Siang
hari di sebuah rumah kosong, kembali saya mematangkan rencana yang telah kami
susun dengan kedua anak buahku. Kali ini sasaran kami adalah sebuah rumah mewah
yang terletak dibilangan Jakarta Selatan. Kami adalah sekawanan perampok yang
menjunjung tinggi kode etik perampok, artinya tidak pernah tercampur dengan
tindak criminal lainnya.
Sebagaimana
para netters ketahui bahwa di zaman yang serba sulit saat ini, sangatlah sakit
rasanya bila harus menahan lapar tiap hari sementara banyak orang di luar sana yang
sanggup mengeluarkan uang ratusan ribu rupiah untuk sepiring nasi.
Bahkan
jauh lebih kenyang rasanya makan di Warteg daripada makan sepiring nasi yang
berharga ratusan ribu tersebut. Setidaknya itulah bandingan kekontrasan yang
terlihat di negara ini.
Saya
tidak katakan tidak setuju mereka menikmati hasil jerih payah mereka. Dan tentu
saya setuju kalau itu mereka dapatkan dengan kerja keras mereka. Dengan berkaca
pada situasi inilah saya juga ingin merasakan paling tidak setengah dari
keadaan tersebut.
Tepat
jam 00.30 kami telah siap siaga di depan rumah mewah yang menjadi sasaran kami
dini hari ini. Dengan cekatan saya merintis jalan masuk ke rumah yang diikuti
anak kedua anak buahku. Satpam yang sedang ngantuk saat itu dengan mudah kami
ikat. Tentunya kami tidak mengalami kesulitan masuk ke rumah ini karena hal ini
kami adalah ahlinya.
Rumah
yang serba mewah dengan perabotan yang serba mewah pula. Terdapat beberapa
kamar yang harus kami periksa satu persatu. Dari tiga kamar kami berhasil
melumpuhkan tiga orang yang menurut perkiraanku adalah pembantu. Terdiri dari
dua wanita dan satu laki-laki yang kemungkinan supir pribadi di keluarga itu.
Kami sampai diruangan yang cukup besar yang kurasa adalah ruang tamu. Terdapat
photo keluarga yang terdiri dari lima orang,
yakni suami istri, anak perempuan dua dan satu laki-laki yang kira-kira berumur
dua puluhan.
Berpedoman
pada photo tersebut, berarti kami harus membekuk lima orang
lagi. Akhirnya kamar yang laki-laki dapat kami temukan dan langsung kami ikat dan
satukan dengan para pembantu tadi. Dan selanjutnya kami temukan kamar para
wanita bersebelahan. Kami mengikat para gadis yang mengenakan pakaian tidur
tersebut. Sekilas wajah mereka tampak tidak kalah dengan para artis dan sangat
seksi dengan pakaian tidur mereka. Tapi karena hal ini telah terbiasa bagi kami
sehingga menganggapnya angin lalu saja. Yang penting bagaimana melaksanaakan
aksi ini dengan sukses.
Karena kami kesusahan
mencari kamar tidur utama, maka kami paksa mereka untuk menunjukkannya.
Tampaknya si gadis yang lebih tua tegar juga dan tidak mau mengaku. Kesal
bercampur gemas, saya tangkap buah dadanya.
“Auw.. Jangan..!” katanya
tiba-tiba.
Sebagai lelaki normal,
Berdesir darahku manakala memegang buah dada yang ternyata tidak muat digenggamanku.
Mungkin karena dia memakai pakaian tidur membuat buah dadanya tidak terlihat
menonjol. Seperti terhipnotis dengan buah dadanya tersebut, tangan saya tetap
membetot kedua buah dadanya dan mata kami saling melotot. Tetapi akhirnya aku
tersadar dan lanjut bertanya.
“Dimana kamar orang tuamu..
Jawab! Aku tak ingin menyakiti kalian!” kataku dengan lembut tapi tegas.
“Di atas..” akhirnya dia
menjawab juga.
Dengan sigap kami naik ke
atas dan mendapati beberapa kamar. Tapi tentunya siapapun dapat menebak mana
kamar utamanya. Dengan berbagai kunci yang kami punya akhirnnya kami dapat
membuka pintu kamar tersebut dengan tidak meninbulkan suara berisik.
Saya melihat dua sosok
tubuh yang lagi tidur pulas di atas tempat tidaur yang sangat mewah. Setelah
saya mendekat dan mengarahkan pistol di kepala si suami, saya berikan kode ke
anak buahku agar menyalakan lampu utama. Kemudian kamar itu terang benderang.
Saya kaget setelah dapat melihat dengan jelas wajah si suami tersebut. Siapa
yang tidak mengenal dia di negeri ini. Bukankah dia salah satu pejabat di
negara ini?
Kenapa tadi saya tidak
memperhatikan photo keluarga tadi? Ingin rasanya mundur, tapi sudah terlanjur
basah dan tentunya ini akan sangat memalukan bagi para perampok lain bila
berita ini terdengar besok dengan judul “Sekawanan perampok menghentikan
aksinya setelah mengenali wajah korbannya”. Sangat mencoreng profesi perampok
bila hal ini terjadi.
Berarti aksi ini harus
dituntaskan. Kembali saya amati kedua tubuh suami istri yang terlentang dengan
menggunakan baju tidur itu. Kuamati pelan istrinya dengan seksama. Wajah yang
sangat cantik keibuan sama halnya seperti ibu-ibu pejabat yang terhormat. Walau
kutaksir sudah berumur kepala empat, tapi siapapun lelaki pasti masih bergairah
melihat tubuh seperti ini.
Terlihat tonjolan di
dadanya yang lumayan besar. Pandanganku turun ke bawah.. Seerr.. Berdesir
jantungku melihat salah satu kakinya tertekuk ke samping yang membuat kakinya
agak mengangkang sehingga baju tidurnya tersingkap sampai ke pangkal pahanya.
Terlihat ujung celana dalamnya yang tentunya menutupi vaginanya. Warnanya
hitam. Berlagak serius kusuruh anak buahku keluar kamar untuk mencari
barang-barang berharga dengan meyakinkan aku sanggup mengatasi yang dua ini.
Tidak dapat kuingkari lagi
kalau detak jantungku sangat keras. Dilain pihak saya menghormati komitmen
perampok terhormat yang saya pegang kuat. Tapi siapa laki-laki normal yang
tahan melihat hal seperti ini?
Sensasi yang semakin kuat
membuat aku perlahan mendekatkan wajahku ke pangkal paha itu. Perlahan kuendus
ujung vagina yang terlihat itu, uhh.. Semakin dekat sampai ujung hidungku
menyentuh tonjolan vagina yang masih terbungkus celana dalam itu.
Perlahan kusingkapkan lagi
baju tidurnya ke atas. Pelan-pelan semakin tampak gundukkan vagina istri
pejabat tersebut. Saya singkapkan terus sampai ke pinggang tanpa membangunkan
orangnya, sementara Pak pejabat masih mendengkur. Ternyata celana dalam yang
dipakai ibu pejabat ini hanya sanggup menutupi setengah gundukan vaginanya.
Setengah bagian atas gundukan vaginanya terbuka sampai terlihat sedikit garis
yang membelah vagina itu yang ditumbuhi rambut halus.
Perlahan kujulurkan lidahku
ke gundukan vagina yang sangat tebal itu. Kuusap-usapkan lidahku beberapa kali
dari bawah ke atas sampai celana dalam itu basah. Akibatnya tonjolan clitoris
vagina nyonya pejabat itu terlihat berbayang. Sengaja kuhindarkan persentuhan
lidahku dengan kulit ibu pejabat itu biar dia tidak terbangun.
Pinggul Bu pejabat itu
bergerak perlahan kesamping yang membuat pahanya semakin terbuka. Sementara
batang zakarku yang sudah tegang terasa sakit karena terjepit dengan celana
dalamku. Kuambil gunting dari kantong peralatan. Perlahan kusisipkan ujung
gunting ke balik celana dalamnya secara mendatar sehingga celana dalam itu
terpotong. Tampaklah bentuk vagina ibu pejabat itu secara utuh. Vagina yang
sangat tebal terbelah panjang dengan clitoris yang mencuat keluar dari bibir
vagina itu dihiasi dengan bulu-bulu halus rapi diseputar bibir vaginanya.
Nafsuku yang semakin tinggi
membuat aku semakin berani. Kujilati langsung belahan vagina ibu pejabat itu.
Kuusapkan lidahku dari bawah dekat dengan lubang anusnya sampai ke ujung
clitorisnya.
“Akh..” tiba-tiba mulut ibu
pejabat itu mendesis dan pinggulnya menghentak saat lidahku menyentuh clitorisnya.
Kuhentikan jilatanku karena
kukira dia terbangun. Kutunggu sesaat ternyata terdengar lagi dengkuran
halusnya. Terus kujilati belahan vaginanya dengan rakus, lubangnya yang merah
tua dan juga sampai ke pinggir gundukan kemaluannya sampai ke pangkal pahanya.
“Akh.. Akh.. Akh..” mulai
terdengar desisan istri pejabat itu dan pinggulnya mulai bergerak naik turun
mengikuti irama jilatanku di vaginanya.
Sedangkan kemaluannya sudah
semakin membengkak sehingga terlihat semakin menggembung ke atas dan basah. Mungkin
dia lagi bermimpi sedang bersetubuh dengan Pak pejabat saat ini. Tak tahan lagi
dengan batang zakarku yang terjepit, kukeluarkan melalui resleting celanaku.
Sambil menjilati vagina Bu pejabat sementara tanganku mengocok batang zakarku.
Kulihat lubang vagina nyonya pejabat itu mulai mengeluarkan lendir berwarna
bening agak putih.
Kupercepat kocokanku pada
penisku sampai kurasakan mendekati puncak sementara pinggul istri pejabat
itupun semakin cepat begerak, turun naik dan kadang berputar halus. Kuhentikan
jilatanku pada vaginanya ternyata pinggul itu terus bergerak.
“Ouhhss.. Aakhh.. Oohh..”
desisan nyonya itu terdengar semakin berat.
Perlahan aku berdiri sambil
mengocok batang zakarku. Pelan-pelan kudekatkan penisku ke vagina Bu pejabat
itu. Ujung penisku mulai menyentuh bibir vaginanya dan perlahan kepala penisku
kuarahkan ke lubang vagina istri pejabat itu. Karena goyangan pinggulnya
membuat kepala penisku beberapa kali meleset dari lubang vaginanya.
Akhirnya kepala penisku
bisa juga tepat di lubang vaginanya yang telah menganga itu. Terasa vaginanya
hangat. Dan mulai kutekan perlahan.
“Bless”
Amblas kepala penisku tepat
di lubang vagina yang sudah seperti ingin menelan batang zakarku. Tapi kalau
kumasukkan semua nanti bisa membangunkannya. Akhirnya penisku hanya ku
gosok-gosok saja dari lubang vaginanya sampai ke clitorisnya.
“Aahh.. Oohh.. Akhh..”
desisan yang keluar dari mulut ibu pejabat itu semakin sering.
Dan aku juga semakin cepat
dan kasar menggesek-gesek kepala penisku di bibir vaginanya. Beberapa menit
kemudian terlihat pinggul ibu pejabat itu semakin naik ke atas yang membuat
kepala penisku terbenam di lubang vaginanya. Sesaat kepala penisku terbenam di
lubang vaginanya, kurasakan kepala penisku seolah digigit lubang itu dan
kurasakan kedutan-kedutan vaginanya. Dan “seerr.. Seerr.. Seerr.. Serr” begitu
kurasakan cairan keluar dari vagina istri pejabat itu menyirami kepala penisku.
Dan kurasakan juga spermaku
hendak mau tumpah. Karena ruang gerakku terbatas, kutekan saja batang zakarku
ke lubang itu dan..
“Crroott.. Crroott..
Crott.. Crot.” spermaku menyembur begitu banyaknya kusemprotkan ke lubang
vagina nyonya pejabat itu.
Sebentar kemudian
kubersihkan kepala penisku dengan mengusapkannya ke clitoris dan gundukan
vaginanya. Lega dan terasa ringan rasanya badanku sekaligus sedikit lemas.
Kumasukkan penisku ke dalam celanaku dan kututupi kembali vagina istri pejabat
itu dengan menurunkan baju tidurnya sementara celana dalamnya kumasukkan ke
kantongku.
“Bos, sepertinya
penyimpanan uang dan barang berharga ada di kamar ini.”
Tiba-tiba anak buahku masuk
ke dalam kamar. Untung semuanya telah selesai sehingga wibawaku dapat terjaga.
Oke.. Mari kita ikat kedua
orang ini” kataku.
Kemudian kami mengikat
suami istri itu yang sekali gus membangunkan mereka.
“Siapa kalian?!” suara Pak
pejabat setengah membentak.
“Diam dan patuhi perintah
kami biar tidak ada yang terluka,” kataku dengan berwibawa yang membuat ciut
nyali Pak pejabat itu.
Pertama kami mengikat Pak
pejabat dengan kedua tangannya ke belakang dan kakinya juga dengan posisi duduk
dan kaki tertekuk. Sementara istrinya sangat katakutan melihat todongan pistol
kami. Sepertinya dia tidak sadar kalau tidak mengenakan celana dalam lagi.
Sementara saya mengikat istrinya, kedua anak buahku memeriksa semua lemari yang
ada di kamar itu. Kedua tangan si nyonya kuikat ke depan tapi tersambung dengan
ikatan pada kedua kakinya sehingga dia tidak bisa duduk. Mereka kami taruh di
lantai yang berlapis karpet mewah itu. Mereka tentunya takut berteriak karena
todongan pistol kami.
Setelah kami menemukan
barang-barang berharga dan sejumlah uang tunai, secepatnya kami bergegas
meninggalkan mereka. Kusuruh anak buahku duluan mengantar barang-barang
tersebut ke mobil kami. Mereka kira aku tidak memperhatikan, mereka meronta-ronta
hendak melepaskan tali pengikat. Tapi tiba-tiba aku menoleh ke mereka yang
membuat mereka langsung terdiam. Mungkin karena berusaha melepaskan tali,
membuat baju istri pejabat itu tersingkap sehingga memperlihatkan pantatnya
yang bulat.
Posisinya tertidur
menyamping dengan kaki dan tangan terikat jadi satu. Sehingga aku dapat melihat
lekukan pinggulnya yang sangat indah. Kulihat pantatnya yang berhadapan
denganku saat itu.
“Ooohh..” tiba-tiba aku
tersentak melihat pantatnya yang bulat.
Vaginanya terjepit diantara
kedua belah pahanya. Terlihat wajah kedua suami istri itu cemas dengan apa yang
akan kulakukan. Mereka heran bagaimana bisa sang nyonya tidak mengenakan celana
dalam lagi. Perlaha kudekatkan wajahku ke belahan pantat dan vagina si nyonya
yang terjepit pahanya.
Kembali jantungku berdebar
kencang tak teratur. Siapa yang tahan lihat pemandangan seperti ini. Wajah si
nyonya tampak semakin cemas saja melihat aku mulai mengendus vaginanya.
“Tolong jangan sentuh
istriku, ambillah semua yang ada asal jangan kau ganggu istriku..” kata Pak
pejabat memohon.
Bukannya aku tak
berperasaan, tetapi apapun rasanya tak sanggup untuk menggantikan vagina
istrinya yang telah membuat birahiku naik. Kujulurkan lidahku sampai menyentuh
bibir vagina si nyonya yang sekaligus menyentuh clitorisnya yang keluar dari
bibir vaginanya.
“Auwww.. Jangan.. Kumohon..
Jangan sentuh aku..” kata si nyonya memohon. Dengan posisi seperti ini, berarti
dia memunggungi aku. Dia berusaha menoleh ke arah wajahku yang mulai menjilati
vaginanya.
“Auhh.. Jangan.. Auhh..”
katanya dengan suara memelas dan kegelian.
Aku tak perduli lagi, kali
ini aku mau merasakan vaginanya secara utuh, sebagai balasan yang tadi. Kembali
kujilati bibir-bibir vaginanya sambil mengelus-elus bongkahan pantatnya yang bulat
besar. Terlihat belahan pantatnya membelah sampai ke vaginanya, sungguh
pemandangan yang sangat indah.
Sementara batang zakarku
kembali tegang. Segera kubuka semua pakaianku tanpa melepas cadar zorro ku.
Sepertinya Pak pejabat sudah pasrah, mungkin sebagai lelaki dia dapat merasakan
apa yang kurasakan, yaitu nafsu yang harus dituntaskan. Untuk itu sia-sia saja
dia memohon bila sudah sejauh ini.
Kemudian kubuka pakaian
tidur istrinya dengan mengguntingnya. Terpampanglah tubuh nyonya pejabat yang
sangat mulus dan putih. Kugunting lagi BH nya dan tersembullan buah dadanya
yang lumayan besar dan sudah mulai mengeras. Kedua tanganku meraba buah dadanya
dari samping. Kuremas-remas dengan gemasnya.
“Akhh.. Jangan.. Akhh..”
saya jadi merasa lucu tidak bisa membedakan larangan atau erangan yang keluar
dari mulutnya.
Sambil meremas buah
dadanya, kuciumi tengkuknya sampai ke punggungnya yang membuat bulu romanya
merinding.
“Akhh.. Tolong.. Jangan
teruskan.. Akhh..” katanya lagi berusaha menghentikanku.
Sementara badannya
menggeliat-geliat merespon ciumanku. Ciumanku terus turun menyusuri pinggangnya
yang ramping sampai ke buah pantatnya. Kujilati buah pantatnya dua-duanya.
Kugigit daging pantatnya yang kenyal.
“Auwww.. Sakit..” erangnya
kesakitan.
Kususupkan kepalaku ke
pusarnya yang terjepit diantara ikatan tangan dan kakinya. Kujangkau sedapat
mungkin bagian depan vaginanya sampai bagian itu basah dengan ludahku. Puas
dengan itu, kembali kedua tanganku meremas dua buah pantatnya sementara mulutku
melumat bibir vaginanya yang terjepit tanpa tersisa. Lubang vaginanya mulai
mengeluarkan lendir bening, pertanda dia juga mulai terangsang.
Kujilati kedua batang
pahanya yang mulus dan kembali lagi ke lubang vaginanya. Kucoba memasukkan
lidahku ke lobang vaginanya.
“Auw.. Jangan.. Akhh..
Jangan..” dia mulai menangis tapi seperti kenikmatan juga.
Mungkin karena di depan
suaminya membuat dia tersiksa antara menikmati tapi takut dengan suaminya.
Sebenarnya aku masih ingin berlama-lama dengan tubuh nyonya pejabat ini tapi
karena keburu pagi dan anak buahku terlalu lama nunggu dan bisa curiga,
akhirnya aku berusaha menuntaskannya.
Tubuhku kurebahkan dan
mensejajarkan dengan posisi tubuhnya dimana bagian tubuhnya yang sebelah kiri
berada dibawah. Dia memunggungiku sementara badanku menghadap punggungnya.
Perlahan kupaskan posisi selangkanganku dengan pantatnya yang membuat batang
zakarku menyentuh belahan pantat dan bibir vaginanya. Tanganku yang kiri
kususupkan dari bawah tubuhnya sampai dapat menggenggam buah dadanya sebelah
kiri. Kupegang dengan erat yang membuat dia mengerang.
“Akhh.. Aaku mau diapakan..”
tanyanya.
Tangan kananku mulai
menggenggam batang zakarku dan mengarahkannya ke lubang vaginanya yang terjepit
pahanya.
“Auw.. Jangan.. Tolong..
Jangan dimasukkan..” katanya sambil menjauhkan vaginanya dari penisku yang
mulai menyentuh bibir vaginanya.
Biar tidak bergerak,
kuangkat kaki kananku dan meletakkan diatas pinggulnya serta mengunci
pergerakannya. Setelah tenang kembali kuarahkan batang zakarku ke lubang
vaginanya.
Perlahan kuselipkan kepala
penisku ke lubang vaginanya, dan..
“Auw.. Jangan.. Kumohon
jangan masukkan..” katanya mengerang.
Tapi aku tak perduli lagi,
kutekan pantatku sampai kepala penisku terbenam di jepitang lubang vaginanya.
“Pah.. Gimana donghh..
Ini..” katanya sambil menoleh ke suaminya yang wajahnya memerah.
Tapi Pak pejabat tidak bisa
berkata apa-apa lagi. Kurasakan kepala penisku sudah mantap terjepit di lubang
vaginanya, kemudian tangan kananku meraih buah dadanya yang satu lagi.
“Tolong.. Jangan.. Tekaann..
Auw..” tiba-tiba dia menjerit ketika kutekan penisku hingga batang zakarku
amblas semuanya yang membuat tubuhku sampai melengkung.
“Bleessek” suara batang
zakarku menyusuri liang vaginanya.
Sesaat kudiamkan penisku
didalam liang vaginanya. Kuciumi tengkuknya dan berusaha menciumi bibirnya tapi
tidak sampai. Perlahan kuayun pantatku mengocok vaginanya. Karena terjepit
pahanya membuat lubang kemaluannya agak keset dan nikmat sekali rasanya.
“Akhh.. Hentikan..” katanya
masih menangis berusaha menolak nikmat yang semakin dia rasakan.
Kupercepat ayunan pantatku
membuat badannya terdorong-dorong ke depan.
“Auw.. Auwww.. Akhh..”
erangannya keluar setiap penisku kudorong kedepan.
“Akhh.. Pahh.. Tolongin..
Pahh.. Akhh..” tiba-tiba kurasakan tubuhnya mengejang, pahanya semakin keras
menjepit burungku.
Badannya semakin menggulung
ke depan menyebabkan badanku semakin ikut melangkung karena tertarik kontolku
yang dijepit kuat vaginanya.
“Akkhh.. Pahh..” erangnya
disaat kurasakan kepala zakarku disirami oleh cairan orgasmenya didalam liang
vaginanya.
Kemudian dia lemas dan
pasrah ketika semakin cepat kugoyang tubuhnya. Pak pejabat sekilas kulihat
malah menonton keluar masuknya batang zakarku di vagina istrinya. Nampak
wajahnya merah padam, mungkin ikut terbawa suasana juga. Beberapa menit
kemudian aku ingin menuntaskan permainan ini. Kupercepat kocokan penisku di
vaginanya, sampai menimbulkan bunyi, blessep.. bleessep.. blep, perpaduan
antara batang zakarku dengan lubang vagina ibu pejabat itu.
Sesaat kemudian kudekap erat
tubuhnya. Kedua tanganku dengan kuat membetot buah dada nyonya besar itu.
“Auwww..” jeritnya kaget
merasakan ketatnya genggaman tanganku di buah dadanya.
Kemudian kaki kananku
kembali kuletakkan di atas pahanya dan menjepitnya dengan kuat. Dengan pegangan
yang kuat terhadap buah dadanya dan disertai jepitan kakiku di sekitar pahanya,
kutekan penisku perlahan ke dalam liang vaginanya sampai mentok terganjal buah
pantatnya. Walaupun sudah mentok, kudorong terus sekuat tenaga sampai tubuhnya
terdekap dengan sangat kuat oleh tangan dan kakiku.
“Akhh.. Ohh.. Ampuunn..”
erangnya masih dengan malu-malu mengeluarkan ekspresi kenikmatannya.
Kelihatannya dia juga hendak orgasme yang kedua kalinya. Kurasakan dia juga
mendorong pantatnya dengan kuat agar batang zakarku lebih dalam masuk ke laing
vaginanya.
“Akhh..” erangan suaraku
sangat berat melepaskan spermaku ke liang vaginanya.
“Cabuutt.. Jang.. an..
Keelluuaarrkhaann.. Di.. Dal.. lam..” katanya disaat spermaku muncrat didalam
rahimnya tetapi sudah tidak kuperdulikan lagi. Spermaku terasa muncrat
menembaki dinding rahimnya yang membuat banjir liang vaginanya.
“Aukhh.. Akhh.. Oohh..”
tiba-tiba tubuhnya juga mengejang sampai melengkung ke depan. Kurasakan lagi
semprotan cairan orgasmenya menyirami kepala penisku.
“Ahh..” erangnya lagi di
sisa-sisa orgasmenya sementara masih terasa kedutan vaginanya mengurut-urut
batang zakarku.
Tubuh kami berdua melemas.
Untuk sesaat masih kudekap tubuhnya dan membiarkan batang zakarku tetap
terbenam didalam liang kemaluannya. Kami berdua terdiam dan dia juga tidak
memperdulikan suaminya lagi. Mungkin ini kenikmatan yang paling indah dia
rasakan dengan tubuh yang terikat.
Beberapa saat kemudian
kucabut penisku dari dalam vaginanya.”Plop!” terdengar suara dari lubang
vaginanya manakala penisku tercabut.
“Akhh..” erangnya lagi
merasakan gesekan penisku meninggalkan liang vaginanya.
Segera kukenakan pakaianku.
Sesaat kutatap mereka berdua.
“Maaf.. Pak, Bu, saya tidak
bisa menahan diri,” kataku sambil berlalu meninggalkan kamar itu.
Di tangga kudapati anak
buahku mau menyusul aku. Mereka takut apa yang terjadi padaku di atas. Setelah
kubilang semuanya aman dan terkendali, kami bergegas meninggalkan rumah itu
dengan hasil yang paling besar artinya sepanjang karirku merampok.
Sesaat kami hendak
meninggalkan rumah itu, terdengar dari atas suara teriakan seorang perempuan.
“Rampookk..!”
Komentar
Posting Komentar