Sheena gembira
mendengar aku akan kembali ke Jakarta .
Tapi untuk ganti suasana, aku usulkan untuk bercinta di tempat lain yang kami
berdua belum pernah kunjungi. Seteh pilih-pilih tempat dan disesuaikan dengan
ukuran kantong kami, kami lalu memilih Kuala
Lumpur ,
sekalian meninjau Petronas Twin-Towers.
Jadilah aku terbang
ke Jakarta .
Setibanya di Jakarta, Sheena langsung kukabari namun karena Sheena masih masuk
kantor dan akupun sibuk urusan imigrasiku, kami baru bisa janjian ketemu pada
hari sabtu, padahal esoknya hari minggu sudah musti berangkat ke Kuala
Lumpur .
Singkat Cerita,
kami berdua bertemu di Cengkareng, tanpa ciuman dan gandeng tangan, kami menuju
counter check-in, tak lama kemudian kami berdua sudah duduk di kursi pesawat
yang siap berangkat ke Kuala Lumpur. Setelah pesawat mengudara dan seat-belt
sudah boleh dilepas, tangan Sheena mampir di pahaku, otomatis batangku jadi
tegang. Karena aku pakai Jeans, batang kemaluanku jadi agak sakit. Ia rupanya
sudah paham.
“Adikmu sakit ya
Mas?” tanyanya bercanda sambil mengelus-elus pahaku. Batang kemaluanku menjadi
semakin tegang. Aku lalu meminta selimut kepada awak cabin, bukan kedinginan
karena AC, tapi supaya tidak ada yang lihat aku melonggarkan ikat pinggang dan
menurunkan resletingku. Karena pakai selimut tangan Sheena menjadi lebih berani
masuk ke celah resletingku, akhirnya mencapai batang kemaluanku yang masih
ditutup celana dalamku yang sudah basah setempat.
Meskipun Sheena
sungguh pandai dalam merencanakan rangsangan, posisi kursi pesawat tidak
memungkinkan berbuat macam-macam tanpa ‘bikin heboh’. Dengan terpaksa kutahan
nafsu birahiku, tapi aku tetap mau balas biar iapun jadi ‘susah’. Dari dalam
selimut, tanganku mengelus-elus dadanya. Sengaja aku tidak memasukkan
jari-jariku ke dalam bajunya, cukup kuelus dari luarnya saja. Setelah kulihat
Sheena menjadi agak “tidak tenang”. Ia mendengus pelan, “Enghh.. hh..”
![]() |
Sheena |
Tanganku kuturunkan
ke pahanya dan terus ke antara kedua pahanya. Aku berhasil membuatnya merasakan
rangsangan birahi yang aku tahu tak bisa disalurkan. Ia cuma bisa mendesah,
“Hhh.. hh.. hh..”Setengah perjalanan sudah berlalu, kami berdua masih terus
saling meraba dengan tujuan merangsang pasangan masing-masing supaya pada
‘nggak tahan’ lagi. Tapi tiba tiba harus kami stop karena ada seorang wanita
meminta bantuan, rupanya TKW yang tidak tahu cara mengisi kartu registrasi
kedatangan untuk bandara Kuala
Lumpur .
Karena terganggu nafsu kami jadi hilang dan kami berdua jadi senyum-senyum
sendiri.Tiba di Kuala
Lumpur ,
kami langsung menuju hotel MLA di sekitar jantung kota Kuala
Lumpur .
Seperti biasanya check-in, diantar oleh pelayan hotel ke kamar, pasang tanda DO
NOT DISTURB di gagang pintu, kunci pintu.
“Sayang.. akhirnya
sampai juga ya,” membuka keheningan.
Aku merasa badanku
agak hangat dan sendi-sendiku agak linu seperti mau sakit flu. Soalnya baru
perjalanan jauh dari Brisbane ditambah
kemarin (Sabtu, baca kisah “Membuat Score Bersama”) baru saja ML ‘keluar
bareng’ di Jakarta.
“Ehm..”
Aku tahu kalu ia
sudah malas ngomong berarti aku harus tahu diri jangan kaya NATO (No Action
Talk Only) yang dulu. Kupeluk ia dengan lembut dan mesra dari belakang, kedua
telapak tanganku menelungkupi kedua buah dadanya, kucium belakang telinganya
lalu turun ke leher kanan, kukecup dan kusedot lehernya.
“Enghh.. sshh..,”
ia mulai mendesis, ia tak kuatir lagi akan tanda merah di lehernya.Ciumanku
perlahan pindah ke leher kiri sambil kedua tanganku mengangkat bajunya ke atas.
Ia mengangkat kedua tangannya ke atas memudahkan bajunya dilepas keatas.
Bajunya kulemparkan ke kursi, aku lalu membuka bajuku sendiri.
Aku tetap berdiri
dibelakang Sheena, kini aku telah bertelanjang dada sedang tubuh bagian atas
Sheena hanya mengenakan BH. Kembali kupeluk ia dari belakang, bibirku mencium
telinganya, kedua tanganku bergerak naik dari perutnya kebawah buah dadanya.
Perlahan jari-jari tanganku menyelip keatas kedalam BHnya, langsung menangkup
kedua buah dadanya.“Aduh.. Ari.. enak.. auuhh”
Tangan kiriku tetap
terus menyelip di dalam BHnya sedang tangan kananku bergerak keluar lalu ke
punggungnya, melepaskan Klip BHnya. Lepaslah BHnya, kini kedua tanganku bebas
memutar-mutar kedua putingnya secara bersamaan.
“Auh.. enghh..,”
desisnya makin jelas terdengar. Sejenak kemudian ia mendadak berbalik sehingga
tanganku terlepas dari buah dadanya. Ia lalu mencium dan melumat bibirku.
Tanganku yang tadi terlepas sekarang telah menemukan kembali kedua buah dadanya
yang kini berada didepanku. Kuelus-elus kedua buah dadanya lalu kupencet lembut
putingnya dengan ibu jari dan jari telunjukku.Tanpa melepas ciumannya,
tangan-tangan Sheena membuka ikat pinggangku dan membuangnya ke kursi.
Resletingku diturunkan, otomatis Jeansku jadi longgar, lalu Sheena turun
berjongkok di depanku menurunkan Jeansku yang sudah longgar itu. Batang
kemaluanku sudah mengeras, ujung kepalanya nongol sedikit dari atas celana
dalamku yang berwarna merah.
Ia lalu menempelkan
hidungnya ke batang kemaluanku dari luar celana dalamku sambil jari telunjuk
kanannya disentuh-sentuhkan keujung kepala kemaluanku yang nongol dari celana
dalamku.Dengan telunjuknya itu, ia oles-oleskan cairan beningku hingga merata
ke topi bajaku, lalu dipelorotkan celana dalamku akibatnya batang kemaluanku
mental kedepan seperti pegas dan mengenai hidungnya. Ia mendongak dan
memundurkan sedikit hidungnya sambil membuka mulutnya, otomatis kepala
kemaluanku jatuh kedalam mulutnya. Ia lalu menutup mulutnya dan menghisap
kepala kemaluanku sambil melirik keatas menatap mataku.Oh.. nikmat sekali
hisapan mulutnya itu.
Tanpa memegang
batang kemaluanku, ia terus menghisap, mengulum dan pelan-pelan memasuk-keluarkan
kemaluanku. Sulit kunyatakan enaknya kuluman dan hisapannya. Setidaknya 15
menit aku terlena dalam keadaan berdiri. Selang beberapa saat aku ingin gantian
kerjain dia, kuangkat, kugendong lalu kurebahkan tubuhnya terlentang diatas
ranjang. Aku sudah dalam keadaan telanjang sedangkan ia masih memakai celana
panjang meskipun bagian atasnya sudah tanpa busana lagi.
Aku lalu berjongkok
disisi bawah tempat tidur, membuka ikat pinggangnya, menurunkan resletingnya
lalu menarik lepas Jeansnya. Celana dalamnya kelihatan agak lembab, segera aku
tarik turun lewat kakinya. kini lengkaplah sudah ia telanjang bulat
dihadapanku. Kutarik kakinya supaya pantatnya rata dengan tepi tempat tidur
dimana aku berjongkok.Ia sudah dapat menebak apa yang akan kulakukan makanya
iapun membuka kedua pahanya. Aku tahu kemaluannya sudah ingin dijilati dan
digelitiki oleh lidahku, tapi aku memulainya dengan menjilati pangkal pahanya
dulu, yang kanan lalu yang kiri, kemudian malah naik keperut. Pantatnya
bergerak-gerak, iapun menggeliat dan mengerang, “Emmhh.. uusshh”
Aku masih belum mau
menjilati vaginanya. Sambil menciumi perutnya, kusibak bulu-bulu kemaluannya
sehingga tampak belahan bibirnya. Jari telunjuk kananku kumasukkan pelan-pelan
kedalam lubangnya lalu pelan-pelan kuputar-putar sedangkan ciumanku terus
bergerak naik kedadanya.“Auh.. aduh.. Ari.. kamu gila..”
Akupun jadi makin
bernafsu, kusedot puting kanannya sedangkan puting yang kiri kujepit dengan
jari-jari tangan kiriku sementara jari telunjuk tangan kananku masih tenggelam
di dalam lubang kemaluannya. Sesekali kurasakan cincin vaginanya menjepit
jariku. Meski dalam keadaan terangsang, aku masih bisa terkagum-kagum,
bagaimana mungkin jari telunjukku sekecil ini bisa dijepit sekeras ini.
Kalau tidak
merasakan sendiri rasanya aku sulit percaya. Puting susunya terus kelumat,
sedot dan di dalam mulutku kujilati ujungnya. Sheena hanya bisa memegang rambut
dan kepalaku sambil menahan kenikmatan yang menderanya.Kini kurasakan sudah
saatnya mulutku kuturunkan dari buah dadanya, sasarannya adalah celah diantara
kedua pahanya. Kubuka kedua pahanya lebih lebar lagi sehingga belahan vaginanya
ikut sedikit membuka.
Segera kubenamkan
lidahku membelah celahnya. Kali ini ia langsung menjerit “Awh.. uh..”
mengejang, tak sadar badannya agak bangun membungkuk keatas. Lidahku lalu
menyapu belahannya itu keatas dan kebawah sambil kedua tanganku mengelus-elus
pangkal pahanya dan sekitar lubang kemaluanya, sesekali kutekan-tekan gundukan
bibir kemaluannya.
“Ouh.. Ari.. terus
sayang.. uuhh.. sayang.. aduhh”
Seranganku
kutingkatkan lagi, dengan jari-jari tanganku kubuka lebih lebar lagi belahan
vaginanya sampai kulihat bagian dalam kemaluannya yang kemerahan. Segera kusapu
lagi dengan lidahku.
“Aawww.. Ri..
aduh.. terus sayang..terus..aduh.. gila kamu Ri..”
Rasanya hampir 20
menit mulut dan lidahku menempel dan menyapu lubang kemaluannya, sudah waktunya
bagiku untuk memasukkan penisku kedalam lubang kemaluannya ini. Kemaluanku pun
sudah mengeluarkan cairan bening dari tadi. Aku lalu bangun berdiri tetapi agak
berkunang-kunang karena terlalu lama jongkok. Tanpa buang waktu lagi, kuarahkan
penisku ke lubangnya yang sudah basah akibat liurku dan cairan vaginanya.
Bless.. masuklah batang kemaluanku ke dalam vaginanya. Rupanya ia memang sengaja
tidak ‘mengunci’ cincinnya itu dengan begitu tidak terlalu sulit untuk
menembusnya.
Dengan tetap
berdiri di tepi ranjang, aku bergerak memompa maju mundur. Lagi-lagi ia masih
belum mau menggunakan cincinnya itu sehingga aku masih dapat memompa maju
mundur dengan cepat, tetapi erangannya makin keras terdengar setiap batangku
melesak masuk. Aku terus memompa dengan cepat tanpa istirahat, aku berharap
benar dengan gaya baru
kali ini aku dapat membuatnya ‘keluar’ lebih dahulu.
Harapanku rupanya
cuma tetap jadi harapan, sudah lewat 25 menit sejak kumasukkan kemaluanku dan
bergerak non-stop mengocoknya begini, masih belum ada tanda-tanda ia akan
‘keluar’.Karena ‘olah raga memompa maju mundur’ ini kulakukan terus-menerus
sembil berdiri, keringatku mulai keluar membasahi tubuhku, pinggangku mulai
capek, tapi kumantapkan niatku untuk bertahan mengocoknya. Aku lalu bilang
padanya, “Masih bandel juga ya? Aku pengen liat, kamu atau aku yang keluar
duluan.
”Baru selesai
omong, tiba-tiba kurasakan sulit untuk maju mundur karena batangku seperti
dicengkram oleh cincin vaginanya. Auhh.. kini giliran aku yang keenakan.
Rupanya aku omong terlalu sesumbar sehingga ia ingin ‘memberi pelajaran’
padaku. Batang kemaluanku benar-benar seperti dicengkram dan diremas, seret
sekali masuk keluarnya. 15 menit kembali lewat, kini penisku sudah mulai
berdenyut-denyut rasanya kali ini kok aku bakal nggak kuat menahan jepitannya.
“Kamu capek Say?
sekarang gantian ya, lepas dulu dong, lalu kamu naik kesini sambil sandaran
kedinding ya.” Akupun mencabut batang kemaluanku dari vaginanya. Tanganku
ditariknya agar aku naik ke ranjang. Ia lalu bantu mendorong agar aku bergerak
menyandar ketembok dibelakang tempat tidur.Setelah aku duduk disisi atas tempat
tidur sambil bersandar ketembok Sheena naik ke pahaku, berjongkok lalu
memasukkan batangku ke vaginanya, lalu pelan-pelan menurunkan tubuhnya hingga
duduk di selangkanganku.
Ujung kemaluanku
rasanya seperti mentok ke dinding rahimnya.Ia melingkarkan kedua tangannya ke
belakang leherku lalu bibirnya mencium dan melumat bibirku, kedua buah dadanya
terasa menekan dadaku. Kurasakan batang kemaluanku yang sedang terbenam menjadi
tambah mengeras dan berdenyut didalam kemaluannya. Cengkraman cincinnya kembali
mendera batang kemaluanku, kini iapun menambah serangannya dengan
menaikturunkan tubuhnya sambil ‘cincin’ vaginanya menjepit kemaluanku sedang
mulutnya mengunci mulutku.
Kedua buah dadanya
menekan dan menggesek dadaku.Dalam kurang dari 15 menit aku sudah dibuat
megap-megap menahan serangannya. Iapun berhenti naik turun untuk meberi aku
napas, namun cincin vaginanya tetap ia rapatkan. Aku sungguh heran, bagaimana
ia bisa mempertahankan kontraksi cincinnya non-stop selama itu. Ia tersenyum
penuh kemenangan, katanya “Kalau aku mau sekarang ini kamu sudah kalah”Dalam
hati aku mengakui bahwa ia benar. Akupun menjawab, “Ok, akhirnya kamu menang.”
Aku masih heran kok
aku bisa dikalahkan dalam total waktu hanya sekitar 1 jam 30 menit, padahal
biasanya ‘pertarungan’ku dengan Sheena umumnya mencapai total 4 atau 5 jam,
itupun selalu berakhir seri 1 – 1 karena sama sama sepakat mengalah untuk
‘keluar’. Aku masih belum sadar bahwa aku sudah mulai kena flu sejak tiba di
Airport tadi dan sampai sekarang belum istirahat.Sheena mencium keningku,
pipiku dan bibirku, sambil terus mempermainkan cincin vaginanya. Jepit,
longgar, jepit, longgar, mungkin istilahnya empot ayam. Ia tidak menaikturunkan
pantatnya karena ia sadar akan kondisiku yang hampir di puncak, namun ia mau
agar aku merasakan nimatnya ‘proses ke puncak’ tanpa sampai ‘kelewatan’.“Udahan
dulu ya, kita mandi yuk, kan dari Jakarta sampai
sekarang belum mandi,” tawarnya.
“Boleh.. biar istirahat
dikit.. kamu nyalain dulu airnya ya biar bath-tub nya terisi,” kataku.
Ia menaikkan
pantatnya melepas batang kemaluanku dari vaginanya lalu turun dari tempat tidur
menuju kamar mandi dan menghidupkan kran air di bath-tub. Aku kemudian bangkit
juga menuju ke kamar mandi. Kulihat ia sedang duduk di closet membersihkan
vaginanya yang basah dengan campuran cairan beningku dan lendir vaginanya.Meski
air dalam bath-tub belum terlalu dalam, aku langsung masuk dan duduk berendam
sambil bersandar pada dinding bath-tub. Batang kemaluanku yang masih keras itu
pelan-pelan melemas setelah terendam dalam air.
Sheenapun masuk ke
bath-tub dan ikutan duduk berendam. Iseng-iseng tangannya mengelus-elus batang
kemaluanku untuk membersihkan lendir yang melekat di batang kemaluanku. Elusan
jari-jari tangannya membuat kemaluanku kembali menegang. Ia tertawa kecil saat
merasakan ‘anuku’ berdenyut mengeras di tangannya. Setelah dilihatnya
kemaluanku sudah bersih, ia bilang, “Coba mundur dikit dong”. Akupun bergerak
mundur dan bersandar pada ujung bath-tub untuk memberi ruang yang lebih panjang
baginya.Ia lalu mencabut sumbat bath-tub sehingga airnya pelan-pelan berkurang.
Setelah airnya hampir habis, turun hingga setinggi biji kemaluanku, sumbatnya
dipasang lagi.
Kini batang
kemaluanku berada di atas permukaan air sedangkan biji kemaluanku setengah
tenggelam. Tangannya kembali mengelus-elus batangku, lalu ia mengambil posisi
nungging di depanku. Pelan-pelan kepalanya diturunkan dan mulutnya diarahkan ke
kepala kemaluanku. Mulutnya membuka lalu mencaplok kepala kemaluanku, tangan
dan siku kirinya dipakai menunjang tubuhnya agar tetap menungging sedang
jari-jari tangan kanannya mengocok batang kemaluanku maju mundur.
Mulutnya sampai
kempot menyedot kepala kemaluanku. Aduhh.. rasanya sungguh luar biasa.Sesaat
kemudian, jari-jari tangan kanannya bergerak maju memegang pangkal batang
kemaluanku sambil mulutnya bergerak maju-mundur. Nikmat yang kualami sungguh
tak terbilang.. ini adalah oral seks yang ternikmat dalam hidupku. Sampai saat
ini masih yang ternikmat bagiku.
Mulutnya terus maju
mundur sampai batangku kelihatan memerah, kemudian fokusnya dialihkan ke
sekitar leher kemaluanku. Dihisap-hisapnya kepala kemaluanku sampai dilehernya,
digigit-gigit kecil belakang topi bajaku, lidahnya disapu-sapukan kelilingnya,
lalu kepala kemaluanku dicaplok dan disedot dengan kuat lalu dikulum-kulum.
Lidahnya menari-nari didalam mulutnya menyentuh-nyentuh lubang pipisku. Setelah
itu kembali ia maju mundurkan mulutnya namun hanya sampai dilehernya saja,
tidak sampai kepala kemaluanku keluar.Rupanya Sheena ingin menunjukkan bahwa
tidak hanya vaginanya saja yang bisa ‘mengalahkanku’, ia ingin ‘mengalahkanku’
dengan mulutnya.
Ia terus-menerus
menjilat, mengulum dan menghisap batang kemaluanku hingga aku benar-benar merem
melek dibuatnya. Tetapi pada dasarnya aku memang tidak pernah bisa ‘keluar’
dimulut wanita jika tidak kupaksakan sendiri untuk ‘keluar’ (Istriku pernah
menyedotku selama 45 menit hingga lehernya pegal dan aku tetap tidak keluar),
namun Sheena tak tahu akan kebiasaanku ini sehingga ia berpikir aku pasti
‘keluar’ oleh serangannya.Setelah hampir 20 menit non-stop menyerangku, ia
melirikku lalu melepaskan mulutnya dari kepala kemaluanku.
“Enak nggak?”
tanyanya sambil tangan kanannya tetap memegang batangku.
“Ini yang paling
enak dari semuanya,” kataku.
“Naik lagi ke
tempat tidur yuk.. tapi gendong ya.. capek sih,” katanya.
Aku keluar dari
bath-tub lalu menariknya agar bangun kemudian menggendongnya ke ranjang. Kami
sudah tidak perduli lagi bahwa tubuh kami masih setengah basah.Aku kembali
berada diatasnya dengan posisi push-up, ia membimbing batang kemaluanku masuk
ke lubangnya, bless.. masuklah batangku. Ia memekik, “Awk..” agak sakit karena
masih seret. Aku terus memacu pantatku menyodok lubang kemaluanku. Disetiap
hentakan pantatku ia selalu heboh “Awww..awww..”Rasanya 15 menit berlalu,
kemaluanku rasanya sudah berdenyut-denyut lagi, artinya aku sudah hampir di
puncak. Agar tidak kalah, aku kurangi ke cepatanku lalu aku minta ganti
posisi.Sambil menjaga agar kemaluanku tidak lepas, kami berbalik, kini ia
berada diatasku.
Sejenak ia hanya
duduk saja diatasku tidak bergerak. Ia rupanya menikmati denyutan batang
kemaluanku. Kurasakan jepitan vaginanya meningkat seakan-akan memeras batangku.
Setelah hampir 10 menit kemudian. Ia melihat aku sudah ‘hampir sekarat’ karena
permainan jepitan vaginanya, ia lalu meletakkan kedua lenganku ke atas kepalaku
dan dipegangnya dengan kedua tangan kanannya yang juga untuk menopang tubuhnya.
Mulutnya diturunkan mencium bibirku sambil pantatnya mulai dinaik-turunkan.
Puting buah dadanya yang bergantung-gantung menggesek-gesek dadaku menambah
sensasi nikmat serangannya. Saat kemaluannya ditarik sampai ke leher kemaluanku
jepitannya dilonggarkan, saat mau diturunkan dikeraskan lagi dan
seterusnya.Kini aku benar-benar ‘sudah sekarat’. Ia justru mempercepat gerak
naik turun pantatnya.
Aku mencoba
mati-matian bertahan, setiap kali pantatnya diturunkan, aku mengejang dan
mendengus “Enghh.. enghh.. enghh.. enghh,” tetapi aku tidak mampu bertahan
lagi. Rasanya kurang dari 5 menit setelah ia mempercepat naik-turun sambil
menjepit, kemaluanku berdenyut-denyut dan akhirnya, “Uhh..” pertahananku jebol,
aku muncrat di dalam lubang kemaluannya. Disaat kemaluanku berdenyut menyemprot
air maniku, ia terus naik turun dan mengeraskan cincin vaginanya. Lemaslah
tubuhku, seluruh otot-ototku rasanya terlepas dari tulangku, kenikmatannya
betul-betul enak.Sheena tidak langsung bangkit, ia hanya berbaring di dadaku
dengan batang kemaluanku masih menancap di vaginanya.
Pelan-pelan batang
kemaluanku melemas. Campuran sperma dan lendirnya mengalir keluar dari
lubangnya, meleleh ke selangkanganku dan ke sprei ranjang. Ia menggeliat ke
telingaku dan berbisik “Satu nol ya..,” sambil tersenyum.Pembaca, itulah hari
pertama kami di Kuala
Lumpur .
Tubuhku rasanya agak lemah, tapi aku masih saja berpikir “Ah tidak apa-apa,
mungkin sebentar lagi juga pulih.” Hari kedua dan seterusnya kami tetap hangat
bercinta. Sesekali aku masih bisa “menang” namun lebih banyak “kalah”.Tubuhku
sudah tambah lemah, aku akhirnya sadar sudah jatuh sakit. Di hari ke delapan
terakhir sesaat sebelum meninggalkan hotel menuju bandara, aku masih nekat
‘menantangnya’ lagi dengan kekuatan terakhir, hasilnya aku ‘kalah’ lagi.
Aku sudah tak ingat
berapa skor akhir kami, yang jelas aku ‘kalah’.Dibandara kami berpisah,
pesawatku berangkat dahulu kembali ke Australia sedangkan
Sheena sejam kemudian kembali ke Jakarta .
Dipesawat suhu tubuhku kian naik, otot-otot tubuhku rasanya linu dan tidak
bertenaga. 7 jam perjalanan cuma bisa di kursi saja tambah menyusahkan.
Setibanya di rumah, aku benar-benar jatuh sakit, sempat muntah-muntah pula.
Untung waktu cuti kerjaku belum habis sehingga tidak perlu ditambah dengan cuti
sakit lagi.
Tetapi yang paling
sebal, aku penasaran dikalahkan oleh Sheena, telak lagi. Seharusnya aku
istirahat terlebih dahulu setelah tiba di Kuala Lumpur hingga flunya hilang
dulu dan tidak langsung ngajak ‘perang’, toh masih ada hari-hari
esoknya.Sayangnya aku tidak dapat membalas kekalahanku karena itulah terakhir
kalinya aku bertemu dengannya. Pada kedatanganku ke Jakarta yang
berikutnya, aku tidak dapat menemuinya. Kini Ia sudah
pindah ke Kalimantan .
“Sheena” if you read this story then you should know that I could be better.
But any way, no excuses, I admit that you have won!”
Komentar
Posting Komentar