Sejak lulus dari sekolah aku memang berencana untuk
melanjutkan kuliah disebuah perguruan tinggi swasta yang sudah lama menjadi
incaranku selama ini. Namun kampusku itu letaknya berada diluar kota sehingga
aku terpaksa merantau kesana dan tinggal disebuah rumah kos yang letaknya
berdekatan dengan kampusku. Sebenarnya aku sudah cukup lama ingin merantau ke
tempat lain karena aku ingin sekali hidup mandiri dan tak bergantung pada orang
tuaku lagi. Sejak masih sekolah aku sudah memiliki seorang kekasih namun terpaksa
kami harus berpacaran jarak jauh karena aku harus kuliah diluar kota.
Di hari pertamaku masuk kuliah di salah satu perguruan
tinggi di kota Bandung memang tidak ada yang aku kenal satupun sehingga aku
seperti orang nyasar, bingung celingak-celinguk kesana kemari. Sewaktu sedang
bingung-bingungnya tiba-tiba ada cewek yang menegurku, ‘Eh, tau kelas MI-3
nggak?
Eeiittss.., ternyata aku juga cari kelas itu.., lalu aku
jawab, ‘mm.., saya juga tidak tahu, mendingan cari sama-sama yuk’ jawabku.
“ohh iya nama kamu siapa ya ? kalau aku Dodi ucapku
sambil mengajaknya bersalaman.
“aku Gita. Sahutnya sambil menyalami tanganku.
Sejak saat itulah aku mulai punya seorang teman bernama
Gita. Gadis manis ini mempunyai kulit kuning langsat, nyaris tanpa cacat dan postur
tubuhnya pun cukup ideal. Tapi yang bikin aku tidak bosan melihatnya adalah
dadanya yang menantang, cukup besar untuk ukurannya, tapi tidak terlalu besar
sekali.
Begitu pula dengan pantatnya, aku paling suka jika dia
memakai jeans ketat, dengan kaos oblong warna putih. Kadang jika ia bercanda,
ngomongnya nyerempet-nyerempet porno terus, walaupun sekali-sekali saja.
Tiga bulan sudah lamanya aku dekat dengannya, jalan
kemanapun selalu bersama, walaupun dia belum resmi jadi pacarku, tetapi aku dan
dia selalu berdua kemanapun. Sampai akhirnya aku dan dia pergi jalan-jalan ke
suatu daerah yang cukup indah pemandangannya namun agak jauh dari tempat
tinggal kami. niatnya cuma jalan-jalan saja, tidak menginap.
Entah kenapa hari ini dia mengajakku bercanda yang berbau
porno terus, dari pagi hingga siang hari. Sampai akhirnya ia bertanya begini,
“Wan, kalau kamu punya istri suka yang buah dada nya
besar atau sedeng-sedeng saja?’. Lalu aku jawab ‘Mm.., yang kayak apa ya?,
kayaknya aku suka yang seperti punya kamu itu lho’. ‘Lho emang kamu pernah liat
punyaku?’, tanya dia. Aku bilang ‘Gimana mau liat, orang kamunya ajah nggak
pernah kasih kesempatan.., heheheh’. Dia tanya lagi sambil bercanda, ‘Kalo aku
kasih kesempatan gimana?’.
Aku jawab, ‘Yaa.., nggak aku sia-sia’in’.
“Emang berani ? tantang Gita.
“Siapa takut. jawabku tidak mau kalah.
“Kalo gitu coba buktiin. kata Gita.
“Oke.., kita cari hotel aja sekarang gimana? tantangku
gantian.
“Siapa takut..’, jawabnya tidak mau kalah juga. Jujur
saja aku masih berfikir bahwa ini cuma bercanda saja, sampai tiba-tiba di depan
sebuah hotel, dia berkata,
“Dod disini ajah kayaknya hotelnya bagus tuh.
Deg!!’, jantungku terasa berhenti.
Dengan ragu-ragu kuarahkan mobilku masuk ke halaman
losmen tersebut. Aku masih diam dan setengah tidak percaya. Terus dia berkata,
‘Kamu angkat tas-tas kita, aku yang check in.., OK?’.
Seperti babu kepada majikannya, aku ikuti kata-katanya
dan mengikuti langkahnya masuk ke losmen. Masuk ke kamar losmen langsung kita
tutup dan kunci pintunya, aku masih terdiam terus duduk di atas kasur sampai
dia berkata, ‘OK, sekarang aku kasih kamu kesempatan liat dadaku, tapi jangan
macem-macem yaa?.
Tiba-tiba saja Gita menarik kaosnya ke atas, dan langsung
melemparkan ke atas tempat tidur. Lalu dia terdiam sambil menatapku yang juga
terdiam, walaupun sebenarnya aku sedang terpana.
Beberapa saat dia arahkan tangan kanannya ke pundak
kirinya, digesernya tali BH-nya jatuh ke lengan. Lalu gantian tangan kirinya ke
pundak kanan melakukan hal yang sama. Lalu tangan kanannya diarahkan ke
punggung, tetapi tangan kirinya masih memegangi BH bagian depannya. Oh God..,
Nafasku terasa berhenti di tenggorokanku.., BH-nya telah terlepas, tetapi masih
ditahan bagian depannya oleh tangan kirinya. Gita terus memandangiku. Gita
menggigit bibir bagian bawahnya.
Tiba-tiba ia berkata, ‘Aku nggak akan lepas ini, jika
kamu nggak buka pakaianmu semuanya’ Aku ragu-ragu.., tetapi nafasku sudah tidak
bisa diatur lagi.., aku buka kaosku.., aku buka jeansku.., lalu aku berhenti,
tinggal celana dalam yang aku kenakan.., gantian aku yang menantang, ‘Aku nggak
akan buka ini, jika kamu nggak lepas itu sekarang’ Gita diam sejenak lalu dia
turunkan perlahan tangan kirinya dan akhirnya terlihat jelas buah dada nya yang
kuning langsat dan benar-benar menantang.
Belum sempat aku rampung menikmati pemandangan ini,
tiba-tiba ia melompat ke arahku dan mendorongku telentang di kasur, dengan
cepat dia mencium bibirku. Aku yang masih kaget akan serangan mendadak ini
tidak menyia-nyiakannya, kami saling berciuman, saling melumat bibir,
‘uugghh.., oohh..’, hanya kata itu yang Gita keluarkan.
Tiba-tiba saja di berdiri, dalam 5 detik celana jeansnya
sudah terlepas. Kami sama-sama hanya memakai celana dalam saja, saling pandang
tetapi itu hanya berlangsung 6 detik, dengan cepat ia menarik celana dalamku
kebawah dan melepasnya.
Gita tersenyum dan sedikit tertawa, aku tak tahu dia
senang melihat punyaku atau menertawai punyaku? Akupun tidak mau kalah, kutarik
perlahan-lahan celana dalamnya sedikit demi sedikit, ternyata Gita sudah tidak
sabar lalu dia tarik sendiri celana dalamnya dan melemparnya ke belakang, belum
sempat celana dalamnya menyentuh lantai bibirnya sudah melumat bibirku,
‘oohh..’, kami sekarang benar-benar telanjang bulat. Gita
mulai mencium leherku tapi itu tidak lama karena aku keburu membalik badanku.
Sekarang gantian ia yang telentang di kasur.
Pemandangan yang indah sekali tetapi kali ini aku tidak
mau lama-lama memandang, langsung aku berada diatasnya, kedua tangannya sudah
kupegang dan tahan di samping kiri-kanan kepalanya. Aku ciumi lehernya, bibir,
leher lagi. ‘Hhmmhh.., uugghh.., sstt’, cuma itu yang dia katakan.
Ciumanku sudah ‘bosan’ di leher. Aku mulai turun. Melihat
gerakanku itu, tiba-tiba dia mengangkat dadanya. Kesempatan ini tidak kusia-siakan.
Aku langsung ciumi buah dada nya sebelah kiri, sedang tangan kananku
mengelus-elus buah dada nya yang kanan.
Kali ini tangan kirinya sudah memegang kepalaku. ‘sstt..,
hh.., sstt..’, mulutnya berdesis seperti ular. Dia menarik rambutku dan kepalaku
dan mengarahkan kepalaku ke buah dada nya sebelah kanan. Dengan t’.
Lalu dengan gigiku aku mulai mengigit-gigit sedikit
puting susunya, kiri-kanan, kiri-kanan selalu bergantian dan adil. Sementara
dari mulut Gita terus keluar kata, ‘Teruuss.., teruuss.., yang keras.., aahh..,
gigit Wan.., gghh.., sstt’. Sementara punyaku sudah tegang keras.
Kepalaku mulai turun lagi tetapi tiba-tiba ia berteriak
kecil, ‘Wan.., Iwan.., uugghh.., sekarang ajjaah.., masuk’iin.., nggak usah
pake mulut lagi.., masukin sekaraanng.., plizz..’. Aku langsung di dorongnya.
Sekarang ganti posisi, aku yang telentang dan Gita berada di atasku.
Selangkangannya mencari-cari posisi, walau aku tahu pasti yang dia cari adalah
punyaku.
Begitu posisinya tepat, Gita mendorongnya dengan kuat.
‘uugghh..’, sedang aku sedikit berteriak, ‘aahh’. Punyaku sudah terbenam di
dalam selangkangannya. Gita terus menggerak-gerakan pinggulnya ke atas, ke
bawah, kiri-kanan, naik-turun segala arah gerakan ia lakukan.
Matanya terpejam, bibirnya digigit seperti menahan
sesuatu, sering dari mulutnya keluar kata-kata, ‘oohh.., sshhtt.., uugghh..,
sshhss.., sshhiitt.., aacchh.., oouuhh..’, nafasnya tidak lagi teratur. Kedua
tangannya meremas-remas buah dada nya sendiri, kepalanya sering menengadah ke
atas, ‘uugghh.., oohh.., sshhsstt’.
Sedangkan aku hanya sanggup meremas sprei di kiri dan
kananku dengan kedua tanganku. Gigi atas dan gigi bawahku sudah saling menekan,
tidak ada kata-kata yang keluar dari mulutku hanya suara nafasku saja yang
terdengar. Kali ini aku yang mengambil alih ‘kekuasannya’ gantian kudorong tapi
dia malah tengkurap, melihat pantatnya yang putih mulus.
Aku jadi tambah bernafsu untuk segera memasukkan punyaku
ke punyanya. Aku angkat pinggulnya dan Gitapun mengangkat badannya dengan kedua
tangan dan kakinya. Sekarang posisinya seperti mau merangkak.
Langsung tanpa tunggu waktu lagi aku mencoba memasukan
‘adikku’ ke lubang vaginanya. ‘Mmaasuukkiinn.., ceeppeett..’, Gita memohon
kepadaku tapi belum sempat ia menyelesaikan kalimatnya punyaku sudah masuk ke
vaginanya. ‘oohh..’, dari mulutku keluar kata tersebut. Dengan semangat aku
mulai mendorong ke depan, menarik, mendorong, menarik terus menerus seiring dengan
gerakanku.
Gerakannya pun berlawanan dengan gerakanku, setiap aku
mendorong ke depan ia mendorong pantatnya ke arahku diiringi desahan dan
leguhan dari mulutnya.
‘uugghh.., aahh.., Sshshhss.., oohh.., uugghh..’.
Tiba-tiba ia berteriak, ‘Iwaann.., sshh.., oohh’, aku merasakan sesuatu keluar
dari dalam lubang kemaluannya tapi, ‘oohh.., oohh.., aacchh.., Gitt..,
aakku..’. Akupun merasakan kenikmatan yang tiada bandingannya seiring dengan
keluarnya cairan dari dalam punyaku. ‘oohh.., uugghh’, banyak sekali cairanku
keluar. ‘Terus Wan.., keluarin semuanya..’, pinta Gita.
Tubuhku terasa sudah tidak kuat lagi berdiri. Aku
langsung telentang di kasur, sedangkan Gita langsung memelukku dan menaruh
kepalanya di dadaku.
“Gita sayang sama Dodi. hanya itu yang keluar dari
mulutnya lalu matanya terpejam sambil terus memelukku.
Semenjak
itu kami pun mulai berpacaran dan sering melakukan hubungan badan layaknya
sepasang suami istri. Hal itu lebih sering dilakukan didalam kamar kosku
sendiri hingga akhirnya Gita mengaku hamil dan terpaksa aku harus menikahinya.
Ternyata banyak pengalaman berharga yang kudapat selama kuliah. selain belajar
aku juga bisa merasakan betapa nikmatnya bercinta dengan seorang wanita.
Komentar
Posting Komentar