Ryani adalah seorang mahasiswi program
profesi pada sebuah fakultas psikologi di sebuah universitas di Solo. Saat itu
berumur 25 tahun, kulit putih, sopan. Sosoknya amat cantik dan menarik hati
pria yang memandang dan tidak heran bila ia telah di pertunangkan dengan
seorang pria yang berprofesi sebagai pegawai pemda setempat.
Kejadiannya bermula saat untuk
menyelesaikan tugas akhir dari kampus, dan yang menjadi objek penelitiannya
adalah tentang perilaku narapidana selama proses asimilasi. Untuk itu Ryani
sering mondar mandir masuk kedalam LP dikota itu untuk melakukan penelitian.
Iapun mengambil sebuah contoh kasus dari seorang napi yang bernama Marto. Marto
adalah napi yang terhukum selama 9 tahun dalam kasus pembunuhan. Ia telah
menjalani masa tahanan selama 7 tahun dan karena berkelakuan baik maka ia
sering mendapat remisi.Umurnya 49 tahun, sosoknya pendek, hitam, perut buncit.
Untuk keperluan penelitiannya Ryani pun
sering berada bersama Marto, kadang-kadang karena ada kelonggaran dari LP maka
Marto boleh keluar tahanan siang hari dan malamnya kembali masuk untuk asimilasi
dengan dunia luar. Ryanipun sering memanfaatkan waktu Pak Marto saat keluar itu
untuk kepentingan penelitiannya. Karena sering bersama dan selalu berdua
dengan, Martopun akhirnya merasa jatuh hati pada Ryani, Marto hanya memendamnya
dalam hati. Dan…
Suatu hari, untuk mendapatkan bahan bagi
penelitiannya, Ryani menyetujui untuk brengkat bersama Marto mengunjungi
orangtuanya di desa. Mereka berangkat pagi -pagi sekali menggunakan bis. Bis
yang mereka tumpangi melaju dalam kecepatan normal. Membelah pagi hari dengan
deru knalpotnya. Bersisian mereka duduk. Tak terpikirkan sedikitpun di benak
Ryani kemungkinan-kemungkinan terburuk dari perjalanannya ini. Tekadnya hanya
satu, mendapatkan data seakurat mungkin untuk kepentingan penulisan tugas
kampusnya.
![]() |
Ryani |
Mengenakan kaos berbalut jaket tak
mengurangi kecantikannya. Rambut berkucirnya tak dapat menyembunyikan kemulusan
kulit tengkuknya yang berbulu halus. Juga balutan jeans pada kakinya semakin
menunjukkan bentuk tubuhnya yang indah. Menjelang sore sampailah mereka di
terminal dan dengan menggunakan angkutan setempat melaju menuju rumah tinggak
orangtuanya Marto. Selang 30 menit kemudian merka turun di halaman sebuah rumah
dengan halaman yang luas. Rumah kayu yang cukup asri. Marto melangkah masuk
diikuti oleh Ryani. Dan seperti biasanya rumah di desa, rumah itupun tak di
kunci.
Pandangan Ryani jatuh berkeliling pada
ruangan tamu yang di penuhi jendela pada sisi – sisinya. Memandang melalui
jendela ke seberang, menikamati suasana yang tenang dengan kehijauan tanaman di
kejauhan. Menyaksikan betapa rumah-rumah disini terletak berjauhan dengan
halaman yang rata rata luas.
‘Uh….panasnya’ batin Ryani seraya
melepaskan jaketnya dan menyampirkannya di punggung kursi panjang yang ada di
ruangan tersebut. Dengan bertelekan pada kusen jendela sambil memejamkan mata
memajukan wajahnya ayunya untuk di tiup angin semilir…damai rasanya.
“Ini mba’…silakan minum hanya air
putih…..”ucapan Marto menyadarkannya dari kedamaian perasaanya.
“Ga usah repot-rept pak Marto……”sahut
Ryani. Melangkah menyisiri jendela dan duduk di kursi kayu jati yang terletak
di sampingnya.
“Segar sekali………..”ucap Ryani. Menikmati
aliran air putih tersebut mengalir membasahi kerongkongannya yang cukup lengket
karena sedari tadi belum di aliri air setitikpun.
“Gimana ya mba….? ujar Kemudian..
“Ada
apa…pa…? tanya Ryani memandang raut wajah bingung lelaki yang masih gagah itu.
“Ngg….Ng…, ini kedua orang tuaku lagi ga
disini, mereka sedang berkunjung ke rumah paklik ku di desa sebelah..”ujarnya
terbata-bata.
“Tadi aku ketemu sama pak Warjo itu
tetangga di sebelah, beliau yang bilang …” sambung nya lagi.
” Ya sudah ngga pa pa……., “sahut Ryani.
“Kita tunggu saja mereka…., tanggung sudah
sampai sini…”sambung Ryani lagi.
Waktu pun berlalu dengan cepat. Malampun
datang dengan kegelapannya. Syukurlah didesa ini listrik telah masuk, sehingga
kegelapan tidaklah merajalela di desa ini. Begitu juga dengan rumah orangtuanya
Marto. Beberapa lampu listrik telah dinyalakan biarpun dengan cahaya
alakadarnya sehingga tidaklah membuat Ryani berada di wilayah yang asaing
baginya.
Tadi sore Marto dengan keramahan ala desa
telah mempersilakan Ryani untuk mendiami kamar paling depan. Cukup bersih
karena jarang sekali di pergunakan. Dengan mengenakan sehelai kain panjang yang
melilit pinggangnya Ryani tengah duduk di ruang tengah, mempelajari dan
menelaah kembali data – data yang telah di kumpulkannya selama bersama Marto.
Marto dengan sebatang rokok duduk di kursi lainnya pada meja yang sama.
Mengepulkan asap rokoknya dengan nikmat, sembari matanya tak lepas dari bagian
dada gadis cantik yang tengah menunduk menghadapi kertas-kertasnya.
“Belum mengantuk mba..?”tanyanya kepada
Ryani.
“Hmm..belum pak………….”jawab Ryani tak
memalingkan wajahnya. Tetap berkonsentrasi pada kertas – kertas yang ada di
hadapannya.
“Kalau Pak Marto udah mengantuk,.duluan
saja…saya masih membereskan pekerjaan ini menjelang kantuk saya datang…”sambung
Ryani tak menoleh.
“kalau begitu saya duluan saja ya
mba…….”ujar Marto sembari beranjak meninggalkan kursinya melangkah ke arah
kamar satunya dimana dia biasanya berada apabila berada di rumah ini.
“Kalau perlu sesuatu saya berada di
sebelah kamar mba ko…..”tambah Marto dari dalam kamar.
Terdengar suara gemerisik kaln bergeser..,
Ini dikarenakan sebagaimana biasanya rumah di desa tidak mengunakan pintu
sebagai pembatas kamar , hanya menggunakan sehelai kain yang di lekatkan pada
kusen pintu. Dan kain itulah yang menjadi batas wilayah ruang yang satu dengan
ruang lainnya.
Tak terasa waktu berjalan, menimbulkan
tanda-tanda pada tubuh agar segera menghentikan aktifitas. Meminta waktu untuk
memulihkan pada kondisi idealnya. Menuntut agar beristirahat. Begitu juga pada
gadis ayu ini. Beberapa kali ia menguap… Perjalanan dan pekerjaannya malam ini
telah menyita energinya. Tubuhnya tak dapat berkompromi dengan kepenatan yang
amat sangat. Ryani pun membereskan kertas-kertasnya, beranjak melangkah menuju
kamar yang diperuntukkan buatnya. Langsung begitu rebah di pembaringan tak
ingat apa-apa lagi…tertidur pulas.
Di tengah kepulasannya Ryani merasakan
secercah sentuhan pada betisnya, sangat ringan tetapi sangat nyaman. Ia
menggeliat sejenak. Sentuhan tersebut tak berhenti… makain naik pada lututnya…,
makin nyaman dan sebersit rasa aneh yang sangat nyaman mulai tumbuh di dasar
perasaannya. Sentuhan itu benganti dengan elusan. Kedua lutut gadis itu kini
mendapatkannya secara bergantian. Menggelitik sisi keperempuanannya yang masih
lugu. Ryani mengeluh..
Tapi alam kesadarannya segera bangklit.
Otaknya langsung bekerja… Bukankah saat ini ia sedang tak dirumahnya sendiri…
Bukankah tadi pada pagi ia bepergian bersama Pak Marto… bukankan saat ini ia
tengah berada di rumah Pak Marto…. Bukankah saat ini ia tidur di rumah Pak
Marto… Lalu apakah atau siapakah yang mengelusi kakinya…. jangan – jangan…..
Rayani langsung tersentak bangun dan
langsung duduk bersandar pada punggung ranjang. Mata indahnya membelalak…
dengan seruan tertahan hampir keluar dari bibirnya.
“Apa – apaan pak Marto…?”serunya tertahan.
Terkejut melihat Marto telah berada di kamarnya. Memandangnya dengan seringai
tersungging di bibirnya.
“Saya sudah lama memendam ini mba…”ujarnya
ringan.
“Mba juga tau sudah berapa lama saya di
penjara….., tak sekalipun saya mendapatkan kesempatan untuk bertemu dengan
perempuan… Tapi saat ini saya tak dapat menahan diri lagi…” tambah marto
“Mba sangat cantik….,”ujarnya memuji.
“Tapi…,tapi kenapa harus saya Pak Marto…?
Ryani melontarkan pertanyaan yang tak harus di jawab.
“Lebih baik mba terima saja.., sekali mba
berteriak saya tidak segan – segan menghabisi mba… bagi saya penjara adalah
rumah kedua…”ucap Marto dengan nada tegas memandang tajam.
‘astaga…., kenapa nasib saya begini……’
keluh Ryani dalam hati.
‘Apakah salah saya sehingga harus
menghadapi kenyataan seperti ini….?
Marto bergerak naik ke atas pembaringan.
Merangkak mendekati gadis ayu yang ketakutan bersedekap memeluk dadanya sendiri.
Marto meraih kedua tangan yang tengah bersedekap itu… melepaskannya hingga
turun disisi tubuhnya. Meraih wajah ayu tersebut… menengadahkannya.
“Tak usah takut mba… saya takkan menyakiti
mba….”ujar Marto.
Perlahan kedua mata Ryani yang terpicing
terbuka, memandang dalam sinar takut ke wajah Marto. Perlahan Marto mendekatkan
wajahnya… menjatuhkan kecupan ringan di pelupuk mata Ryani… di barengi jilatan
pada kelopaknya. Kedua tangan Marto melai merengkuh bahu gadis ayu itu.
Menariknya mendekat. Tak kuasa menolak Ryani menuruti kehendak Marto.
Marto membaringkan tubuh gadis itu dengan
perlahan. Kembali wajahnya mendekat. Kini kecupan dan jilatan lidahnya mampir
pada sisi wajah Ryani. Menjilati cuping telinga yang lancip… menjilati bagian
belakangnya dengan lidahnya yang kasap… Turun ke bawah menelusuri urat leher
yang tegas menopang kepalanya.. mampir di sepanjang belikatnya. Mata Ryani
bekerjap-kerjap. Antara ketakutan dan rasa nikmat yang timbul oleh lidah dan
mulutnya Marto. Tak sadar beberapa kali keluhan terbit di bibir mungil gadis
ayu tersebut.
Tangan Marto pun tak tinggal diam… Kini
telah berada di permukaan daster yang dikenakan Ryani menangkupi bukit padat di
dadanya… Ahhh… Ryani mendesah merasakan betapa permukaan telapak tangan itu
bergerak di sepanjang bulatan dada kirinya… Rasa itu langsung menyentuh kulit
di bawah dasternya yang tak mengenakan bra… Kini jemari Marto bergerak
menyelusuri lereng bukit membusung tersebut menuju puncaknya… Menemukan
puncaknya dengan stupa mungil yang mencuat… Memijit-mijitnya dengan perlahan…
Lalu memilin-milinya…
Tubuh Ryani menggeliat kegelian. Tak
merasa cukup, dengan menggunakan tangannya Marto melucuti kancing daster gadis
ayu tersebut… menyibakkannya ke samping… Menampilkan kulit putih mulus….. sangat
indah di terangi oleh lampu yang temaram.
“Ahhh…..” keluh Ryani pendek. Bibir Marto
kini telah mencucupi puncak dadanya yang sebelah kiri… Menjilatinya
mengelilingi puncaknya… Mengulum dan melingkari puncaknya dengan lidah
kasapnya… bergantian yang kanan dan kiri tak ada yang terlewatkan. Terus turun
ke bawah… menyelusuri cekungan garis perut yang bergerak-gerak gelisah…..
menemukan cekungan di bawahnya… mencucupi dengan lincah.
Ryani yang belum pernah merasakan hal
sejauh ini hanya bisa diam dan menggeliat-geliat gelisah. Satu sisi dirimya
merasakan hal ini tidaklah benar tapi sisi lainnya tubuhnya tak dapat menolak…
Saat bibir Martto mampir di sepanjang
batas karet pakaiannya yang terakhir, gelinjang tubuhnya makin hebat. Gelitikan
lidah Marto semakin menggila di sana .
Tak berhenti… lidah dan bibir Marto menemukan sisi dalam batang paha kiri
Ryani… Kembali menjilati… menyeluri bagian dalam batang paha tersebut ke bawah…
hingga lututnya… berpindah ke bagian sebelahnya….. memberikan perlakuan yang
sama di sana ….
Tak memberikan jeda pada Ryani untuk berfikir jernih… berusaha membangkitkan
birahinya yang selama ini terpendam…
Gadis ayu itu pun tak tahu kapan pembalut
bagian tubuhnya yang sangat pribadi di lucuti. Yang ia rasakan hanyalah serbuan
rasa nikmat yang amat sangat menerpa seluruhpenjuru tubuhnya… Tak dapat
berfikir kenapa tubuhnya begitu peka terhadap sentuhan Marto… tak dapat lagi
berfikir untuk menyudahi selagi belum terlambat… Tak dapat berfikir lagi….
Tubuhnya begitu menikmati… begitu bereaksi….. begitu terbakar nafsunya sendiri…
Yang dia tahu Marto telah bergerak
menindih tubuh telanjangnya….
“ja…. jangan Pak Marto…………”bisik Ryani
terbata-bata.
“Mba lebih baik diam….. saya bisa
bertindak brutal apabila mba tidak bekerja sama…” ujar Marto. Ucapan yang halus
tetapi cukup tegas. Ryani tak bisa apa apa lagi selain menurutinya. Tak dapat
dibayangkannya akibat yang timbul oleh penolakannya.
Air mata menggenang di matanya saat Marto
duduk di hadapan pinggulnya. Marto menyibakkan kedua batang paha mulus tersebut
ke samping tubuhnya. Merapatkan Pinggulnya pada wilayah pribadi Ryani.
“Uhh…..”lenguh Ryani saat ujung bulat
kejantanan Marto menggosok lepitan kewanitaannya. Birahinya yang tadi surut
kembali mengalir menuju puncaknya.
Marto menggosok-gosokkan ujung
kejantannanya pada lepitan yang masih rapat tersebut. Memberikan kembali rasa
nikmat yang lebih dibandingkan aksi sebelummnya. Ryani hanya dapat
menggeliat-geliat dengan nafas yang tersengal-sengal. Kepalanya berulangkali terbanting
kekiri dan kekanan. Jemari lentiknya mencengkeram kedua lutut Marto. Perlahan
tapi pasti cairan hangat timbul pada kewanitaan Ryani…, Membasahi…
mempersiapkan diri untuk penetrasi…
Peluh telah bercucuran di tubuh tegap
Marto. Begitu juga pada Rayni…Peluh telah membuat sekujur tubuhnya mengkilap,
sebagian lagi mengalir dipermukaan kulitnya… Menuruni puncak dadanya dengan
bulir-bulir berkejaran…. Marto bergerak… Mengangkat kedua belah kaki lenjang
gadis ayu tersebut mendekati dadanya. Memposisikan dirinya setengah berjongkok.
Berkerjab-kerjab mata Ryani menantikan aksi Marto selanjutnya… Marto mulai
mendesak…. mendorongkan pinggulnya… Mendesakkan ujung membola kejantanannya
pada lepitan kewanitaan Ryani… Mencoba menembus lepitan yang ketat tersebut.
“Uhf…..”keluh Ryani. Membeliakkan mata
indahnya saat ujung membola kejantanan Marto mendesak kuat… menyibakkan lepiatn
kewanitaannya yang basah… memberikan jalan untuk pertama kalinya bagi sebuah
benda asing… Sedikit perih terbit di sana …
Ryani hanya bisa menggigit bibir bawahnya agar jeritan tak keluar dari
mulutnya. Hanya kuku jemari lentiknya makin mencengkeram pada kedua lutut
Marto.
Marto kembali mendesak… menuntaskan segala
hasratnya… mendorong pinggulnya. Terasakan oleh Marto betapa liang kewanitaan
tersebut begitu ketat mencengkeram. Bahkan terasakan berapa deretan
cincin-cincin melingkar di sepanjang liang tersebut berderik-derik membuka diri
bagi batang hangat tersebut. Perlahan tapi pasti batang pejal tersebut terus
maju mili demi mili hingga… seolah-olah terhambat suatu halangan..
‘Inilah saatnya…….’batin Marto.
Kembali menghela napas dan mengumpulkan
tenaga pada pinggulnya… mendorong kembali dengan tenaga penuh… terasa sesuatu
berdetus… putus… dalam liang tersebut dan di barengi dengan meluncurnya batang
pejal kejantanannya hingga amblas terbenam seutuhnya… Terlihat Ryani
tersengal-sengal dengan mata berair… habislah harapannya untuk mempersembahkan
miliknya pada suaminya kelak…. Martopun diam… Waktu seolah – olah berhenti…
Marto kembali bergerak… Perlahan-lahan
menggerakkan pinggulnya memacu birahinya… Sebagai seorang lelaki ia menyadari
bahwa dengan kelembutanlah persetubuhan ini akan menjadi sempurna. Tubuh
tegapnya bergerak perlahan mencoba menghapuskan rasa perih gadis ayu tersebut
dan menggaqntikannya dengan rasa nikmat. Batang pejalnya perlahan tapi pasti
bergerak bolak-balik disepanjang liang kewanitaan Ryani. Terkadang diam dan
mengedut…
Ryani mendelik merasakan kedutan tersebut
memijit setiap tombol birahinya.. Menyirami api nafsunya dengan bahan bakar
yang di butuhkannya… Mengelorakan setiap ombak nikmat di sekujur tubuhnya…
Rayni merintih…. mengelinjang…. Marto kembali bergerak… menghujamkan
batangnya…. makin lama makin cepat…. Merebahkan tubuhnya menelungkupi tubuh
indah tersebut. Ryani tak sadar merengkuh tubuh tegap tersebut…..
Marto mulai bergerak mundur batangnya….
perlahan-lahan…. Ryani semakin menggeliat …. Marto mendorong maju lagi….
mundur… maju …. semuanya dengan perlahan-lahan …. kedua tangan Ryani kini tak
tinggal diam…. ia juga menginginkan rasa ini dapat dinikmati dengan sempurna…..
bibirnya menganga dan sesaat kemudian telah berubah menjadi desah dan
rintihan…. tubuhnya menggelinjang-hebat ….. mengangkang lebih lebar…. Marto
mencoba agak mempercepat gerak naik turunnya…. pinggul Ryani mulai bergerak
gelisah mengimbangi…. Marto mempercepat gerakan…. Marto mempercepat lagi hingga
batas yang memungkinkan…. Marto mempertahankan kecepatan itu tanpa mengurangi
atau melebihinya…. Marto merasakan liang kenikmatan Ryani semakin membasah dan
licin…. mulutnya tak henti-hentinya mendesah…. merintih… mengerang…. Marto
mengerahkan seluruh tenaga untuk memompakan terus kenikmatan demi kenikmatan
kepadanya…. Ryani semakin larut dalam deru birahi…. pinggulnya naik bergerak ke
atas menyambut setiap gerak turun tubuh Marto…. seolah ingin membantu
menghujamkan batang pejal Marto lebih dalam lagi ke dasar liang kewanitaannya
….
Keringat telah mengucur di seluruh tubuh
Marto jatuh dan bercampur dengan keringat tubuh Ryani…. kedua tubuh mereka
bagaikan di hempas gelombang badai…. terbanting-banting diatas ranjang……..
wajah Ryani kian memerah…. kedua alisnya semakin mengernyit…. Marto merasakan
dinding-dinding rongga kenikmatannya semakin lama semakin menghimpit ….. otot-otot
didalamnya semakin terasa meremas-remas…. Marto melihat kedua matanya sudah
setengah terpejam…. mulutnya setengah terbuka dengan lidah mengambang di
tengah-tengahnya… Ryani rupanya sudah berada di ambang puncak klimaksnya.
Tak lama kemudian ia mencengkeram sprei
sejadi-jadinya………. Marto membenamkan batangnya sedalam-dalamnya…. hingga
menyentuh dasar….. dan Marto membiarkan terdiam menekannya…. Marto menanti
saat-saat yang paling mengesankan itu…. dan tak lama kemudian…. dinding-dinding
liang kenikmatan Ryani mulai berkontraksi…. semakin lama semakin keras…. dan
semakin keras…. berkontraksi dengan hebat …. Ryani memekik lirih…. Marto
menggerakkan pinggul maju mundur perlahan-lahan…. sambil menekan dengan
bertenaga…. Marto mendekap dengan erat bongkahan pantatnya…. kontraksi itu
semakin berkelanjutan….. seiring dengan gerakan pinggul Marto…. dibarengi oleh
pekikan-pekikan lirih Ryani….. seluruh tubuhnya bergetar hebat…. entah sudah
berapa kali ia memekik…. hingga ia tak sanggup lagi meneriakkan pekik nikmatnya
itu … agaknya kenikmatan itu terlalu memuncak baginya … tubuhnya terkulai ….
lemas….!!!
Marto kembali bergerak… memacu nafsunya
yang hampir menjelang.. bergerak maju mundur… Batang pejalnya terus menhujam
tak kenal lelah… menggosok seluruh permukaan dinding liang kewanitaan Ryani
dengan tergesa-gesa… terus bergerak…
Puncak telah semakin dekat…dengan satu
hujaman… mendesakkan batang pejalnya hingga ke dasar liang tersebut dan
menggeram….. lecutan-lecutan mengalir di sepanjang tulang belakang tubuhnya….
menjalar menuju pinggangnya…. terus mengumpul pada pangkal kejantannnannya…
berkejaran di sepanjang pembuluh batang kejantantannya… memancur keluar dengan
kuat… berkali-kali…. membasahi seluruh bagian dalam liang kewanitaan Ryani….
terkulai dan menggelosoh di samping tubuh indah berkeringat tersebut. Mereka
terdiam beberapa detik lamanya…
“Maafkan aku mba…..”ujar Marto beringsut
mengambil kembali pakaiannya. Ryani memalingkan wajahnya… terisak-isak… tak
menjawab. Selangkangannya sedikit merasa terganjal. Tubuhnya terasa lengket.
Badannya capai dengan pinggang serasa remuk.. ada juga sebersit rasa yang tak
dapat diutarakan dengan kata-kata timbul dalam dirinya… tak dapat ia pungkiri
kejadian barusan sangat melenakannya
Semenjak kejadian itu Ryani selalu menjadi
sarana pelampiasan nafsu Marto. Iapun tak dapat menolak, mengkin dikarenakan iapun
menikmatinya. Dan Ryani di paksa Marto untuk memutuskan hubungannya dengan
pacar. Sampai saat ini ia belum menemukan jalan keluar dari masalahnya ini..
Komentar
Posting Komentar