibir dan rasa perasaan bu Desta sebagai
perempuan yg sintal, cantik dan mengagumkan.
Sedikitnya aku sudah merasakan kehangatannya badannya dan
perasaannya, meski pengalaman ini baru pertama kali kualami.
Aku tak kuasa berkeputusan, dalam kondisi seperti ini aku
semakin bergemetaran, antara mengelak dan hasrat yg menggebu-gebu. Aku
perhatikan wajahnya di bawah sorot lampu bed, sengaja aku lihat lama dari
dekat, wajahnya memancarkan penyerahan sebagai perempuan, di depan lelaki dewasa.
Pelan-pelan tanganku menyusup di balik gaunnya, meraba
pahanya dia mengeliat pelan, aku tidak tahu apakah dia tidur atau pura-pura
tidur. Aku cium lembut bibirnya, dan dia menyambutnya.
Berarti dia tidak tidur. Ku singkap gaun tidurnya
kemudian kulepas, dia memakai beha warna putih dan celana dalamnya juga putih.
Aku menjadi tambah takjub melihat kemolekan badan bu
Desta, putih dan indah banget. Ku raba-raba badannya, dia mengeliat geli dan
membuka matanya yg sayu. Jari-jari lentiknya menyusup ke balik baju tidur yg
kupakai dan menarik talinya pada bagian perutku, lalu pakaianku terlepas. Kini
akupun hanya pakai celana dalam saja.
“Kamu ganteng banget, Ron, tinggi badanmu berapa, ya?”, bisiknya.
Aku tersenyum senang.
“Makasih. Ada 171. Bu Desta juga cantik sekali”,
mendengar jawabanku, dia hanya tersenyum.
Aku berusaha membuka behanya dgn membuka kaDestannya di
punggungnya, kemudian keplorotkan celana dalamnya sehingga aku semakin takjub
melihat keindahan alam yg tiada tara ini. Hal ini menjadikan dadaku semakin
bergetar. Betapa tidak?! Aku berhadapan langsung dgn perempuan tanpa busana yg
berbadan indah, yg selama ini hanya kulihat lewat gambar-gambar orang asing
saja. Kini langsung mengamati dari dekat sekali bahkan bisa meraba-raba.
Perempuan yg selama ini aku lihat berkulit putih bersih
hanya pada bagian wajah, bagian kaki dan bagian lengan ini, sekarang tampak
seluruhnya tiada yg tersisa. Menakjubkan! Darahku semakin mendidih, melihat
pemandangan nan indah itu.
Di saat aku masih bengong, pelan-pelan aku melorot celana
dalamku, aku dan bu Desta sama-sama tak berpakaian. Kemaluanku benar-benar
maksimal kencangnya. Kami berdua berdekapan, saling meraba dan membelai.
Kaki kami berdua saling menyilang yg berpangkal di
selakangan, saling mengesek. Kemaluanku yg kencang ikut membelai paha indah bu
Desta. Sementara itu ia membelai-belai lembut kemaluanku dgn tangan halusnya,
yg membawa efek nikmat luar biasa.
Tanganku membela-belai pahanya kemudian kucium mulai dari
lutut merambat pelan ke pangkal pahanya. Ia mendesah lembut. Dadaku makin
bergetaran karena kami saling mencumbu, aku meraba selakangannya, ada
rerumputan di sana, tidak terlalu lebat jadi enak dipandang.
Dia mengerang lembut, ketika jemariku menyentuh bibir
vaginanya. Mulutku menciumi buah dadanya dgn lembut dan mengedot puntingnya yg
berwarna coklat kemerah-merahan, lalu membenamkan wajahku di antara kedua buah
dadanya.
Sementara tangan kiriku meremas lembut teteknya. Desisan
dan erangan lembut muncul dari mulut indahnya. Aku semakin bernafsu meski tetap
gemetaran. Tanganku mulai aktif memainkan selakangannya, yg ternyata basah itu.
Aku penasaran, lalu kubuka kedua pahanya, kemudian kusingkap
rerumputan di sekitar keperempuanannya. Bagian-bagian warna pink itu aku
belai-belai dgn jemariku. Klitorisnya, ku mainkan, menyenangkan sekali.
Desta mengerang lembut sambil menggerakkan pelan kaki-kakinya.
Lalu jariku kumasukkan keterowongan pink tersebut dan menari-nari di dalamnya.
Dia semakin bergelincangan. Kelanjutannya ia menarikku.
“Ayo Ron”aku tak tahan”, katanya berbisik
Dan merangkulku ketat sekali, sehingga bagian yg menonjol
di dadanya tertekan oleh dadaku. Aku mulai menindih badan sintal itu, sambil
bertumpu pada kedua siku-siku tanganku, supaya ia tidak berat menompang badanku.
Sementara itu senjataku terjepit dgn kedua pahanya. Dalam
posisi begini saja enaknya sudah bukan main, getaran jantungku makin tidak
teratur. Sambil menciumi bibirnya, dan lehernya, tanganku meremas-remas lembut
buah dadanya.
Kemaluanku menggesek-gesek sekalangannya, ke arah atas
(perut), kemudian turun berulang-ulang Tak lama kemudian kakinya direnggangkan,
lalu pinggul kami berdua beringsut, untuk mengambil posisi tepat antara
senjataku dgn lubang keperempuanannya. Beberapa kali kami beringsut, tapi belom
juga sampai kepada sasarannya. Kemaluanku belom juga masuk ke vaginanya
“Alot juga”, bisikku. Bu Desta yg masih di bawahku
tersenyum.
“Sabar-sabar”, katanya. Lalu tangannya memegang
kemaluanku dan menuntun memasukkan ke
arah keperempuanannya.
“Sudah ditekan… pelan-pelan saja”, katanya. Akupun menuruti
saja, menekan pinggulku…
“Blesss”, masuklah kemaluanku, agak seret, tapi tanpa
hambatan. Ternyata mudah! Pada saat masuk itulah, rasa nikmatnya amat sangat.
Seolah aku baru memasuki dunia lain, dunia yg sama sekali baru bagiku.
Aku memang pernah melihat film orang beginian, tetapi
untuk melakukan sendiri baru kali ini. Ternyata rasanya enak, nyaman,
mengasyikkan. Wonderful! Betapa tidak, dalam usiaku yg ke 23, baru merasakan
kehangatan dan kenikmatan badan perempuan.
Gerakanku mengikuti naluri lelakiku, mulai naik-turun,
naik-turun, kadang cepat kadang lambat, sambil memandang ekspresi wajah bu
Desta yg merem-melek, mulutnya sedikit terbuka, sambil keluar suara tak
disengaja desah-mendesah. Merasakan kenikmatannya sendiri.
“Ah… uh… eh… hem””
Ketika aku menekankan pinggulku, dia menyambut dgn
menekan pula ke atas, supaya kemaluanku masuk menekan sampai ke dasar
vaginanya. Getaran-getaran perasaan menyatu dgn lenguhan dan rasa kenikmatan
berjalan merangkak sampai berlari-lari kecil berkejar-kejaran.
Di tengah peristiwa itu bu Desta berbisik
“Kamu jangan terlalu keburu nafsu, nanti kamu cepat
capek, santai saja, pelan-pelan, ikuti
iramanya”, ketika aku mulai menggenjot dgn semangatnya.
“Ya Bu, maaf”, akupun menuruti perintahnya.
Lalu aku hanya menggerakkan pinggulku ala kadarnya mengikuti
gerakan pinggulnya yg hanya sesekali dilakukan. Ternyata model ini lebih nyaman
dan mudah dinikmati. Sesekali kedua kakinya diangkat dan sampai ditaruh di atas
bahuku, atau kemudian dibuka lebar-lebar, bahkan kadang dirapatkan, sehingga
terasa kemaluanku terjepit ketat dan semakin seret.
Gerak apapun yg kami lakukan berdua membawa efek
kenikmatan tersendiri. Setelah lebih dari sepuluh menit , aku menikmati
badannya dari atas, dia membuat suatu gerakan dan aku tahu maksudnya, dia minta
di atas.
Aku tidur terlentang, kemudian bu Desta mengambil posisi
tengkurap di atasku sambil menyatukan alat vital kami berdua. Bersebadanlah
kami kembali.Ia memasukkan kemaluanku rasanya ketat sekali menghujam sampai
dalam.
Sampai beberapa saat bu Desta menggerakkan pinggulnya,
buah dadanya bergelantungan nampak indah sekali, kadang menyapu wajahku. Aku
meremas kuat-kuat bongkahan pantatnya yg bergoyg- goyg. Buah dadanya disodorkan
kemulutku, langsung kudot.
Gerakan perempuan berambut sebahu ini makin mempesona di
atas badanku. Kadang seperti orang berenang, atau menari yg berpusat pada
gerakan pinggulnya yg aduhai. Bayg-bayg gerakan itu nampak indah di cermin sebelah
ranjang.
Badan putih nan indah perempuan setengah baya menaiki badan
pemuda agak coklat kekuning kuningan. Benar-benar lintas generasi! Adegan ini
berlangsung lebih dari lima belas menit, kian lama kian kencang dan cepat,
gerakannya. Nafasnya kian tidak teratur, sedikit liar. Kayak mengejar setoran
saja. Tanganku mempererat rangulanku pada pantat dan pinggulnya, sementara
mulutku sesekali mengulum punting buah dadanya. Rasanya enak sekali. Setelah
kerja keras majikanku itu mendesah sejadi-jadinya”
“Ah… uh, eh… aku, ke.. luaar..Ron..”, rupanya ia orgasme.
Puncak kenikmatannya diraihnya di atas badanku, nafasnya
berkejar-kejaran, terengah-engah merasakan keenakan yg mencapai klimaknya. Nafasnya
berkejar-kejaran, gerakannya lambat laun berangsur melemah, akhirnya diam. Ia
menjadi lemas di atasku, sambil mengatur nafasnya kembali. Aku mengusap-usap
punggung mulusnya. Sesekali ia menggerak-gerakkan pinggulnya pelan, pelan sekali,
merasakan sisa-sisa puncak kenikmatannya. Beberapa menit dia masih menindih
aku.
Setelah pulih tenaganya, dia tidur terlentang kembali,
siap untuk aku tembak lagi. Kini giliran aku menindihnya, dan mulai mengerjakan
kegiatan seperti tadi. Gerakan ku pelan juga, dia merangkul aku. Naik turun,
keluar masuk.
Saat masuk itulah rasa nikmat luar biasa, apalagi dia
bisa menjepit-jepit, sampai beberapa kali. Sungguh aku menikmati seluruhnya
badan bu Desta. Ruaar biasa! Tiba-tiba suatu dorongan tenagayg kuat sampai
diujung senjataku, aliran darah, energi dan perasaan terpusat di sana yg menimbulkan
kekuatan dahsyat tiada tara.
Energi itu menekan-nekan dan memenuhi lorong-lorong rasa
dan perasaan, saling memburu dan kejar-kejaran. Didorong oleh gairah luar
biasa, menimbulkan efek gerakan makin keras dan kuat menghimpit badan indah, yg
mengimbangi dgn gerakan gemulai mempesona.
Akhirnya tenaga yg menghentak-hentak itu keluar membawa
kenikmatan luar biasa”, suara tak disengaja keluar dari mulut dua insan yg
sedang dilanda kenikmatan. Air maniku terasa keluar tanpa kendali, menyemprot
memenuhi lubang kenikmatan milik bu Desta.
“Ahh… egh… egh… uhh”, suara kami bersaut-sahutan.
Bibir indah itu kembali kulumat makin seru, diapun makin
merapatkan badannya terutama pada bagian bawah perutnya, kuat sekali. Menyatu
semuanya,
“Aku” keluar Bu”, kataku terengah-engah.
“Aku juga Ron”, suaranya agak lemah.
“Lho keluar lagi, tadi kan sudah?! Kok bisa keluar
lagi?!”, tanyaku agak heran.
“Ya, bisa dua kali”, jawabnya sambil tersenyum puas.
Kami berdua berkeringat, meski udara di luar dingin.
Rasanya cukup menguras tenaga, bagai habis naik gunung saja, lempar lembing
atau habis dari perjalanan jauh, tapi aku masih bisa merasakan sisa-sisa
kenikmatan bersama.
Selang beberapa menit, setelah kenikmatan berangsur
berkurang, dan terasa lembek, aku mencabutsenjataku dan berbaring terlentang di
sisinya sambil menghela nafas panjang. Puas rasanya menikmati seluruh
kenikmatan badannya.
Perempuan punya bentuk badan indah itupun terlihat puas,
seakan terlepas dari dahaganya, yg terlihat dari guratan senyumnya. Aku lihat
selakangannya, ada ceceran air maniku putih kental meleleh di bibir vaginanya
bahkan ada yg di pahanya. Pengalaman malam itu sangat menakjubkan, hingga
sampai berapa kali aku menaiki bu Desta, aku lupa. Yg jelas kami beradu nafsu
hampir sepanjang malam dan kurang tidur.
Keesokan harinya. Busa-busa sabun memenuhi bathtub, aku dan
bu Desta mandi bersama, kami saling menyabun dan menggosok, seluruh sisi-sisi
badannya kami telusuri, termasuk bagian yg paling pribadi. Yg mengasyikkan juga
ketika dia menyabun kemaluanku dan mengocok-kocok lembut. Aku senang sekali dan
sudah barang tentu membawa efek nikmat.
“Aku heran barang ini semalaman kok tegak terus, kayak
tugu Silvinas, besar lagi. Ukuran jumbo lagi?!”, katanya sambil menimang-nimang
burungku.
“Kan Ibu yg bikin begini?!”, jawabku. Kami tersenyum
bersama.
Sehabis mandi, kuintip lewat jendela kamar, Darti sedang
nyapu halaman depan, kalau aku keluar rumah tidak mungkin, bisa ketahuan. Waktu
baru pukul setengah enam. Tetapi senjata ini belom juga turun, tiba-tiba hasrat
lelakiku kembali bangkit kencang sekali.
Kembali meletup-letup, jantung berdetak makin kencang.
Lagi-lagi aku mendekati janda yg sudah berpakaian itu, dan kupeluk, kuciumi.
Aku agak membungkuk, karena aku lebih tinggi. Bau wewangian semerbak disekujur
badannya, rasanya lebih fresh, sehabis mandi.
Lalu ku lepas gaunnya, ku tanggalkan behanya dan
kuplorotkan celana dalamnya. Kami berduakembali berbugil ria dan menuju tempat
tidur. Kedua insan lelaki perempuan ini saling bercumbu, mengulangi kenikmatan
semalam. Ia terbaring dgn manisnya, pemandangan yg indah paduan antara pinggul
depan, pangkal paha, dan rerumputan sedikit di tengah menutup samara-samar
huruf “V”, tanpa ada gumpalan lemaknya.
Aku buka dgn pelan kedua pahanya. Aku ciumi, mulai dari lutut,
kemudian merambat ke paha mulusnya. Sementara tangannya mengurut-urut lembut
kemaluanku. Badanku mulai bergetaran, lalu aku membuka selakangannya, menyibakkan
rerumputan di sana.
Aku ingin melihat secara jelas barang miliknya. Jariku
menyentuh benda yg berwarna pink itu, mulai bagian atas membelai-belainya dgn
lembut, sesekali mencubit dan membelai kembali. Bu Desta bergelincangan,
tangannya makin erat memegang burungku.
Kemudian jariku mulai masuk ke lorong, kemudian
menari-nari di sana, seperti malam tadi. Tapi bibir, dan terowongan yg
didominasi warna pink ini lebih jelas, bagai bunga mawar yg merekah. Beberapa
saat aku melakukan permainan ini, dan menjadi paham dan jelas betul struktur keperempuanan
bu Desta, yg menghebohkan semalam.
Gelora nafsu makin menggema dan menjalar seantero badan
kami, saling mencium dan mencumbu, kian memanas dan berlari kejar-kejaran.
Seperti ombak laut mendesir-desir menerpa pantai. Tiada kendali yg dapat
mengekang dari kami berdua. Apalagi ketika puncak kenikmatan mulai nampak dan
mendekat ketat. Sebuah kejutan, tanpa aku duga sebelomnya kemaluanku yg sejak
tadi di urut-urut kemudian dikulum dgn lembutnya. Pertama dijilati kepalanya,
lalu dimasukkan ke rongga mulutnya.
Rasanya aku diajak melayg ke angkasa tinggi sekali menuju
bulan. Aku menjadi kelelahan. Sesi berikutnya dia mengambil posisi tidur
terlentang, sementara aku pasang kuda-kuda, tengkurap yg bertumpu pada kedua
tangan aku. Aku mulai memasukkan kemaluanku ke arah lubang keperempuanan bu
Desta yg tadi sudah aku
“pelajari” bagian-bagiannya secara seksama itu. Benda ini
memang rasanya tiada tara, ketika
kumasukkan, tidak hanya aku yg merasakan enaknya
penetrasi, tetapi juga bu Desta merasakan kenikmatan yg luar biasa, terlihat
dari ekpresi wajahnya, dan desahan lembut dari mulutnya.
“Ah”, desahnya setiap aku menekan senjataku ke arah
selakangannya, sambil menekankan pula pinggulnya ke arah burungku. Kami berdua
mengulangi mengarungi samodra birahi yg menakjubkan, pagi itu.
Semuanya sudah selesai, aku keluar rumah sekitar pukul
setengah delapan, saat Darti mencuci di belakang. Dalam perjalanan pulang aku
termenung, Betapa kejadian semalam dapat berlangsung begitu cepat, tanpa
liku-liku, tanpa terpikirkan sebelomnya.
Sebuah wisata seks yg tak terduga sebelomnya. Kenikmatan
yg kuraih, prosesnya mulus, semulus paha bu Desta. Singkat, cepat dan mengalir
begitu saja, namun membawa kenikmatan yg menghebohkan.
Betapa aku bisa merasakan kehangatan badan bu Desta
secara utuh, orang yg selama ini menjadi majikanku. Menyaksikan rona wajah bu
Desta yg memerah jambu, kepasrahannya dalam ketelanjangannya, menunjukkan kedahagaan
seorang perempuan yg membutuhkan belaian dan kehangatan seorang lelaki.
Hari berganti minggu, minggu berganti bulan, si kumbang
muda makin sering mendatangi bunga untuk mengisap madu. Dan bunga itu masih
segar saja, bahkan rasanya makin segar menggairahkan. Memang bunga itu masih
mekar dan belom juga layu, atau memang tidak mau layu.
Komentar
Posting Komentar