Langsung ke konten utama

Mahasiswi Yang Dikerjai Oleh Penjaga Kos


Ada seorang anak kos yang bernama Winda dan dia merupakan seorang mahasiswi di salah satu PTN di kota Bandung. Ketika menginjak semester 6 dia semakin rajin belajar bahkan juga belajar kelompok bersama temannya sampai malam hari. Dikala itu waktu sudah membuktikan jam 11 malam, padahal gerbang kos sudah tertutup dua jam yang lalu.Saat mencari kunci yang ada ditasnya dia disapa oleh penjaga kos yang bernama Pak Heri, “neng Winda baru pulang atuh jam segini?
”eh Pak Hei iya nih Pak habis ngerjain peran kelompok soalnya besok dikumpulin. Jawabnya sambil berjalan menuju kamarnya . Kemudian Winda teringat bahwa lampu kamarnya mati dan belum sempat untuk mengganti.

“Pakk Heri minta tolong dong. Teriak winda dengan nada yang agak keras karena kamar dan pos jaga lumayan jauh jaraknya.
“ada apa neng kok teriak teriak. Ujar pak Heri
“ini Pak boleh minta tolong untuk beliin lampu, soalnya saya lupa beli waktu keluar tadi. Kata winda.
“sini saya belikan neng warung didepan masih buka kok” sahut pak Heri.
“Beli yang bagus ya pak biar lebih awet. Kata winda
“Sip, Neng.”, Ujar Pak Heri sambil mengambil uang dan berjalan pergi.
“Oia, Pak. Tolong sekalian dipasang ya Pak. Langit-langitnya tinggi. Saya mau mandi, nanti langsung masuk saja lagian pintunya juga ga dikunci. Kata winda.

Pak Heri mengangguk sambil terus berjalan. Pak Heri berusia sekitar 50 tahun. Pipinya yang tirus membuatnya terlihat tua. Selain menjadi penjaga kosan, Ia juga bertani di sawah belakang kosan. Itu sebabnya warna kulitnya terlihat sangat gelap kecoklatan. Winda memasuki kamar, menutup pintu, dan mulai membuka pakaiannya satu persatu.
Ia membuka kaos dan jins yang dipakainya sejak pagi hari. Melemparkannya ke tumpukan pakaian kotor. Dengan BH dan celana dalam Winda berjalan ke kamar mandi kemudian menyalakan keran air. Pintu kamar mandi ditutup.
Winda melepas BH dan celana dalam, meletakkannya di ember yang khusus disediakan untuk pakaian dalam.

Ia mulai mengguyurkan air dari ujung kepala. Segar sekali rasanya ketika tetesan-tetesan air membasuh rambut, wajah, leher, pundak, dan payudaranya. Beberapa tetesan kecil menyentuh puting Winda yang berwarna merah muda.
Ia kembali mengguyur tubuhnya, kali ini air membasuh perut, paha, dan bongkahan pantat Winda yang begitu mulus berwarna putih bersih. Sedikit tetesan air dengan genitnya menjalar ke selangkangan Winda, menyapu kulit vagina yang tembam, merangsek ke sela-sela vagina mirip sebuah pengecap yang ingin menjilat klitoris.

Winda mulai membersihkan tubuhnya dengan sabun cair. Dioleskan sabun cair di dada dan payudaranya. Ia menggosok perlahan sambil mengelus-elus payudaranya. Tiba-tiba darahnya mengalir lebih cepat. Ada gelombang nafsu yang mulai menguak dari dalam diri Winda.
Tidak biasanya Ia menjadi nafsu karena sentuhan tangannya sendiri, mungkin karena sudah 1 bulan lebih tidak ada yang merambah tubuh indahnya. Elusan ajudan ke payudaranya mulai bermetamorfosis remasan, sementara tangan kirinya bergerak menyentuh vagina yang sudah tidak sabar ingin dimanja. “Mmpphhhh…” eluh Winda keluar dari mulutnya.

Sudah lebih dari 1 bulan yang kemudian Winda putus dengan Jaka. Laki-laki kedua yang pernah bersetubuh dengan Winda. Winda mengakui bahwa Jaka lebih arif dalam urusan sex ketimbang pacar pertamanya.
Dan itu yang membuat Winda selalu ingin bersama Jaka, sampai suatu hari Winda mengetahui ternyata jaka berselingkuh. Mengingat tragedi perselingkuhan Jaka, seketika itu emosi Winda muncul. Nafsu yang melanda sebelumnya hilang begitu saja. Winda bersegera merampungkan mandinya. Ia membasuh sabun-sabun di tubuhnya.

Saat ingin mengeringkan tubuh dengan handuk, Winda baru tersadar handuknya tidak ada. Ia biasa melakukan hal mirip ini – tidak membawa handuk ke kamar mandi. Winda membuka pintu kamar mandi. Dengan sangat terkejut, Winda melihat sosok seorang pria tua, berwajah tirus, berkulit coklat tua, sedang duduk di ranjang sambil melihat tubuh Winda yang tanpa busana.
Tubuh Winda kaku tak bergerak selesai syok, wajahnya memerah karena malu. Sementara Pak Heri masih terus menatap Winda. Tubuh Winda yang masih berair terlihat kemilau selesai pantulan cahaya. Payudaranya membusung, meneteskan air tepat dari puting merah mudanya.

Dari vaginanya yang seolah mengintip Pak Heri terlihat mengucurkan air sisa pembersihan tubuh Winda. Winda berusaha menguasai kembali tubuhnya. Setelah kesadarannya pulih, dengan cepat Winda kembali masuk ke kamar mandi. Menutup rapat pintu kamar mandinya.
“Ma… maaf Pak. Saya lupa handuknya. Bisa tolong ambilkan di meja?” minta Winda dengan bunyi gemetar. Klek.. Winda mirip mendengar bunyi pintu terkunci. Suaranya begitu samar sampai ia tidak yakin betul.
“Ini, Neng.” Ujar Pak Heri dari balik pintu kamar mandi.
Winda membuka sedikit celah kamar mandi, menjulurkan tangannya mengambil handuk dari tangan Pak Heri. Ia segera mengeringkan tubuhnya.
Winda keluar berbalut handuk – yang sialnya ialah handuk kecil. Handuk yang ia kenakan tidak bisa melilit seluruh tubuhnya. Ujung handuk ia pegang dengan tangan kiri, sementara sedikit celah memperlihatkan pinggul dan paha Winda.
Dada Winda pun tidak tertutup dengan baik, potongan indah payudara dan sedikit tepian puting berwarna merah muda mencuat begitu menggoda. Handuk cuilan bawah hanya menutupi sekitar 5 cm ke bawah dari vagina Winda. Winda berjalan perlahan, mata Pak Heri tidak sedetik pun lepas dari tubuh Winda.

“Ee.. Neng, itu lampunya sudah saya pasang.” Ujar Pak Heri sambil berdiri memecah kebisuan.
“Iya, pakk..” jawab Winda pelan, “Maaf Pak, saya mau pakai baju.” Lanjut Winda, berharap Pak Heri sadar untuk meninggalkan kamarnya.
“Oh, iya Neng. Tapi saya boleh pinjam kamar mandi? Mau buang air kecil.” Pinta Pak Heri.
“Bukannya di luar ada pak yang biasa dipakai.” Sergah Winda sedikit kesal.
“Kebelet Neng. Sebentar kok.” Dengan cepat Pak Heri masuk kamar mandi tanpa menunggu persetujuan Winda.
Winda mendengar kucuran air seni Pak Heri begitu deras. Segera ia mananggalkan handuk menggantinya dengan daster favoritnya.
Tak lama Pak Heri keluar. Bejalan menghampiri Winda.
“Neng Winda, ada yang bisa dibantu lagi?” Tanya Pak Heri. Sekarang ia telah berdiri tepat di depan Winda. Belum sempat Winda menjawab pertanyaan tersebut, Pak Heri mengelus rambut Winda.
“Bapakkk…” ujar Winda sambil berjalan mundur menghindari tangan berangasan Pak Heri.

Pak Heri terus mendekati Winda, sementara Winda terus mundur menghindar sampai tubuhnya terbentur tembok. Pak Heri merapatkan tubuhnya ke Winda yang sudah terpojok.
“Pak, jangan pak.” Lirih Winda. Sementara tangan Pak Heri kembali mengelus rambut Winda yang amis itu.
“Tenang aja neng. Itu neng Sasha juga lagi asik sama pacarnya. Kita jangan kalah dong.” Kata Pak Heri dengan tenang penuh keyakinan.
“Pak, tolong pak. Jangan. Saya teriak kalau bapak bagini terus.” Papar Winda penuh ketegaran di tengah posisinya yang tidak baik itu.
“Neng mau teriak? Lalu orang-orang datang. Saya diusir. Tapi besoknya saya ke sini sama temen-temen lho. Khusus buat Neng Winda.” Ancam Pak Heri penuh kemenangan.
Winda terteguh mendengar ancaman itu. Membayangkan dirinya dikroyok orang-orang sekelas Pak Heri. Mengerikan. Winda bukan termasuk wanita hipersex. Ketika ketakutan melanda pikiran Winda, Pak Heri melanjutkan kata-katanya.
“Sudah lah neng. Biasanya juga sama pacarnya kan. Kalau tidak salah udah lebih dari 1 bulan ga diservis ya neng? Sini sama bapak aja.” Pak Heri terus meraba Winda, kali ini lengan Winda menjadi sasaran.


Bulu kuduk Winda merinding ketika kulit putih mulusnya bersentuhan dengan tangan Pak Heri. Ditambah lagi kata-kata Pak Heri perihal program sexnya benar-benar membuat Winda malu. Wajahnya merah padam.
“Pak sudah pak. Jangan pak. Tolong.” Dengan wajah nanar Winda memohon.
Pak Heri menekan tubuh Winda ke bawah. “Isepin burung bapak ya neng.” Pinta Pak Heri. Dalam posisi berjongkok, Winda kebingungan harus bagaimana. Tentu ia pernah menghisap penis tetapi bukan dalam keterpaksaan mirip ini.

“Ayo neng. Turunin dulu celana bapak. Trus isep. Ga perlu saya kasarin kan supaya neng mau. Ato ga harus saya panggil temen-temen saya kan. ujar Pak Heri kembali mengancam dengan sikap begitu tenang.

Winda mulai menurunkan celana pendek Pak Heri. Tangannya gemetar, keringat hirau taacuh mengucur dari pori-pori kulitnya. Winda terus menarik sampai kaki Pak Heri, ia menatap celana yang telah terlepas tanpa melirik ke atas.
“Ayo neng, liat ke atas dong.” Perintah Pak Heri sambil tertawa pelan.
Winda mengangkat wajahnya. Terkejut melihat sebuah penis yang sudah keras tidak lagi ditutupi celana dalam mengacung tepat mengarah ke wajahnya. “Baa… pak ga pake celana dalam?” pertanyaan polos keluar dari verbal Winda. “Itu ada di kamar mandi. Sama baju dalam kau yang lain.” Jawab Pak Heri sambil terkekeh.
Pak Heri memajukan penisnya. Kepala penisnya menyentuh bibir Winda yang manis. “Dibuka neng bibirnya.” Pinta Pak Heri. Winda membuka mulutnya dengan penuh keraguan. Penis Pak Heri mulai masuk dengan perlahan ke verbal Winda.
Pak Heri mulai menggoyang-goyangkan penisnya menyodok verbal Winda, dengan kedua tangannya yang menggenggam kepala Winda. Sementara itu kedua tangan Winda memegang kaki Pak Heri sambil berusaha melepaskan diri. Mphhh….. mpphhhh… penolakan Winda hanya terdengar mirip lenguhan.
“Ahhh…. Achhh… bibirnya yummy banget neng. Ahhh.. terus neng.” Rancau Pak Heri sambil terus menggoyangkan pantatnya. Berselang 2 menit kemudian. Pak Heri berhenti mengocok penisnya, tetapi ia membiarkan penis hitamnya tetap di dalam verbal Winda. Nafas Winda mulai terengah-engah. “Neng, lidahnya mainin dong di dalam.”
Pinta pa Heri, “Achh… iyaaahhh.. gitu neng… pinter bangettt.. achhhh….” Lidah Winda bergoyang-goyang mengelus-elus penis di dalam mulutnya dengan lembut. Kepala penis Pak Heri selalu tersentuh pengecap Winda. Sesekali ada hisapan yang Winda lakukan. Pak Heri semakir merancau menikmati penisnya dalam verbal Winda.
“Sudah Neng Winda. Saya ga kuat sama pengecap neng. Ahhh….” Pak Heri mengangkat tubuh Winda. “Pacar neng untung banget dapetin neng. Cantik, mulus, jago ngisep burung.” Pak Heri mulai kembali mengelus lengan Winda yang tidak tertutupi.

“Pak sudah pa. haahhh… jangan dilanjutkan pak.” Keluh Winda dengan wajah memelas meminta menyudahi permainan Pak Heri dengan nafas terengah-engah. Pak Heri menyibakkan rambut Winda kebelakang, lehernya yang jenjang terbuka lebar. Dengan sigap Pak Heri mulai mencium lembut dan menjilat leher Winda. Sementara tangannya meraba perut Winda.
“Mpphhhh… pak, sudaahh.. ahh.. mpphhh..” Gejolak nafsu mulai melanda Winda, namun ia tetap berusaha menahannya sekuat tenaga. Pak Heri membalikkan tubuh Winda, ia menyibak rambut yang menutupi leher dan tungkuk. Pak Heri kembali menciumi sambil menjilat cuilan sensitif Winda tersebut. “ahhh… pak hentikannn.. mmppphhhh.”
Pak Heri mendekatkan bibirnya ke kuping Winda. “Neng Winda ini seksi sekali. Tadi saya intip dari etalase waktu neng mandi. Enak ya neng ngeremes tetek sendiri. Saya bantu ya sekarang.” Bisik lebut Pak Heri ke telinga Winda. Mendengar bisikan itu Winda mirip kehilangan harapan. Dilihat tanpa busana, ketahuan ML, dan kini ia tahu Pak Heri melihat dikala ia akan masturbasi.

“Saya remes ya neng teteknya.” Jemari Pak Heri merambat menuju 2 payudara Winda. Saat jemari menyentuh payudara. “Lho, ga pake BH, neng?!” Tanya Pak Heri dengan sedikit terkejut. “Jangan-jangan?!” dengan cepat tangannya menyibak daster membuka bongkahan pantat Winda. “Wah, si Neng bisa aja.


Bilang ga mau tapi udah siap-siap gini.” Ledek Pak Heri.
“Kan, mau tidur pak.” Ujar Winda membela diri dengan percuma sambil membalikan wajah sementara jarinya tergigit di mulutnya.
Pak Heri sibuk meremas pantat, sementara tangan kirinya meremas payudara Winda. Posisi berdiri Winda yang sedikit menungging semakin membuat seksi tubuhnya. “Paakkkk…”, “Iya Winda”, “Sudah ya mpphhh.. pakkk..”, “Yakin neng?” jemari Pak Heri menyentuh bibir vigina Winda. “Achhh… paa..”. tangan Pak Heri menjulur ke wajah Winda, memperlihatkan jemarinya yang tadi menyentuh bibir vagina Winda.

“Neng Winda, ko berair ya?” canda Pak Heri. Winda menatap Pak Heri sambil tersenyum malu.
“Bapak jahat ih.” bunyi manja terlontar dari verbal Winda yang sebelumnya diisi penis Pak Heri.
Tangan Pak Heri kembali mengelus pinggul Winda. Sambil menciumi leher, Pak Heri berbisik, “Neng Winda, mau dilanjutin ga ni?”,
“Mmmpphhh.. lanjutin apa pakkk?”, “n.g.e.n.t.o.t”, “ih, acchhh.. bapakkk..” tangan Pak Heri mulai meremas payudara Winda. “Iya pakkk.. lanjutinnnn paak.. aahhh..”
“Pakkk.. saya mau ciuman yah.” Pak Heri mendekatkan wajah. “Mmpphhh.. pak, burungnya saya pegang yah.. saya suka banget sama burung bapak.” Bujuk Winda.
Pak Heri dan Winda mulai saling berciuman. Lidah mereka saling melipat, bergesekan dengan lembut. Meningkatkan birahi keduanya. Mmpphhh…. Mmpphhhh…
“Pak gendong saya ke kasur ya.” Pak Heri pribadi mengangkat Winda, merebahkannya ke atas kasur.
Winda menapat Pak Heri. “Pak, saya malu. Kayak cewe murahan.”, “Ngga ko neng. Nikmatin aja.”, Pak Heri kembali melibas bibir Winda. Mmpphhhh… desah Winda yang mulai tidak ditahan lagi. “Pak Heri. Mmphhh.. telanjangi aku. Mphh..”
Pak Heri mulai mengangkat daster Winda. Vagina Winda yang tembam ditutupi rambut-rambut tipis tercukur rapih. Pak Heri tak henti menatap tubuh Winda yang terbuka perlahan, memperlihatkan keindahannya.

Winda mengangkat tangannya. Membiarkan daster favoritnya terlepas dari tubuh yang kini tidak tertutupi sehelai kain pun. Payudara Winda yang tidak terlalu besar membusung dengan puting menegang, seakan meminta dijamah. Pak Heri memulai kembali dengan menciumi dan menjilati leher Winda.
Lenguhan terlepas dari verbal Winda. Darah mendesir lebih cepat. Pak Heri menurunkan ciumannya ke payudara Winda. Menjilat turun di sisi payudara, berputar mengelilingi payudara Winda.
“eeuhhh.. pak, saya nafsu bangettt…” rancu Winda memohon Pak Heri meningkatkan agresivitas. Pak Heri menjilat kecil puting Winda yang sudah sangat keras. Ia memberi kecupan kecil. “Neng Winda, putingnya keras banget.” Ujar Pak Heri sambil menatap Winda yang sedang memejamkan mata. “mmpphhh.. iya pak. Emut puting saya pakkk.. remesss…” pinta Winda.
Pak Heri mengemut puting Winda sambil memainkan lidahnya, sementara tangan kanannya merepas payudara Winda yang lain. “aahhh… eemmmppp… enaakkk pakk..” Winda meremas rambut Pak Heri, menekan kepala Pak Heri ke payudaranya. “uughhh… pakk, mau ngentottt. Mauu burungll.. aahhh..” rancu Winda tak terkendali. Ia melepas cengkraman dari kepala Pak Heri.
Pak Heri mengangkat tubuhnya melepaskan mulutnya dari puting Winda. Ia mendekatkan diri ke wajah Winda. Penisnya yang keras mengacung tepat di wajah Winda.
“Tadi neng ga mau, bukan?” pancing Pak Heri. Winda mendekatkan hidungnya ke ujung penis Pak Heri. Menyentuh tepat di lubang kecil penis Pak Heri. Ia menghirup perlahan aroma penis yang khas sambil memejamkan mata. Ujung hidungnya merambat ke pangkal penis, pipi Winda pun menempel ke batang penis Pak Heri.

“Sekarang saya mau pak. Sampe masuk burung bapak ke memek saya juga saya mau.” Nafas Winda mulai memelan, “aku emut lagi ya pak.” Pak Heri merubah posisinya, ia menyandarkan punggungnya ke tembok dengan posisi terduduk.
Winda menundukkan wajahnya mendekati penis dengan posisi menungging di atas kasur. Jari jemarinya yang manis mulai menyentuh lembut kulit penis Pak Heri. Digenggamnya penis dengan satu tangan. Winda mulai menggerak-gerakkan tangannya ke atas-bawah.
“aacc..chhh… eehhh.. aahhh nenggg…”
“Enak ya pakk..” ucap Winda sambil menatap genit ke arah Pak Heri.
“eemmmhhhh…” sinta menjulurkan lidahnya. Menjilat ujung kepala penis yang semakin mengeras.

Tak lama jilatan sinta bermetamorfosis emutan dan hisapan di kepala penis dengan tangannya yang masih terus mengocok.
Pak Heri terus mendesah semakin keras. Lidah sinta bermain-main di dalam mulutnya, mengelus-elus kepala penis. Tiba-tiba Pak Heri bergetar kuat. “aachhhhh….” Sebuah erangan panjang keluar dari mulutnya. Cairan sperma meleleh dari dalam penis.
“mmpphhhh..” Winda masih mengocok penis dengan tangan kanannya, mulutnya masih diisi kepala penis Pak Heri menanti tetesan terakhir sperma.
Ia melepaskan penis dari mulutnya, mengangkat kepalanya menghadap Pak Heri dengan wajah penuh senyum. “Liatin sperma bapak dong, neng.” Pinta Pak Heri. Sinta membuka mulutnya, menjulurkan lidahnya yang dipenuhi cairan berwarna putih susu.
Winda kembali menutup mulutnya. Tidak segera menelan sperma, ia justru memainkan sperma itu di dalam mulutnya.
Menikmati aroma dan rasa sekaligus sensasi tersebut. Glek… sperma Pak Heri menuju perut Winda. Winda menyeringai dengan wajah penuh kegembiraan. Ia mendekat ke Pak Heri, melupat bibir penjaga kosannya.

“Seneng banget sih, neng?” Tanya Pak Heri sambil mengelus payudara yang tidak tertutupi apapun.
“Sperma bapak enak.” Ucap Winda dengan sedikit malu-malu sambil merebahkan tubuhnya di atas dada Pak Heri.
“Istirahat dulu ya neng. Nanti lanjutin.”
“Lanjutin apa pak?” Tanya Winda sambil melihat Pak Heri.
Tidak pribadi menjawab, Pak Heri menggerakkan tangannya. Menyentuh bibir vagina Winda, kemudian menyelusupkan jari tengahnya ke sela bibir vagina. “lanjutin ini. Ngeringin memek kamu. Nih, basah.”
“ahhhh… mpphhhh…” eluh Winda sambil menggigit bibir bawahnya, “ga ah, pak. Malu saya ngentot sama penjaga kosan.” Ucap Winda sambil memejamkan matanya, menikmati sentuhan lembut di vaginanya.
“Supaya neng mau harus gimana?” Tanya Pak Heri.

Perlahan paha Winda menjepit tangan Pak Heri, sementara tangannya mencengkram pergelangan tangan Pak Heri. Tubuhnya tidak ingin jejari Pak Heri lepas dari vaginanya.
“Katanya tadi ga mau dilanjutin.” Protes Pak Heri.
“Aku binal ya pak?” Tanya Winda dengan wajah sayu.
“Neng Winda itu bispak. Bisa bapak entot kapan aja bapak mau.”
“aahhhh.. bapak jahat.. mmpphhh.. masukin jarinya pakk…”
“Lanjutin nanti ya neng. Istirahat dulu.”
“Bapak bilang yang mesum-mesum dulu dong.” Pinta Winda.
“Memek Neng Winda mau dijilatin nanti?” Winda mengangguk, “Dimasukin burung bapak? Kita ngentot.”
“Mau banget, pak” jawab Winda dengan berbisik.
“Sampai puas!” ucap Pak Heri ikut berbisik. Mereka kembali berciuman. Kemudian tertidur bersama.
Pukul 03.00, Winda masih tidur dengan nyenyak. Dalam mimpinya, Winda merasakan kenikmatan yang menjalar di seluruh tubuhnya. Entah ia sedang ‘mimpi basah’ atau tidak, tetapi ada eluhan-eluhan yang keluar dari mulutnya. Mmpphhhh… mmpphh…
Winda mulai sadar di tengah tidurnya. Matanya masih terpejam, tetapi Ia semakin menyadari kenikmatan di sekujur tubuhnya. Membiarkan tubuhnya menggelinjang kenikmatan. Winda tidak ingin membuka matanya, kemudian terbangun dari tidurnya. Ia ingin menikmati tidurnya yang penuh kenikmatan.

Lambat laun kesadarannya semakin menguat dikala mendengar suara-suara kecupan. Winda mulai teringat bahwa Ia sedang tidur dengan Pak Heri tanpa busana yang menjanjikan kelanjutan permainan mereka. Winda membuka matanya untuk meyakinkan diri perihal apa yang dari tadi Ia rasakan. “Pakkk… mmpphhhh.. curannggg..” ucap Winda sambil menggigit bibir bawahnya menatap Pak Heri yang sedang menjilat vagina Winda.
Pak Heri mengangkat wajahnya. “Neng tidurnya nyenyak banget. Bapak ga yummy banguninnya.” Tangan Pak Heri mengelus-elus paha Winda. “Jadi bapak mulai aja duluan.” Ucapnya sambil tersenyum. Winda membalas dengan senyum manis, kedua tangannya menjulur ke arah Pak Heri. Pak Heri mendekat, mendekap dalam pelukan Winda.
“Enak ya, neng. Kayak mimpi melayang-layang.”
“Mmm..” Jawab Winda dengan bunyi menggoda.
Mereka mulai bercumbu, dengan tangan saling meraba tubuh lawannya. Mmpphhh… hhmmmm…. Eluh masing-masing. Pak Heri mulai menurunkan kecupannya ke leher, dada, payudara, puting, perut, sampai ia kembali berkonsentrasi ke vagina Sinta. Diawali dengan kecupan kecil.
“mmpphhh.. pakkk…” kemudian jilatan panjang, menjilat seluruh cuilan luar vagina Sinta. Sinta mendesah semakin keras. Akhirnya Pak Heri memulai emutan di vagina Sinta, lidahnya menjulur masuk menjilat-jilat cuilan dalam.

“aaacchhh… ennakkk pakk.. eehhhmmpphhh…”
Slurrppp… slurrppp.. jilatan, hisapan, dan emutan Pak Heri bersuara semakin keras. Tubuh Winda tidak bisa menahan kenikmatan dari vaginanya. Ia mengangkat pantatnya, mendorong vaginanya ke verbal Pak Heri yang sedari tadi menempel, seakan menginginkan lebih. Pak Heri paham betul, Ia mengangkat wajahnya, kemudian meletakkan jari jemarinya di bibir vagina Winda.
“Haahhh… aahhh..” nafas Winda memburu, “Iya begitu pakk.. eemmppphhh…” Winda menengadahkan wajahnya sambil mendesah dikala jari tengah Pak Heri menekan dan mengelus klitorisnya. Pak Heri mendekatkan wajahnya ke Winda, Winda menyambut dengan ciuman begitu ganas. Nafsu telah menguasai tubuhnya.
Tangan Pak Heri sudah terjepit kuat paha Winda. Hanya jari jemarinya yang masih bisa bermain-main di vagina Winda. Winda terus menggelinjang kuat dengan bunyi desahan yang tertahan selesai berciuman dengan Pak Heri, merapatkan tangannya di punggung Pak Heri.
“Acchhhh… Pakkk, enakkk.. mmpphhhh..” lenguh Winda melepaskan ciumannya. Pak Heri semakin bersemangat ketika melihat ekspresi wajah Winda dipenuhi nafsu. Membayangkan seorang wanita yang usianya belum mencapai setengah usia Pak Heri, dipenuhi nasfu ingin bersetubuh. Pak Heri mempercepat goresan jarinya di vagina Winda.
“Aaaaccchhhhh….” Desahan panjang Winda disertai tubuhnya yang tiba-tiba menjadi kaku. Pahanya mencengkram kuat tangan Pak Heri sampai tidak bisa bergerak. Cairan bening keluar dari vagina Winda. Wajahnya meringis.

Ia melonggarkan pahanya, melepaskan tangan Pak Heri. Sesekali tubuhnya masih mengejang, sementara dari vaginanya masih mengeluarkan cairan kenikmatan. Wajahnya masih dipenuhi ketegangan, sampai jadinya senyum kepuasan menghiasi wajahnya.
“Enak banget, pak.” Ucap Winda dengan vagina yang masih menetesnya cairannya.
“Iya, bapak suka liat kau lagi nafsu begitu.” Pak Heri mendiamkan Winda untuk beristirahat sejenak.
5 menit berlalu, mereka berbincang-bincang tertutama mengenai pengalaman Winda bersetubuh dengan lelaki lain. Winda merasa malu membicarakan hal tersebut, tetapi karena nafsunya masih tinggi membuatnya tidak lagi peduli.
“Pak Heri ga nikah?” Tanya Winda sambil mengelus-elus penis Pak Heri.
“Ada yang muda-muda kayak Neng Winda buat apa nikah.” Jawab Pak Heri membiarkan penisnya tetap mengeras. Mendengar balasan tersebut, Winda teringat Mbak Wulan dan 3 mahasiswi lainnya yang dulu menempati kosan ini.

“Mmm.. Pantesan Mbak Wulan sama yang lain dulu betah banget ya ngekos disini. Makara gara-gara ini.” Ucap Winda sambil mengocok penis Pak Heri,
“Enak ya pak. Bisa ngentotin mahasiswi manis terus.” Ketus Winda. Selain dirinya masih ada 2 mahasiswi yang dikala ini menempati kosan tersebut. Apa Sasha dan Nadya pernah begini juga ya? Tanya Winda dalam pikirannya.
Pak Heri merubah posisinya, jari tangannya menyentuh bibir vagina Winda yang masih basah. “Udah ga sabar ya neng dimasukin burung bapak?” Winda hanya mengangguk pelan, wajahnya tidak bisa menutupi kegembiraan atas pertanyaan Pak Heri.
Winda mengambil kondom di laci meja belajarnya. Dengan penuh kasih sayang, ia mengelus-elus penis Pak Heri kemudian mengulum, memastikan penis itu telah mengeras kuat. Kondom tipis dengan perlahan disarungkan ke penis Pak Heri. Winda tersenyum tipis, membayangkan kenikmatan yang akan didapatnya.

Pak Heri memposisikan diri di atas tubuh Winda. Dengan paha terbuka, Winda tidak sabar menanti penis memasuki liang vaginanya. Kepala penis Pak Heri menempel dan menggesek-gesek bibir vagina Winda. “Neng, ga mau masuk nih. Mesti dibujuk dulu.” Ucap Pak Heri menahan jegolak nafsunya menyetubuhi Winda.
Winda paham maksud Pak Heri, Ia menggenggam pinggul Pak Heri. Tetapi bukannya pribadi menarik pinggul tersebut supaya penis Pak Heri masuk, Winda mengawalinya dengan raut wajah penuh nafsu.
“Pakkk… Masukin burungnya ke memek saya yah.” Ucap Winda dengan nada memohon, “Aku udah ga kuat. Pengen ngentot, pakk.” Winda mulai menarik pinggul Pak Heri. Nafsu Pak Heri meningkat mendengar permintaan Winda, Ia pun mulai mendorong penisnya.

Penis Pak Heri mulai menjelajahi liang vagina Winda. “Uughhh.. Neng, yummy banget memeknya. Mmpphhh..”
“Dorong terus pak. Masukin semuanya. Burung bapakk kerr..ass bangett.. mmpphhhh..” Ucap Winda diakhiri desahan.
Perlahan seluruh penis Pak Heri masuk ke dalam vagina Winda. Mereka berdua bercium mirip sepasang kekasih. “Ayo, pak. Kocokin ke dalem. Aku suka burung bapak.” Rajuk Winda. Pak Heri tersenyum senang, kemudian mulai menarik penisnya. Mmpphhhh… keduanya berdesah.

Pak Heri memulai persetubuhannya dengan tempo perlahan. Ia menarik dan mendorong penisnya perlahan untuk menikmati betul vagina Winda yang masih sempit. Sesekali Pak Heri mendorong dalam penisnya, sampai Winda mendesah panjang. Perlahan Pak Heri meningkatkan kecepatannya menggesek vagina Winda.
“Accchhhh… iya pak. Terus pak.. enakkk.. eeuuhhhh.. mmpphhhh.. burung bapak ennaaakkk…” Winda mulai merancau dikala goresan penis Pak Heri semakin cepat. Nafas keduanya semakin menggebu.
“Memek neng sempit banget.. aaccchhhh… mmppphhhh…”
“Iya pakkk… teruss.. uugghhhh… kocok terus pakkk..” Pak Heri semakin cepat mengeluar-masukkan penisnya.
“Tengkurep neng. Aahhhh…”

“Iyah pakkk… accchhh… jangan dilepas pak burungnya.. yummy bangettt…” Winda membalik tubuhnya tanpa melepas penis dari vaginanya. Pak Heri memandangi bongkahan pantat putih bersih dengan penisnya yang keluar-masuk vagina Winda. Nafsunya menggila. Ia mengocok semakin cepat.
“Accchhhh, enakan pake jari ato burung, nenggg?” Tanya Pak Heri dengan nafas menggebu.
“Burung… Winda suka pakkeee konn.. toll bapak.. aaaahhhh.. terus pak..”
Pak Heri mengangkat pinggul Winda, ingin Winda menungging. Pak Heri terus mengocok vagina Winda yang semakin berair sampai terdengar bunyi kecipak air.
“Uuughhhh… ga kuat pakkk… aacccchhhhh.. oooghhhh…” Tubuh Winda bergetar, ada lelehan cairan keluar dari vaginanya. Pak Heri menahan penisnya di dalam tanpa gerakan. Menidurkan Winda dalam posisi terkelungkup. Pak Heri menindih tubuh Winda, sambil menggoyang-goyangkan penisnya perlahan.

“hhaaahhhh… yummy banget pak.” Pak Heri mengecup pipi Winda.
“Mau lagi neng?”
“Sampe bapak puas. vagina saya buat burung bapak.” Ucap Winda sambil mencium bibir Pak Heri.


Pak Heri mulai kembali mengocok vagina Winda dengan penisnya. Tangannya menyelusup ke payudara Winda. Meremas kuat tetapi lembut. Nafas Winda kembali meningkat. Ia melirik kebelakang, melihat pantat Pak Heri yang hitam bergoyang naik-turun. Sementara pantatnya sendiri tertindih Pak Heri. Winda menjulurkan tangannya, mengelus pantat Pak Heri.


“Uuughhhh.. mmppphhh.. terusss pakk. Entotin akuuu..” rancau Winda sambil memejamkan matanya menikmati hujaman penis Pak Heri.
Pak Heri kembali mengangkat pinggul Winda. Menginginkan posisi itu kembali. “aacchhh… pakkk udah mau keluuarr?” Tanya Winda dengan nafsu terus menggebu. “Iya neng.. accchhh… sebentar lagii…” Pak Heri mempercepat kocokannya.

Winda menggigit bantal di depan wajahnya karena menahan kenikmatan di sekujur tubuhnya. Sementara tangannya meremas-remas kain sprei sampai sangat berantakan.
“Ooohhhh,,, ooogghhh…. Pakkk ga kuaattt. Mau keluar lagiii.. oouugghhhh…” lenguh Winda tidak bisa menahan diri.
“Iya, nengg. Bareng sama bapak aja.. aacchhhh. Ujar Pak Heri.

Pak Heri menekan dalam penisnya ke vagina Winda dan spermanya keluar tertahan kondom yang dikenakan. Sementara vagina Winda kembali mengeluarkan cairan bening. Keduanya melenguh bersamaan dan terdengar penuh kenikmatan.


Winda kembali tertidur dengan posisi terkelungkup, sementara Pak Heri menindih di atasnya.
Penisnya tetap berada di dalam vagina Winda yang masih berkedut. Tubuh keduanya dibasahi keringat yang keluar dari pori-pori.
“Enak, neng?”
“Enak banget pak. Makasih ya.” Jawab Winda sambil mencium bibir Pak Heri.
“Bapak ke kamar ya neng.” Ucap Pak Heri sambil mencabut penisnya kemudian melepaskan kondomnya dan membuangnya di tempat sampah.
“Iya pak. Aku mau lanjut mandi soalnya ada kuliah pagi. Jawab winda. Pak Heri segera mengenakan pakaiannya kemudian kembali ke kamarnya setelah sebelumnya mencium Winda.

Winda mengambil handuknya di atas rak. Menuju kamar mandi, menutup rapat pintunya. Ia melihat tumpukan pakaian dalam yang kotor. Celana dalam Pak Heri ada di sana. Winda meremas celana dalam itu.Ia memikirkan apa yang baru saja selesai Ia dan Pak Heri lakukan. Memalukan, tetapi dirinya sendiri tidak bisa menahan gejolak nafsu. Winda mendekatkan celana dalam itu ke hidungnya, teringat saat-saat hidungnya menyentuh ujung kepala penis Pak Heri. Winda tersenyum.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Draft Amarah Para Buruh 21

Draft Amarah Para Buruh 20

Lust in Broken Home 4

Lust In Broken Home 5

Terjebak Didalam Kelas

Akibat Kena Gendam Tetanggaku

Kisah Tragis Dikebun Karet

Amarah Para Buruh 10

Amarah Para Buruh 17

Binalnya Ibu Tiriku 4