Kisah
ini berawal ketika aku sering ditugaskan kantorku keluar kota untuk mengikuti training, melakukan
negosiasi dan maintenance pelanggan yang umumnya adalah perusahaan asing . Oh
iya, Perkenalkan nama saya Urip, 30 Tahun, berkeluarga dan tinggal di wilayah jakarta timur. Bekasi
kali yah lebih tepatnya. Sebetulnya sejauh ini tidak ada yang kurang dengan
keluarga dan profesiku sebagai orang marketing. Sebagai tenaga penjual dengan
berbagai training yang pernah kuikuti, aku tidak pernah kekurangan teman pria
ataupun wanita.
Di mata istriku aku adalah seorang suami yang baik, penuh
perhatian dan selalu pulang cepat ke rumah. Namun di balik itu, sebuah
kebiasaan, yang entah ini sudah kebablasan, aku masih suka iseng. iseng dalam
arti awalnya cuma ingin memastikan bahwa ilmu marketing ternyata bisa
diterapkan dalam mencari apapaun termasuk teman cewek.
Marketing menurutku bersaudara dengan rayu merayu customer, yah si
cewek tadi juga bisa tergolong customer.
Anyway,
Jenni adalah orang kesekian yang masuk perangkap ilmu marketing versi 02 (versi
01 adalah customer beneran). Jenni gadis berkulit putih berumur 23 tahun,
lulusan univ ternama, tinggi 167, berat 50, (buset, kapan gue ngukurnya ya).
Ukuran bra gak hapal, karena sebetulnya aku lebih terkonsentrasi dengan yang di
balik bra itu.
Mojang Bandung ini kukenal dalam sebuah training di Puncak, Bogor . Dia dari sebuah
perusahaan Periklanan di seputaran Sudirman Jakarta
dan aku dari perusahaan konsultan Manajemen di sekitar Casablanca ,
juga di Jakarta .
Hai Jenni,
tadi kulihat kamu ngantuk ya?” kataku ketika rehat kopi sore itu di sebuah
training yang kuikuti.
“iya nih, gue ngejar deadline 2 hari dan boss langsung nyuruh ke
training ini” katanya.
“Kemari dengan siapa?” kataku menyelidik
“Sendiri.., kenapa, elo diantar ama bini ya?” Buset dah ketahuan
nih gue udah punya bini.
“Ah, enggak, gue sama Remi.. tuh..” kataku sambil menunjuk Remi
yang sedang asyik ngobrol dengan peserta lain.
“Lo sendiri kok gak
ngantuk sih?”
“Gimana bisa ngantuk
sebelah gue ada cewe cakep, hehehe..”
“Ah, masa? Siapa?”
Ye, pura pura dia, pikirku.
“itu tuh, yang tadi
ngantuk..”
“Ah, sialan lo..”
sambil tangannya mencubit lenganku. Usai sesi yang melelahkan sore itu, kami
kembali ke kamar masing masing.Aku antar dia sampai pintu kamarnya dan janjian
ngobrol lagi sambil makan malam.“Hmm..elo kok nggak bawa jaket Jen?” kataku
ketika dia kulihat agak meringkuk kedinginan di meja makan.
“iya nih, buru
buru.. kelupaan”
“Aku masih punya satu
di kamar, biar aku ambilkan”
“Oh, gak usah Urip..
toh cuma sebentar..” Tapi aku keburu pergi dan mengambilkan baju hangatku
untuknya.
“Thanks, Urip.. elo
emang temen yang baik” katanya sambil mengenakan sweater. Aku membayangkan
seandainya aku jadi sweaternya. Usai makan nampaknya dia buru buru ingin masuk
ke kamar.Jenni tidak menolak ketika aku menawarkan mengantarkannya. Di depan
pintu kamar dia malah menawarkan aku masuk, pengen ngobrol katanya. Alamak,
pucuk dicinta ulam tiba. Aku pura pura lihat jam. Masih jam besar 20.15.“Lain
kali aja deh, gak enak kan ntar apa kata teman teman” kataku agak nervous tapi
dalam hati aku berdoa, mudah mudahan dia tidak basa basi.
“Cuek aja Urip, kita
kan ada tugas bikin outline..”
Memang kebetulan aku dan Jenni satu group dengan
3 orang lainnya, tetapi tugas itu sebetulnya bisa dikerjakan besok siang.
Akhirnya aku masuk, duduk di kursi.Jenni menyetel TV lalu naik ke ranjang dan
dengan santai duduk bersila.
“Gimana Jen, kamu udah punya gambaran tentang tugas
besok?” kataku basa basi.
“Belum tuh, males ah
ngomongin tugas, mending ngobrol yang lain saja
Horee.. aku bersorak, pasti dia mau curhat
nih. Bener juga.
“Urip, gue jadi
inget cowok gue yang perhatian kayak elo..sama bini elo juga begitu ya?”
“Yah, Jenni.. biasa
sajalah, sama siapa siapa juga orang marketing harus baik dong, apa lagi sama
cewe kayak elo.. hehehe..”
“Tapi gue akhirnya
mengerti kalau cowo perhatian itu gak hanya sama satu cewe, tul gak sih?”
“Tergantung dong
Jen, buktinya gue punya bini satu, hahaha..”
“Tapi kayaknya elo juga
punya cewe lain.. ya kan?”
“Kok tau sih?”
kataku pelan.
Aku jadi ingat Dewi
mahasiswi yang minta bantuanku menyelesaikan skripsinya dan akhirnya bisa tidur
dengannya. Tapi sungguh, aku tidak merusaknya karena aku mengenalnya dengan
cara baik baik dan dia tetap virgin sampai akhirnya menikah.“Stereotip saja,
berbanding lurus dengan keramahan dan perhatiannya” katanya lagi dengan senyum
yang genit.
“Kenapa emang Jen,
elo lagi ada masalah dengan cowo lo yang ramah itu?”
“Justru itu Urip,
gue lagi mikir mau putus sama dia. Eh, sori kok malah curhat..”
“Santai aja Jen,
setiap orang punya masalah dan banyak cara menghadapinya” kataku seolah
psikolog kawakan.
“Gue melihat dia
jalan ama temen gue, dan kepergok di kosan temen gue itu”
“Trus?”
“Gue gak bisa maafin
dia..”
“Ya, sudah mungkin
kamu masih emosi saja, santai saja dulu masih banyak pekerjaan. Toh kalau jodoh
dia pasti pulang ke pangkuanmu..” kataku.
“Kadang gue pengen
balas aja, selingkuh sama yang lain, biar impas..”
“Hmm.. tapi itu kan
gak menyelesaikan?”
“Biar puas aja..”
Tiba tiba dia menangis.Wah gawat nih, pikirku. Aku mendekat dan berusaha
membujuknya. Lalu entah bagaimana ceritanya aku sudah memeluknya.
“An, jangan nangis,
entar orang orang pada dengar”
Bukannya mereda, tangisnya malah makin keras.
Kudekap dia sehingga tangisnya teredam di dadaku. Jantungku berdebar tak
karuan.Telunjukku menyeka air matanya. Kupandangi wajahnya. Bodoh amat nih
cowoknya, cewe cakep begini kok disia siakan pikirku. Dan tanpa sadar aku
mencium pipinya, dia melihatku dengan mata sayu lalu tiba tiba Jenni membalas
dengan kecupan di bibir. Wah, seperti keinginan gue nih, pikirku dalam hati.Dan
seperti kehilangan kontrol akupun membalas menghisap bibir mungil yang harum
dan merekah itu. Jenni membalas tidak kalah hotnya. Napasnya terengah engah
tanda napsunya mulai naik.
Dengan lembut kutidurkan dia. Dan dengan lembut pula
tanpa kata kata, dari balik sweater aku sentuh kedua bukit kembar menantang
itu. Jenni mendesis desis.“Terus rip, perhatian elo bikin gue jadi wanita..”
“Tenang sayang,
wanita seperti kamu memang pantas diperhatikan.. hmm?” Seperti minta
persetujuannya, perlahan aku angkat sweater dan tshirtnya.Sekarang kedua bukit
kembarnya terbuka.
Buset dah, putingnya sudah menonjol keras dan tak ada waktu
lagi untuk tidak menyedotnya. Aku memang paling hobby menetek dan menghisap
benda terindah di dunia ini. Jenni terus mendesis desis. Tangannya juga sudah
menggenggam senjataku yang mulai mengeras.
“Uh.. ahh.. uh..”
“Jenni.. tubuhmu
indah sekali..” Kataku memuji seperti halnya memberi pujian kepada customer
perusahaanku.
“Ayo, Urip.. jangan
dilihat saja, aku rela kamu apakah saja..”
“iya, sayang..”
kataku, sambil tanganku merogoh bagian depan celana jeans nya.
Tangannya
membantu membuka resletting dan dengan cepat Jenni sudah terlihat dengan CD
warna kremnya. Hmm, seksi sekali anak ini, pikirku. Hmm..dari balik CD-nya
terlihat bulu bulu halus dan hitam legam. Uh, aku sudah tidak sabar lagi namun
dengan tenang aku mengelusnya dari luar. Jenni menggelinjang, matanya terlihat
saya menahan gejolak.
Perlahan kuturunkan
CD-nya. Uh, sodara sodara, tercium aroma yang sangat kukenal, dia pasti merawat
benda yang paling dicari semua laki laki ini dengan baik.“Jenni.. boleh aku
cium?” bisikku pelan.Jenni mengangguk lemah dan tersenyum. Perlahan Jenni
merenggangkan kedua kakinya. Pasrah. Dengan kedua jariku, kubuka vaginanya dan
terlihat klitorisnya yang merah merekah. Basah. Sungguh indah dan harum.
Kujulurkan lidahku di sekitar pahanya sebelum mencapai klitorisnya. Jenni
mendesis desis dan mulai meracau dan terlihat seksi sekali.
Ayo, Urip.. jangan
buat gue tersiksa.. terus ke tengah sayang..”
Aku malah menjilat bagian
pusernya membuat dia uringan uringan dan makin bernafsu. Bermain sex memang
perlu teknik dan kesabaran tinggi yang membuat wanita merasa di awang
awang.
“Urip.. gila lo, ke bawah sayang.. please..”
“Hmm.. iya nih, gue
emang udah gila melihat kemaluanmu yang indah ini sayang” kataku terengah
engah.
Akhirnya lidahku hinggap di klitorisnya. Kusibak dengan lembut rimbunan
hutan yang sudah becek itu. Kuhirup cairan yang meleleh di sela selanya.
Kelentitnya kuhisap seperti menghisap permen karet. Akibatnya pantatnya
terangkat tinggi dan Jenni menjerit nikmat. Lidahku terus merojok sampai ke
dalam dalamnya.
Kuangkat pantatnya
dan kupandangi, lalu kusedot lagi. Jenni berteriak teriak nikmat. Aku jadi
kuatir kalau suaranya sampai keluar. Kupindahkan bibirku ke bibirnya.“Tenang
sayang, perang baru dimulai..” Kataku berbisik. ia mengangguk dan perlahan aku
putar posisi menjadi 69. Posisi yang paling aku sukai karena dengan demikian
seluruh isi memeknya terlihat indah. Batangku juga sudah terbenam di bibirnya
yang mungil dan terasa hangat serta nikmat sekali. Kutahan agar aku tidak
meletus duluan.“Punya kamu enak Urip..” Pujinya layaknya memuji Customer.
“iya, sayang punya
kamu lebih enak dan baguss sekali..” kataku terengah engah.
“Uh, becek sayang..”
Aku lanjutkan menjilat seluruh permukaan memeknya dari bawah.Uh, benar pemirsa,
siapa tahan melihat barang bagus dan cantik ini. Yang luar biasa, aku yakin dia
masih perawan. Bentuk kemaluannya menggelembung dan benar benar seperti belum
pernah tersentuh benda tumpul lain.“Jenni.. kamu masih perawan sayang..”
“iya, Urip.. gue
belum pernah..”
“iya, kamu harus
jaga sampai kamu menikah..”“Gue gak tahan Urip, cepetan sayang..”
Sungguh,
meski banyak kesempatan aku belum pernah berpikir memerawani cewek baik seperti
Jenni ini, kecuali istriku. Wanita yang kutahu sedang stress dan sedang mencari
pelarian sesaat ini harus ditenangkan. Akan buruk akibatnya ketika dia sadar
bahwa keperawanannya diberikan kepada orang lain yang bukan suaminya. Aku
percaya jika sudah mencapai orgasme dia justru akan berterima kasih dan
menginginkannya lagi.
Kembali kujelajahi
kemaluannya.
Cepat cepat aku jilat berulang ulang klitorisnya.Dan sodara
pemirsa, apa kataku, pantatnya tiba tiba menekan keras wajahku dan mengejang
beberapa kali..lalu mengendur.“Uuhh.. gue nyampe Uripn.. aahh.. uhh.. uhh..”
Masih dalam posisi 69, Jenni terdiam sesaat, kulihat kemaluannya masih merekah
merah.Perlahan ia mulai bangkit dan mengecup bibirku.
“Sorry sayang, gue
duluan..”
“No problem Jenni..
kamu merasa mendingan?” ia mengangguk, memelukku dan mencium bibirku.
“Terima kasih Urip,
elo emang hebat..”
“iya nih, Jenn, gue
minta maaf jadi telanjur begini..”
“Gak Papa kok, gue juga senang..” Kami
mengobrol sebentar namun tangannya masih menyentuh nyentuh batangku. ia
mengambilkanku minuman dan menyorongkan gelas ke bibirku. Ketika tegukan
terakhir habis, bibirku perlahan mengulum bibirnya. Putingnya mulai mengeras
dan aku mulai aksi sedot menyedot seperti bayi. Jenni kembali menggelinjang.Aku
bisikkan perlahan, “Jenni.. gue pengen menggendong kamu sayang”.
“Hmm..mulai
nakal ya..” katanya dan merentangkan tangannya.
Aku peluk dan angkat dia lalu
kusenderkan ke dinding dekat meja rias.
Dari balik cermin
kulihat pantatnya yang montok dan mulus itu, membuat gairahku meledak ledak.
Dengan posisi berdiri, tubuhnya sungguh seksi. Aku perhatikan dari atas ke
bawah, sungguh proporsional tubuhnya. Segera kusedot putingnya dan jariku
sebelah kiri segera mengelus rimbunan hutan lebatnya. Basah, hmm..dia mulai
naik lagi. Kelentitnya kupilin pilin pelan dan Jenni mendesis seperti ular.
Making love sambil berdiri adalah posisi favoritku selain 69.
Perlahan sebelah
kakinya kuangkat ke kursi pendek meja rias dan terlihatlah belahan memeknya
yang merah merekah, indah dan seksi sekali Kuturunkan kepalaku dan segera
kutelusuri paha bawahnya dengan lidahku. Dari bawah aku lihat wajahnya
mendongak ke atas menahankan nikmat.
Sungguh saat itu
Jenni kelihatan sangat seksi. Sebelum lidahku mencapai kelentitnya, aku
sibakkan klitorisnya dengan kedua ibu jari.Hmm.. sungguh harum.“Cepat Urip..
gue udah gak tahan.. jilat sayang.. jilat..” Benar benar nikmat melihatnya
tersiksa, namun sebetulnya aku lebih tersiksa lagi karena batangku sudah
mengeras bagaikan batu. Aku nyaris tak bisa menahan klimaks, namun aku harus
membuatnya orgasme untuk kedua kalinya. Benar saja, begitu lidahku menyedot
klitorisnya, Jenni langsung mengejang dan berteriak pertanda orgasme.
Kusedot habis
cairannya. Luar biasa, aku menikmati ekspresinya ketika mencapai orgasme dan
itu jugalah puncak orgasmeku. Cepat aku berdiri dan aku tekan batangku ke sela
sela pahanya dan seketika muncratlah semua. crott.. crott..! Wuahh..
“Oh Urip,
kita keluar bersamaan sayang..”
“iya, enak banget Jen.. elo membuat gue gila..”
“Sama.., gue berterima
kasih elo menjaga gue..”
“Gue sayang kamu
Jen..”
Pemirsa, begitulah ceritanya. Tak selamanya seks harus membobol gawang.
Setelah kejadian itu Jenni makin ketagihan. Dia sangat terkesan bisa mencapai
orgasme tanpa merusak keperawanannya. Dia juga menyukai posisi 69 dan posisi
berdiri yang bisa mirip 69. Kadang kadang aku datang ke kantornya dan hanya
dengan mengangkat roknya aku menjelajahi area area sensitifnya secara cepat dan
efisien. Dan pada saat yang sama aku juga mencapai orgasme
Komentar
Posting Komentar